Winter-🕷️⚓
"Fuh ... Kakei-kun ada waktu di hari sabtu?"
Itulah pertanyaan yang dilontarkan Akaba sesudah latihan, ketika ruang loker hanya ada mereka berdua. Kakei tidak langsung menjawabnya, Kakei lalu mengangguk setelah berpikir agak lama, kalau diajak oleh Akaba pasti Kakei akan menimbang-nimbang terlebih dahulu sambil suudzon juga.
"Sampai jumpa hari sabtu," ucapnya sembari menggendong tas gitarnya dan pergi dari ruang loker.
"Apa yang dia rencanakan?" Kelihatannya Kakei sangat waspada dengan ajakan Akaba, yang ada di benak Kakei itu musim dingin seperti ini tidak ada yang seru, merayakan natal? Kakei tidak pernah merayakannya.
Hari sabtu pun tiba, hari libur, dan masih musim dingin, rasanya Kakei tidak ingin beranjak dari kasur, selimutan dan tidur lagi lebih enak kayaknya. Pada akhirnya Kakei menyingkap selimut dan berjalan menuju kamar mandi, siap-siap untuk pergi menemui Akaba. Saat mandi Kakei baru sadar kalau Akaba tidak bilang tempat bertemu nanti. Kakei pun merutuki kebodohannya, setuju saja tanpa bertanya dimana tempat ketemuan.
Setelah semuanya selesai dan tidak ada bau acai lagi, Kakei langsung berjalan menuju pintu rumah, tidak berpikir untuk sarapan, malas juga kalau harus sarapan dulu, makan pinggiran roti sudah cukup.
Saat Kakei membuka pintu, sosok berambut merah dan berkacamata sudah berdiri ada di hadapannya.
"Eh?"
"Fuh ... aku lupa memberitahukanmu tempat ketemuannya, jadi kupikir menjemputmu kesini ide yang bagus."
Sehabis pernyataan itu keluar, keduanya terdiam.
"Bagaimana kalau di rumah saja? Soalnya kamu sudah jauh-jauh datang ke rumahku ...," ucap Kakei lirih sambil memalingkan wajahnya, menyembunyikan wajahnya yang merah.
"Fuh ... boleh saja."
"Eh?" Kakei diam sesaat, terkejut Akaba mengiyakannya begitu saja. "Si ... silakan masuk ...."
Kakei memiringkan badannya, mempersilakan Akaba masuk. Kakei langsung menuntun Akaba ke ruang utama. Kakei memperhatikan Akaba dari ambang pintu, Akaba menyenderkan tas gitarnya ke sofa dan duduk.
"Mau teh? atau air putih?"
"Fuh ... air putih saja, Kakei-kun, aku akan memainkan gitar tidak apa/"
Kakei mengangguk. "Anggap saja rumah sendiri."
"Maksudmu kita berdua akan tinggal bersama nanti?"
"Jangan bicara yang aneh-aneh."
Akaba mengeluarkan gitarnya, lalu mulai memainkannya, ruangan yang sepi mulai dihiasi suara petikan gitar yang merdu. Kakei sama sekali tidak terganggu dengan ini, malahan dia suka mendengar setiap petikan gitar yang Akaba mainkan seperti memberi kenyamanan. Ngomong-ngomong soal itu, apakah Akaba juga bisa bernyanyi?
Kata Mizumachi Akaba pernah main band dan katanya juga dia pernah pacaran dengan teman satu band-nya, lalu putus karena aliran musiknya berbeda dengan dia. Kata Mizumachi lho ya, Kakei sih tidak tahu soal itu, toh dia bisa dekat dengan Akaba juga karena timnya dan tim Akaba pernah tag team melawan Deimon.
Kakei membawakan segelas air putih ke meja, lalu duduk, matanya fokus menonton Akaba memainkan gitarnya. Kakei sedikit penasaran, seperti apa orang yang menurutnya satu aliran musik dengannya? Apa dia juga termasuk?
Tidak mungkin, bodoh sekali aku memikirkan hal itu, Kakei menggelengkan kepalanya pelan, ngapain dia penasaran dengan hal itu.
Petikan gitar terhenti, lalu Akaba menengok ke Kakei. "Fuh ... ada apa Kakei-kun?"
"Tidak ada apa-apa ... tidak boleh aku melihatmu main gitar."
"Fuh ... bukan begitu, Kakei-kun terlihat sangat serius sekali, Kakei-kun mau belajar memainkan gitar?"
"Aku hanya melihatmu saja."
"Baiklah kalau begitu." Tiba-tiba Akaba mengangkat tubuhnya, bergerak mendekati Kakei, lalu mencium kening Kakei.
"A ... apa yang kamu lakukan?!"
"Fuh ... mencium keningmu."
"YA AKU TAHU ITU!"
"Lalu?"
Bantal sofa pun menjadi jawaban selanjutnya dari Kakei. Bantal itu Kakei lempar ke wajah Akaba. "Sudahlah, aku mau memasak saja."
"Fuh ... mau kubantu?"
"TIDAK USAH. Kamu main gitar saja."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro