20. Pengakuan Adit
Aku mencintaimu bukan karena kamu pintar memasak atau tidak, tapi karena kebaikan hatimu. Bagiku, kau adalah malaikat tak bersayap yang Tuhan kirimkan untukku. aku menyesal, telah mengabaikan keberadaanmu.
**********
Kayla sampai di depan rumah sekitar pukul tiga sore, setelah terjebak macet berjam-jam dikarenakan ada proyek pembangunan MRT. Tadinya ia ingin lebih dulu ke rumah Abi untuk menjemput Jovan. Tapi jarak rumah Abi lebih jauh, sementara ia benar-benar menghawatirkan kondisi Adit.
Pertama kali melangkahkan kaki, Kayla langsung mencium bau tak sedap. Ia mencoba mengecek kondisi rumah yang sangat berantakan. Banyak sekali sampah berserakan. Ada bekas minuman bersoda, juga puntung rokok, dan kopi yang tergeletak di meja. Lalu samar-samar terdengar suara benda jatuh dari dalam kamarnya. Buru-buru wanita itu melangkahkan kaki dan membuka pintu.
Suasana kamar yang masih tertutup gorden membuat Kayla tak bisa melihat sosok yang ada di balik selimut dengan jelas. Astaghfrallah, kondisi kamar ini juga tak jauh beda dengan di dapur. Bahkan lebih parah. Baju-baju kotor, sepatu, bahkan bungkus rokok berserakan di penjuru ruangan. Ia mencoba melangkah mendekati ranjang, dan terdengar suara Adit yang mengigau.
"Kay ... Kayla. Maafkan Mas, maaf."
Mendengar Adit berkata seperti itu, Kayla sedikit trenyuh. Apa ia boleh berharap jika laki-laki ini juga merindukannya. Wanita itu memutuskan mendekat ke ranjang. Mencoba menyadarkan Adit bahwa ia ada di sini bersamanya.
"Mas, bangun, ini Kayla." Kayla sedikit mengguncang tubuh Adit, berharap laki-laki di depannya akan bangun. Hingga beberapa saat kemudian laki-laki itu berusaha membuka mata.
"Apa aku sedang berhalusinasi?" gumam Adit dengan suara lirih.
"Ini aku, Mas. Mas sakit?"
Laki-laki di depan Kayla langsung bangun mendengar suara lembutnya yang begitu merdu di telinga. Adit menatap istrinya sendu. Lingkaran hitam di bawah matanya benar-benar terlihat memprihatinkan. Belum lagi bulu-bulu halus di sekitar dagunya, membuat dia semakin terlihat mengenaskan. Separah ini kah dia di tinggal aku pergi? Batin Kayla.
Di depannya Adit masih diam sambil menatap Kayla dengan sorot kerinduan yang bercampur rasa bersalah. Perlahan tapi pasti, tangan laki-laki itu terulur untuk menyentuh pipi sang istri dengan lembut.
"Apa ini benar, kamu? Atau Mas sedang bermimpi?" Adit berusaha memastikan kalau dia sedang tak mengalami delusi lagi seperti beberapa hari kemarin.
Kayla tersenyum, dan memegang tangan Adit yang ada di pipinya. "Ya, ini aku, Kayla."
Setelah Kayla mengatakan itu, Adit langsung mendekap tubuh istrinya dengan erat. Seolah-olah dia takut wanita itu kembali menghilang.
"Jangan lagi lakukan ini sama Mas, atau Mas benar-benar akan mati. Maaf ... maafkan Mas dan segala perlakuan buruk Mas selama ini. Maaf," Adit berkata dengan nada lirih.
Kayla hanya bisa terdiam ketika Adit semakin mengeratkan pelukannya. Apa laki-laki ini menangis? Batin Kayla saat merasakan ada nada bergetar dalam suara Adit.
"Aku mencintaimu."
Kayla tersenyum mendengar kata-kata sakral yang selama ini ia tunggu. Rasanya bahagia sekali karena Adit menyatakan perasaannya. Namun, hal yang selanjutnya terjadi benar-benar di luat dugaan. - Adit pingsan dalam pelukan Kayla -- Wanita itu diserang rasa panik. Ia langsung membenarkan letak tidur suaminya, dan menghubungi dokter keluarga Kahfi.
"Bagaimana kondisi suami saya, Dok? Apa dia baik-baik saja?"
"Bapak Aditya hanya kelelahan. Selain itu asam lambungnya naik karena terlalu stres dan mengonsumsi kafein. Sementara ini biarkan dia istirahat di rumah saja. Saya akan menuliskan resep obat untuknya."
"Baik, Dok, terima kasih."
"Sama-sama, Bu. Saya permisi, selamat sore."
Kayla mengangguk kecil, lalu dokter itu melangkah pergi.
Sudah hampir dua jam Adit belum juga sadar dari pingsannya. Kayla memutuskan membenahi semua kekacauan di rumah, dan memasak bubur untuk Adit. Laki-laki itu pasti jarang sekali makan selama ia pergi. Terlihat dari tubuhnya yang sedikit kurus. Beberapa menit berkutat dengan dapur akhirnya bubur buatannya jadi juga, walau rasanya tak seenak buatan Bi Inah.
Tiba-tiba sebuah tangan mendekapnya dari belakang. Kayla berjangkit kaget karena aksi tiba-tiba sang suami.
"Aku mencarimu ke semua ruangan. Tapi nggak ada, aku pikir ... kamu pergi lagi. Jangan membuat Mas takut." Adit berkata dengan napas memburu seperti habis berlarian karena dikejar sesuatu.
Mau tak mau Kayla meletakkan bubur di tangannya. Lalu berbalik menghadap ke arah sang suami. Ditatapnya wajah sayu laki-laki itu, lalu ia menyunggingkan senyum kecil ke arah Adit.
"Kayla nggak akan pergi lagi." Wanita itu berusaha meyakinkan Adit agae tak merasa khawatir.
"Kenapa kondisi, Mas, mengenaskan begini?" Kayla menangkup wajah Adit dengan dua tangannya, menatap laki-laki itu sebelum membuka suara, "dimana kamu sembunyikan suamiku yang tampan itu hah?" sambungnya dengan nada meledek. Perkataannya membuat Adit mendengus.
"Semua ini gara-gara istriku yang cantik ini." Setelah mengatakan itu, Adit hanya diam dan menatap Kayla sendu. Ada banyak kata yang ingin mereka ungkapkan walau hanya lewat tatapan mata.
Ada rindu yang bercampur dengan rasa sesal dalam sorot mata Adit. Laki-laki itu mengelus pipi Kayla dengan lembut, dan membenarkan anak rambut yang menutupi wajahnya. Setelah itu ia mendekatkan wajah dan mendaratkan kecupan singkat di bibir Kayla. Tak butuh waktu lama Adit pun menarik wanita itu ke dalam pelukan.
Kayla memejamkan mata saat merasakan gejolak bahagia yang memenuhi rongga dada karena dia juga sangat merindukan pelukan hangat suaminya.
"Mas sangat merindukanmu. Maaf untuk semua rasa sakit yang Mas berikan."
Kayla hanya diam dan mendengarkan Adit bicara, hingga keheningan yang begitu romantis itu beberapa saat terpecah oleh kata-kata Adit.
"Kay, Mas belum mandi selama dua hari ini? Apa kamu nggak mencium bau sesuatu?" tanya Adit tanpa merasa berdosa.
Dasar dia ini, suka sekali menghancurkan suasana. Gerutu Kayla dalam hati.
"Aku nggak peduli, asal Mas bisa seperti ini setiap hari." Kayla melepas pelukannya dan menatap dalam ke mata Adit.
"Gombal kamu," jawab Adit sambil menarik hidung istrinya gemas.
"Sekarang ayo ... Mas, ikut Kay! Setelah itu baru makan buburnya."
Adit hanya pasrah saat sang istri menariknya menuju wastafel. Adit hanya mengernyit bingung dengan tingkah Kayla yang terlihat sibuk sendiri. Setelah selesai menggosok gigi, wanita itu mengambil krim pencukur rambut. Dengan telaten ia mulai membersihkan jambang-jambang halus yang ada di dagu sang suami. Senyumnya mengembang melihat wajah tampan Adit kini kembali, dan terlihat lebih segar.
"Selesai. Sudah tampan lagi sekarang," ujar Kayla sambil memandang takjub wajah Adit. Seolah itu adalah karya paling indah yang pernah ia buat.
Setelah itu Kayla meletakkan kembali semua alat pencukur rambut.
"Sekarang Mas makan buburnya. Ayo!"
sambungnya sambil menarik tangan sang suami.
Tanpa diduga Adit tiba-tiba menarik Kayla dengan gerakan cepat, laki-laki itu mengangkat dan mendudukkan istrinya di pinggiran wastafel.
Matanya menatap dalam pada mata Kayla. "Kamu pikir semudah itu kamu bisa lolos setelah seminggu ini membuat Mas merindukanmu sampai ingin mati, heh?" Adit tersenyum miring.
"Mas, ap-" kata-kata protes yang ingin dilayangkan Kayla terhenti saat bibir tipis Adit terasa menyapu bibirnya dengan lembut.
Kayla membalas setiap perlakuan laki-laki itu tak kalah menggebu, ia pun tak bisa memungkiri kalau seminggu ini sangat merindukan Adit. Suara dekapan menggema ke penjuru ruangan. Tapi baik Kayla atau Adit sama-sama terbuai dengan rasa rindu yang menuntut itu. Mereka sama-sama merasa enggan untuk mengakhiri.
Tak berapa lama terdengar suara batuk dari arah belakang. Kayla melihat Umi dan Adiba dari balik punggung Adit. Mereka berdiri mematung di ambang pintu, menyaksikan dengan gamblang Adit dan Kayla yang sedang bercumbu mesra. Kayla mencoba mendorong Adit. Namun, laki-laki itu justru semakin menekan tengkuknya untuk memperdalam pagitan.
"heppppph ... " Kayla berusaha menyadarkan Adit dengan memukul bahunya. Tapi laki-laki yang tengah memerangkap tubuhnya itu sama sekali tak bergeming. Hingga Umi terpaksa memanggil nama sang putra cukup keras.
"Adit!" seru Umi.
Akhirnya Adit melepaskan pagutan, dan menatap Umi dengan tatapan sebal. Astaghfrallah, laki-laki ini. Batin Kayla merutuki kelakuan Adit.
Kayla terus menundukkan kepala dalam-dalam. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah padam. Jelas saja wanita itu malu setengah mati karena tertangkap basah oleh mertuanya.
"Umi, ada apa malam-malam begini datang?"
Kayla memukul bahu Adit karena bertanya dengan nada seolah tak suka ibunya mengganggu 'kegiatan' mereka. Laki-laki itu meringis kesakitan, tapi Kayla tak memedulikannya dan lebih memilih mendekati Umi dan mencium punggung tangan mertuanya, meski Umi hanya menatap Kayla datar.
Kayla pun mengalihkan tatapan pada Adiba yang terlihat memasang raut tak jauh berbeda dengan Umi. Adiba tersenyum kaku kearahnya. Tanpa perlu jadi cenayang, Kayla tahu sekali apa yang wanita berhijab itu rasakan sekarang ini.
"Lain kali kapau ingin bermesraan jangan di sini. Untung Umi yang lihat."
Ucapan Umi membuat Kayla menundukkan kepala. Dia mencoba menyembunyikan wajahnya yang mungkin sudah semakin memerah.
"Umi hanya ingin memastikan keadaanmu saja. Tapi sepertinya Umi datang di saat yang tidak tepat. Kamu bahkan terlihat sudah lebih baik," sinis Umi sambil menatap Kayla sekilas. Terdapat nada sindiran dari kata-katanya.
"Ya sudah kalau begitu, Umi dan Adiba pulang saja. Besok jangan lupa kamu jemput Jovan, Kay!" sambung Umi. Kayla hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.
"Aku tadi membuatkan bubur untuk Adit, ini." Adiba menyerahkan rantang pada Kayla. Wanita itu tersenyum kecil pada Adiba saat menerimanya. Tak butuh waktu lama, kedua tamu tak diundang itu pun pergi.
Setelah Umi dan Adiba pergi Kayla menyuruh Adit untuk mandi terlebih dulu, setelah itu ia menyiapkan bubur. Kayla sedikit bingung antara harus menyerahkan bubur buatan Adiba, atau buatannya sendiri. Setelah menimang-nimang, akhirnya ia menyerahkan bubur buatan Adiba yang tentu saja lebih enak dari bubur buatannya.
Dengan ragu, Kayla menyodorkan satu mangkuk bubur di tangan kanannya. Sementara bubur buatannya sendiri ia sembunyikan di belakang punggung, berniat untuk dibuang saja nanti.
"Makan buburnya, Mas, ini pasti lezat karena Adiba yang membuat," ucap Kayla dengan senyum lebar. Walau jauh di dalam hatinya ada rasa sedih sekaligus cemburu pada Adiba, karena ia tak bisa memasak makanan enak untuk Adit.
"Terus kenapa kamu berdiri? Sini duduk! Temani Mas makan," seru Adit dengan nada memerintah.
Mau tak mau Kayla menurut dan duduk di depan laki-laki itu. Adit menatap Kayla, lalu mengambil sesendok bubur di dalam mangkuk. Ia hendak memasukkannya ke dalam mulut, tapi gerakan tangannya terhenti dan justru menarik mangkuk bubur buatan istrinya.
Mata Kayla membelalak tak percaya ketika Adit melahap bubur buatannya dengan senyum lebar. Seolah-olah bubur yang ia makan adalah bubur terlezat di dunia.
"Mas, jangan makan yang itu, nggak enak! Makan ini saja!" seru Kayla cukup keras, sambil berusaha menarik mangkuk yang dipegang suaminya.
"Kata siapa nggak enak? Ini bahkan bubur terlezat yang pernah Mas makan. Kamu tahu? Selama tiga puluh dua tahun usia, Mas. Ini pertama kalinya Mas makan bubur karena Mas memang nggak sukaan, dan ini benar-benar lezat." Adit berkata dengan wajah kelewat bahagia. Sementara Kayla justru menatapnya sedih.
"Hai ... kenapa wajah kamu murung, Sayang?" Adit terdengar khawatir.
"Kay hanya merasa sedih karena nggak bisa memasak makanan kesukaan, Mas. Kay nggak bisa seperti Nawa yang jago memasak atau seperti Adiba yang anggun dan keibuan."
Mendengar kata-kata itu Adit menghela napas kemudian meletakan sendok di tangannya. Laki-laki itu menarik Kayla agar sang istri duduk pangkuannya.
"Dengar ... kalau tujuan Mas menikah hanya ingin mencari perempuan yang jago memasak, kenapa nggak sekalian aja Mas menikahi Bi Inah."
Jawaban Adit membuat Kayla memukul bahu sang suami gemas. Tingkahnya membuat laki-laki itu justru tertawa dengan kencang.
"Ya habis kamu ada-ada aja. Mas mencintai kamu bukan karena kamu jago memasak atau tidak, tapi karena kebaikan hatimu. Kamu tahu? bagi Mas, kamu adalah malaikat tak bersayap yang Tuhan kirimkan untuk Mas dan Jovan. Mas menyesal, telah mengabaikan keberadaan mu."
Setelah Adit mengatakan itu, Kayla menenggelamkan wajah di dada bidang suaminya. Semoga Allah selalu merestui kita. Batin Kayla terus berdoa.
*******
Ecieee akhirnya, mereka berdua akur ya? Gimana gimana? Sosweet atau tidak? Atau kurang greget?
Jangan lupa tinggalkan jejak dan follow ya pembaca yang baik. Biar kalian tahu updet karya terbaruku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro