Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Sayap-Sayap Patah

Bagian paling menyakitkan dari sebuah pertemuan, adalah perpisahan.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Pernah kah kalian berpikir, Allah begitu tak adil? Mungkin semua manusia hampir pernah merasakan hal itu, bahkan termasuk Adit. Ia tahu betul jika itu salah, mengingkari takdir yang telah digariskan adalah dosa. Namun, dirinya hanya manusia biasa, dan rasa putus asa yang menderanya lah yang membuat ia berpikir keliru.

Rasanya baru kemarin mereka mengikat janji suci. Tapi dalam hitungan menit, Allah telah membuat pernikahannya dalam keadaan seperti ini.  Belum lagi memikirkan Anaknya harus hidup tanpa Ibu, rasanya sangat berat. Apa ia bisa menjaganya? Itu yang paling Adit takutkan. Suatu saat, akan ada hari dimana Jovan menginginkan memiliki ibu bukan? Lalu apa yang harus ia jelaskan?

Saat pikirannya dipenuhi firasat Buruk, dan khawatir tentang keadaan Nazwa yang sedang kritis. Tiba-tiba suara familier yang menjadi pemicu pertengkaran mereka terdengar. Adit tahu, tak seharusnya ia menyalahkan Kayla. Bagaimana pun juga wanita itu tak tahu apa-apa. Jika ada yang perlu disalahkan, maka ia sendiri lah orangnya. Kayla berdiri di depan Adit dengan raut khawatir. Napasnya memburu karena terus berlarian menuju ke ruangan itu. Adit tahu sekali, Kayla pasti merasakan hal sama seperti dirinya. Sebab wanita itu begitu menyayangi Nazwa.

"Mas Adit."
"Kay, kamu pulang?" jawab Adit dengan suara lemah. Untuk sekedar berbicara saja rasanya ia sudah tak memiliki tenaga.

"Bagaimana kondisi Nazwa?"

"Nazwa kritis setelah melahirkan Jovan." Wanita di depannya terlihat syok.

Tiba-tiba seorang suster keluar, dan memanggil nama Adit. Lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruang ICU.

Laki-laki itu berjalan menghampiri ranjang Nazwa, bibir pucat istrinya menyunggingkan senyum lemah. Jantungnya terasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Melihat wanita yang selama lima tahun ini menemani hidupnya dalam suka dan duka, kini tengah terbaring lemah. Adit duduk di sebelah ranjang Nazwa, dan digenggamnya tangan kecil yang kini terasa dingin. Lalu ia kecup punggung tangan sang istri. Katakan saja ia cengeng, tapi melihat keadaannya yang seperti ini, Adit tak bisa menahan air mata yang kini menetes. Sementara Nazwa tetap menyunggingkan senyum ke arahnya.

"Mas, aku titip Jovan," Nazwa berkata lirih. Ya, bayi mungil itu mereka beri nama Jovan. Sesuai kesepakatan jauh-jauh hari. Mendengar kata-kata itu, Adit menggeleng tak menyetujui keinginan istrinya.

"Nggak. Aku ingin kamu sembuh, dan kita besarkan Jovan bersama."

"Mas, menikah lah dengan Mbak Kayla."

Kata-kata yang diucapkan Nazwa barusan seolah menamparnya. Adit terdiam dan menatap kosong ke arah istrinya. Lelucon macam apa lagi ini? Batin Adit geram. Apa Nazwa sadar dengan yang diucapkannya? Mana bisa ia menikah secepat itu, sementara rasa sedih masih membayang di benaknya. Begitu pikir Adit.

"Mas, jangan egois, ini semua demi Jovan. Pikirkan tentang dia. Jovan butuh ibu yang bisa menyayanginya dengan tulus, dan aku hanya percaya Mbak Kayla."

"Apa yang kamu katakan? Jangan bicara yang tidak-tidak, kamu pasti sembuh, dan kita akan berkumpul lagi seperti dulu." Adit berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya pasti akan kembali seperti semula. Meski dia tak bisa menyembunyikan nada bergetar dalam suaranya.

Nazwa hanya tersenyum kecil, lalu menempelkan telapak tangan Adit ke pipinya. "Aku mohon, penuhi wasiat terakhirku. Mas tahu betul, waktuku tak banyak. Terima kasih telah mengizinkanku menjadi istrimu."

Rahang Adit mengeras, emosi terasa naik ke ubun-ubun. KAYLA ... KAYLA! lagi-lagi KAYLA! Tak bisakah dia berhenti menyebut nama itu! Apa dia tak sadar, mendengar nama Kayla semakin menambah beban rasa bersalahku, batin Adit geram. Ia memejamkan mata, lalu mengembuskan napas berat, berusaha menahan gejolak emosi yang membakar dadanya.

“Tolong, berhenti mengatakan ini. Mana bisa aku menikahi Kayla, sementara kamu dalam kondisi seperti ini. Tak bisakah kamu berhenti membuatku semakin merasa bersalah? Mengerti lah sedikit perasaanku. Sekarang ... terserah kamu!" setelah mengatakan itu Adit bergegas keluar dengan rahang tertutup rapat. Laki-laki itu bahkan membuka pintu ICU dengan keras, membuat beberapa orang di luar kaget dan menatapnya penasaran.

Dan di sanalah wanita itu, sedang menatapnya dengan banyak pertanyaan dalam benak. Adit berjalan ke arahnya. Rasa bersalah serta emosi menguasai laki-laki itu, hingga tanpa sadar ia mengepalkan tangan dan menatap Kayla penuh amarah. Wanita di depannya tentu terlihat bingung. Kayla seperti mengerti perubahan raut wajah Adit.

Mengingat Kayla, juga berarti mengingat kesalahannya. Adit tahu, tak seharusnya ia bersikap dingin pada Kayla. Tapi rasa bersalah ini yang membuat dadanya sesak, membuatnya tak bisa berada di dekat wanita itu terlalu lama.
Adit memilih menenangkan diri di taman rumah sakit. Tapi baru beberapa menit ia duduk, dilihatnya beberapa dokter dan suster berlarian ke ruang ICU. Jantungnya berdetak dengan cepat, menyadari keadaan Nazwa kritis. Adit berlari menerobos kerumunan keluarganya dan dokter yang sedang menangani Nazwa. Tapi semuanya terlambat, Bunyi suara monitor pendeteksi jantung terasa memekakkan telinga.

Nyawanya terasa melayang, ia menghampiri tubuh yang telah terbujur kaku itu. Seulas senyum tersungging di bibir pucat sang istri, tangan Adit bergetar saat berusaha memegang wajah cantik di depannya. Ia tahu, Nazwa telah meninggal secara syahid. Tapi bagaimana dengannya? Apa selamanya ia akan hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah? Satu sayapnya seolah telah patah, meninggalkan goresan rasa bersalah teramat dalam. Andaikan mereka tak bertengkar, Andaikan dulu ia buang benda-benda sialan itu, andaikan ia lebih perhatian, mungkin Nazwa akan tetap di sisinya.

Rasa penyesalan seakan tak cukup menghantui hidup Adit, gundukan tanah itu bahkan masih merah. Tapi surat yang Nazwa titipkan untuknya seakan menambah beban dan tekanan. Beberapa hari setelah Nazwa meninggal keadaan laki-laki itu mengenaskan. Adit lebih sering berada di kantor. Untuk mengurus dirinya sendiri saja ia tak mampu, bagaimana dengan Jovan? Ia jarang sekali pulang untuk sekedar melihat Jovan yang sekarang dititipkan pada Umi.

Sebut saja ia ayah yang bajingan. Hingga puncaknya saat wanita yang paling ia hindari datang menemuinya.

Adit sedang mengerjakan berkas-berkas penting yang akan dipresentasikan di depan dewan direksi. Tiba-tiba suara pintu yang dibuka kasar menginterupsi kegiatannya. Di depannya berdiri Kayla dengan wajah merah padam, karena menahan amarah. Wanita itu berjalan dengan langkah lebar dan menghampiri mejanya.

"Berhenti bersikap kekanakan! Jangan jadi pria egois, dan tak bertanggung jawab!" kata Kayla dengan nada tinggi.

Adit hanya menatapnya sekilas, dan menyunggingkan senyum sinis. Lalu melanjutkan pekerjaannya seolah kata-kata Kayla tak ada artinya sama sekali.

"Dengarkan baik-baik! Karena aku tak akan mengulanginya lagi! Jika Mas ingin menyusul Nazwa, susul saja dia! Karena percuma saja Mas hidup, jika Mas melupakan tanggung jawab Mas pada Jovan! Jangan pernah menyesal jika suatu hari Jovan akan membencimu. Mas bahkan tak pantas di sebut Ayah!"

Setelah mengatakan itu Kayla melemparkan sebuah amplop, lalu dia pergi sambil membanting pintu.

"Cih, Dia pikir dia itu siapa? Berani sekali memerintah aku," gumam Adit.

Terdorong rasa penasaran, ia membuka amplop coklat yang tergeletak di depannya.

Untukmu Imam ku dunia akhirat

Saat Kamu membaca surat ini, mungkin aku telah jauh meninggalkanmu dan malaikat kecil kita.

Maaf, karena pergi terlalu cepat.
Maaf, karena aku tak bisa bersama denganmu untuk membesarkan Jovan.
Satu hal yang harus kamu ingat, berhenti lah merasa bersalah untuk kematian ku, karena aku telah memaafkan kamu, maaf juga untuk kata-kata kasar ku tempo hari.

Apa yang aku ucapkan hanya bentuk kekecewaan karena ketidakjujuran kalian.
Mas tahu, saat pertama kali aku menemukan benda-benda yang kamu simpan itu, hanya satu yang aku pikirkan. Aku terlalu takut mengetahui kenyataan alasanmu menikah denganku hanya karena Mbak Kayla. Aku takut selama ini Mas hanya kasihan padaku. Sementara aku begitu mencintai Mas. Andaikan aku tahu dari awal siapa yang Mas cintai, mungkin aku tak akan pernah menerima Mas sebagai suamiku.

Andaikan dulu Mas jujur, aku pasti akan lebih bahagia. Tapi sudah lah, apa yang terjadi tak bisa diulang lagi bukan? Aku akan menunggumu di tempat yang jauh lebih indah dari ini. Jika Allah meridhoi kita bertemu lagi.

Saat aku menulis surat ini, aku hanya berpikir bagaimana caraku mengembalikan semuanya dari awal, mengembalikan cinta Mas Adit untuk Mbak Kayla. Maaf telah merepotkan kamu dengan kehadiranku, dan maaf untuk ketidakjujuran ku yang lain. Karena telah menyembunyikan tentang kehamilan ini.

Tapi aku mohon, berikan Jovan keluarga yang utuh. Mbak Kay wanita yang baik, Mas pasti akan mencintai dia lebih besar dari Mas mencintai aku. Bukankah Mas dulu pernah menyebutkan dia dalam doa. Dan anggap saja, doa Mas terkabul sekarang, karena Allah memberikan jalan ini untuk Kalian.

Mas percaya? jodoh tak akan tertukar. Sama seperti takdir Mas dan Mbak Kayla. Dari awal bertemu, Mbak Kayla adalah jodoh yang disiapkan Allah untukmu. Sementara aku, hanya seorang perantara yang diberikan oleh-Nya kesempatan untuk bisa berada disisi mu. Aku bahagia, walau kesempatan itu datang untuk sesaat. Setidaknya aku telah memberimu satu kenangan tentang aku. Kenangan yang akan membuat kalian selalu mengingatku. Bahwa aku, pernah ada dan jadi bagian dari hidup kalian. Kenangan itu adalah Jovan.

Jovan butuh seorang ibu. Aku tahu pasti Mas tak akan bisa menjaga Jovan. Kalau itu terjadi, aku tak akan memaafkan mu. Jadi aku mohon, menikahlah dengannya demi Jovan, dan hiduplah dengan bahagia. Setidaknya aku telah mengembalikan apa yang seharusnya menjadi takdirmu. Semoga Allah selalu melimpahkan berkahnya untuk kalian.

Dariku, Kenangan mu

Adit terisak, setelah membaca surat dari Nazwa. Jika memang ini jalan yang terbaik, ia tak bisa lagi menolak kehendak-Nya.

*******

Selamat pagiii ketemu lagi denganku. Sedih banget nggak sih, liat Adit, aku sampai nangis masa nulisnya hiksss.

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro