31. Kekhawatiran Kayla
Sudah dua hari semenjak Kayla dirawat. Rasanya sangat membosankan berada di sini dan hanya berbaring seperti orang penyakitan. Sementara keadaannya bahkan sehat wal afiat. Ia tak habis pikir dengan sikap Adit yang semakin aneh setiap harinya. Belum lagi masalah Dimas yang tiba-tiba selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Terlebih setelah pembicaraan mereka kemarin, semakin menambah kecurigaan Kayla mengenai hal yang sedang disembunyikan Adit.
"Mas ingin kamu tinggal di pesantren Om Fredrik setelah kamu keluar dari sini. Mas akan membicarakan ini dengan Adiba dan Om Fredrik besok."
Kayla terdiam dan menatap Adit bingung. Tak paham apa maksudnya dia bicara seperti itu.
"Pesantren Ustaz Fredrik? Berarti rumah Kak Adiba?" tanya Kayla memastikan.
Sementara Adit hanya menjawab dengan anggukan kecil, sambil memainkan rambut wanita itu yang sedang disisir, dan sesekali merapikannya.
"Kenapa harus di sana? Memang ada apa dengan rumah kita?" tanya Kayla lagi dengan nada heran.
"Mas hanya khawatir denganmu, jika tinggal di tempat Adiba akan lebih aman."
Jawaban Adit semakin membuat Kayla heran sekaligus curiga. "Kay bingung dengan sikap Mas yang seperti ini, Kay capek terus di awasi seolah-olah Kay ini tahanan," Kayla berkata dengan nada merajuk.
Tingkahnya membuat laki-laki di depannya mengarahkan tatapan sendu sekaligus sedih secara bersamaan. Lalu menggenggam tangan istrinya dengan erat.
"Mas minta maaf jika ini membuatmu tak nyaman. Bersabar lah sedikit hingga masalah ini selesai. Mas hanya takut kamu ... " Adit menggantung kalimatnya.
Kayla mengernyit menatap ekspresi suaminya. Apa yang sebenarnya dia sembunyikan dariku. Hingga membuatnya mengkhawatirkan aku sampai seperti ini. Batin Kayla. Dibilang takut, takut dari apa? Dari hal apa? Itu yang selalu coba Kayla cari jawabannya.
"Apa yang sedang Mas sembunyikan sebenarnya?" tanya Kayla tiba-tiba sambil memicingkan mata curiga.
Adit mengembuskan napas berat, lalu menatap sang istri. Berpikir mungkin sudah saatnya ia jujur agar Kayla tak bingung.
"Ada yang berniat mencelakakan kamu."
Mendengar jawaban suaminya, Kayla terdiam dan coba mencerna kata-kata Adit.
"Ma-maksud, Mas, a-ada yang berniat menghilangkan nyawa Kayla?" Kayla memastikan, sambil menunjuk dirinya sendiri.
Tenggorokannya tercekat ketika Adit menjawab dengan anggukan mantap. "Ta-tapi ... apa salah, Kay?" Sambung Kayla dengan tubuh sedikit bergetar karena takut.
"Mas nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya hanya ini yang perlu kamu tahu. Jadi Mas mohon, jangan melakukan hal yang akan membahayakan nyawamu. Orang-orang itu bisa saja sedang mengawasi kita. Biar masalah ini Mas yang urus. Tugasmu hanya bertahan agar kamu selalu baik-baik saja, mengerti!"
Kayla hanya mengangguk. Meski ia sendiri tak yakin bisa mengontrol ketakutannya setelah ini.
Adit menarik wanita itu ke pelukannya, berusaha menenangkan kecemasan sang istri, juga kecemasannya sendiri. Adit pun tak bisa memungkiri, setelah kenyataan ini diketahuinya, hari-hari yang ia jalani selalu dipenuhi pikiran buruk dan rasa khawatir tentang Kayla.
Kayla mengembuskan napas setelah lamunannya tentang pembicaraan dengan Adit buyar. Dihinggapi rasa bosan, wanita itu memilih menyalakan televisi. Tak ada acara yang menarik menurutnya, hingga sebuah stasiun TV menayangkan aksi demonstran yang sedang berunjuk rasa di depan sebuah kantor. Seorang penyiar mengabarkan jika saham PT. A&K Pasifik Indonesia jatuh. Sementara orang-orang berdemo menuntut gaji yang belum di bayarkan, dan masih ada beberapa berita miring tentang perusahaan suaminya. Kayla berdiri dengan wajah gelisah.
Kenapa masalahnya pelik sekali? Kayla pikir Adit hanya mengalami kasus sengketa lahan biasa. Tapi kenapa sampai saham jatuh, apa yang sebenarnya terjadi? Ia harus mencari tahu soal ini. Jika ia harus menunggu Adit jujur itu tak akan mungkin. Pikir Kayla gelisah.
Wanita itu bahkan terus mondar-mandir di depan ranjang pasien, berusaha mencari jalan keluar agar ia bisa membantu Adit. Tapi yang jadi masalah dirinya sama sekali tak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Kayla mengalihkan perhatian, Dimas masuk sambil menenteng sebuah plastik kresek berisi makanan. Laki-laki itu meletakan buah di atas meja kecil di dekat ranjang, Lalu mengangkat alisnya saat melihat Kayla mondar-mandir.
Laki-laki itu menyadari Kayla sedang gelisah.
"Kamu sedang apa, Kay? Mondar-mandir dan terlihat gelisah kayak gitu?" tanya Dimas heran.
Kayla memicingkan mata ke arah mantan pacarnya.
Dimas mulai menyadari Kayla mungkin sudah curiga dengan yang dirinya dan Adit sembunyikan.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"
Benar saja, ertanyaan Kayla yang tiba-tiba membuat Dimas terdiam, laki-laki itu terlihat gugup.
"Ma-maksudmu apa? Aku tak mengerti,” tanya Dimas dengan gelagat yang aneh.
Kayla mengenalnya hampir separuh usia, tentu saja ia tahu dengan jelas ekspresi polisi muda itu ketika sedang menyembunyikan sesuatu. Tak lama Kayla pun mendengus ke arah Dimas, dan memicingkan mata.
"Jangan berbohong padaku, Dimas! Aku tahu pasti kalian sedang menyembunyikan sesuatu!" Kayla bicara dengan nada geram.
"Sesuatu apa? Aku benar-benar nggak mengerti dengan yang kamu bicarakan?”
Mendengar Dimas masih saja berbohong, Kayla memutar mata jengah. Wanita dengan hijab abu-abu tersebut memejamkan mata guna meredam emosinya.
"Cukup! Berhenti berbohong di depanku. Coba kamu lihat apa maksud ini semua?!" Kayla menyalakan televisi yang memperlihatkan berita acara mengenai perusahaan suaminya.
Dimas menatapnya, dan televisi bergantian. Sementara Kayla terus menatap Dimas mengintimidasi.
"Aku mohon, jawab pertanyaanku. Apa ini ada hubungannya dengan orang yang ingin mencelakakan aku?" lirih Kayla terdengar putus asa.
Dimas menatap ekspresi Kayla yang terlihat sedih, lalu laki-laki itu mengembuskan napas berat. Sepertinya memang Kayla berhak tahu semuanya, batin Dimas menyerah.
"Ya ... beberapa hari ini masalah di perusahaan semakin pelik. Ada orang yang berniat menghancurkan Adit."
Jawaban Dimas membuat Kayla terdiam, dengan gontai wanita itu mendudukkan diri di ranjang.
"A-apa ini gara-gara aku?" tanya Kayla dengan lirih.
"Jangan berpikir seperti itu, Kay. Yang harus kamu lakukan hanya bertahan. Karena Adit telah mengorbankan segalanya untukmu. Kamu harus tahu, dia mati-matian menyembunyikan ini darimu karena dia khawatir kamu akan seperti ini."
"Tapi kenapa kalian harus bohong, Mas Adit dalam masalah besar sementara aku menjadi orang yang tak tahu apa-apa. Apa yang harus kulakukan sekarang untuk membantunya mengatasi ini?”
Dimas terdiam saat Kayla mendongak menatapnya dengan raut terluka, sementara air matanya menetes di pipi. Selama mereka saling mengenal, baru kali ini Dimas melihat Kayla sangat putus asa.
"Kamu hanya perlu menuruti kemauan Adit, itu sudah cukup membuatnya tenang." Hanya kalimat itu yang mampu Dimas ucapkan sebagai penghiburan.
"Tidak! Aku harus membantunya. Tolong antar aku ke perusahaan Mas Adit."
"Kay, tolong jangan keras kepala. Masalah ini biar aku dan Adit yang urus. Om Danu kapan saja bisa mengancam nyawamu."
Nada tegas yang dikeluarkan Dimas membuat Kayla terdiam. Dengan raut kaget wanita itu membuka suara. "O-om Danu? Om Danu suami Bude Mira?" Tanyanya memastikan.
Dimas mengangguk kecil sebagai jawaban.
Kayla terhuyung, jiwanya seakan melayang ketika ingatannya tentang masa lalu kembali terputar. Kenapa laki-laki itu muncul lagi setelah sekian lama? Jika memang dia mengincar aku, kenapa harus perusahaan Mas Adit ikut di bawa-bawa? Batinnya kalut.
"Berarti ini semua memang salahku. Benar, kan?” Kayla menatap Dimas putus asa.
"Jangan berkata seperti it-" Dimas belum selesai bicara, tapi Kayla lebib dulu memotong kata-katanya.
"Andaikan dulu aku tak menjebloskannya ke penjara, mungkin semuanya tak akan seperti ini. Sekarang apa yang harus kulakukan untuk Mas Adit?" Kayla menangkup wajahnya dengan telapak tangan. Menangisi kebodohannya yang menyebabkan Adit dalam kesulitan.
Melihat keadaan wanita yang pernah dicintainya seperti itu, Dimas memberanikan diri menyentuh bahu Kayla, dia berusaha memberi kekuatan.
"Tenang lah dulu, aku yakin Adit bisa mengatasi ini. Tugasmu sebagai istri hanya berdoa yang terbaik untuknya." Setelah mengatakan itu, Dimas menyuruh Kayla beristirahat.
Meski perasaanya kacau, wania cantik tersebut hanya bisa pasrah dan menuruti kata-kata Dimas.
***
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, Kayla masih berusaha bersikap tenang di depan Dimas. Padahal dari tadi wanita itu terus meremas tangan karena gelisah. Ia tak mungkin hanya diam di sini, sementara di sana Adit sedang kesulitan. Tiba-tiba Adiba dan Gea masuk bersama Ayah dan juga adiknya, Sandi. Kayla terus berpikir keras bagaimana caranya ia keluar dari sini tanpa ketahuan Dimas.
"Dimas." Orang yang dipanggilnya menengadahkan wajah menatap Kayla.
"Ada apa?" tanya laki-laki itu tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel.
"Bisa aku minta tolong ambilkan baju ganti di rumah?"
"Biar aku saja yang ambil, Mbak, sekali-" Kayla mendelik ke arah Sandi. Memberi kode padanya agar diam, dan untungnya dia mengerti.
"Tapi ... " Dimas menggantung kalimatnya merasa ragu akan permintaan Kayla.
"Tapi apa? Ayo lah, di sini ada Ayah dan yang lain. Lagi pula ini di rumah sakit, tak akan ada yang berani menyerang ku."
Mendengar kata-kata Kayla, Dimas pun akhirnya menghembuskan napas berat. Dengan terpaksa laki-laki itu mengangguk.
"Tapi ingat! Jangan lakukan hal bodoh, atau bertindak sendiri! Karena kalau sampai itu terjadi, aku yang akan terkena makian suamimu."
Kayla memutar mata bosan mendengar kata-kata Dimas. Dia pikir Kayla perduli setelah dirinya dibohongi seperti ini. Meski begitu Kayla tetap mengangguk, setelah itu Dimas melangkah pergi dari ruang rawat.
Kayla beranjak dari ranjangnya untuk memastikan Dimas benar-benar telah jauh. Sementara Gea dan yang lain mengamati tingkah anehnya dengan bingung. Hingga suara Gea terdengar di tengah kebingungan mereka.
"Jangan bilang lo sedang merencanakan sesuatu, Kay?" Gea memicingkan mata ke arah sahabatnya.
Kayla memberinya jawaban dengan senyum miring. Kalau sudah seperti ini, Gea tak bisa lagi berkutik dengan tindakan nekat Kayla. Wanita dengan tubuh semampai itu pun berdecak sebal.
"Ck ... sudah gue duga," sambung Gea sambil memutar mata bosan.
"Memang kamu merencanakan apa, Kay?" tanya Ayah.
"Aku mohon bantuan kalian untuk membawaku ke kantor Mas Adit."
Mendengar Kayla bicara seperti itu, kontan saja empat orang di sana hanya saling menatap, dan berusaha mencerna kata-katanya, sebab mereka belum mengerti dengan apa yang terjadi Sebenarnya.
"Begini, situasi di kantor Mas Adit sedang kacau. Kalian pasti sudah tahu tentang saham A&K yang jatuh, kan?"
Adiba dan Gea hanya mengangguk ragu. Sementara Ayah dan Sandi terlihat kaget.
"Apa benar begitu?" tanya Ayah. Kayla hanya mengangguk kecil ke arah beliau.
"Lalu apa yang harus kami lakukan untuk membantumu, Kay?”
Pertanyaan Adiba membuat senyum Kayla semakin lebar. Gea yang mengerti betul sahabatnya itu pasti akan merencanakan hal gila, hanya membuang napas kasar. Baginya tingkah Kayla yang seperti ini sudah dihafalnya di luar kepala.
********
To Be continue....
Hai hai.... bagaimana part ini? Ada yang penasaran dengan apa yang di rencanakan Kayla? Hihihi tunggu capter besok yah. Insya allah semakin seru. Ini sudah di konflik puncak.
Stay terus cerita ini di library kalian yah. Dan tunggu cerita aku berikutnya. Aku sudah menyiapkan cerita baru setelah ini selesai. Wkwk
Terimakasih yang sudah bersedia baca sampai part ini. Jangan lupa tinggalkan jejak biar aku semangat lanjut 😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro