Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3

           

 

Bab 3

 

Siang ini cuaca Jakarta sangat cerah. Secerah wajah Ibra yang akan segera bertemu dengan pujaan hatinya, Marrisa. Wanita yang dia klaim sebagai cinta sejatinya tanpa pernah memadu kasih satu sama lain. Ibra memang tergila-gila pada Marrisa. Ibra sangat terobsesi agar Marrisa mau menerima cintanya.

"Hai, cintaku. Bagaimana di Bali? Sibuk banget, yah?" Senyuman Ibra menyambut Marrisa.

"Iya, acaranya ramai dan sukses, aku dapat tawaran ke Italy." Ibra tampak diam.

"Hmm ... Ibra, mengenai lamaranmu? Aku terima."

Ibra tersenyum lebar.

"Tapi ada syaratnya?" potong Marrisa langsung.

"Aku tidak mau mengadopsi anak, Marrisaaa...!" Ibra juga memotong penjelasan Marrisa.

"Dengarkan dulu!" Sejenak Marrisa menghela napas.

"Ibra aku punya syarat kalau kamu mau menikah denganku. Aku nggak mau hamil, aku masih mau melanjutkan karierku dulu, karena saat ini waktu yang tepat untuk berjuang mengejar impianku. Tapi, jangan kecewa dulu! Aku punya solusi yang mungkin bisa kamu pertimbangkan. Kamu diharuskan menikah secepatnya karena keluargamu menginginkan keturunan darimu, kan? Aku mempersilakan kamu memiliki buah hati dengan wanita lain. Dengan satu syarat, aku yang memilihkan wanita itu. Dan kabar gembiranya lagi, aku sudah mempunyai calon untukmu. Dia sepupuku yang wajahnya mirip denganku." 

Ibra terlihat kaget. Marrisa sedang berbicara apa? Ibra diam sejenak, mencerna maksud ucapan Marrisa.

"Biar aku perjelas." Marrisa dengan sabar menjelaskan ide nekat yang sudah dia setujui bersama Rahma.

Ibra mendengarkan.

"Lalu kamu mau dia yang hamil, seolah anak itu hasil buah cinta kita?" Marrisa mengangguk membuat Ibra lebih terkejut, belum lagi penjelasan Marrisa akan proses kehamilan normalnya.

"Kamu tenang saja. Sampai dia hamil, aku akan berada di luar negeri menyelesaikan pekerjaanku. Setelah dia melahirkan, perjanjian dengannya selesai." Ibra menggelengkan kepalanya.

"Kalian gila! Lalu, selama dia hamil, dia akan ada di mana? Kamu tidak akan meninggalkannya sendirian, kan? Demi Tuhan, Ris, ada anakku di dalam sana nantinya," keluh Ibra. Dia sendiri sempat diam karena sudah berpikiran jauh. Jelas itu ide gila dan konyol.

"Dia akan ada di apartemenku. Kamu tenang saja, dia wanita yang mandiri, kalau kamu mau mengajaknya tinggal di rumahmu aku tidak masalah selama tidak ketahuan orang," jawab Marrisa santai tanpa masalah dan beban.

Ibra berpikir sejenak, ini langkah berani yang sangat berbahaya, tetapi dia bisa mendapatkan Marrisa sebagai istrinya.

"Baiklah, asal kamu mau menikah denganku." Wajah Marrisa terlihat lega mendengarnya.

"Tapi satu hal permintaannya yang harus kita turuti. Dia mau ... kamu juga menikahinya sebagai istri keduamu."

Mata Ibra membelalak kaget. "Apa?"

Marrisa tersenyum ringan dan mengangguk. Prediksi akan reaksi Ibra sudah bisa dia tebak.

"Kalian gila. Kamu mau mempermainkanku? Aku cinta kamu, Marrisa. Menerima tawaran hamil dengan orang lain saja sungguh membuatku gila, apalagi punya istri dua." Ibra terlihat murka.

"Itu hanya perjanjian, dia tidak mau seperti berzina dengan hamil di luar nikah. Selain itu, bukankah lebih baik berhubungan dalam status yang jelas? Ibra aku kenal dirimu. Kamu tenang saja, hubungan suami istri kita tidak akan terganggu. Setelah melahirkan, dia janji akan meninggalkan semuanya." Untuk pertama kalinya Marrisa memeluk Ibra yang ternyata berdampak kepada Ibra. Pria itu tampak terperdaya oleh Marrisa. "Saudariku butuh uang dan kita butuh bantuannya yang belum tentu setiap orang mau menerima. Dia memberikan kita calon keturunan dan kita memberikannya imbalan."

"Baiklah, aku setuju. Segera setelah kita menikah, aku akan menikahi wanita aneh itu," ketus Ibra. Ini permainan gila, batin Ibra, tak menduga akan permintaan Marrisa.

"Hei, dia itu sepupuku."

Wajah Ibra semakin bingung. Akhirnya Marrisa menceritakan persiapan bertemu dengan kedua keluarga. Marrisa ingin segera melangsungkan pernikahan karena dia akan menerima kontrak di Italia, dan Ibra dengan mudahnya menyetujui.

"Janji akan menjadi istriku?" yakin Ibra sekali lagi.

Marrisa mengangguk. Bergelayut manja di lengannya, berharap Ibra tidak masalah dengan persyaratannya.

"Kita beri tahu keluarga, yah?" ajak Marrisa.

Ibra tersenyum bahagia. Impiannya akan terlaksana.

***

Hari pernikahan pun tiba. Terlihat dua keluarga terpandang mendekatkan hubungan karena anak mereka saling jatuh cinta dan menyatu dalam ikatan rumah tangga, pikir mereka. Keluarga Sarha dan keluarga Ramana semakin menguatkan hubungan bisnis mereka satu sama lain.

Acara yang begitu megah dan ramai dengan dihadiri tamu undangan. Ibra begitu tampak bahagia bersanding dengan Marrisa Claudya Ramana. Sungguh setiap mata yang memandang akan sangat terkagum, bahkan iri melihat mereka bak raja dan ratu di malam itu.

Di sudut ruangan terlihat wanita yang menatap intens sepasang pengantin tersebut. Dengan pikiran bercabang, si wanita masih tidak menyangka dengan ide gila kedua pengantin yang menyewa dirinya untuk melahirkan seorang anak.

"Suami Rissa ganteng gitu, kukira dia bujang lapuk, lalu kenapa Rissa nggak mau? Apa jangan-jangan jeruk makan jeruk, ya? Aku masih tidak habis pikir dengan ide gila Rissa." Rahma berbicara sendiri. Manusia memang tidak pernah puas, diberikan kemudahan berbahagia tetapi malas dijalankan.

Acara pun selesai. Saat Ibra dan Marrisa sedang duduk di meja portable, Marrisa melihat Rahma dari kejauhan, dan melambai agar segera mendekat pada mereka. Dengan hati berdebar, Rahma mendekati kedua pengantin itu.

Rahma tampak cantik mengenakan gaun hitam selutut. Dia sangat sederhana. Tetapi tak sedikit mata pria yang kagum memandang dirinya. Sungguh Rahma mempunyai kesan tersendiri bagi yang memandang. Aura kecantikannya alami.

"Rahma, ke sini aku kenalkan dengan suamiku," ucapan Marissa dimengerti oleh Ibra. Dia sudah tahu siapa Rahma melalui penjelasan-penjelasan Marrisa sebelumnya. Ibra menoleh sesaat, dia menilai betapa mirip wanita ini dengan istrinya. Hanya saja wajah Rahma terlihat lebih muda.

Dengan tubuh yang lebih pendek dan berisi, Rahma memang terlihat lebih segar bila dibandingkan dengan Marrisa yang kurus. Kecantikan Rahma lebih alami, Ibra sadar itu walau hanya sekilas menatapnya.

"Ini Rahma sepupu yang aku bilang, mukanya mirip denganku, kan, Sayang?" Ibra terpaku. Dia adalah calon istri keduanya.

"Aku Rahma."

Ibra hanya mengangguk tanpa bersuara. "Hmm."

Cih. Apa-apaan ini orang dikira aku alien? Perasaan aku pakai gaun normal, warna hitam netral, gerutu Rahma dalam hati.

"Sayang, aku mau ketemu sama temanku dulu di sana." Ibra mengecup bibir Marrisa sekilas, lalu pergi tanpa pamit kepada Rahma. Marrisa tahu tingkah Ibra terhadap Rahma dikarenakan Ibra sebenarnya tidak setuju dengan ide gila tersebut. Belum lagi saat dia menjelaskan jumlah uang yang Rahma minta. Penilaian Ibra terhadap Rahma semakin negatif.

"Maaf, Ibra masih belum bisa menerima perjanjian itu. Dia masih ragu untuk berpoligami."

Rahma menghela napas dan mengangguk. Syukur masih ada normalnya tuh, orang, kirain aku saja yang berpikir ini tidak wajar.

"Nggak apa-apa, aku tidak akan ambil hati, bukan urusanku juga." Sebenarnya ada rasa kecewa di hati Rahma, ini harga dirinya yang dia jual dengan mudah.

Sekali lagi dia berpikir ini demi panti, dalam otaknya saat ini lebih penting membantu panti asuhan apa pun caranya, dan ini yang harus dia terima dari semua kegilaan ini.

"Seminggu ini aku praktis bulan madu sama Ibra. Kamu di apartemenku menyiapkan diri, yah! Nanti nikahnya di KUA," Marrisa berbisik pelan. Rahma hanya mengangguk. Bisa-bisanya Marrisa membicarakan ini di hari bahagianya.

Sementara Ibra menatap kesal dari jauh kepada dua wanita yang terlihat seperti adik kakak tersebut.

Ini gila, kamu sudah gila Abraham Sarha!!!

Acara telah selesai, dan sudah dipastikan pengantin telah berada di kamar. Mereka sudah membersihkan diri. Ibra tampak terpesona menatap sang istri yang mengenakan lingerie putih dan sangat sexy di matanya. Ibra sangat bahagia, akhirnya dia dapat memiliki Marrisa seutuhnya.

"Tunggu suamiku, ada satu hal yang perlu kamu tahu tentang aku." Ibra berhenti menciumi wajah Marrisa.

"Kamu tahu kan, pergaulan model itu seperti apa?" Ibra mengangguk.

"Terima aku apa adanya, kan?" tanya Marrisa lagi. "Kamu bukan yang pertama Ibra," jelas Marrisa pelan. Ibra menggeleng, dia malas berbicara lagi.

"Dengar, malam ini kamu milikku dan lupakan yang lain! Aku menerima kamu apa adanya." Marrisa masih menunduk, dia belum menjelaskan kepada Ibra.

"Aku sudah tidak...."

Ibra menutup pelan bibir Marrisa. Memberikan senyuman manis kepada istrinya. "Aku hormati kejujuran kamu. Sudah, sekarang lupakan dan nikmati malam ini, istriku."

Marrisa merasa lega, Ibra memang pria yang selalu bisa mengerti dirinya. Dia berjanji malam ini akan menyenangkan Ibra sepenuhnya.

"Tapi, minggu depan kamu janji akan menikahi Rahma, kan?" Marrisa menyela di tengah kemesraan yang sedang berlangsung.

"Ssstt ... jangan bicarakan hal lain. Hari ini milik kita berdua," bisik Ibra parau.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro