PART 5 HARUSKAH AKU YANG PERGI DARIMU
Sesungguhnya aku sangat ingin menjadi pendampingmu, tetapi Qadarullah kamu akan dipinang oleh orang lain yang lebih pantas menjadi imammu kelak.Andai aku masih bisa bersamamu untuk sebentar saja, mengucapkan salam perpisahan demi kebahagiaanmu bersama dia.- Noer
Edi melangkahkan kaki memasuki kamarnya, lalu mengambil ponsel di atas nakas dan mencoba menghubungi Noer sebelum semuanya terlambat. Walaupun Rayhan adalah sahabatnya, tetapi jika dalam hati adiknya tidak mencintai pria itu untuk apa, yang terpenting sekarang adalah kebahagiaan adiknya. Edi tahu ini adalah salah, mencampuri urusan adiknya, tetapi satu hal yang dia tidak suka adalah melihat adiknya menangis. Karena Maryam adalah satu-satunya adik yang dia sayangi.
Edi terus mencoba menghubungi Noer tetapi sampai saat ini pria itu tidak juga mengangkat telpon, dengan cepat Edi mengambil kunci mobil dan jaket di ruang tamu lalu berjalan ke luar. Namun, sesampainya di depan pintu, dia melihat sang Ummi yang sedang berjalan ke arahnya.
"Kamu mau kemana, Nak? Kenapa tergesa-gesa?" tanya Ummi Fatimah menghampiri putranya.
"Afwan Ummi, Edi harus buru-buru karena ini menyangkut masa depan seseorang. Dan nanti setelah Edi kembali akan dijelaskan kepada Ummi dan Abi tetapi jangan sampai Maryam tahu, Ummi," jawab Edi dengan tergesa-gesa lalu mencium punggung tangan Ummi Fatimah.
"Yasudah hati-hati ya, Nak, jangan mengebut bawa mobilnya dan jangan pulang malam-malam," perintah sang Ummi. Setelah melihat punggung anaknya menghilang di balik pintu rumah.
***
Noer sedang berada dalam kamar, menatap rembulan malam dari jendela. Ponselnya berdering lalu Noer berjalan menuju nakas di samping tempat tidur untuk mengambil, tak lupa membaca siapa yang mengirim pesan padanya di jam malam seperti ini.
"Tumben Edi mengajak untuk ketemuan engga biasanya? Apa ini ada kaitannya dengan Maryam atau hal yang lain?"
Setelah membaca pesan itu Noer mengambil kunci motor dan pamit meninggalkan rumah, pikirannya hanya tertuju pada satu nama yaitu Maryam. Apakah ini menyangkut wanita itu, tetapi dengan cepat Noer menjauhkan pikiran buruknya itu, di keheningan malam lelaki itu mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Noer sampai di restoran yang dipilih oleh Edi, Noer menunggu di kursi dekat dengan jendela kaca.
Tak berselang lama, Edi datang lalu menanyakan pada resepsionis tempat yang dia pesan. Dengan senyuman manis yang terukir di bibir Noer, pria itu melambaikan tangannya ketika Edi mencari, walaupun hati Noer sangat sakit saat mendengar wanita yang dia sebut dalam do'anya akan segera dikhitbah oleh lelaki lain.
"Kamu mau pesan makanan apa, Noer? Lebih enaknya kita minum cappucino atau green tea yah?" tanya Edi pada lelaki yang duduk di depannya dengan senyuman yang sulit di artikan
"Afwan Edi, kan kamu yang mengajak saya ke sini. Lebih baik kamu duluan saja yang memesan," jawab Noer sambil melihat bunga dari balik kaca ini yang sedang bermekaran.
"Ayolah Noer, kita kan sudah sama-sama kenal dari satu fakultas dulu. Kamu itu sahabat saya, kalau perlu jika kamu ingin menjadikan saya seorang kakak ipar yang baik mau kan menjadi pendamping adik saya saja?" Tanya Kak Edi yang diakhiri gelak tawa membuat Noer tersedak salivanya.
"Apaan sih kamu Edi kalau ngomong kadang ngawur."
"Yasudah kita minum cappucino saja dan untuk makananya, bagaimana jika kentang goreng atau nasi goreng saja bagaimana sepertinya enak sekali apalagi kalau nasi goreng seafood?" tanya Edi pada Noer yang sedang memainkan ponsel.
"Itu ide yang bagus, tumben sendirian aja biasanya Maryam selalu ikut dengan kamu?" tanya Noer pada sahabatnya itu, sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu berdua seperti ini.
"Tenang aja dia ada di rumah lagi sama Ummi, gimana rasanya ngajar di pondok pesantren. Apakah ada kesulitan yang kamu hadapi?"
Tak lama kemudian pesanan mereka datang, pelayan menyajikannya di meja tepat di hadapan keduanya. mereka berdua akhirnya kembali berbincang-bincang mengenai pengalamannya masing-masing.
"Seperti yang dialami oleh Maryam, tapi sepertinya saya harus ke Surabaya dulu untuk menemui kedua kakak saya. Lagi pula saya juga akan secepatnya mengkhitbah wanita pilihan Ummi."
"Apakah kamu mau meninggalkan dia saat ini, nantinya kamu akan menyesal jika Maryam sudah menikah dengan pria lain."
Edi mulai membuka suara setelah memakan pesanannya itu, yang ada di pikirannya saat ini bagaimana jika Maryam tahu tiba-tiba Noer tidak masuk untuk mengajar di pesantren.
"Afwan Edi, bukannya aku mau meninggalkan sahabat sekaligus anak didik saya di sini. Tetapi ini keputusanku untuk melangkah lebih maju tanpa merusak jalannya cinta dua insan yang akan dipersatukan dalam ikatan suci, Allah menciptakan jodoh agar manusia senantiasa bersyukur dan mengingat kebesaran Allah. Sebab jodoh merupakan sebuah anugrah, darinya akan didapatkan teman hidup sebagai pasangan dan penenang hati di dunia hingga di akherat nanti. sudah ditentukan oleh Allah dengan orang yang tepat dan terbaik bagi setiap hamba-Nya." Noer menjeda sedikit ucapannya lalu melanjutkan kembali, "Jika memang Maryam sudah berjodoh dengan pria yang akan mengkhitbahnya, maka kebahagiaan akan senantiasa bersamanya Edi."
"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, Noer, tetapi satu hal yang ingin aku sampaikan. Tolong temui Maryam dan hibur dia untuk terakhir kalinya untuk mengucapkan salam perpisaha. Aku akan menemani kalian esok hari untuk menghabiskan waktu bersama kalian, karena sebentar lagi adalah di mana hari kelahiran Maryam."
Ucapan Edi membuat Noer memandang wajahnya, akankah malam ini dia harus mencari hadiah untuk gadis itu dan menyampaikan permintaan maafnya untuk meninggalkan kota ini beberapa saat dan meninggalkan agenda mengajarnya di pesantren itu.
"Insya Allah, besok saya akan ikut dengan kalian."
Malampun sudah semakin larut, jam arloji yang melingkar di pergelangan tangan Edi menunjukkan pukul sembilan malam. Akhirnya mereka mengakhiri pembicaraannya dan tak lupa untuk membayar makanan yang tadi mereka pesan. Lalu mereka berdua berjalan menuju parkiran untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.
"Fii amanillah yah Noer salam buat Ummi kamu dirumah."
"Fii amanillah juga buat kamu Edi, salam kembali buat Ummi dan Abi."
Mereka berdua menaiki kendaraannya, Edi mengklakson mobilnya menandakan dia akan meninggalkan tempat tersebut sementara Noer lelaki itu memasang helmnya dan menjalankan motor menuju toko bunga dan mencari hadiah yang pas untuk ulang tahun Maryam.
***
Edi kembali ke rumah saat akan mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tiba-tiba knop pintu terbuka, gadis bergamis peach dengan khimar yang senada sedang menatap Kakaknya. Lalu dia membukakan pintu dan berjalan ke ruang keluarga menghampiri kedua orang tuanya.
"Assalammualaikum Ummi, Abi."
Edi menghampiri Ummi dan Abinya lalu mencium punggung tangannya, lelaki itu duduk di samping adiknya lalu menaruh ponsel dan kunci mobil.Ummi, Abi dan Maryam menjawab salam Edi secara berbarengan.
"Dari mana saja Kak Edi, tumben keluar malam biasanya kan harus dijemput dulu sama Kak Rayhan baru mau datang ke tempat latihan?" tanya Maryam dengan nada menyindir.
"Tadi Kakak abis ketemu teman sebentar, dan lagian kan latihan libur sampai besok. Jadi Kakak bisa main dengan teman semasa kuliah dulu," jawab Edi dengan nada setenang mungkin.
"Dikira Maryam, Kak Edi ketemu sama siapa. Oh iya besok kan Maryam libur bagaimana kalau kita ke pantai, Kak, liburan lah sekali-kali sama kakak Edi."
"Baru saja Kakak mau mengajak kamu untuk liburan besok, ayo aja kita ke pantai untuk menghabiskan waktu bersama adik kesayangan kakak ini."
Dengan senang hati lelaki itu mencubit pipinya Maryam hingga adiknya itu meringis kesakitan, semua keluarga tertawa melihat pipi Maryam merah karena kejahilan kakaknya.
"Yasudah kalau begitu kalian tidur, jangan lupa sholat tahajud dan subuhnya. Karena kalian berdua besok akan liburan, dan Abi akan dinas luar kota sampai seminggu," perintah Abi Yusuf.
"Baiklah Abi kita berdua masuk ke kamar dulu yah, selamat malam Abi dan Ummi."
Maryam dan Edi mengecup pipi Ummi dan Abinya, lalu meninggalkan ruang keluarga.
***
Di tempat lain Rayhan sedang kumpul dengan keluarganya di ruang tamu kediaman Abi Rehan, semua orang duduk dan terfokus pada ucapan Rayhan putra tunggalnya.
"Abi, Ummi Insya Allah dalam waktu dekat Rayhan akan mengkhitbah Maryam untuk menjadi calon istri putra kalian ini. Semoga dengan niat baik ini Ummi dan Abi merestui Rayhan." Rayhan yang duduk tepat di depan Abi dan Ummi Nazwa hanya bisa menundukkan pandangannya, bagaimana tidak gerogi ini pertama kalinya dia memberitahukan jika akan meminang calon istri pilihannya.
"Barakallah ternyata anak Ummi sudah dewasa yah Bi, baru kemarin Ummi melahirkan Rayhan dan sekarang dia akan menikahi wanita pujaannya!"
"Benar Ummi, baru kemarin Abi menggendongnya dan sebentar lagi kita akan menimang cucu. Kapan rencananya kamu akan mengkhitbah Maryam, Nak?" tanya Abi pada anak satu-satunya.
"Insya Allah minggu ini kita akan kerumah mereka, dan Rayhan akan siapkan untuk semuanya," jawab Rayhan pada Abi dan Umminya.
"Sebaiknya kamu beli cincin dulu saja, Nak. Untuk barang bawaan seserahan setelah Maryam dan kamu membicarakan tanggal pernikahan kalian saja."
"Untuk cincin sudah Rayhan siapkan, Ummi."
Rayhan mengambil kotak berwarna merah dan membukanya, cincin putih dan ada tanda mata di sekeliling cincin itu.
"Indah sekali, Nak, cincinnya, kamu sepertinya sudah memantapkan hati kamu untuk meminangnya."
"Benar sekali, Ummi! Bahkan anak kita ini tidak memberitahukan sejak awal jika dia sudah mempunyai calonnya."
Abi Rayhan tersenyum saat mendengar niat baik putranya itu, bahkan dia tidak menyangka jika selama ini putranya diam-diam sudah mempunyai calon pendamping hidup.
"Afwan Ummi, Abi! Lebih enaknya jika Rayhan sudah memantapkan hati untuk menjadi suami Maryam baru setelah itu Rayhan katakan pada kalian. Karena Rayhan ingin kalian yang pertama tau jika anak kesayangan Ummi dan Abi akan segera melepas masa lajangnya," ucap Rayhan dengan sedikit canda gurau.
"Ya sudah kamu sebaiknya istirahat dan jangan lupa besok bantu Abi di perusahaan," perintah Abi sembari tersenyum lebar.
"Baiklah, Abi, Ummi. Rayhan masuk kamar dulu. Assalammu'alaikum." Rayhan tak lupa mengecup punggung tangan kedua orang tuanya, lelaki itu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang terdapat di lantai dua. Sampai di lantai dua lelaki itu memasuki kamar tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sebelum terlelap tidur. Sejak kecil Rayhan sudah terbiasa untuk berwudhu sebelum tidur. Selepas berwudhu, ia duduk di pinggir tempat tidur, mengambil ponsel.
Pria itu menatap layar ponselnya dengan layar bergambar Maryam sedang menaiki tangga dengan balutan tunik dengan celana hitam serta khimar yang menutupi rambutnya. Rayhan menaruh kembali ponselnya di nakas sebelah tempat tidur, lalu berbaring untuk memasuki alam mimpi.
_________ TBC________
Bogor 22 Juni 2019
total 1613 kata untuk bab 5
Dukungan dari kak Rayhan nih😍😍😍...
Nanti akan ada kata" puitis dari kak Rayhan di versi novel yah all🤗😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro