30. Bertahan Ditengah Badai Yang Menerjang
Adit memijat pelipisnya yang terasa pening. Masalah yang terjadi sekarang ini benar-benar telah menguras energi dan pikirannya secara total. Bagaimana tidak? Satu masalah belum selesai, muncul lagi masalah baru. Ia masih bisa terima jika niat Om Danu hanya ingin menghancurkan perusahaan. Tapi masalahnya si brengsek itu juga mulai mengancam nyawa Kayla. Ia tak akan pernah memaafkan laki-laki itu jika sampai melukai Kayla lebih dari ini. Mau tak mau Adit benar-benar harus menyetujui usul Dimas tentang Kayla, demi keamanan istrinya itu.
Setelah obrolan mereka tadi, Dimas memutuskan lebih dulu bergegas menuju ke rumah sakit dan membawa barang-barang Kayla. Sementara ada hal yang harus ia kerjakan terlebih dulu di rumah.
Om Jatmiko memberi tahu, ada beberapa kasus kecurangan yang terjadi di daerah pertambangan. Kepala Adit benar-benar serasa ingin pecah mendengar kabar itu. Ia teringat pembicaraannya beberapa waktu lalu dengan Dimas.
"Aku pikir keadaan di rumah ini memang sudah tidak kondusif lagi, Dit. Ada baiknya memang Kayla jangan tinggal di sini sementara waktu."
"Lalu menurutmu, aku harus membawanya ke mana? Apa ke rumah orang tuaku saja?"
"Bukanya kamu bilang Om Danu pernah ke rumah orang tuamu? Sepertinya jika di sana, sama juga nggak aman."
"Lalu di mana? Apa di rumah Gea? Tapi kalau di rumah Gea. Perempuan itu juga tinggal sendiri di rumah besarnya."
"Bagaimana kalah di rumah si wanita Judes saja."
Mendengar kata-kata Dimas, Adit mengernyit bingung, tak mengerti siapa yang di maksudnya "wanita judes."
"Ah ... maksudku Adiba. Mantan pacarmu itu."
Kata-kata Dimas membuat Adit mendengus.
"Siapa yang bilang dia mantan pacarku? Sok tahu sekali dasar!" sungut Adit tak terima.
"Haah terserah lah! Jadi bagaimana dengan usulanku tadi?"
"Apa alasannya Kayla harus tinggal di sana?"
"Kamu bilang ayah Adiba seorang Ustaz. Selain itu, di rumahnya di kelilingi bangunan pesantren, yang sudah jelas nggak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Kecuali Santri."
"Ya ... alasanmu masuk akal, nanti aku bicarakan dulu dengannya."
"Lebih cepat lebih baik."
"Ah iya, ada baiknya juga aku tempatkan beberapa anak buahku di sini. Untuk mengawasi hal-hal yang bisa saja terjadi."
"Aku serahkan semua padamu saja soal itu."
Adit mengakhiri lamunan setelah pekerjaannya selesai, ia pun bergegas menuju ke rumah sakit. Seperti yang Dimas sarankan, laki-laki itu menempatkan beberapa orang polisi untuk mengawasi sekitar rumah.
Saat sampai di rumah sakit, Adit melihat Kayla sudah terlelap, sementara Dimas masih terlihat terjaga dan sibuk dengan ponselnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, kamu datang?" tanya Dimas.
"Kayla udah lama tertidur?" Adit tak menghiraukan pertanyaan Dimas tadi
"Lumayan, tadinya dia bersikeras menunggumu datang. Apa anak buahku sudah sampai di rumahmu?"
"Ya ... mereka sudah sampai."
"Bagus lah."
Pagi harinya ketika Adit bangun, ia sedikit panik karena tak mendapati Kayla ada di ranjangnya. Sementara Dimas juga tak ada. Laki-laki itu memutuskan mengetok kamar mandi.
"Kayla, Kay! Apa kamu di dalam, sayang?"
"Iya, Mas! bentar." Mendengar suaranya dari dalam kamar mandi, Adit menghembuskan napas lega, syukur istrinya benar ada di dalam.
Lalu beberapa saat kemudian wanita itu keluar.
"Ada apa, Mas?"
"Nggak ada apa-apa? Mas kira kamu ke mana? Kenapa nggak membangunkan Mas kalau ke kamar mandi?"
"Mas, jangan berlebihan gitu ah, Kay nggak apa-apa."
"Ya sudah, ayo, Mas bantu kamu ke ranjang," kata Adit sambil menuntun bahu Kayla. Lalu mendudukkannya ke ranjang.
"Ada yang ingin Mas bicarakan sama kamu nanti, setelah Mas pulang dari kantor."
"Kenapa nggak sekarang aja?" tanya Kayla penasaran.
"Nggak, sekarang Mas harus cepat ke kantor. Hari ini ada rapat penting pemegang saham. Penentu nasib perusahaan kita. Mas harap apa pun yang terjadi, kamu harus sabar."
"Insya Allah semua akan baik, Mas? Mas harus tetap semangat," Kayla berkata sambil menggenggam tangan suaminya, berusaha memberikan kekuatan.
Adit mengangguk kecil, dan menatap sang istri dengan senyum yang ia paksakan. Setelah itu memutuskan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ketika ia keluar dari kamar mandi, sudah ada Dimas yang duduk di sofa dengan beberapa makanan tergeletak di atas meja.
"Kamu dari mana?"
"Tentu saja mencari makan."
"Aku titip Kayla hari ini, ada rapat pemegang saham."
Dimas hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Adit memutuskan menghampiri ranjang Kayla dan duduk di samping istrinya.
“Mas mau berangkat sekarang? Sarapan dulu. Mas juga butuh tenaga untuk menghadapi rapat hari ini.”
“Baik lah, Mas sarapan. Tapi kamu juga harus sarapan, nanti Mas suapi kamu.” Mendengar kata-kata Adit, mata Kayla langsung berbinar dan mengangguk semangat. Sementara Dimas yang melihat adegan itu hanya bisa memutar mata jengah.
“Hadeeh, bisa tidak sehari saja kalian nggak bertingkah lebay seperti itu.”
“Biarin!” Kayla menjulurkan lidahnya ke arah Dimas. Membuat laki-laki itu mendengus kesal.
Setelah sarapan mereka selesai, Adit pamit pada Kayla, laki-laki itu bergegas ke kantor, karena Om Jatmiko terus menghubungi.
Adit melajukan mobilnya ke kawasan perkantoran mewah SCBD. Jam menunjukkan pukul enam tiga puluh pagi. Masih ada waktu untuk mengadakan briefing dengan semua pekerja di kantor ini dari semua Divisi. Mereka berhak tahu keadaan pelik yang di hadapi perusahaan.
Setidaknya, saat perusahaannya benar-benar kolaps mereka telah memiliki pekerjaan baru di tempat lain. Begitu pikir Adit. Saat sampai di depan kantor, laki-laki itu melihat Om Jatmiko telah menunggunya di depan lobi bersama Abi.
"Kamu benar-benar akan mengadakan rapat dengan para pekerja dari semua Divisi?" tanya Abi.
"Ya, Adit pikir mereka berhak tahu, agar mereka memiliki rencana cadangan guna berjaga-jaga."
"Apa kamu nggak yakin perusahaan kita akan baik-baik saja?" tanya Abi dengan nada heran.
"Tentu Adit yakin, hanya saja Adit ragu dengan para pemegang saham. Sudah pasti di antara mereka akan ada yang memilih mundur. Jika sudah begitu, mau tak mau kita harus melakukan pengurangan karyawan, Bi. Guna menekan anggaran pengeluaran."
Ucapan Adit hanya ditanggapi anggukan paham oleh Abi, karena dia tahu putranya pasti memiliki keputusan terbaik.
Mereka melangkah menuju ke dalam longue, dimana di dalam sudah ada tiga pemegang saham selain perusahaannya, dan semua anggota Divisi. Setelah mengucap bismillah dan salam, Adit memulai pembicaraan.
"Sebelumnya, saya ucapkan banyak terima kasih atas ke sediaan Anda semua hadir di sini. Seperti janji saya kemarin, saya akan mengumumkan masalah tentang kelalaian yang menyebabkan kecelakaan. Orang-orang kami telah menemukan bukti, jika kecelakaan itu bukan di sebabkan kelalaian. Tapi ada yang menyabotase."
"Bagaimana Anda bisa seyakin itu?" tanya Direktur PT. Megantara grup. Dia adalah pemegang saham terbesar ke dua setelah perusahaannya.
"Saya berniat melakukan pertemuan langsung dengan salah satu korban selamat. Selain itu, saya juga berencana akan melakukan peninjauan langsung ke pertambangan guna menyelesaikan masalah sengketa lahan," lanjut Adit berusaha meyakinkan para pemegang saham.
"Apa Anda bisa menjamin? jika kasus ini akan cepat selesai sebelum kontrak kerja sama dengan perusahaan asal Dubai resmi di tanda tangani? Anda tahu betul pasar minyak bumi sedang turun, belum lagi terkait berita kelalaian itu bisa saja mengakibatkan masalah perijinan dengan pemerintah,"
"sementara kita tinggal menunggu waktu, sampai berita ini tersebar di media televisi. Maka akibatnya bisa fatal. Perusahaan bisa di tuntut dan lebih parahnya, pemerintah bisa menarik ijin perusahaan. Jujur, saya tak ingin mengambil risiko ini." Lanjut Direktur Utama Megantara
"Bagaimana jika kita jual sebagian saham A&K Pasific ke perusahaan lain." Usul pemegang saham dari PT. Patron.
"Saya setuju dengan usul Anda," kata Direktur Megantara.
Adit terdiam mendengar usul itu, sebab baginya keputusan menjual saham sangat berat untuknya. Menjual saham berarti juga mempertaruhkan nama A&K di sini. Adit mengembuskan napas berat, dan menatap semua staf perusahaan yang hadir.
"Terima kasih, atas usul kalian. Saya akan mempertimbangkannya. Saya tak akan menahan kalian untuk tetap berada di perusahaan ini. Jika kalian mau bersabar, maka tunggu beberapa hari hingga saya menyelesaikan semua masalah,"
"tapi jika kalian memang tak percaya dengan kinerja saya, Kalian boleh mundur dan meninggalkan perusahaan ini. Saya tak ingin berbohong pada kalian, kenyataannya perusahaan memang sedang dalam masa yang sulit."
Setelah Adit mengutarakan hal tersebut, keadaan ruang rapat menjadi hening, hingga terlihat Direktur PT. Megantara Group berdiri dari duduknya, lalu membungkuk hormat pada Adit dan Abi.
"Saya minta maaf, tapi saya tak bisa mengambil risiko." Adit hanya tersenyum memaklumi, lalu laki-laki itu keluar ruangan diikuti beberapa karyawan yang lain.
Ia menatap semua karyawan yang tersisa. Hanya ada dua pemegang saham yang bertahan, perusahaannya dan perusahaan milik PT. Patron.
"Terima kasih, yang sudah memilih bertahan di perusahaan ini, saya tak bisa menjanjikan apa-apa untuk kalian. Saya juga tak bisa berbohong tentang perusahaan yang sedang dalam masa sulit. Tapi saya berjanji, saya akan melakukan yang terbaik guna membereskan masalah ini secepatnya,"
"saya sangat membutuhkan bantuan kalian, mari kita sama-sama berjuang demi keberlangsungan perusahaan kita. Sekali lagi terima kasih." Setelah mengatakan itu, Adit mengakhiri pidato dengan salam penutup dan terduduk lesu di tempatnya.
Setidaknya masih ada yang mempercayainya untuk menyelesaikan masalah ini. Yang harus ia lakukan sekarang adalah secepatnya mengadakan konferensi pers dan membeberkan kasus yang terjadi pada publik. Sebelum itu, ia harus memastikan Om Danu benar-benar dalang di balik ini semua atau bukan.
*********
Selamat Pagiiii... maaf baru bisa updet. Bagaimana part ini? Gaje banger ya...
Silahkan mampir ke KBM APP dengan akun Nurmoyz. jika ingin baca sampai ending dengan cepat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro