2 : Obrolan Di Meja Makan
"Kamu udah pernah ciuman?"
Lea kaget, kenapa Jeje bertanya hal itu padanya. "Ih, Mas ngapain sih tanya kayak gitu?"
"Jawab aja, apa susahnya."
Tentu saja itu pertanyaan yang sulit dijawab. Lea malu mengakui itu pada Jeje.
"Aku nggak mau jawab, buat apa Mas tanya gitu."
"Apa susahnya, tinggal jawab udah pernah atau belum!"
Aleandra meneguk ludahnya pahit. Jeje rupanya sangat serius ingin tahu jawabannya.
"Belum. Terus kenapa?"
Jeje sudah menduga, dan entah kenapa ia merasa senang mendengar itu. "Oke, kamu mau saya ajarin?"
"Ajarin?"
Jeje mengangguk dengan senyum kecil penuh arti.
"Tunggu dulu, ajarin apa maksud kamu, Mas?"
Jeje meraih kedua pipi Alea, membuat gadis itu merinding.
"Ajarin kamu gimana caranya ciuman."
Kedua mata Lea membulat seketika. Apa dia gila? Ajarin ciuman katanya?
****
Jeremy Nathan Andrew
Mapan, itu yang selalu dijadikan alasan maminya meminta Jeje untuk segera menikah.
"Kamu udah mapan, Je. Kamu nunggu apa lagi? Nunggu jodoh yang gimana lagi sih yang kamu idamkan untuk jadi istri kamu?"
Jeje lelah terus diberondong dengan pertanyaan yang sama setiap harinya. Itulah sebabnya, Jeje memutuskan untuk tinggal terpisah dari mami dan daddy-nya.
"Mami masih mau anak Mami makan malam di sini atau Jeje balik ke apartemen aja?"
Jeje mencoba menelan makanan yang baru saja mulai dia kunyah pelan-pelan. Kenapa selalu saja tentang itu. Apa berusia 30 tahun menuntutnya harus cepat-cepat menikah. Yang benar saja, Jeje masih merasa sangat muda untuk memulai berkomitmen seperti itu.
"Jeje, kamu selalu gitu ya. Kenapa sih? Kamu sekali aja gitu ikutin kemauan Mami. Waktu itu, Mami mau kamu ambil jurusan kedokteran, kamu nggak mau. Mami udah ikutin, semua yang kamu mau udah mami turutin, Jeje sayang. Ini, Mami cuman mau kamu nikah, Mami juga mau kan bisa gendong cucu."
Klasik. Lagi-lagi cucu dijadikan alasan orang tua menuntut anaknya segera menikah. Padahal di belakang, mami nya itu selalu bilang pada tetangga, atau teman-teman arisan nya. Bahwa dia takut anak sulungnya terjebak pergaulan yang tidak baik, alias menyukai sesama jenis. Jeje tahu itu dan dia hanya bisa mengelus dada dengan ketakutan mami nya.
"Nanti ya Mami ku sayang." Jeje mencoba tetap tabah dan ikhlas menanggapi desakan mami nya. Untung saja daddy-nya belum pulang, masih di Australia menemani adiknya.
Sebab kalau ada daddy-nya. Lengkap sudah kolaborasi keduanya mengalahkan nuklir yang dikirimkan Rusia ke Ukraina. Jeje akan di bom habis-habisan.
"Nanti nanti terus. Kalau Mami nggak ada, baru deh kamu..."
Jeje meletakkan sendok dan garpu ke atas meja. Lalu menatap mata Mami nya dengan tajam. "Jeje nggak suka kalau Mami kayak gini, Mam. Please , Jeje udah sering bilang. Jangan bicara seolah Mami akan pergi, Mami akan sakit, sesuatu yang buruk akan terjadi sama Mami, kalau Jeje nggak menikah secepatnya."
Mami nya langsung diam. Jeje ternyata menakutkan kalau sedang marah. Siapa lagi kalau bukan menurun dari daddy-nya.
"Iya deh, maaf." Mami nya cemberut. Jeje menghela napas frustrasi. "Jadi kenyang kan kalau gini."
Begitulah akhir percakapan mereka berdua tentang jodoh di malam itu yang selalu sama endingnya.
_____________________
Ini emang pendek. Udah gitu aja. Jangan lupa komen wkwkwk 😌
Lanjut gak sih 😡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro