11. Berlibur Ke Rumah Ayah
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, hari ini Adit dan Kayla akan menengok Ayah wanita itu sekaligus berlibur. Sayangnya perjalanan kali ini harus tanpa Jovan. Ibu mertuanya melarang mereka membawa sang anak dengan alasan Jovan masih terlalu kecil untuk diajak bepergian jauh. Setelah melalui sekitar enam jam perjalanan, akhirnya mobil sampai di tempat tujuan.
Ya ... mereka pergi dengan mobil karena Adit tak bersedia menggunakan pesawat, dengan alasan agar bisa menikmati perjalanan. Saat sampai di rumah orang tua Kayla, kedatangan mereka disambut Ayah dan dua adik angkat Kayla.
Tak ada yang berubah dari rumah tempat Kayla dibesarkan. Rumah dengan model joglo itu memiliki beberapa tiang penyangga di bagian depan, semua bagian furnitur terbuat dari kayu jati tanpa di beri cat, hingga terkesan klasik karena tetap mempertahankan nilai tradisionalnya.
Di bagian depan tepat mobil Adit terparkir, terdapat anak tangga yang terbuat dati batu, yang menambah kesan seperti rumah keraton jaman dulu. Serta beberapa pot tanaman yang di tata pada setiap sisi rumah, potnya pun terbuat dari batu, sementara di bagian terasnya ada satu set kursi dari kayu jati dengan ukiran khas Jepara.
Begitu turun, Kayla langsung memeluk ayahnya. Wanita itu sangat merindukan laki-laki yang telah membesarkannya itu. Hingga tanpa sadar ia menitikkan air mata. Beberapa saat kemudian ia mengurai pelukan, lalu menatap sang ayah yang terlihat lebih kurus. Ada rasa bersalah yang menghinggapi hatinya mengingat beberapa tahun terakhir ia tak mengurus laki-laki itu.
"Maafkan Kayla, lama nggak menjenguk Ayah,” Kayla berkata sambil mengusap air matanya.
"Ck, kamu ini, sudah menikah masih saja cengeng. Ayah tahu kalian sibuk," kata Adnan memaklumi. Lalu laki-laki itu mengalihkan tatapan kepada menantunya.
"Maafkan Adit juga, Yah, baru sempat datang.” – Adit menyalami mertuanya, dan mencium punggung tangan laki-laki paruh baya itu.
"Ya, Ayah tahu. Ayo, silakan masuk. Kalian pasti lelah." Adnan mempersilahkan mereka dengan gerakan tangan. Sementara di sampingnya, Kayla menggandeng tangan Adnan.
"Bagaimana kuliah kalian, Dek?" tanya Kayla pada Sandi dan Sinta, dua Adik kembarnya.
"Alhamdulillah lancar, Mbak," jawab mereka berdua kompak. Lalu menyalami Adit dan Kayla.
"Syukurlah,” kata Kayla.
Begitu masuk, pemandangan di ruangan tengah pun tak berbeda jauh dengan di luar. Segala furnitur terbuat dari kayu jati, sementara di dinding tergantung beberapa lukisan, dan foto keluarga Kayla. Juga foto-foto Kayla saat kecil dan beranjak remaja. Ada satu foto seorang gadis yang menarik perhatian Adit. Foto istrinya dalam versi remaja yang terlihat sedang menari jaipong. Adit tersenyum tipis, menyadari bakat lain Kayla yang baru ia ketahui.
“Itu foto Kayla waktu SMP. Ketika dia ikut pagelaran seni budaya di Semarang,” kata Ayah mertuanya tiba-tiba. Membuat Adit mengalihkan perhatian.
“Mbak Kay memang sudah cantik dari kecil, kan, Mas Adit? dia juga narsis,” goda adiknya Sinta.
“Apaan sih, Dek.” Kayla tersipu malu, dan melirik ke arah Adit. Sementara laki-laki itu hanya tersenyum tipis menatap Kayla.
“Iya. Dia memang cantik.” Jawaban jujur Adit semakin membuat wanita itu tersipu.
“Ciee ... yang sekarang blessing, cieee,” goda Sinta.
“Apaan si, Dek.”
Adnan tersenyum menatap Kayla yang semakin salah tingkah. Terucap banyak rasa syukur dalam hati laki-laki paruh baya itu, karena melihat sang anak begitu bahagia dengan pernikahannya. Syukur lah, Nak. Jika kamu bahagia. Ayah percaya Adit laki-laki yang baik. Batin Adnan menatap menantu, dan anaknya bergantian.
Awalnya, ketika Kayla bicara dia akan menikah dengan Adit, Adnan sempat khawatir. Pasalnya setahu laki-laki itu, Dimas lah yang akan menikahi Kayla. Namun, setelah Kayla menjelaskan masalah yang terjadi, dan juga tentang Jovan. Adnan mau tak mau setuju, meski ia berat melepas Kayla untuk Adit.
Bukan karena status laki-laki itu, tapu lebih pada rasa khawatirnya akan sikap Adit nantinya pada Kayla. Terlebih laki-laki itu baru saja kehilangan istri pertamanya. Namun, kekhawatirannya lenyap ketika Adit datang beberapa hari sebelum mereka menikah tanpa sepengetahuan Kayla. Hingga Adnan percaya, jika putrinya itu berada bersama laki-laki yang tepat.
“Kedatangan saya ke sini untuk meminta restu Bapak, mungkin Anda telah mendengar tentang saya dari Kayla, juga tentang status saya yang seorang duda. Saya tak berharap bapak percaya seratus persen jika saya akan mencintai Kayla. Karena nyatanya saya belum bisa untuk itu. Tapi saya berjanji akan menjaga Kayla semampu saya, dan berusaha membahagiakannya. Serta memberinya yang terbaik yang ia butuhkan.” Begitulah kata yang dulu pernah Adit ucapkan padanya.
Mendengar pernyataan jujur itu, Adnan hanya tersenyum samar. Adnan tahu, Adit adalah laki-laki bertanggung jawab. Jadi tak ada alasan untuknya menolak pinangan itu.
“Kay ke kamar dulu ya, Mas, Yah,” pamit Kayla pada dua laki-laki itu. Adit dan Ayahnya hanya mengangguk. Lalu wanita itu pergi.
Kayla membuka kamarnya perlahan, lalu melangkah masuk. Jika ruangan lain bernuansa tradisional, maka kamar Kayla berbeda. Kamar berukuran empat kali empat meter itu dicat warna merah muda, dengan gambar bintang-bintang kecil di dinding dan juga atapnya.
Tak banyak yang berubah dari kamar ini. Semua barang dan juga keadaannya masih sama seperti beberapa tahun yang lalu.
Ada meja belajar di samping kiri dengan hiasan-hiasan bunga yang ia buat sendiri. Ada foto ibunya, dan foto Kayla yang sedang bersama Dimas di samping meja belajar. Sementara di dinding kamar, banyak sekali foto-fotonya dengan beberapa sahabat masa SMA-wanita itu.
Kayla tersenyum kecil, merasa bernostalgia dan kembali ke saat-saat itu. Di tempat inilah dulu, ia sering menghabiskan waktu remaja. Bercanda, dan bercerita tentang banyak hal dengan sahabat-sahabatnya.
Tiba-tiba ia merasakan tangan besar yang mendekapnya dari belakang.
"Sedang bernostalgia heh?” kata Adit sambil menyandarkan dagunya di pundak wanita itu.
Kayla tersenyum samar, dan mengangguk kecil.
"Yah, memasuki kamar ini, berarti siap kembali mengingat mas remajaku."
Adit hanya mengangguk kecil, lalu meraih foto istrinya dengan Dimas yang sedang tersenyum lebar, serta masih mengenakan seragam SMA.
"Jadi, ini Dimas?"
Kayla hanya mengangguk, dan menatap suaminya was-was. Takut jika laki-laki itu tiba-tiba marah.
"Kenapa kamu menatap, Mas, seperti itu?" tanya Adit sambil mengernyitkan dahi.
"Mas, nggak apa-apa?" tanya Kayla ragu-ragu.
"Yah, asalkan kamu nggak bermain api di belakang Mas. Atau diam-diam menemuinya, itu nggak masalah,” jawab Adit santai.
kayla mengembuskan napas lega mendengar jawaban Adit. Ternyata Mas Adit pengertian juga, batin Kayla.
Laki-laki itu mengamati seisi ruangan. Termasuk foto-foto istrinya yang terpajang di dinding kamar. Adit tersenyum tanpa sadar, baru mengerti sifat asli istrinya yang narsis. Terbukti dari foto-fotonya yang selalu bergaya bak model.
"Ternyata dari dulu kamu itu narsis sekali, ya?" kata Adit mengejek. Lalu laki-laki itu melangkah ke atas tempat tidur dan menyandarkan kepalanya ke bahu ranjang.
"Mas, nggak takut sakit pinggang tidur di sini?" tanya Kayla khawatir. Pasalnya tempat tidur itu bukan terbuat dari busa empuk seperti di rumah Adit yang mewah, melainkan terbuat dari kapuk kapas.
Sebenarnya Adnan menawarkan pada Kayla akan mengganti kasur dengan yang lebih empuk. Tapi anak perempuannya itu melarang. Selain itu, Adit juga bilang ingin tahu kamar istrinya saat remaja seperti apa.
"Yah, sekali-kali Mas merasakan jadi kamu. Kemari lah! Kita tidur," Adit berkata sambil menepuk tempat di sampingnya. Memberi kode agar istrinya itu mendekat.
Kayla melangkahkan kaki, dan menaiki tempat tidur tepat di samping Adit. Lalu ia merebahkan kepala di dada bidang suaminya. Sementara tangan laki-laki itu mulai membelai kepala Kayla dengan lembut.
"Mas, sudah menghubungi Umi?" Kayla membuka percakapan.
"Sudah, tadi."
"Terus, bagaimana dengan Jovan? Apa dia rewel?"
"Sudah lah, nggak perlu khawatir. Jovan baik-baik saja. Kan ada Yani dan Umi."
Kayla sebenarnya agak kecewa Jovan tak ikut, padahal rencananya ia ingin mengajak anaknya menjenguk ibu Salamah, neneknya.
"Tapi aku-"
"Jangan bawel, sekarang kita tidur. Kamu pasti lelah." setelah mengatakan itu, Adit mematikan lampu. Lalu mereka merebahkan diri dengan posisi tangan Adit dijadikan bantal oleh Kayla. Sementara tangan kirinya memeluk pinggang wanita itu dengan erat.
Kamar jadi terlihat temaram karena bintang-bintang yang Kayla pasang di seluruh ruangan akan menyala saat gelap. Wanita itu tersenyum menatap hiasan menyala itu.
"Kamu suka bintang?" tanya Adit penasaran.
"Ya ... Kay suka sekali bintang. Karena saat melihat bintang, Kay merasa dekat dengan Ibu,” Kayla berkata dengan senyum kecil, sambil menatap ke atas.
"Mas selalu bertanya-tanya, Bagaimana dulu kamu saat remaja? Kayla remaja pasti lebih kuat dari ini," – Adit mengecup puncak kepala istrinya. Lalu laki-laki itu melanjutkan kata-katanya lagi – “dengan jiwa muda yang bergejolak. Pasti hari-harimu menyenangkan."
"Yah, Kay sebenarnya bukan gadis pemberani seperti yang Mas bilang. Di antara semua sahabat Kay, Kay lah yang paling susah bersosialisasi,"
"saat SMA, Kay adalah gadis introver dan pemalu. Kay nggak memiliki banyak teman. Hanya beberapa yang bersedia jadi sahabat Kay. Mereka bilang Kay aneh, karena jarang sekali bicara. Hanya saat bersama dua sahabat Kay itu, Kay akan jadi lebih cerewet,” Kayla diam sejenak, sebelum melanjutkan bercerita.
"Lalu, dimana mereka sekarang?"
"Mereka sudah menikah, dan ikut suami mereka. Ada di Kalimantan, dan di Singapura,"
"baru setelah lulus SMA, Kay mulai berani menyuarakan pendapat. Di kampus Kay didaulat sebagai ketua himpunan. karena aksi Kay membeberkan kasus korupsi yang dilakukan ketua yayasan,"
"Woow. Istriku ini seorang pahlawan ternyata," ledek Adit pada Kayla, membuat wanita itu mendengus.
"Lalu bertemu Bude dan dia menawari Kay pekerjaan. Saat itu, kondisi keuangan Ayah sedang ada masalah. Kay memutuskan kuliah sambil bekerja, dan di sana lah Kay bertemu ..." Kayla menggantung kalimat, dan menatap wajah Adit dengan was-was, "Nazwa," sambungnya.
Adit hanya tersenyum samar, lalu mengecup puncak kepala istrinya.
"Its Okey, lanjutkan."
"Mas serius nggak apa-apa?" tanya Kayla memastikan. Sementara Adit hanya mengangguk kecil. Akhirnya wanita itu memutuskan bercerita lagi.
"Beberapa bulan berikutnya, usaha Ayah bangkrut. Sementara dua adik Kay juga masih sekolah. Dengan tekat bulat, Kay memutuskan ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan."
"Dan Yah, akhirnya Mas menemukanmu yang sedang patah hati sambil menangis di pinggir jalan," Adit menyambung cerita Kayla dengan nada meledek. Membuat wanita itu berdecak sebal.
"Ya, laki-laki aneh yang tiba-tiba muncul, dan dengan sok pahlawan bilang ingin menolong, hingga mengganggu acara menangis ku."
"Hey! Mas kan laki-laki sejati, mana bisa Mas membiarkan seorang gadis menangis sendirian. Di jalanan Jakarta yang rawan, dan di malam hari pula," jawab Adit membela diri.
Seorang wanita terlihat menangis di trotoar jalan, sambil menelungkupkan kepalanya ke lutut. Kayla sepertinya sudah tak perduli akan nasibnya. Mengingat suasana kompleks sangat sepi jika malam hari. Tiba-tiba ada langkah kaki mendekat, dan berdiri tepat di depannya. Meski enggan Kayla akhirnya menengadahkan kepala agar bisa melihar siapa gerangan yang telah mengganggu acara patah hatinya. Wajahnya tak terlalu jelas karena keadaan temaram.
"Kamu kenapa menangis? Ini sudah malam, terlalu bahaya seorang wanita menangis sendirian di pinggir jalan seperti ini," tanya Adit pada wanita di depannya dengan nada datar. Namun Kayla justru tak peduli apa yang hendak laki-laki itu lakukan.
"Ayo, saya antar kamu pulang. Rumahmu di mana?" sambung Adit karena Kayla tak kunjung merespon. Bukanya menjawab tangisan Kayla justru makin pecah.
“Astaghfirullah ... malah tambah kencang tangisnya. Sudah diam! Nanti di kira saya apa-apakan kamu." Adit terdengar panik.
Karena merasa sebal terus di ganggu, Kayla memutuskan bangkit, dan menatap laki-laki di depannya dengan sengit.
"Anda itu siapa, sih?! Tiba-tiba datang dan cerewet sekali! Mengganggu acara patah hati saya saja!" sungutnya. Mendengar teriakan itu Adit berjangkit kaget.
Entah apa yang Adit pikirkan saat melihat mata tajam Kayla yang tampak begitu berani. Suasana memang temaram, tapi laki-laki itu seakan bisa melihat mata indah di depannya dengan jelas. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Adit tahu apa itu jatuh cinta.
Mengetahui laki-laki di depannya hanya diam, Kayla pun memutar tubuh berniat meninggalkannya. Namun, sebuah tangan menarik pergelangan tangannya, dan membuat wanita bertubuh semampai itu kembali menatap wajah si laki-laki.
Kayla tak kalah terkejut saat melihat dengan jelas wajah laki-laki yang berdiri di depannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, jantungnya berdetak terlalu kencang. Hingga ia takut laki-laki dengan setelan rapi itu mendengar detaknya. Dia memang memiliki kekasih, tapi kekasihnya tak pernah membuat jantungnya berdetak seperti ini. Batin Kayla.
"Yah ... sejujurnya Kay menyesal menolak kebaikan Mas Adit waktu itu."
"Hah! Kok bisa?"
"Karena Kay pikir, Mas Adit adalah pria beristri empat yang hidung belang.” – Tawa Kayla pecah
“tapi ternyata laki-laki tampan,” lanjutnya masih dengan sisa-sisa tawa.
Adit pun memasang wajah kesal lalu menggelitik perut Kayla.
"Coba bilang sekali lagi," kata Adit dengan wajah marah yang di buat-buat.
"Stop, Mas! Kay geli."
Suasana tiba-tiba menjadi hening. Adit menghentikan aksinya dan menatap mata Kayla intens.
"Kamu tahu? Sejak awal Mas bertemu denganmu, mata coklat ini lah yang membuat Mas terpesona."
Ada berjuta rasa yang menggelitik perut Kayla saat mendengar Adit mengatakan hal tersebut.
“Kay sebenarnya juga sama seperti , Mas. Saat pertama kali Kay melihat Mas detak jantung Kayla juga seperti nggak normal. Hanya saja Kay mencoba menyangkal karena takut menyakiti Dimas.”
Mendengar kejujuran Kayla Adit tersenyum.
“Jadi, cinta Mas dulu nggak bertepuk sebelah tangan? Begitu?” Adit terdengar antusias. Dia menanti jawaban Kayla dengan tak sabaran.
Kayla menatap suaminya sejenak.
“Entah lah.”
Adit terlihat kecewa mendengar jawaban gamang istrinya.
Selanjutnya yang terjadi justru di luar dugaan, Adit tiba-tiba mendaratkan kecupan di bibir Kayla dengan gerakan lembut dan penuh perasaan. Tak ada gairah di sana, hanya sebuah penggambaran atas rasa yang masih belum jelas apa artinya. Rasa yang mungkin dari awal sama-sama mereka miliki, tapi selalu coba disangkal dan ditekan dalam-dalam. Agar tak muncul ke permukaan, hingga akhirnya menyakiti orang lain.
Kayla dan Adit pernah dipertemukan dalam situasi tak memungkinkan untuk bersama, karena ia memiliki Dimas. Sekarang dengan perlahan, perasaan itu muncul kembali ke permukaan walau masih samar. Karena laki-laki ini tak pernah menyatakannya pada Kayla secara langsung bagaimana perasaannya. Yang Kayla ingat, Adit hanya bilang ingin menikahinya.
Adit melepas paggutan. Lalu menarik Kayla ke dalam pelukan. Berada dalam dekapan laki-laki itu selalu membuat Kayla merasa aman. Meski hingga saat ini, Adit tak pernah mengatakan bahwa ia mencintainya, tapi perlakuan Adit selalu membuat Kayla merasa begitu dicintai.
"Tidur lah. Besok kita harus bangun lebih pagi," bisik Adit.
Kayla hanya menjawab dengan anggukan. Dihirupnya dalam-dalam wangi khas tubuh Adit yang selalu membuatnya tenang, lalu seulas senyum tersungging di bibir wanita itu. Kayla tak tahu pasti rasa apa yang ia miliki untuk suaminya. Tapi yang pasti ia ingin selalu bersama dengan Adit hingga maut memisahkan.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Pagi harinya setelah melaksanakan salat subuh, Kayla mengajak Adit ke pasar untuk membeli bahan-bahan masakan. Sepanjang perjalanan dari penjual satu ke penjual lainnya, banyak ibu-ibu yang meledek Adit hingga mencubit pipi suaminya itu dengan gemas.
“Waaah sampean toh, Mbak Kay? Sue tenan mbeke mulih. Iki bojomu? Ngguanteng yo? ( wah kamu ya, Mbak Kay? Lama sekali baru pulang. Ini suamimu? Ganteng ya? ) ," kata salah satu penjual sayur yang jadi langganan Kayla sejak dulu. Mendengar hal tersebut, wanita itu hanya tersenyum kecil. Lalu seorang ibu penjual buah-buahan juga ikut menimpali.
“Iyo ... bener ngguanteng tenan. Mirip artis-aris ning tipi kae loh ( iya benar ganteng sekali, mirip artis-artis di TV ),” kata Ibu-ibu tersebut sambil mencolek pipi Adit, lalu diikuti beberapa ibu-ibu yang lain.
Kayla berusaha menahan tawa, karena melihat ekspresi Adit yang sangat lucu. Adit yang merasa Kayla tak membantu sama sekali pun melebarkan matanya ke arah istrinya. Berusaha memberi kode padanya agar cepat pergi dari tempat itu.
Baru kali ini ia mengalami hal demikian, di keroyok ibu-ibu bak artis. Mending kalau wangi, lah ini, baunya ketek sama bawang, bercampur minyak angin. Rasanya benar-benar ingin pingsan. Batin laki-laki itu sebal.
Kayla akhirnya merasa kasihan juga melihat wajah suaminya sudah merah padam seperti itu. Mau tak mau ia harus mengakhiri pertunjukan ini.
"Permisi, Bu, pinten niki rega sayure? (permisi, Bu. Berapa ini harga sayurnya )?"
"Oh, ora usah dibayar, Mbak Kay. tak wei gratis nggo bojomu sing ngganteng iki (oh, nggak usah bayar, Mbak Kay. Saya kasih gratis untuk suamimu yang ganteng ini),” kata ibu penjual sayur tadi.
“wah ... terima kasih, Bu.”
Setelahnya, mereka bergegas pergi dengan Adit di belakang Kayla yang terus mengomel. Laki-laki itu terlihat kesulitan menenteng sayuran, dan bahan-bahan lain.
“Kay, tunggu!” teriak Adit sambil berusaha menyamakan langkah dengan Kayla. Setelah sampai di depan mobil, tawa wanita itu pecah. Tingkahnya semakin mengundang rasa kesal Adit.
"Puas kamu, menertawakan ini semua!" sungut Adit pada Kayla dengan wajah ditekuk. Setelah itu Adit meletakkan seluruh belanjaan di bagasi mobil.
Kayla terkikik geli melihat tingkah suaminya.
"Maaf deh, maaf ... Mas GANTENG!" ledek Kayla sambil menekankan kata ganteng. Lalu mencolek pipinya. Setelah itu tawanya kembali pecah karena Adit semakin terlihat kesal.
"Lagian kamu, kenapa nggak belanja di supermarket aja, coba. Gila aja itu emak-emak.”
Mendengar Adit menggerutu, Kayla berusaha menahan tawa kembali.
“Sabar ya, Mas Ganteng,” Kayla berkata sambil menepuk bahu Adit, berlagak sok menguatkan. Tak Ayal tingkahnya itu semakin membuat Adit menghembuskan nafas.
"Supermarket jauh dari sini. Sudah, Mas. Jangan mara-marah terus. Anggap saja Mas artis, ok,” ledek Kayla lagi. Adit hanya bisa pasrah.
“Yuk, Pulang! Sudah siang, Kay sama Bi Surti harus cepat-cepat memasak semua bahan ini untuk para pekerja di ladang."
"Kayak kamu bisa masak aja. Orang masak air saja gosong." Adit balas meledek istrinya.
Kayla yang merasa bingung berusaha mencerna kata-kata sang suami bak orang paling dungu sedunia.
“Eh ... Masak air bisa gosong, ya?”
Mendengar gumaman polos Kayla, tawa Adit pun menggema.
"Satu kosong.”
"Mas Adit, Resek!" sungut Kayla setelah tahu ia dikerjai.
Tak berapa lama mobil yang dikendarai Adit melaju menembus jalan raya. Jarak pasar dan rumah Kayla hanya beberapa kilo meter, jadi tak butuh waktu lama mobil mulai masuk pekarangan rumah. Adit dan Kayla mulai bertanya-tanya ketika melihat sebuah mobil berpelat polisi terparkir di depan rumah.
“Sepertinya ada tamu?” gumam Adit sambil mengamati sekitar rumah.
“Tapi siapa?” mendengar gumaman Kayla, Adit hanya mengangkat bahu. Lalu mereka bergegas turun
Di tempatnya Kayla mulai merasakan dadanya berdegup kencang. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dan siapa gerangan tamu yang datang pagi-pagi begini.
Kayla melangkahkan kakinya yang terasa berat. Tingkahnya mengundang pertanyaan di benak Adit. Terlebih ketika Kayla tiba-tiba menghentikan langkahnya sejenak untuk mengatur napas.
"Kay, ayo masuk," ajak Adit sambil menarik tangan istrinya.
Setelah sampai di ruang tamu, Kayla melihat ayahnya sedang mengobrol dengan seseorang yang duduk memunggungi pintu. Adnan yang menyadari kedatangan anak dan menantunya langsung bangkit.
"Ah, itu Kayla sudah pulang."
Setelah Adnan mengatakan itu, laki-laki yang dari tadi masih tak bergeming itu ikut bangkit, dan memutar tubuhnya ke arah dua orang di depan pintu. Jantung Kayla terasa memompa darah lebih cepat. Ketika menyadari siapa laki-laki yang berdiri di depannya sekarang.
To be continue....
Siapa ya kira-kira laki-laki itu? Adakah yang tahu? Pasti sudah ketebak sih. Hehe
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro