1. Awal Hubungan Baru
Seorang wanita muda terlihat berlari memasuki rumah sakit dengan napas terengah, ia menghampiri meja resepsionis yang terletak di bagian tengah lobi rumah sakit.
“Permisi, Sus. Ruangan atas Nama Ny. Kahfi ada di sebelah mana, ya?" tanya wanita dengan penampilan kasual itu dengan raut khawatir.
"Oh, sebentar," – suster itu berkata, lalu mencari daftar nama yang tertera pada layar komputer – "Ny. Kahfi ada di ruang ICU, di sebelah sana." Suster menunjuk sebuah lorong yang terdapat di sebelah kanan.
Wanita muda itu mengangguk, lalu bergegas menuju ruang ICU yang berada cukup jauh dengan meja resepsionis. Ia tak perduli meski beberapa kali harus jatuh tersungkur karena menabrak orang yang berlalu-lalang. Bahkan beberapa ada yang mengumpat ke arahnya.
Mereka yang mengumpat tak lebih penting dari sahabatnya yang sekarang sedang dirawat di rumah sakit ini. Kabar yang didengarnya tadi pagi membuat ia panik. Bahkan tanpa berpikir dua kali, ia memutuskan meninggalkan rapat penting yang akan menentukan kariernya di perusahaan, dan bergegas terbang ke Indonesia. Dia hanya takut tak akan memiliki kesempatan untuk meminta maaf.
Saat jaraknya dengan ruang ICU sudah cukup dekat, ia melihat punggung tegap seorang laki-laki yang sedang berdiri sambil menelungkupkan tangan ke tembok. Sementara seorang wanita paruh baya mengenakan kerudung besar berwarna abu-abu sedang mencoba menguatkannya. Wanita muda itu berjalan dengan pelan menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri laki-laki itu. Membuat semua orang yang ada di sana menatapnya penuh tanya.
"Mas Adit!" seru wanita itu lantang.
Laki-laki yang dipanggil Adit menoleh, dengan wajah yang terlihat kacau dia menatap si wanita dengan raut sedih.
Wanita yang ditatap terdiam, dia mengamati laki-laki di depannya yang sudah lima tahun ini tak dirinya lihat. Laki-laki ini lah yang menjadi sebab pertengkarannya dengan Nazwa. Meski dia sendiri sama sekali tak mengerti di mana letak salahnya hingga Nazwa begitu marah dan kecewa.
Ada sedikit rasa iba memenuhi hatinya melihat keadaan Adit. Tak ada lagi Adit yang rapi, Adit yang hangat, dan Adit yang tenang. Sebab yang berdiri di depannya adalah Adit yang terlihat menyedihkan. Bulu-bulu halus di sekitar dagunya dibiarkan memanjang, belum lagi pakaiannya yang acak-acakan, dengan kantung mata terlihat menghitam. Menandakan sekali jika laki-laki itu kurang tidur, atau mungkin sama sekali tak beristirahat hingga melupakan kesehatan.
"Kay, kamu pulang?" Adit bertanya dengan nada lirih.
"Bagaimana keadaan Nazwa, Mas?" jawab Kayla tak menghiraukan pertanyaan Adit.
"Nazwa kritis setelah melahirkan Jovan." lagi, Adit berkata dengan nada penuh luka. Sementara Kayla hanya terdiam, karena merasa terpukul atas semua yang terjadi hari ini.
Berita itu seolah menjadikan Kayla tersangka utama yang menyebabkan Nazwa seperti ini. Bagaimana tidak, baru tiga hari kemarin Nazwa menghubunginya. Kayla bahkan belum sempat menjelaskan yang terjadi dan meminta maaf pada wanita itu untuk tidak kejujurannya.
Tiba-tiba seorang suster keluar, dan menginterupsi pembicaraan mereka.
“Maaf, Tuan Aditya.”
Mendengar namanya disebut laki-laki itu buru-buru mengalihkan perhatian, dan menghampiri suster.
“Ya, Sus. Bagaimana keadaan istri saya? Apa dia baik-baik saja?" Adit bertanya dengan nada khawatir.
"Maaf, Ny. Kahfi ingin bicara dengan Anda," jawab suster itu.
Adit hanya menjawab dengan anggukan kecil, lalu melangkah ke dalam ruang rawat.
Setelah laki-laki itu masuk, Kayla mengedarkan pandangan pada beberapa orang yang ada di sana. Ada ayah dan ibu Nazwa yang terlihat sedih. Juga seorang wanita paruh baya yang ia ketahui adalah jbu mertua Nazwa.
Wanita itu menatap Kayla menilai, dari kepala hingga ke ujung kaki. Kayla dihinggapi rasa tak nyaman karena tatapan mertua Nazwa yang seolah menghakiminya. Walau begitu dia tetap menampilkan senyum ramahnya. Meski hanya dibalas senyum yang dipaksakan oleh ibu mertua Nazwa. Tiba-tiba ibu kandung Nazwa mendekati Kayla, ia pun menyunggingkan senyum kecil ke arah wanita paruh baya yang sudah dianggapnya ibu itu.
"Nak, kamu kapan sampai?" tanya ibu Salamah pada Kayla, sambil mengelus lembut bahu wanita itu.
"Bu,” – Kayla mencium punggung tangan ibu Salamah – “Kay baru sampai hari ini," sambungnya. Ibu Salamah pum mengangguk kecil disertai senyum lirih.
"Kay langsung ke sini setelah mendapatkan kabar tentang keadaan Nazwa. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Nazwa, Bu?"
Mendengar pertanyaan Kayla ibu Salamah terlihat murung. Wanita itu berusaha menahan tangis, sementara di depannya Kayla juga tak kalah sedih. Dia memutuskan memeluk ibu Salamah untuk berusaha memberikan kekuatan.
"Nazwa sebenarnya sakit, Tap-" belum selesai ibu Salamah bicara, sudah lebih dulu terdengar pintu ruangan ICU dibuka. Mau tak mau Kayla harus menyimpan rasa penasarannya.
Tak berapa lama dia melihat Adit keluar dari ruang ICU dengan wajah yang terlihat memerah. Rahangnya terkatup rapat karena menahan amarah dengan tangan terkepal di sisi tubuhnya.
Yang membuat Kayla lebih was-was, mata laki-laki itu terarah padanya dengan sorot tajam. Kayla diserang rasa gugup, bahkan tangannya terasa dingin. Karena ini pertama kalinya dia melihat Adit begitu berbeda.
Selanjutnya yang terjadi Adit berjalan dengan cepat lalu berhenti di depannya. Kayla merasakan hal aneh dalam tatapan Adit, bukan jenis tatapan hangat seperti yang biasa dia dapatkan dari laki-laki itu, melainkan jenis tatapan dingin yang terasa menusuk.
Kayla pikir Adit akan memaki-makinya, atau paling tidak mengusirnya dari sini karena telah menyakiti Nazwa. Tapi hal yang terjadi justru sebaliknya, karena Setelah itu Adit pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Laki-laki itu bahkan tak menghiraukan ibunya yang berteriak menyuruhnya jangan pergi.
Beberapa saat kemudian suster tadi keluar, dan menyuruh Kayla masuk ke ruangan Nazwa.
“Maaf, apa ada yang namanya Ibu Kayla?"
"Saya, Sus."
"Ny. Kaffi menyuruh Anda masuk."
Kayla hanya mengangguk kecil, lalu melangkah ke dalam ruangan Nazwa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro