3 : Beli Pacar Di Jalan
Vote dulu terus jan lupa komen.
***
"Mau ke mana Je? Emang kamu ada kelas hari ini? Bukannya libur?" tanya Mami nya pada Jeje.
"Temen Jeje minta bantuin untuk gantiin dia hari ini ngajar."
"Di mana?"
"Di SMA PELITA BANGSA."
"Lho, kamu kan dosen, Je? Kok malah ngajarin anak SMA?"
Jeje yang sedang fokus merapikan rambut terlihat menghela napas panjang. Kalau sudah begini, mami nya itu tak akan berhenti bertanya. Alhasil dia akan terlambat.
"Iya, Mami. Karena anak Mami ini suka membantu sesama. Jadi, apapun yang bisa Jeje lakukan ya Jeje lakukan. Yang terpenting, niatnya baik, bukankah begitu Mami sayang?" jawab Jeje sambil menyengir.
Mami nya terlihat puas dengan jawaban putranya. Buktinya, wanita cantik itu tersenyum lebar. "Mami bangga deh sama Jeje. Udah ganteng, pinter, keren, tapi sayangnya... jomlo." Wajah mami nya terlihat sangat jelas sedang meledeknya.
Jeje sudah menduga, itu yang akan dikatakan mami nya yang bernama Kanaya Lareina. Wanita berumur lima puluh tahun yang masih terlihat awet muda, nyaris tanpa kerutan di wajahnya. "Ah, bener juga, nanti Jeje beli pacar dulu deh di jalan. Biar nggak jomlo."
"Hush!!! Apa kamu bilang? Kalau ngomong suka sembrono banget!! Mana ada sih beli pacar di jalan! Nggak mau ih! Mami nggak mau kamu dapatnya cewek jalanan."
"Lho? Kan cewek yang di jalanan belum tentu semuanya nggak bener, Mi." Jeje sengaja, ingin meledek mami nya. Ya kali, dia terus yang dibuat pening dengan segambreng pertanyaan yang tak ada habisnya dengan maksud dan tujuan sama, yaitu tentang jodoh dan jodoh lagi.
"Udah, nanti Jeje beli di jalan deh. Jeje bilang, beli pacar satu. Nggak pake nunggu, biar cepet punya cucu."
Wajah mami nya langsung memerah seketika.
"Mana ada sih Je! Nggak mau! Mami doakan jodoh kamu anak yang baru lulus SMA! Biar kayak Mami waktu nikah dulu, masih muda, terus lucu imut gemes. Ih, aamiin banget dong!"
Jeje hanya terkekeh, tapi dalam hati mengaminkan. Ya, nggak apa-apa lah, kalau memang jodohnya anak yang baru lulus sekolah. Meski dia tertawa, heran dengan pemikiran mami nya itu. "Aduh Mami, Mami..."
***
“Untung aja ada om tadi, kalau enggak, mungkin aku udah end ditempat.” Alea bergumam.
Setelah selesai dari toilet. Alea langsung masuk ke dalam kelasnya. Saat itu ia terburu-buru karena pelajaran sudah di mulai.
“Kamu! Kenapa terlambat?” Suara itu sepertinya tidak asing buat Alea.
“Kenapa gue kayak pernah denger suara itu, ya? ” gumam Alea pelan seraya berbalik menatap sosok yang memanggilnya.
Satu...
Dua...
Tiga...
“Kamu?” Keduanya sama-sama terkejut. Orang yang memanggil Lea itu menunjuk ke arahnya. Begitu juga Lea, menunjuk ke orang itu. Mereka sama-sama tertegun untuk beberapa detik.
“Ya Tuhan! Om ngapain di sini?” kaget Alea dengan mata membola. "Ya ampun! Kenapa harus ketemu lagi sih? Dia ngapain di sekolahan? Dia guru? Kayaknya bukan deh." Lea terus bergumam.
“Om?” suara teman-teman Alea yang ikut terkejut. Mereka mengira Alea dan guru baru mereka itu saling mengenal. "Lea lo manggil dia Om? Emangnya Pak Jeje itu om lo?" Seru salah satu teman Lea yang duduk paling depan sendiri.
Lea menggeleng. Jeje juga ikut menggeleng. "BUKAN!!!" kata mereka bersamaan.
"Ciyeeeeeee...." Satu kelas menyoraki Jeje dan Aleandra yang keliatan kompak.
Lea dan Jeje sama-sama menutup telinga. Lagi dan lagi, itu menyita perhatian para siswa sekelas. "Susahsuittttt serasi banget kalian. Canda serasi!!!"
Masalahnya, baru kali ini Alea terlihat dekat dengan lawan jenis. Dara yang menggemaskan itu lebih sering berkutat dengan buku-buku sejenis novel dan komik dibandingkan cowok.
Jeje merapikan kemejanya, dia kan guru hari itu. Dia harus tegas dan berwibawa.
“Duduk! Saya bukan Om kamu. Saya guru kamu.” Pria itu mendelik, seketika membuat Alea bergidik ngeri.
Lea yang masih menutupi telinganya langsung mengangkat bahu terkejut dengan sentakan Jeje itu.
“Astaga, guru baru? Kok bisa?” rungut Alea sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Takdir macam apa ini?"
“Kenapa masih berdiri? Duduk di kursi kamu!” Guru baru Alea itu mengurut kening, kesal dengan sikap Alea yang sejak pertama kali dilihatnya sudah membuatnya emosi.
“Alea! Duduk cepet!” panggil salah satu teman Alea. "Lo ngapain anjir."
“Iya iya,” jawab Alea yang langsung duduk di kursinya. Disebelahnya ada Jihan, sahabatnya.
“Jihan, dia guru baru?” tanya Alea. Jihan mengangguk. “Iya, namanya Pak Jeje. g
Ganteng kan? Astaga, dia kayak personil boyband Seventeen nggak sih? Idola gue, Mas Kiming!” puji Jihan sambil terpaku menatap gurunya yang bernama Jeje.
“Ganteng apanya?” Alea mendengus. “Dia galak, ketus lagi, gue sih no!”
“Lo yang salah karena telat, makanya di omelin,”sungut Jihan sambil mengerucutkan bibir.
Alea lebih memilih memalingkan wajahnya, sambil mengusapnya perlahan. “Astaga anak ini, udah kepincut cowok ya gini, nih,” gelengnya.
“Kamu! Maju ke depan!” Jeje kembali menajamkan mata pada Alea. Meminta gadis itu maju ke depan. Entah, kali ini Jeje akan melakukan apa terhadap Aleandra.
“Siapa? Saya?” sahut Alea.
“Iya, kamu. Siapa lagi,” jawab Jeje, ketus.
“Baik.” Alea sejujurnya paling tidak suka mata pelajaran tambahan. Entah kenapa juga jam pelajaran itu malah dipercepat, padahal seharusnya jam pelajaran itu ada di akhir.
“Nama kamu siapa?” Jeje menatap kedua mata Alea yang jernih, saat itu mendadak ia langsung memalingkan wajahnya, entah kenapa keduanya malah salah tingkah.
“Ah, namaku Aleandra Cantika Wijaya,” jawab Alea dengan agak kikuk.
“Oke, Alea, dari tadi saya lihat kamu bukannya memperhatikan malah sibuk ngobrol. Kamu udah pinter?”
Pertanyaan macam apa itu, batin Lea sembari menggerutu dalam hati.
“Ya, lumayan, sih, Pak. Kecuali matpel matematika,” jawab Lea dengan polosnya.
Jeje menggeleng-gelengkan kepalanya, tenyata nyali anak ini besar juga, batinnya.
“Kalau gitu kerjakan soal di depan,” perintahnya sambil menunjuk soal matematika yang tertulis di papan tulis.
Pada suatu segitiga siku-siku diketahui nilai $cos^{2}A=\frac{8}{10}$ dengan $A$ adalah sudut lancip. Nilai dari $tan\ A= \cdots$ $(A)\ -1$ $(B)\ -\dfrac{1}{2}$ $(C)\ \dfrac{1}{4}$ $(D )\ \dfrac{1}{2}$ $(E)\ 1$cos2A=810 dengan adalah sudut lancip. Nilai dariAtan A=⋯
Seketika kepalanya pusing membayangkan banyaknya angka yang harus dia kumpulkan.
Alea yakin jawabannya akan lebih panjang daripada yang dia bayangkan. Dia memang pintar, tapi sayang hanya di mata pelajaran matematika saja yang dia sangat lemah. Alea menyerah sebelum berperang. Simbol-simbol yang menyebalkan itu sangat sulit dia pecahkan.
"Hem, nggak ada soal yang lebih mudah, Pak? "
“Kenapa?” tanya Jeje. “Ini mudah sekali. Kamu tidak bisa?”
Alea ingin menangis saja lebih baik. Padahal barusan secara jelas dia bilang kalau dia tidak suka mata pelajaran matematika. Lalu kenapa sekarang diminta mengerjakan mata pelajaran matematika, sih?
"Bisa gila lebih cocok deh..." komen Lea pelan.
"Apa kamu bilang? Jadi kamu bisa nggak?"
Alea menggeleng. “Saya nggak bisa, Pak!"
“Nggak bisa? Terus kenapa sejak tadi kamu malah mengobrol? Bukannya fokus mendengarkan penuturan saya, sudah datang terlambat, sekarang kamu juga nggak memperhatikan materi yang saya sampaikan?”
Penuturan apaan anjir. Gue kan baru masuk kelas, batin Lea tak berhenti protes.
“Maaf, Pak. Tapi bapak tahu, kan, saya tadi lama di minimarket, buat beli—” belum sempat Alea melanjutkan kata-katanya, Jeje terlebih dulu membungkam mulut Alea dengan telapak tangannya.
“Diam dan duduk!” Jeje sudah tahu apa yang akan di ucapkan gadis itu. Ia melepaskan tangannya, dan langsung kembali ke tempat duduknya sambil melirik Alea menyuruh gadis tersebut kembali duduk. Bisa gila dia kalau terus berurusan dengan anak itu, batin Jeje kesal bukan main. Apalagi kalau yang lain tahu, Jeje membayar pembalut muridnya. Ah, meski cuman murid sementara, hanya hari ini saja.
Alea tidak mengerti, kenapa Jeje malah menyuruhnya duduk. “Dasar om-om nggak jelas ih. Tadi katanya suruh maju, sekarang duduk. Maunya apa sih? Lama-lama dia suka lagi sama gue," rungut nya sangat pelan sambil berjalan menuju tempat duduknya.
“Jeje, bisa-bisanya kamu malah harus berada sekelas dengan gadis nakal tadi. Siapa sangka dia adalah murid saya,” ucapnya pelan sambil memijat kening.
Alea menangkupkan wajahnya ke atas meja. Sementara temannya, malah merasa iri dengan Alea karena melihat Jeje yang sepertinya sudah mengenal Alea.
“Lea, gimana bisa lo kenal sama Pak Jeje?” tanya Jihan penasaran.
“Kenal? Gue nggak sengaja ketemu. Itu doang,” jawab Alea tanpa mengangkat wajahnya.
Jihan mencebik sambil memukul pelan punggung Alea. “Jangan tidur woy! lo mau di omelin Pak Jeje lagi?”
Alea pun langsung bangun. “Iya, gue nggak tidur kali. Apa sih, apa banget deh itu guru. Kenapa dia bisa jadi guru di sini?"
“Lea, lo beruntung banget bisa di sentuh sama pak Jeje. Gila sih, ternyata ada ya guru ganteng kayak gitu. Gue kira cuman hoaks doang. ” Perkataan Jihan sama sekali tidak ditanggapi oleh Aleandra.
“Apa?” Beruntung apanya, selain karena dibayarkan pembalut, apa ada keberuntungan lain? Batin Lea masih terus menggerutu.
“Aleandra!” Jeje memanggil nama Alea lagi. Kali ini dengan penekanan. Jeje kesal karena Alea terus saja berisik, dan Jeje paling tidak suka itu. Apalagi kalau dia sedang menerangkan materi di depan kelas. Semua harus fokus dan biasanya begitu. Entahlah, hanya Alea, bocah itu yang berbeda di antara yang lain.
“Maaf, Pak.” Alea pun langsung menutup mulutnya.
“Astaga, dasar om-om nyebelin.” Alea tetap saja tidak bisa melihat sisi positif yang ada pada Jeje, baginya Jeje adalah pria yang menyebalkan.
Setelah pelajaran tersebut berakhir. Alea bernapas lega, Jeje sudah keluar dari kelasnya. Semua teman sekelasnya menaruh hati pada guru baru mereka. Menurut teman-teman Alea, Jeremy adalah sosok guru yang sangat karismatik.
Alea memilih mengambil buku pelajaran selanjutnya ketimbang mendengarkan pujian yang di lontarkan teman-temannya tentang guru baru itu.
"Astaga kenapa Pak Jeje cuman jadi pengganti sih! Gila genteng banget loh!" puji Jihan dan teman-teman Alea yang lain.
Genteng genteng. Ngomong ganteng aja nggak becus! Omel Lea dalam hati.
"Gantengan juga idola gue kali, Om Siwon. Ya kan, Om?" ucap Lea sambil melihat iklan terbaru yang dibintangi Siwon Choi melalui ponselnya.
"Hebat banget kamu, Om. Bisa jadi brand ambassador produk Indonesia. Eh, yang hebat om Siwon apa produknya bisa dapetin brand ambassador kece? Ah, bodo amat ya kan!"
Dari pada mendengar teman-teman sekelas yang tergila-gila dengan guru sementara bernama Jeje. Alea lebih memilih men-scrol sosial media miliknya.
***
“Ayah."
Alea langsung berlari melihat mobil ayahnya yang sudah menjemput. Ia segera masuk ke dalam mobil pajero sport putih tersebut.
“Sayang, gimana belajarnya, lancar? Kamu udah bilang nggak ikut jam pelajaran tambahan?” tanya ayahnya.
“Nggak ada, Yah. Karena jam nya di majukan, jadi Alea nggak perlu izin,” jawab Alea sambil mengenakan seatbelt.
“Oh, syukurlah. Jadi, sekarang kamu bisa langsung menemui tamu Ayah, kan?”
“Iya. Hem, memangnya siapa sih? Kok kayaknya penting banget?" jawab Alea penasaran.
“Nanti juga kamu tahu. Ya udah kita jalan, ya.”
Alea mengangguk nurut. “Oke, deh.”
__________________
Permisi, Pak dosen eh.. Mas dosen... eh Om dosen mau lewat 😡
Kecil-kecil Alea kesayangan Om Dosen lho nantinya. Kok bisa? 😌
Next nggak?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro