Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 : Dijodohin?

Selepas pertemuan yang tidak terbayangkan oleh Jeje tersebut. Pria berusia tiga puluh tahun itu tak habis pikir, kenapa harus bertemu lagi dengan bocah kecil merepotkan itu. Alea, seolah tak cukup membuatnya menarik urat, mengencangkan rahangnya karena gregetan. Jeje memilih untuk tidak membahas itu di depan orang tuanya.

***

"Je, Mami seneng deh kalau punya menantu kayak Alea." Komentar Kanaya itu di beri anggukan oleh Steve. "Benar, Mam, Daddy juga menyukai Alea."

"Mbak Kanaya bisa saja, tapi Jeje sepertinya masih syok, deh," kata Tania menimpali dengan senyum ragu, begitu juga dengan Harry. "Alea mungkin agak ngeselin waktu di sekolah, ya."

"Mami, becandanya nggak lucu."

Jeje tidak berhenti memijat pelipisnya yang berdenyut mendengar permintaan mami nya. Apa tidak salah? Kanaya meminta Jeje menikah dengan gadis kecil bernama Aleandra. Muridnya sendiri. Ditambah kesan pertama Jeje kurang menyenangkan terhadap Alea yang menurutnya hanya gadis kecil merepotkan.

"Cih, siapa juga yang mau dijodohkan dengan om-om ketus kayak kamu."
Alea, si gadis belia itu terus merungut sambil mengerucutkan bibirnya. "Gue sih, No!"

Naya malah terkekeh geli, sementara Tania dan Harry menarik tangan Alea. Putri tunggal mereka itu memang terkadang membuat keduanya menghela napas panjang karena sikapnya yang masih kekanak-kanakan.

"Lea, kamu kok gitu ngomongnya!" Tania menggeleng pada Lea.

"Iya, kamu jangan gitu, Lea. Ayah nggak suka!" Ayah Lea juga merasa tidak enak karena putrinya itu memang ceplas-ceplos.

"Maaf tante dan Om tanpa mengurangi rasa hormat. Tapi saya juga nggak mau dijodohkan dengan gadis nakal seperti Alea." Jeje tak mau kalah. "Dia sangat Kekanakan!" Senyuman Jeje terlihat sangat aneh, membuat Lea menggerutu.

Keduanya saling melempar tatapan tajam sekarang.

"Hah kekanakan? Emang aku masih muda, emangnya situ, udah om-om!" dengkus Lea dengan suara pelan, takut dimarahi orang tuanya jika sampai terdengar.

Sambil merapikan kemejanya, Jeje berusaha untuk tidak terbawa suasana yang sangat menjengkelkan itu. Ia melihat meja di depannya kosong, belum ada apapun walau sekedar air putih padahal kerongkongannya kering.

Tania yang cepat tanggap langsung memberikan isyarat agar putrinya segera memberikan minuman untuk tamu.

"Mendingan kamu ambil minum gih. Lihat Om dan Tante belum disediakan minum dari tadi, "  titahnya.

Meskipun dengan wajah melengos. Lea mengikuti perintah bundanya. "Iya, Bun."

Senyuman Kanaya terus mengembang, ia sangat menyukai Alea yang begitu menggemaskan. Sedangkan Steve yang juga memahami bahwa istrinya sudah jatuh hati pada Lea, merasa ini adalah hal yang bagus. Harry adalah orang yang cukup Steve percaya, jadi rasanya setelah ini ia tidak perlu ragu lagi untuk menanamkan modal pada perusahaan Harry yang nyaris bangkrut.

Di dapur, Lea terus menggerutu tentang Jeje, guru penggantinya yang ketus itu. Sambil menghentakkan kakinya. Ia meniupkan udara yang sangat panjang kemudian mengelus dadanya. "Kenapa sih harus ketemu dia? Ketus banget, sok ganteng!"

Tangannya masih sibuk dengan teh dan juga air panas. Setelah teh tersebut siap, sudah ia tata rapi diatas nampan. Segera, Lea membawanya ke depan untuk disuguhkan.

Lagi-lagi pandangannya terganggu oleh wajah Jeje yang sangat monoton itu.

"Silahkan di minum," ujarnya sambil menaruh nampan tersebut tepat di hadapan Jeje.

"Terima kasih, Lea," balas Kanaya dengan senyuman yang terus melingkar di bibirnya.

Kanaya sangat ramah.
Satu-satunya hal yang membuat Lea berpikir mungkin saja Jeje bukan anak kandung Kanaya? Sebab, mana mungkin seorang yang lembut seperti Kanaya, memiliki anak sedingin Jeje.

Jangan-jangan dia anak pungut.

"Silahkan diminum," ucap Harry pada tamunya.

Semuanya pun mengambil secangkir teh buatan Lea. Begitu juga Jeje yang memang kehausan sejak tadi. Saat ia hendak menyeruput teh hijau hangat tersebut, yang pertama ia lakukan adalah menghirup aromanya. "Lumayan," komentar Jeje sambil menatap sekilas Alea, kemudian menggeleng. "Lumayan tehnya bikinan si bocil."

"Astaga, repot banget. Minum teh aja harus di ciumin gitu baunya." Lea kembali bergumam sambil mencebikkan bibirnya, melihat sikap Jeje yang begitu banyak gaya menurutnya. "Tetep aja dia nggak ganteng. Tapi sok ganteng," cibirnya lagi. Tentu saja masih dengan amat pelan, cemas ada yang dengar.

Setelah pertemuan itu Jeje dan keluarganya berpamitan pulang. Ini kali pertama pertemuan mereka, dan kesan Kanaya juga Steve adalah positif. Mereka menyukai kepribadian Alea yang ceria juga sangat natural. Sementara Jeje, tidak perlu lagi ditanya pendapatnya. Tentu saja, dia tidak menyukai kepribadian Alea yang menurutnya sangat menjengkelkan. Begitu juga sebaliknya, bagi Alea, Jeje hanyalah om-om yang menyebalkan.

"Udah ah. Lea mau masuk kamar," kata Alea saat mobil tamu mereka sudah tidak lagi terlihat.

Harry mengusap wajahnya, dia cemas keluarga Stevano rekan bisnisnya tersinggung dengan sikap Lea yang agak kurang sopan terhadap Jeje tadi.

Bukan tanpa alasan, ini semua demi kelangsungan bisnisnga. Memang, dia tak punya cita-cita atau pun niat sedikit saja untuk menjadikan anaknya alat memperlancar bisnis. Tapi, dia juga melihat Steve dan Kanaya adalah orang yang baik. Mereka sudah pernah ada niat bekerja sama, tapi baru sekarang Harry benar-benar butuh bantuan Steve. Karena merasa tak enak, tadinya Harry ingin agar putrinya bisa menjalin hubungan baik dengan salah satu anak Steve dan Kanaya.

Namun sepertinya itu sulit melihat sikap putrinya yang terlalu kekanakan. Maklum, Alea selama ini selalu dimanjakan.

Sedangkan Tania berusaha menenangkan suaminya yang terlihat gusar.

"Dia masih kecil, Yah. Mana mungkin dia mau dijodohkan. Apalagi dia belum lulus sekolah."

Tania cemas, dia juga memahami watak anaknya.

"Tapi, hanya ini yang bisa Ayah lakukan, Bun. Untuk membalas kebaikan Pak Steve. Bunda sendiri tahu, kan?"

Tentu saja ia memahami perasaan suaminya. Tapi, memaksakan Alea? Apa mungkin? Anak itu masih sangat kekanakan. Juga dia pasti menolak keras.

Masih dengan wajah merengut. Alea terus menggelengkan kepalanya. Kesal, karena harus bertemu dengan Jeje. Terlebih, pria itu adalah anak dari rekan bisnis orang tuanya.

"Mit amit deh. Jangan sampe kejadian! Apa jadinya kalau punya suami kayak gitu. Bisa-bisa aku harus mati muda ngeliat wajah dia yang galak itu terus. Mana sikapnya nyebelin lagi," rungutnya.

Tak lama kemudian, masuklah Tania ke kamar putrinya.

"Duh, kok masih ditekuk aja sih wajahnya?"

Terang saja, mana mungkin Lea bisa lupa kata-kata Kanaya yang ingin keduanya menikah. Ini mustahil, apalagi dia juga belum lulus sekolah. Kenapa malah ngomongin nikah segala, batin Lea.

"Bunda, Lea nggak mau nikah muda," ucap Lea pada bundanya.

"Kenapa? Nikah muda itu asyik loh. Bunda dan Ayah juga berbeda jauh usianya. Dan bunda saat menikah umurnya masih muda banget, malahan bunda baru banget lulus sekolah udah nikah," terang Tania, ia mulai berusaha merayu Alea.

Tentu saja hal itu tak bisa disamakan dengan kondisi Alea yang hidup di zaman modern seperti sekarang. Setiap anak juga amat dilindungi oleh hukum, mereka berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi sebelum memulai untuk hidup berumah tangga. Apalagi Alea masih sangat kecil, mentalnya juga pasti belum ke arah sana.

Bukan karena ingin anaknya segera menikah. Buat apa juga terburu-buru, tapi ini semua terpaksa ia lakukan. Mengingat putra pasangan Kanaya dan Steve adalah pria yang sudah matang dan cukup usia untuk menikah, yaitu Jeje yang sudah menginjak kepala tiga.

"No! Lea mau kuliah, Lea juga masih mau berkarir. Bukan mau jadi emak-emak ih."

Spontan Lea langsung menggeleng sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur.

"Bunda keluar aja kalau mau maksa Lea nikah, karena jawaban Lea tetep enggak! Bunda."

"Sayang, kuliah kan bisa setelah menikah. Lagipula nggak ada salahnya berteman. Jeje baik kok orangnya."

"Berteman kok dengan om-om sih Bundaa..." jawab Lea makin cemberut. "Temen Lea kan banyak di sekolah. Di kampus juga Lea bisa ketemu cowok yang Lea suka. Gimana kalau Lea udah dijodohin sama om-om, nggak bisa dong, kalau Lea mau berteman dengan cowok lain?"

"Sayang, kamu nggak boleh kenal dengan sembarang cowok yang belum jelas bibit bebet dan bobotnya. Kamu paham, kan? Kalau Jeje, bunda yakin dia bisa kasih kamu kebahagiaan. Dia mapan, tanggung jawab pastinya. Dia juga sayang sama orang tuanya. Dan pastinya, dia kan ganteng, Lea sayang..."

Kata-kata ibundanya itu semakin membuat Lea kesal. "Bunda, kenapa sih? Bunda dan Ayah maksa Lea nikah muda. Ada apa? Apa karena urusan bisnis? Terus kenapa Lea yang jadi korban sih! Itukan bisnis ayah, bukan urusan Lea!"

Lea tidak terima barang sedikitpun jika ini memang karena bisnis, seharusnya ayah dan bundanya tidak melibatkannya, itu yang ada di pikiran Aleandra. "Kalian berdua tega sama Lea! Kalau gini mending Lea kabur aja!"

Mendengar hal itu dari mulut Lea, membuat jantung Tania terasa sakit.  "Lea, jangan gitu sayang..."

Ia menyentuh dadanya sambil meringis merasakan ngilu dan mulai terasa tidak nyaman, hingga tidak sadar tubuhnya ambruk ke atas kasur.

"Nggak mau, Bunda. Lea kesal banget, selama ini Lea sellau nurut sama ayah bunda kan? Tapi yang ini, udah pasti Lea nolak, Bun."

Lea tidak mengetahui bahwa Ibundanya mengalami masalah jantung. Bahkan sekarang Tania sampai pingsan di sisinya, tapi Lea juga tidak melihatnya karena ia sedang membelakangi bundanya.

"Bunda kok diem? Bunda paham kan maksud Lea?"

Saat suara bundanya tidak terdengar, Lea berbalik. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat bundanya sudah tertidur di kasurnya. Tapi, itu tidak mungkin tidur. Ada apa dengan bundanya?

"Bunda! Bunda kok tidur di kamar Lea? Bun, Bun, bangun Bunda!"

Namun Tania tidak kunjung bangun. Lea makin panik, dia segera memanggil ayahnya.

"Ayah! Bunda, bangun, Bun!"

Ayah Lea berlarian masuk ke kamar putrinya dan kaget melihat istrinya sudah tidak sadarkan diri.

"Lea! Bunda kenapa?"

"Nggak tahu, Yah! Bunda tiba-tiba aja, pingsan!" Lea menangis karena takut terjadi sesuatu kepada bundanya. "Bunda bangun, Bunda!!!"

Apa karena kata-kata gue, bunda jadi syok?

Di lanjut kalau komen udah 100. Fix no debat 😇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro