Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Enam : Jealousy?

Alleira's POV

"Hari ini, Kak?"

Kak Keira mengangguk sambil bersandar di rak buku, menemaniku menyusun buku terakhir untuk hari ini.

"Lo bisa kan, Le?" Tanya Kak Keira memastikan.

Aku terdiam sebentar lalu menoleh ke arah manusia di sampingku yang tumben sekali tidak membantah, maupun mengintrupsi.

Kak Keira menghampiriku di Perpustakaan saat hukumannya di Ruang Tata Usaha selesai.

Kak Keira mengajakku untuk pergi dengan anggota klub Cheerleaders, dengan alasan rapat anggota untuk menyambut pertandingan basket yang akan diselenggarakan bulan depan.

"Kak Kenneth gak ikut?" Tanyaku, pada kak Kenneth yang masih sibuk menyusun buku.

"Kalian udah baikan?" Tanya kak Keira sambil mengernyit.

"Kita gak pernah berantem." Selaku.

"Ah... Ya... Ya... terserah. Kak Kenneth seminggu ini gak boleh mengikuti kita. Gue dan Kak Kenneth sudah membuat perjanjian." Ujar Kak Keira. Kak Kenenth hanya diam sambil membereskan buku.

"Kenapa?" Tanyaku sedikit tidak rela. Aku merasa aneh kalau pergi tanpa ada Kak Kenneth.

"Karena dia laki-laki, dan dia sudah berjanji. Ayolah, Leira! Lo tinggal kasih jawaban, bisa atau gak?!" Desak Kak Keira padaku.

"Tapi..." Aku menoleh pada Kak Kenneth, berharap kak Kenneth mungkin akan ikut. Tidak tahu kenapa, tapi aku jadi merasa was-was mengetahui kalau aku akan pergi tanpa Kak Kenneth yang sudah terbiasa menjagaku.

"Pergi aja, Le. Gue udah janji, dan gue gak bisa mengingkari janji itu." Kak Kenneth seakan tahu isi kepalaku, dia mengatakan hal itu tanpa menatapku.

"Ya udah, Aku ikut." Putusku akhirnya setelah merasa ragu.

Aku melihat Kak Kenneth menarik senyumnya yang seakan di paksa lalu kembali menyusun buku terakhir di tangannya.

"Kalau gitu, kita pergi sekarang. Anak klub yang lain udang tungguin di parkiran!" Kak Keira mengambil alih buku di tanganku dan menyerahkannya pada Kak Kenneth. "Gue ambil Alleira ya!"

"Ehhh Kak--"

Tidak sempat aku memprotes, Kak Keira sudah menarikku keluar meninggalkan Kak Kenneth dengan buku bagianku yang seharusnya ku bereskan.

*

Memang benar arti perasaan was-wasku sejak tadi. Pertemuan klub kali ini, bukan hanya meliputi klub Cheerleaders saja, melainkan Anak klub basket putra juga mengikuti pertemuan ini.

Berkumpul dengan Klub Cheerleaders yang semuanya perempuan saja Aku sudah mati kutu, gimana sekarang? Aku semakin berharap kalau sofa yang ku duduki mendadak jatuh ditelan bumi.

Kak Keira yang memang lebih mudah bersosialisasi, mungkin tampak tidak terganggu, lain halnya denganku yang memiliki trauma dengan orang asing akibat pernah diculik dulu.

Aku menggenggam gelas jus jerukku dengan erat sambil menunduk. Tidak kudengar apa yang Kak Keira katakan mengenai hal hal apa saja yang akan klub Cheerleaders serukan saat Klub Basket bertanding nanti.

Kak Keira dan Kak Kenneth memang yang lebih tua dari angkatannya karena sempat cuti sekolah dulu, itu malah menjadikan mereka berdua seperti kepala suku di klub yang dimasukinya.

Seperti sekarang, Kak Keira yang mengarahkan sorakan dan formasi yang akan kami gunakan nantinya. Sedangkan kak Kenneth, Kak Kenneth merupakan kapten Sepakbola sekolah kami yang dibanggakan.

Sayang sekali tahun ini adalah tahun terakhir kak Kenneth mengetuai Klub Sepak bola ini karena tahun ajaran berikutnya, Kak Kenneth akan masuk ke jalur akselerasi untuk memenuhi impiannya, lulus diusia muda seperti Om Peter.

Sedangkan Kak Keira terlihat masih menikmati masa sekolahnya yang masih tersisa 2 tahun lagi.

Kak Kenneth...

Benar juga, Sebentar lagi Kak kenneth akan segera sibuk dengan studinya. Dan situasi seperti ini, pasti akan makin sering ku temui.

Situasi dimana Kak Kenneth tidak bisa menemani dan menjagaku.

Terlebih kalau Kak Kenneh sudah kembali mempunyai pacar. Kak Kenneth mungkin saja akan lebih sering keluar bersama pacarnya setelah menyadari kalau menjagaku dan kak Keira hanyalah menghambat dan membuang waktunya yang berharga.

Hatiku terasa sakit memikirkan hal itu. Rasanya aku tidak mau memikirkan kemungkinan terakhir yang baru muncul dikepalaku itu.

Debaran jantungku terasa sangat nyeri sekarang.

"Lo tahu gak, kalau lo ngelamun kayak gini, wajah lo jadi tambah cantik 10%?"

Aku mengerjap dan mendongakkan kepalaku, melihat kearah si sumber suara barusan. Begitu menyadari siapa yang tengah berbicara, aku hanya melemparkan senyum bersahabatku padanya.

"Dan kalau lo senyum kayak gini, kecantikan lo nambah jadi 50%." Ujarnya sambil tertawa. "Ngelamunin apa?" Tanyanya.

"Gak ada." Jawabku sambil kembali melihat segelas Jus jeruk di genggamanku.

"Tumben gue gak ngeliat Kenneth? Dia ke toilet?" Tanya Kak Nicholas sambil celingukan mencari sosok Kak Kenneth.

"Kak Kenneth gak ikut hari ini." Jawabku, Kak Nicholas membulatkan matanya kaget.

"Serius??"

Aku mengangguk.

"Ehm... Jadi, lo pulang sama siapa nanti?" Tanya Kak Nicholas.

"Kak Keira, naik taksi lagi, mungkin." Jawabku, mencoba untuk memberi senyum yang ramah.

"Boleh gue yang antar?" Tawarnya, aku langsung mendongak.

"Hah?"

Kak Nicholas tersenyum dan meraih gelas jus jerukku, meletakkannya di meja dan menggenggam tanganku.

"Gue gak mau bertele-tele. Dan mungkin ini sebuah kesempatan dengan gak ada Bodyguard yang suka ngekorin lo kemana-mana." Ujarnya, aku semakin bingung, bahkan kepalaku sampai miring menatap Kak Nicholas. "Gue tertarik sama lo, Alleira."

"Hah?" Aku melongo.

Kak Nicholas tersenyum, dan menggenggam tanganku semakin erat.

"Mulai sekarang, gue akan mencoba untuk lebih mengenal lo kalau lo berkenan, ada atau tanpa ada Kenneth. Karena gue udah tertarik sama lo sejak pertama kali gue liat lo." Aku benar-benar terdiam, aku tidak bisa mencerna maksud ucapan Kak Nicholas sama sekali. "Apa lo mau kasih kesempatan buat gue, mengenal lo? Lo keberatan gak kalau kita mulai berteman dari sekarang?"

"Berteman?" Ulangku ragu. kenapa Kak Nicholas harus berkata panjang lebar seperti itu kalau memang hanya ingin mengajakku berteman? Aku mengernyit hanya untuk sepersekian detik,namun kemudian aku kembali tersenyum dan mengangguk.

Kak Nicholas tersenyum dan kembali mengacar rambutku.

Sepertinya aku terlalu sibuk mengobrol dengan Kak Nicholas tadi, Aku tidak memperhatikan sepasang mata yang menatapku. Pemilik mata itu juga sudah berhenti berbicara entah sejak kapan.

*

Kenneth's POV

Aku nyaris merobek lembaran buku di hadapanku begitu Keira masuk ke kamarku barusan dan menceritakan apa saja yang tadi dia dan Alleira lakukan.

"Siapa?!" Tanyaku langsung berbalik.

"Nicholas. Kayaknya dia suka sama Alleira." Ulang Keira dengan santainya, tanpa mempertimbangkan wajah keberatanku.

"Lo keluar sama Klub basket?!" Tanyaku mencoba untuk menahan nada bicaraku yang siap meledak berteriak.

Keira mengangguk. "Pertandingan bulan depan, itu juga pertandingan terakhir Nicholas. Dia juga akan masuk kelas Akselerasi di Jerman. Jadi kita memang merencanakan yang terbaik buat dia." Keira menjelaskan, namun aku tidak peduli dengan semua penjelasan Keira itu.

Mau Nicholas masuk kelas akselerasi di Jerman, Jepang, atau neraka sekalipun, Aku tidak peduli.

"Terus lo liat si Nicholas megang tangan Alleira?!" Tanyaku menaikkan nada bicaraku satu oktaf.

Keira mengangguk lagi.

"Lo gak pisahin?!" Tanyaku mengintrogasi.

"Buat apa? Itu hak mereka juga kok, lagian Nicholas keliatan suka sama Alleira. Ya kasian dong kalau gue sela?" Tanyanya dengan santai.

Dadaku seakan ada yang mencubit dari dalam. Rasanya sakit, sesak, bahkan ketika aku membayangkan adegan Nicholas menggenggam tangan Alleira, aku seakan ingin mengunci Nicholas di titik Matinya agar tidak bisa bergerak selamanya.

"Lo bego?!" Tanyaku pada Keira.

"Loh? Kok gue dikatain bego?" Protesnya tidak terima.

"Lo kenapa membiarkan Alleira deketan sama Nicholas?" Tanyaku lagi.

"Kan tadi gue udah bilang itu hak mereka buat deketan. Lagi pula Nicholas keliatan tertar---- SHIT!! Kak! Sumpah gue lupa kalau lo juga tertarik sama Alleira!!!" Pekiknya seakan baru teringat kenyataan yang seharusnya tidak ia lupakan, karena kenyataan itu adalah kunci ancaman Keira hingga membuatnya menerima perjanjian bodoh untuk membiarkan mereka tidak terjaga selama satu minggu. Terutama Alleira yang ternyata sudah terlebih dahulu diserang.

Aku mendengus, "Kei, pokoknya mulai besok, perjanjian itu berakhir. Gue gak bisa membiarkan kalian sendirian lagi."

"Gak bisa gitu dong, Kak!!!" Protesnya tidak terima. "Baru juga satu hari."

"Satu hari aja udah bahaya begitu, gimana seminggu?!"

Bibir Keira mengerucut dan alisnya bertautan. "Kalau alasannya cuman Alleira, lo seharusnya jantan dong, Kak! Apa yang bisa lo dapet kalau lo aja gak bertindak apapun."

"Siapa yang bilang gue gak bertindak?" tanyaku sambil mendengus. "Gue nyium dia lagi di perpus tadi. Dan gue sempet kasih kode ke Alleira."

"WHAT?! LO NYIUM HMFFFT..."

Aku membekap mulut Keira dengan cepat sebelum bacotnya terdengar satu penghuni Apartemen malam ini.

"Kakak nyium siapa?"

Aku terbelalak begitu melihat Kelly masuk ke kamarku sambil menggendong bonekanya. Dia berjalan kearahku dan Keira.

"Lo belum tidur, kel?" Tanyaku kaget.

"Mau pipis tadi, eh terus denger suara Kak Keira sama Kak Kenneth." Jawabnya. "Kakak nyium siapa? Kak Alleira ya?" Tanyanya.

Wah bisa gawat kalau Kelly sampai tahu. Kelly dan Alexis kan dekat. Bisa aja Kelly keceplosan didepan Alexis. Dan kalau Alexis sampai tahu, tidak ada jaminan kalau Om Alvero tidak akan memgetahuinya.

"Gak, kamu salah denger." Elakku masih membekap mulut Keira.

"Masa sih?" Tanya Kelly.

Aku mengangguk dengan cepat. "Udah sana, udah malem, mending kamu tidur." Suruhku.

"Itu Kak Keira kenapa mulutnya Kakak tutup?" Tanya Kelly penasaran, mengabaikan perintahku.

"Supaya gak berisik. Toanya Kak Keira kan gede." Elakku, Keira melotot dan mencubit lenganku.

"Memang sih." Aku Kelly sambil mengangguk. "Ya udah deh, Kelly tidur dulu. Udah ngantuk banget. Goodnight Kakak-Kakak sekalian!" Ucapnya sambil mencium pipiku dan Keira.

Setelah Kelly keluar dari kamarku, baru kulepas bekapan di bibir Keira.

"Gila lo!" Omelnya sambil mencubit lenganku lagi.

"Lo yang gila! Udah tau malem, masih teriak lagi." Omelku balik. "Udah ah, tidur sana. Besok gue yang akan anter jemput lo, gak pake protes!" Seruku.

"Gak, Kak! Ih, lo tuh keturunan siapa sih? Pengecut banget tau gak? Kalau lo memang tertarik sama Alleira, ya bersaing secara sehat lah. Gak dengan mengengkang Alleira gitu juga."

Aku terdiam mendengar ucapan Keira.

Bukannya bermaksud mengengkang, tapi aku hanya mau melindungi Alleira dari laki-laki yang tidak ku tahu, apa bisa membahayakan atau malah membahagiakan Alleira.

Tapi aku sendiri tidak bisa membayangkan kalau ada laki-laki yang dapat membahagiakan Alleira selain diriku.

Tapi apa aku bisa membahagiakan Alleira? Kenapa aku jadi seragu ini.

"Mengengkang, bukan cara yang benar untuk membuat seseorang menetap di samping lo, Kak, kalau gak ada usaha untuk memperjuangkannya, jangan berharap seseorang akan dengan suka rela untuk tinggal." Sambung Keira yang tumben sekali kesambet setan bijak dari mana, aku tidak tahu.

"Jadi, apa perlu gue piting si Nicholas? Ajak adu silat? Taekwondo?" Tanyaku.

"Gak pakai kekerasan, Kak. Tapi pakai..."

Keia menyentuh dadaku, tempat dimana jantungku masih berdebar dengan cepat setelah mendengar Alleira dan Nicholas tadi.

"Pakai hati dan pakai pikiran." Sambung Keira.

Aku menghela nafas berat.

"Percaya lah kak, Dengan ngeliat lo se cemburu ini, gue yakin batas perasaan lo sama Alleira bukan hanya sekedar ketertarikan doang."

Aku melotot menatap Keira yang sedang cengengesan, "Gue gak cemburu!!!" Bantahku tegas.

"Iya, gak cemburu, cuman jealous. Gak beda. Udah ah. Ngomong sama cowok lemot penuh kekerasan gak rasional kayak lo cuman bikin tambah ngantuk. Goodnight, Kak! Jangan mimpiin Alleira pegangan tangan sama Nicholas ya."

Aku melotot menatap punggung Keira yang berhenti di ambang pintu lalu berbalik menatapku dengan mata usilnya.

"Eh, mimpiin juga gak apa-apa deh. Biar alam bawah sadar lo tuh ngaku kalau lo itu sebenarnya SUPER DUPER JEALOUS dengan kedekatan Alleira dan Nicholas."

Aku mendengus dan melempar bantal di dekatku kearah Keira.

Keira cengengesan dan langsung menutup pintu, meninggalkanku sendirian yang sedang gondok mencerna kembali segala ucapan Keira barusan.

Apa yang harus kulakukan untuk memperjuangkan? Bahkan Om Alvero saja tidak menyukai kedekatanku dengan Alleira.

Apa ketidak sukaan Om Alvero atas kedekanku ini, sama seperti ketidak sukaanku pada kedekatan Nicholas dan Alleira?

Tapi tidak. om Alvero kan tidak mungkin cemburu, pada Alleira. Toh, Alleira suatu saat akan menikah dan Om Alvero harus melepaskannya.

Lalu apa aku benar-benar cemburu? Atau perasaan tidak sukaku ini hanya karena aku ingin melindungi Alleira dari laki-laki bahaya seperti yang Om Alvero lakukan?

Tidak... membayangkan Alleira bersama laki-laki lain saja sudah membuat dadaku serasa dicubit puluhan tangan tidak terlihat di dalam.

Lalu... apa benar aku cemburu?

Aku cemburu?!

Oh Tuhan!

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro