Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lima : The Unknown Feeling

Kenneth's POV

"Ulangin lagi, Kak. Tadi lo ngomong apa?!"

"Gue nyium Alle, Kei!" Ulangku untuk kesepuluh kalinya.

"LO GILA?!" Sahut Keira juga untuk ke sepuluh kalinya.

"Iya, gue gila! Tapi sumpah gue gak bermaksud apapun. Itu cuman kebawa suasana!" Aku mencoba meyakinkan Keira.

"Kebawa suanasa juga mikir nasib lo, Kak. Gimana kalau ketahuan om Alvero? Lo tahu sendiri kan kalau Leira gak bisa bohong?" Omel Keira padaku.

Aku baru saja pulang dari USH dengan Alleira. Setelah kejadian ciuman tiba-tiba itu, suasana yang meliputi kami berdua, kembali menjadi canggung.

Bahkan Alleira tidak jadi menginap di rumahku, dan tidak mau benar-benar menatap mataku lagi.

Tentu saja aku merasa bersalah, tapi aku tidak merasa menyesal.

"Dan karena lo nyium Leira, dia jadi tidur sendirian di Apartemen. Lo gak mikir akibatnya?"

"Udah ah! Gue kira dengan cerita sama lo, gue bisa dapet jalan keluar. Eh, malah kena ceramah begini." Aku beranjak dari kasur Keira yang tadi ku duduki.

"Tunggu, Kak! Ih, begitu aja marah!"

Aku mendengus dan berbalik melihat Keira yang sudah lengkap dengan piyama panjangnya, dan Teddy Bear Besar kesayangannya di atas kasur.

Keira menepuk tepi kasurnya, memintaku kembali duduk, aku menurutinya.

"Terus, setelah dicium, Leira gimana??" Tanya Keira penasaran.

FLASHBACK ON

Aku menjauhkan wajahku dan menatap wajah Alleira yang tengah memejamkan matanya, wajahnya memerah.

Begitu jarak antara wajah kami tercipta, Alleira segera membuka matanya dan terkesiap sambil menutup mulut dengan sebelah tangannya

"A-apa..." katanya terputus. Wajahnya semakin memerah. Tangannya yang sebelah lagi, di angkat tepat di dadanya.

"M-Maaf, Le..." ucapku tidak benar-benar menyesal.

Alleira segera menunduk, memutuskan kontak mata denganku, dan aku menjadi merasa bersalah telah membuat Alleira menjadi salah tingkah seperti ini.

"A-Aku anterin kamu pulang ya?" Tawarku, mencoba untuk mengalihkan perhatian Alleira, tapi gagal. Alleira hanya mengangguk tanpa menatap wajahku.

Begitu seterusnya sampai kami tiba di depan pintu Apartemen, Alleira masih tertunduk dan diam.

"Aku tungguin kamu disini. Kamu ambil baju kamu aja dulu di dalem?"

"Aku..." akhirnya aku mendengar suara Alleira lagi setelah cukup lama Alleira terdiam.

"Aku tidur di rumah aja, Kak."

Aku terkejut, "Loh! Tapi kan kamu sendirian? Kamu kan takut?" Protesku.

Alleira menggeleng, masih menunduk. "Gak kok. Alle gak takut."

Aku mengambil nafasku dalam dan menghembuskannya sedikit kasar. Apa karena ciuman itu?

"Alle masuk dulu ya, Kak. Terima kasih untuk hari ini." Alleira membungkuk dengan cepat lalu memasukan Passcode dan meninggalkanku berdiri sendirian di lorong apartemen.

FLASHBACK OFF

"Ya iya lah! Wajar Leira begitu, Itu kan ciuman pertama dia!"

"Itu juga ciuman pertama gue!!!" Belaku. Dikiranya dengan aku sering bergonta ganti pacar, aku sudah kehilangan ciuman pertamaku apa?

"Ya udah, diemin aja dulu. Sehari dia sendiri harusnya gak apa-apa. Besok juga Tante Rere udah balik dari Dakota. Dan untuk lo... hmm... Ya, kasih Leira waktu sendiri dulu aja." Usul Keira sambil menguap.

"Itu bukan jalan keluar, Kei. Gue harus gimana menghadapi Alleira nanti? Gimana kalau Alleira gak mau ngeliat gue lagi? Gimana kalau Alleira membenci gue? Gimana kalau--"

"Alleira yang gue kenal itu, gak mungkin membenci seseorang hanya dengan alasan sekecil itu." Sela Keira sambil menaikkan alisnya. "Taruhan sama gue, Senin nanti, Pasti dia akan mengira kalau ciuman kalian itu hanya bagian dari contoh kasih sayang keluarga. Bukan ciuman serius antara cowok dan cewek."

Aku terdiam memikirkan asumsi Keira dan mengangguk membenarkan. "Tipikal Alleira banget sih."

"Jadi lo gak perlu mengkhawatirkan apapun. Bersikap biasa aja, di tambah Seminggu penuh, lo harus berdua." Saran Keira dan aku hanya mengangguk menurut. "Ahhhh! Sialan! Kenapa gue harus satu hukuman sama Gabby sih?" Protes Keira tiba-tiba. Aku hanya tertawa melihat ketidak sukaan Keira terhadap Gabby.

"OH!!! KAK!" Keira berseru dan menahan lenganku. "Perjanjian masih berlaku! Meskipun pada akhirnya lo harus dihukum barengan sama Alleira, tapi sepulang sekolah, Lo gak boleh mendekati Alleira. Ngerti?"

Aku mengernyit dan hendak memprotes, tapi Keira keburu menyelaku. "Gue mau ngajak Alleira pergi sama grup Cheerleaders gue, dan lo gak boleh ngikut!"

"Gue kakak lo, lo inget kan?" Tanyaku memastikan.

"Dan lo udah janji memenuhi janji lo kalau gue berhasil bujuk Leira untuk kencan sama lo hari ini, Lo inget kan?" Tegas Keira yang mau tidak mau hanya membuatku mendengus dan mengangguk pasrah.

Ya sudah lah, setidaknya aku masih memiliki seminggu istirahat penuh untuk bersama Alleira dan memperbaiki kesalahanku hari ini.

*

Alleira's POV

Aku menyentuh bibirku pelan, merabanya tepat di permukaan. Tatapanku kosong kedepan, menerawang kejadian di USH dengan Kak Kenneth sebelum kami benar-benar mengakhiri janji keluar kami hari itu.

Bibirnya terasa lembut dan hangat. Ciuman itu seakan berbeda dengan ciuman yang diberikan Lexy, atau Daddy selama ini.

Berbeda karena debaran di jantungku yang berdetak penuh antisias seakan aku bisa merasa kalau jantungku bisa berdetak menembus daging dan tulangku.

Perasaanku ini seakan sangat menyiksaku seharian penuh. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak memikirkan debaran jantungku.

"Kak, Kakak kenapa gak makan?"

Aku mengerjap dan menatap Lexy yang sedang memakan sereal di mangkuknya.

Daddy yang tadi fokus membaca koran, sekarang terlihat menurunkan korannya dan melirikku. Mommy yang sedang mengoles selai di roti tawar juga hanya tersenyum jahil kepadaku.

Aku spontan langsung menurunkan tanganku dari bibir dan meraih sendok serealku.

"Apa ada yang terjadi selama Daddy pergi ke Dakota, Honey?" Tanya Daddy.

"Hah? D-daddy bertanya padaku?" Aku mengangkat wajah dari mangkuk sereal dan menatap Daddy yang sudah melipat koran paginya dan mengambil Roti yang tadi telah diberi selai oleh Mommy.

"Tentu saja, Alleira Sweetheart. Hanya kamu yang tinggal di LA selama kami di Dakota, Kan?"

Aku menggigit bibir bawahku dan mengalihkan pandanganku ke Mommy.

"T-tidak ada." Jawabku, tidak menatap Daddy.

"Lihat mata Daddy, Alleira." Suara Daddy terdengar menyeramkan.

"M-mata Daddy Seram." Elakku. Mommy terkikik.

"Alleira...!"

Ting

Tong

Ting

Tong

"Ah! Itu kayaknya Kelly. Hari ini Lexy sama Kelly ada piket kelas, Lexy pegi dulu ya, Mom, Dad, Kak!" Lexy segera memasukkan suapan terakhir sereal, lalu beranjak menciumi bibir Daddy, Mommy, dan aku lalu berjalan keluar.

"Alleira--"

"Dad, Mom! Alle baru ingat ada hukuman seminggu ini, Alle berangkat dulu ya, Mom, Dad..." Aku memotong ucapan Daddy sebelum menginterogasiku lebih jauh.

Aku bangkit tanpa menghabiskan serealku, mencium bibir Daddy dan Mommy lalu segera ngibrit.

Aku bahkan masih bisa mendengar Mommy dan Daddy berteriak dari ruang makan.

"Alleira, Sarapannya belum habis!!!" Teriak Mommy.

"Aku makan di Sekolah aja, Mom!" Jawabku balas berteriak.

"Kamu bawa air cabainya gakk???" Kali ini Daddy teriak.

Aku tertegun, wajahku sedikit memerah, "Bawa, Daddd!!" Teriakku. "Alle pergi dulu, Bye Mom, Bye Dad!"

"Hati-hati, sayang!" Teriak Mommy sebelum pintu apartemen tertutup.

Aku menghela nafas terengah sambil menetralkan debaran jantungku. Aku tahu pulang nanti aku masih harus menghadapi pertanyaan itu lagi, tapi untuk kali ini, setidaknya aku terbebas.

"Tuh, gak perlu di panggil juga udah keluar."

Aku terlonjak dan langsung berbalik melihat Kak Keira yang tengah menahan pintu Apartemen diikuti oleh Kak Kenneth yang sedang merapikan seragamnya.

Begitu mataku bertemu dengan mata kak Kenneth, Aku jadi teringat kejadian dua hari yang lalu, wajahku dengan sendirinya berubah menjadi merah merona dan aku segera menunduk menyembunyikan wajahku.

"Good Morning, Leira." Sapa kak Keira dengan nada menggodaku.

"G-good Morning, Kak Keira..." sapaku lagi tanpa mengangkat kepalaku.

"Yang sebelahku gak disapa juga?" Tanya Kak Keira sambil terkikik.

"Good morning, Alleira." Sapa Kak Kenneth tiba-tiba. Dan hanya dengan sapaan itu saja, jantungku sudah berjungkil balik, dan wajahku semakin panas.

"G-good morning." Sapaku hampir terdengar seperti bisikan.

Suasana menjadi hening, dan hal yang bisa kudengar selain debaran jantungku, adalah helaan nafas berat milik salah satu dari dua orang kembar di hadapanku.

"Ok! Seperti perjanjian lo, Seminggu ini, gue sama Alleira pergi dan pulang sekolah sendiri. Jadi..."

Aku baru hendak mengangkat wajahku ketika lengan kak Keira menggamit lenganku. Aku baru mendengar rencana ini. Perjanjian apa?

"Yuk kita pergi sekolah, Le!" Ajak Kak Keira menarikku.

Aku bahkan belum sempat mengajukan pertanyaan, tubuhku sudah tertarik ke Lift. Sebelum pintu lift tertutup, aku dapat melihat Kak Kenneth yang berdiri di ambang pintu lift.

Mata kami bertemu, atau memang selama ini, mata Kak kenneth memang selalu tertuju padaku? Entahlah. Tapi ekspresi kak Kenneth, sulit untuk ku gambarkan.

Kak Keira tersenyum sambil melambai di sampingku, namun aku dan Kak Kenneth hanya saling tatap sampai pintu lift tertutup.

Aku jadi merasa bersalah telah menghindar seperti ini. Apa Kak Kenneth marah?

Tapi apa arti debaranku ini? Aku tidak tahu apa perasaan yang sangat mengganjal hatiku ini.

"Lo marah sama kak Kenneth, Le?" Tanya Kak Keira tiba-tiba.

"Hah?"

"Lo gak ngomong sama Kak kenneth. Lo marah?" Tanyanya lagi. Aku tanpa ragu menggeleng.

Aku memang tidak marah. Hanya saja aku merasa bingung dengan diriku sendiri yang tidak bisa bersikap normal di hadapan kak Kenneth.

Kak Keira kembali terdiam dan membiarkan aku sendiri dengan duniaku.

*

Satu hal yang mungkin harus ku pikirkan sebelum memutuskan untuk menghindar dari kak Kenneth adalah, hukuman bersama di perpustakaan setiap istirahat dan waktu pulang sekolah.

Aku menggigit bibirku dan menggerakkan kakiku resah. Bahkan aku tadi sudah meminta bertukar dengan Kak Keira yang tentu saja Kak Keira terima dengan senang hati.

Tapi tepat sebelum istirahat dimulai, dimana hukuman kami juga akan dimulai, Kak Keira membatalkan pertukaran itu dan lebih memilih dihukum bersama Gabby.

Aku memeluk buku novel sastra yang baru ku ambil di keranjang buku, dan menyandarkan diriku di rak buku.

Berharap buku itu dapat meredamkan debaran jantungku.

Aku belum melihat Kak Kenneth lagi setelah dari Lift apartemen. Aku langsung lari ke Perpustakaan saat bel berbunyi dan menyembunyikan diriku di balik rak-rak buku besar.

Aku belum siap bertemu dengan kak Kenneth. Tepatnya, jantungku belum siap.

"Lo tugas disini, Alleira?"

Aku menengok kesumber suara dan melihat 3 laki-laki yang sepertinya murid dari kelas di atasku sedang bersandar dan tersenyum menatapku.

"I-iya." Jawabku. Aku bingung, aku bahkan tidak mengetahui nama mereka, tapi aku tahu kalau mereka sepertinya anak klub basket. Satu angkatan dengan Kak Kenneth.

"Ada yang bisa kami bantu? Kami lagi luang." Tawar salah satu dari ketiga orang itu.

Aku menggeleng ragu namun ketiga orang itu sudah mengambil beberapa buku dari keranjang yang seharusnya ku bereskan.

"EHEM! Kalau kalian punya waktu luang untuk menggoda perempuan, bukankah akan lebih kalian gunakan waktu itu untuk berlatih?"

Aku menoleh kebelakang dan mendapati satu orang asing lainnya, namun kalau aku tidak salah ingat, Keira pernah bilang, laki-laki tampan ini adalah kapten basket sekolah kami, teman seangkatan dan sekelas Kak Keira, Kak Nicholas.

"Bos! Lapor!" Salah satu dari ketiga orang itu menjatuhkan buku di depan Kak Nicholas sambil memberi hormat bak dalam sekolah militer.

Kak Nicholas memungut buku itu dan memberikannya padaku sambil tersenyum, "Mereka gangguin?" Tanyanya, aku menggeleng.

"Latihan sana. Jangan gangguin anak orang. Inget, bulan depan udah pertandingan terakhir gue, kalau kalian gak serius, siap-siap gue amuk lo!" Desis Kak Nicholas sambil tertawa, namun entah kenapa ketiga orang itu seakan tidak menganggap itu sebagai sebuah candaan, mereka segera pergi meninggalkanku dan kak Nicholas.

Kak Nicholas geleng-geleng lalu beralih menatapku lalu menjulurkan tangannya. "Nicholas Tyler. Maaf kita harus berkenalan dalam situasi seperti ini, Alleira."

"Kakak tahu namaku?" Tanyaku bingung, baru bisa menemukan suaraku.

Kak Nicholas tertawa, "Siapa yang tidak mengenal kamu, Alleira? Perempuan cantik yang selalu diikuti oleh Bodyguard galak?"

"EHEM!!!"

Suara dehaman lainnya, namun kali ini aku tahu siapa pemiliknya.

"Oops... baru juga di omongin. Kalau begitu, gue pergi dulu ya, Alleira. Kita ngobrol lagi kalau ada kesempatan."

Kak Nicholas mengacak rambutku dan berlalu, sempat kulihat tubuhnya seakan sengaja bertabrakan dengan bahu Kak Kenneth yang sekarang menatapku lurus.

Aku segera beralih menyusun buku yang dari tadi hanya ku peluk.

"Aku tungguin di depan kelas kamu dari tadi." Ujar Kak Kenneth terdengar datar.

Jantungku kembali berdebar dengan sangat cepat, aku tidak berani menatap mata kak Kenneth.

"Kamu menghindari aku?" Tanyanya lagi.

Aku tidak menjawab dan masih berusaha sibuk dengan buku-buku di tanganku sebelum Kak Kenneth mengambil seluruh buku dari tanganku dan meletakkannya kembali di keranjang.

"Tatap mata aku." Pintanya. Aku masih menunduk. "Kenapa kamu mau ganti hukuman sama Keira?"

"Alleira jawab dan lihat mata aku. Apa kamu marah sama aku?!"

Aku dengan lancar menggeleng, aku mendengar helaan nafas lega dari Kak Kenneth.

"Lalu kenapa kamu menghindari aku dan gak mau bicara sama aku?"

"Maaf, kak..." lirihku. "Aku hanya merasa tidak nyaman."

"Karena aku tiba-tiba menciummu?"

Wajahku memerah, namun aku mengangguk.

"Aku merasa aneh. Jantungku berdebar dengan sangat cepat, perasaanku juga aneh dan aku tidak mengerti apa yang aku rasakan." Aku mengangkat wajahku, menatap mata Kak Kenneth yang entah sudah berapa lama berdiri sedekat ini denganku.

"Perasaan seperti apa?" Tanyanya.

Aku menggeleng tidak mengerti. Bahkan aku saja tidak tahu jawabannya.

Tangan Kak Kenneth meraih tanganku, meletakkan telapak tanganku di dadanya, dan aku dapat merasakan debaran tidak normal dari jantung kak Kenneth. Secepat debaran jantungku, atau mungkin lebih cepat.

"Apa debaran jantungmu secepat ini? Karena kalau tidak, kamu berarti masih di ambang batas normal." Nafas Kak Kenneth memburu sedikit kasar.

"Aku tidak suka melihatmu berdekatan dengan Nicholas."

Aku mendongak dan mengerjap.

"Kamu gak yakin perasaan apa yang kamu rasakan?" Tanya Kak kenneth lagi.

Belum sempat aku menjawab, Kak Kenneth sudah meraih pipiku, menarik wajahku mendekat kearahnya dan bibir kami kembali bertemu.

Kak Kenneth menciumku lagi.

Namun kali ini ciuman itu terasa sangat lembut, lebih lembut dari kemarin.

Jantungku juga kembali berdebar dengan sangat cepat. Wajahku memanas bahkan aku sempat yakin kalau aku dapat memasak telur disana. Namun yang membuatku tambah berdebar adalah, debaran jantung kak Kenneth di telapak tanganku.

Sangat cepat dan tidak dapat ku gambarkan.

Kak kenneth kemudian menjauhkan kepalanya perlahan, menatap kedua mataku dalam dan tenang, berbeda dengan apa yang sedang jantungnya lakukan.

"Apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanyanya.

"Hangat... nyaman... memabukkan... mengadiksi..." jawabku, mataku masih terpaku menatap abu-abu milik kak Kenneth.

Senyum Kak kenneth tertarik di ujung bibirnya.

"Apa semua ciuman keluarga mempunyai efek berbeda, Kak?" Tanyaku.

Senyum Kak Kenneth menghilang, hanya satu detik, detik berikutnya dia sudah kembali tersenyum dan mengangkat bahunya. "Entahlah. Mungkin saja. Tapi bagiku, hanya denganmu saja ciuman ini terasa berbeda dan bermakna."

Wajahku terasa panas mendengar jawaban kak Kenneth. Tidak mau ku akui, tapi hanya dengan berciuman dengan Kak Kenneth jugalah aku merasakan ini semua.

Setidaknya bukan hanya aku yang merasakan keanehan, tapi Kak Kenneth juga. Jadi aku menghindari Kak Kenneth seharian ini memanglah tanpa alasan.

Aku tersenyum.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro