2. Rasa Bersalah dan Penyesalan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Adil, menciptakan wanita dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Ia butuh dibimbing dan diluruskan. Karena Ia merupakan makhluk yang diciptakan dari tulang yang bengkok. Namun meluruskannya juga butuh kelembutan dan kesabaran. Agar ia tidak patah.
***********
Sesungguhnya takdir setiap manusia telah tertulis jauh sebelum kita dilahirkan. Termasuk masalah jodoh. Kita tak bisa memilih dengan siapa kita akan menjatuhkan pilihan hidup. Satu hal yang pasti dalam hidup ini, semua manusia pasti menginginkan jatuh cinta dan menikah hanya sekali, termasuk Adit. Tapi harapan laki-laki itu tak lagi berguna saat Allah memberinya badai bernama: Cobaan.
Allah mengambil Nazwa dari sisinya, dan mendatangkan Kayla di tengah-tengah pernikahannya dengan sang istri. Kayla, nama seorang wanita yang dulu pernah membuat laki-laki itu terpesona. Ketika pertama kali ia melihat mata coklatnya yang memancarkan keberanian.
Adit mencintai Nazwa, tentu saja, karena ia adalah istrinya. Nazwa hadir dalam proses pencarian Adit akan cinta sejati. Sementara Kayla, sejak awal ia bertemu dengannya, Adit telah memiliki perasaan yang tak berani ia sebut cinta. Karena ia takut perasaan itu akan membawanya ke lubang dosa. Akhirnya dengan berani Adit menawarkan pernikahan. Namun, harapan itu pupus saat dengan tegas Kayla meminta maaf dan mengatakan jika dia telah memiliki kekasih. Adit pikir sudah jelas, Kayla bukan Jodoh yang ditakdirkan Allah untuknya. Lalu untuk apa ia tetap mempertahankan perasaan itu pada Kayla.
Adit pikir semuanya akan jauh lebih baik saat ia dipertemukan dengan Nazwa berkat Kayla. Adit yang saat itu masih muda didesak Abi untuk menikah. Saat Kayla mengenalkannya pada Nazwa, dan menceritakan hidup wanita itu ia berpikir mungkin Nazwa adalah jawaban dari doa-doanya.
Mengenai Kayla, dia memang tak berhijab. Tapi Adit tahu pasti wanita itu memiliki hati sebaik malaikat. Adit belajar mencintai Nazwa sejak awal mereka menikah. Ia berpikir tak mungkin membiarkan ada nama wanita lain dalam hatinya di saat ia telah memiliki istri.
Tapi lagi-lagi Allah membolak-balikkan perasaannya. Ketika ia benar-benar telah mencintai Nazwa, Allah mengambil dia dari sisinya. Yang lebih menyakitkan, sebelum Nazwa meninggal mereka sempat bertengkar, karena Nazwa menemukan barang-barang Adit yang berisi semua hal tentang Kayla. Dimulai dari Foto-foto Kayla yang diambil secara candid, cincin bertuliskan nama Kayla yang dulu pernah ia buat untuk melamar wanita itu, Juga beberapa surat cinta yang diam-diam Adit tulis untuk Kayla.
Adit baru saja pulang dari kantor, ia putuskan untuk mencari Nazwa di taman belakang. Sudah menjadi kebiasaan istrinya saat sore, membaca Novel sambil menunggunya pulang. Tapi laki-laki itu tak menemukan Nazwa di sana. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari di kamar mereka. Setelah sampai di kamar, dilihatnya Nazwa duduk di tepi ranjang sambil menangis. Adit yang merasa bingung langsung mendekati wanita berhijab itu.
"Sayang, kamu kenapa?" Adit bertanya dan memegang bahu Nazwa dengan lembut. Tapi wanita itu langsung menepis tangannya dengan kasar. – dengan berurai air mata, dia melemparkan sebuah kotak beludru pada Adit.
"Dasar pembohong!"
Mendengar teriakkan Nazwa, Adit terlihat kaget. Selama pernikahan mereka, itu kali pertama ia melihat istrinya sangat marah. Adit yang merasa bingung berusaha mendekat. Tapi wanita itu justru mundur ke belakang.
"Jangan mendekat! Aku benci, Mas!" teriak Nazwa lagi sambil mengangkat tangan. Tanda agar Adit berhenti melangkah.
"Sayang, kamu kenapa?" Adit masih berusaha bersikap lembut meski ia sendiri merasa bingung dengan tingkah Nazwa, "kalau ada masalah kita bicara baik-baik."
“Nggak usah pura-pura! Aku tahu semua tentang kamu, dan Mbak Kayla!"
Mendengar nama Kayla dibawa-bawa dalam pertengkaran, jantung Adit terasa berpacu dengan cepat. Seakan laki-laki itu tahu apa yang Nazwa maksud. Apakah dia sudah mengetahui apa yang dulu terjadi di antara aku dan Kayla? Batin Adit menerka-nerka.
"Kenapa, Mas, diam? Kenapa, Mas, berbohong tentang Mbak Kay? Mas bilang kalian hanya sahabat, tapi nyatanya apa ... Mas bahkan menyimpan semua hal yang berhubungan dengannya. Sakit, Mas! Ternyata selama lima tahun ini aku dibohongi."
Adit hanya bisa menatap istrinya penuh penyesalan. Andaikan dari awal ia jujur, mungkin tak seperti ini jadinya. Sekarang menyesal pun percuma.
"Maaf, Mas hanya nggak ingin menyakitimu." Jawaban lirih dan penuh penyesalan Adit seolah menegaskan segalanya.
Nazwa tersenyum kecut menatap suaminya. "Oh ... apa jangan-jangan Mas masih mencintai Mbak Kayla sampai sekarang? Apa jangan-jangan Mas menikahi aku karena kasihan? Karena Mbak Kayla yang meminta Mas menikah dengan aku, iya!" Nazwa bicara dengan nada sinis dan berurai air mata.
Sementara Adit memilih diam. Menurutnya percuma saja menjelaskan sekarang jika Nazwa masih dikuasai emosi. Yang ada istrinya tak akan mendengarkan.
"Jawab!" teriak Nazwa dengan air mata yang terus menetes.
Adit mengacak rambut frustasi. Rasanya sakit sekali melihat Nazwa seperti ini. Demi Allah, tak ada niat dalam hatinya menyakiti wanita itu. Cerita antara ia dan Kayla bahkan telah selesai sebelum dimulai. Lalu apa yang mesti dipermasalahkan?
"Kamu salah. perasaanku untuknya sudah berubah semenjak kita menikah. Aku mencintaimu, bukan Kayla. Aku mohon, percayalah," Adit memohon.
Mendengar kata-kata sang suami, Nazwa tersenyum kecut dan menatap laki-laki itu tak percaya.
"Gelas yang telah pecah, sekalipun diperbaiki tetap tak akan bisa menghilangkan retaknya. Aku kecewa pada kalian, karena kalian membohongiku." Setelah mengatakan kekecewaan, Nazwa pergi meninggalkan Adit yang terdiam di tempat. Apa semuanya telah berakhir sekarang? Batin laki-laki itu.
Hari-hari berikutnya Nazwa selalu bersikap dingin setiap Adit mengajaknya bicara, lalu menangis. Meskipun begitu Nazwa masih menyiapkan keperluannya seperti biasa.
“Ya Allah ... harus bagaimana aku meyakinkan dia, jika perasaanku pada Kayla benar-benar telah berubah,” gumam Adit saat ia melihat Nazwa menangis ketika sedang menyiapkan sarapan.
Di kantor pun laki-laki itu sama sekali tak konsentrasi bekerja, karena terus memikirkan Nazwa dan kondisi bayi mereka yang masih dalam kandungan. Adit takut kejadian ini akan membuat istrinya stres, dan berpengaruh pada kondisi janinnya. Sebab ia tahu pasti, Nazwa adalah tipe perempuan sensitif. Wanita itu bahkan bisa menangis berhari-hari jika dia sedang merindukan orang tuanya. Tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di bahu Adit. Laki-laki itu terkesiap kaget. Ia mendapati Abi berdiri di samping mejanya dengan tatapan khawatir.
"Kamu sedang ada masalah?"
Adit hanya tersenyum sekilas ke arah beliau sebelum menjawab.
"Ah, hanya masalah biasa, Bi." Adit terpaksa berbohong. Ia berusaha tak membuka masalah rumah tangganya di depan siapa pun.
Meski begitu, Abi tetap yakin anaknya pasti sedang ada masalah. Pasalnya ia perhatikan sang putra terus saja melamun.
"Bicarakan baik-baik jika ada masalah. Ada kalanya pemikiran wanita itu rumit. Allah Yang Maha Adil menciptakan wanita dengan segala kekurangan, dan kelemahannya. Ia butuh dibimbing dan diluruskan. Karena Ia merupakan makhluk yang diciptakan dari tulang yang bengkok. Namun, meluruskannya juga butuh kelembutan dan kesabaran. Agar ia tidak patah,” Abi menasihati.
Mendengar petuah itu Adit hanya mengangguk.
"Ya sudah, Abi hanya ingin mengingatkanmu tentang meeting dengan dewan direksi yang akan kita laksanakan sore ini. Abi harap kamu bisa profesional, karena ini meeting penting terkait kerja sama kita dengan perusahaan asal Dubai.”
Laki-laki itu hanya mengangguk kecil ke arah Abi. Sebelum pergi, Abi menepuk bahu Adit, berusaha memberikan semangat pada anaknya.
Adit melirik jam di pergelangan tangan. Jadwal meeting tinggal beberapa menit, tapi Nazwa sama sekali tak bisa dihubungi. Perasaan khawatir menghantui laki-laki itu. Ia mencoba sekali lagi menghubungi istrinya, tapi tetap tak ada jawaban. Merasa percuma, Adit memutuskan melangkah ke ruang rapat bersama yang lain. Tapi baru beberapa meter ponsel di saku jasnya berbunyi, buru-buru diangkatnya panggilan itu.
"Assalamualaikum, Sa-" belum selesai Adit bicara, suara di seberang sudah memotong ucapannya. Ia mengernyit bingung saat tahu yang menghubunginya adalah Bi Inah.
"Halo, Den! Mbak Nazwa mengalami pendarahan!"
Mendengar kabar dari Bi Inah, jantungnya terasa berhenti. Belum lagi suara Bi Inah yang terdengar panik, semakin menambah kekalutan Adit.
"Bibi tenang dulu. Sekarang coba cari bantuan. Saya akan secepatnya menyusul." Setelah mengatakan itu, Adit menutup panggilan.
"Ada Apa dengan Nazwa, Dit?" tanya Abi, yang dari tadi terlihat ikut khawatir.
"Maaf, Bi, Adit sepertinya tak bisa ikut meeting. Nazwa mengalami pendarahan."
"Ya sudah, kamu hati-hati. Nanti Abi menyusul."
Adit hanya mengangguk, lalu bergegas pergi.
Sesampainya di rumah sakit, ia melihat Nazwa yang terbaring di ruang UGD. Istrinya terlihat sedang menahan rasa sakit. Laki-laki itu memutuskan menghampiri Nazwa, agar bisa memberikan sedikit kekuatan.
"Sayang, tenang lah. Aku di sini."
"Sakit, Mas!" teriak Nazwa dengan suara tangis memilukan. Andaikan bisa, Adit lebih memilih dia saja yang mengalami ini.
Adit benar-benar tak tega melihat Nazwa kesakitan. Digenggamnya tangan sang istri untuk menyalurkan kekuatan, sementara tangan yang satunya terus mengusap punggung agar sedikit menghilangkan rasa sakit. Adit bahkan tak perduli ketika kuku-kuku tajam Nazwa menggores lengannya. Sebab itu tak sebanding dengan rasa sakit yang dialami sang istri demi memperjuangkan satu nyawa lain dalam tubuhnya. Adit terus berusaha menyeka keringat yang mengucur di kening Nazwa, sambil membisikkan doa-doa di telinga agar wanita itu sedikit tenang. Tiba-tiba dokter Nadia, dokter kandungan yang selama ini menangani Nazwa mendekat.
"Pak Adit, Bisa kita bicara sebentar?"
Dengan berat hati Adit harus meninggalkan Nazwa dalam penanganan suster.
"Maaf sebelumnya, apa belakangan ini Ibu Nazwa mengalami stres berat?" tanya dokter Nadia saat mereka telah sampai di ruangannya.
Mendengar pertanyaan itu, Adit mengembuskan napas berat. Dengan terpaksa laki-laki itu harus mengakui kesalahannya.
"Ya ... kami bertengkar beberapa hari ini." Adit terdengar sangat menyesal.
Dokter Nadia menarik napas berat, lalu menatap Adit serius. "Apa Anda sudah tahu jika kandungan Ibu Nazwa lemah?"
Mendengar pernyataan itu, tenggorokan Adit tercekat. Pasalnya Nazwa sama sekali tak pernah membicarakan masalah ini dengannya. Jangankan kandungan lemah, Nazwa bahkan selalu melarangnya ikut ke dokter kandungan saat istrinya hendak cek-up.
Adit menggeleng kecil sebagai jawaban. Harusnya selama ini ia curiga dan lebih perhatian pada Nazwa. Bukan malah mengabaikannya demi pekerjaan. Lagi-lagi kenyataan ini benar-benar membawanya pada rasa bersalah tak berujung.
"Sebelum dia hamil, saya sudah memperingatkan risikonya mengandung terlalu besar. Tapi dia bersikeras mempertahankan kandungannya. Selain masalah itu, faktor stres lah yang membuatnya mengalami pendarahan."
Jawaban dokter Nadia seolah menegaskan jika semua yang menimpa Nazwa memang salahnya. Dia lah yang menyebabkan Nazwa stres.
"Lalu sekarang apa yang harus saya lakukan, Dok? Tolong lakukan yang terbaik untuk menyelamatkannya."
“Sepertinya kita harus mengambil keputusan secepatnya, karena kandungan Nyonya Nazwa juga mengalami placenta previa. Dimana plasenta menutup jalan lahir. Dalam hal ini dibutuhkan ketepatan tim dokter untuk melakukan penanganan agar tidak membahayakan nyawa sang ibu."
"Baik lah, Dok, tolong secepatnya lakukan penanganan."
"Tapi Bapak perlu tahu, kami tak bisa memberi jaminan apa-apa soal ini, yang bisa kita lakukan hanya berdoa agar Allah memberikan keajaiban."
Kata-kata dokter Nadia membuat paru-paru Adit terasa sesak. Bagaimana bisa hidupnya berubah hanya dalam hitungan detik. Sementara ia belum menyiapkan apa-apa.
“Ya Rabby ... begitu beratnya cobaanmu,” gumam Adit sambil mengusap wajah gusar.
***
Halo semua, apa kabar kalian? Mulai hari ini aku akan mulai repost ulang untuk JOL series ya. Yang rindu dengan kisah Adit dan Kayla mari merapat. Dan di fersi baru ini tentu aku akan updet sama seperti novel cetaknya. Jd kemungkinan bakal beda dari yang dulu. Stay terus ya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro