Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Ujian Menuju Hijrah

Kayla turun di sebuah gedung perkantoran mewah kawasan SCBD. Wanita dengan dres bunga selutut itu berjalan masuk ke gedung dengan perasaan yang tak menentu. Pasalnya selama dirinya resmi menjadi istri Adit, dia sama sekali belum pernah datang ke kantor ini. Beberapa orang karyawan mulai memperhatikannya dengan penasaran. Merasa menjadi pusat perhatian dia memutuskan mendatangi resepsionis untuk bertanya di mana ruangan Adit berada.

"Selamat siang, Mbak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Seorang wanita berwajah manis di depan Kayla. Wanita itu melirik nametag di dada kanan petugas resepsionis yang bertuliskan nama Dea.

"Em ... saya ingin bertemu dengan Bapak Aditya Kahfi."

"Oh ...." Wanita bernama Dea memperhatikan Kayla sejenak sebelum melanjutkan bicara. "maaf, Mbak ini siapanya Pak Adit, dan apa sebelumnya Anda sudah ada janji?"

Mendengar pertanyaan itu Kayla sedikit bingung harus menjawab apa. Sebenarnya Di kantor itu Adit memiliki jabatan setinggi apa? Sampai harus membuat janji dulu untuk bertemu. Kayla bertanya-tanya dalam hati. Sebab meskipun dia sudah mengenal laki-laki itu cukup lama, Kayla sama sekali tak tahu pekerjaan suaminya. Nazwa hanya pernah mengatakan bahwa Adit bekerja di sebuah perusahaan pertambangan.

"Em, sebenarnya, saya ...." Kayla menggantung kalimatnya karena bingung. Apa harus dia mengaku sebagai istri Adit. Tapi dengan penampilannya saat ini mana ada yang akan percaya. Pikirnya.

Di tengah kebingungan, tiba-tiba ada seorang wanita yang datang menginterupsi pembicaraan mereka.

"Ada apa, De?"

"Ah ... Bu Maya. Anu, Bu, Mbak ini bilang ingin bertemu dengan Bapak Aditya," terang wanita bernama Dea.

Wanita bernama Maya mengalihkan perhatian pada Kayla, dan menatapnya dari atas ke bawah. Lalu Maya menyunggingkan senyum kecil ke arah Kayla.

'Kalau tak salah dia ini sekretaris Mas Adit, waktu itu pernah ditugasi mengambil dokumen yang tertinggal di rumah' batin Kayla.

Maya terlihat membisikan sesuatu ke telinga Dea. Lalu setelahnya wanita itu tersenyum tak enak hati ke arah Kayla.

"Mari, Bu, saya antar ke ruangan beliau," kata Maya akhirnya. Lalu Kayla pun mengikuti langkahnya dari belakang.

Kayla terlihat semakin heran, saat lift yang dia tumpangi melesat ke lantai paling atas gedung itu.

"Loh ... bukannya suami saya hanya pegawai biasa? Kenapa saya diajak ke ruangan petinggi perusahaan?" tanya Kayla saat mereka sampai di tempat tujuan.

Perempuan bernama Maya hanya tersenyum kecil ke arah istri dari bosnya.

"Apa Ibu tidak tahu kalau suami Ibu adalah anak dari pemilik perusahaan ini? Yang berarti beliau adalah pewaris tunggal perusahaan A&K Pasific Indonesia."

Mendengar penjelasan Maya, Kayla sedikit tercengang. Seumur hidup dia tak pernah bermimpi akan memiliki seorang suami kaya raya. Karena dulu saat pertama kali bertemu, Adit pun hanya bilang dia bekerja di sebuah perusahaan milik negara.

Setelah sampai di depan ruangan bercat krem Maya langsung menyuruh Kayla untuk masuk ke ruangan itu.

Kayla mengurungkan niatnya untuk membuka pintu ruangan Adit yang sedikit terbuka, ketika dari kejauhan dia melihat sang suami sedang tertawa bersama seorang wanita, mereka bahkan terlihat sangat akrab. Ada sedikit rasa tak nyaman merayap di hati Kayla saat melihat pemandangan di depan sana. Suaminya terlihat sangat bahagia. Dengan ragu, wanita itu pun memutuskan mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Kehadirannya kontan membuat tawa dua orang itu terhenti.

"Apa aku mengganggu, Mas?" tanya Kayla ragu-ragu.

Adit hanya menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyum kaku.

Kayla melangkahkan kaki memasuki ruangan itu dengan perasaan tak menentu. Didorongnya stroller Jovan sambil melirik Adiba karena penasaran. Kayla menyunggingkan senyum sopan ke arah sahabat suaminya, yang dibalas senyum kecil oleh wanita itu. Adiba pun menatap Adit, dan Kayla bergantian.

Sebenarnya jauh di sudut hati Adiba dia penasaran siapa wanita di depannya sekarang, Serta apa hubungannya dengan Adit. Namun, wanita bermata sipit itu tak mungkin bertanya secara langsung. Alhasil Adiba lebih memilih pamit pergi.

"Ah ... sepertinya aku harus pergi sekarang, Dit. Jangan lupa datang ke acara reuni SMA kita ... aku turut berduka dengan kematian istrimu."

"Ya ... terima kasih, aku nggak bisa berjanji, tapi akan aku usahakan datang."

"Ok ...." Adiba menatap Jovan yang duduk di stroller, "ngomong-ngomong, apa jagoan kecil ini putramu?" sambung Adiba sambil mencubit pipi Jovan dengan gemas.

"Ya ... dia putraku dengan Nazwa."

Adiba mengangguk paham, lalu menatap Kayla sekilas sebelum melangkah pergi.

Setelah kepergian Adiba, pasangan suami istri itu terjebak suasana hening. Di tempatnya berdiri Kayla tersenyum miris, menyadari Adit bahkan sama sekali tak mengenalkannya sebagai istri pada wanita itu.

Sementara Adit yang dikuasai emosi memilih mengabaikan kehadiran Kayla dan membiarkannya menunggu. Apa dia tak ada niat untuk menjelaskan apa pun? Batin Adit. Merasa jengah dengan situasi itu, Adit memilih membuka suara.

"Ada apa?" Adit bertanya dengan nada dingin. Laki-laki itu tak menatap Kayla sama sekali, dan masih terlihat sibuk dengan dokumen di depannya.

"Ah, Kay kesini hanya ingin mengantarkan kue kesukaan, Mas," jawab Kayla mengalihkan perhatian ke arah Adit.

Mungkin jika situasinya tak seperti ini, Adit jelas akan bahagia mendapat perhatian kecil dari wanita itu. Tapi sayangnya Kayla sama sekali tak menjelaskan apa-apa.

"Taruh saja di sana," Adit berkata sambil menunjuk meja di sebelah kanan sofa, tanpa mengalihkan tatapan ke arah Kayla.

Laki-laki itu terus bersikap sok sibuk, padahal bekerja pun sama sekali tak bisa berpikir apa-apa.

Merasa jengah dengan sikap diam suaminya yang tak biasa, ditambah rasa penasaran wanita itu akan sosok Adiba. Semakin membuat Kayla tak tahan untuk menyuarakan isi hatinya.

"Wanita tadi ... siapa?" Kayla berusaha sangat hati-hati saat menanyakan itu, karena tak ingin membuat Adit kesal dan berfikir bahwa dia tengah cemburu.

"Apa pentingnya kamu tahu. Dia hanya seorang teman, bukan mantan pacar atau apa," ketus Adit.

Kayla menemukan nada menyindir dari kata-kata suaminya. Sikap dingin laki-laki itu semakin membuatnya merasa aneh. Dia ini kenapa sih? Batin Kayla.

"Sepertinya, Mas, sibuk. Lebih baik kami pergi saja." Merasa kesal diabaikan Kayla pun mengatakan itu.

"Ya." Adit menjawab singkat.

Kayla pergi sambil menahan rasa kesal. Adit tahu sekali, wanita itu pasti jengah dengan sikap diamnya. Tapi lebih baik memang sementara ini dirinya jauh-jauh dari Kayla hingga emosinya mereda. Adit hanya takut, sikapnya akan menyakiti Kayla lagi.

"Brengsek!" umpat Adit sambil membanting beberapa buku ke meja.

Rasa marah yang dari tadi ditahannya sekuat tenaga terasa naik ke ubun-ubun. Terdorong rasa sakit hati, Adit berniat memberikan kue yang Kayla bawa untuk Maya. Karena mood-nya makan sedang hancur gara-gara wanita itu. Dia sendiri juga bingung dengan sikapnya kenapa bisa uring-uringan seperti ini. Apa mungkin aku cemburu? Tanya Adit pada dirinya sendiri.

"May. Bawa kue ini untukmu! Saya sudah kenyang," Adit berseru sambil memberikan kue pada sekretaris-nya.

Di luar perkiraan, ternyata Kayla baru berjalan beberapa meter dari ruangan Adit. Mendengar ucapan suaminya, dia langsung menghentikan langkah dan memutar tubuhnya untuk kembali berjalan ke arah Adit.

Dengan gerakan cepat ditariknya kue yang telah berada di tangan Maya. Dengan wajah merah padam, wanita itu menatap Adit marah. Berani sekali dia menyakitiku seperti ini. Susah payah aku membuat kue itu dengan Gea. Hingga tanganku berkali-kali terkena panas. Tapi dengan gampangnya dia bicara seperti itu. Batin Kayla geram.

Adit tak bisa berkata-kata. Dia mengumpat dalam hati karena bisa-bisanya bertingkah kekanakan seperti sekarang.

"Kalau, Mas, nggak suka dengan kue yang aku bawa, harusnya mas bilang dari awal! Bukan dengan cara seperti ini! Mas nggak tahu bagaimana perjuanganku untuk membuat kue ini, Kan? Mas Jahat!" Setelah mengatakan itu, Kayla pergi dari hadapan Adit dengan langkah lebar. Lalu ia membuang kue itu di tong sampah, tepat di depan mata Adit.

"Lebih baik aku yang membuangnya sendiri, dari pada aku harus menyaksikan kue ini dicampakkan sama sepertiku," gumam Kayla mengasihani dirinya.

Perkataan itu tentu masih bisa Adit dengar. Tak butuh waktu lama Adit pun mengumpat.
"SHIT!"

"Persetan dengan laki-laki itu. Dia pikir aku nggak punya perasaan." Kayla bergumam ketika dia sudah memasuki mobil.

Kayla tak akan pernah menangis hanya karena hal seperti ini. Sakit hati itu pasti, tapi untuk menangis rasanya tidak lagi. Dia sudah terlalu lelah untuk mengerti keluarga suaminya. Sekarang saatnya untuk menunjukkan pada mereka, seberapa jengahnya ia menghadapi sikap Adit dan ibu mertuanya.

Setelah Kayla tak terlihat, Adit berjalan menuju tong sampah tempat tadi wanita itu membuang kue. Lalu diambilnya kue yang masih terbungkus rapi itu. Mengabaikan harga dirinya di depan Maya, Adit membuka kotak itu. Di dalam box, terdapat kue brownis dengan bentuk tak jelas karena sedikit gosong. Setelah itu, Adit mencomot satu potong, dan memasukkannya ke dalam mulut. Laki-laki itu tersenyum tanpa sadar, merasakan kue buatan Kayla yang ternyata sangat jauh dari ekspektasinya. Ini adalah kue brownis terlezat yang pernah Adit makan. Walau bentuknya tak jelas, tapi Kayla membuat ini khusus untuknya. Mungkin nanti saat pulang ia akan meminta maaf pada wanita itu, dan meminta penjelasannya terkait Dimas. Begitu pikir Adit.

***

Terimakasih untuk kalian yang sudah mau membaca sampai part ini. Aku sayang kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Biar aku semangat lanjut. 😚😚😚

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro