Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empat : Dating?

Alleira's POV

"Daddy, Ini apa?"

Aku melihat botol sprey kecil yang baru saja Daddy letakkan di depan meja belajarku, ada juga alat-alat ajaib yang baru pertama kali kulihat.

"Alat untuk berjaga diri." Jawab Daddy, Daddy menarik Kursi kecil dan duduk di sebelahku.

"Untuk?" Tanyaku bingung.

"Alleira sayang, Dengarin Daddy ya." Daddy berdeham dan memutar kursiku. Hingga sekarang kami sudah berhadapan. "Diluar sana, Kaum laki-laki adalah pemangsa berbahaya bagi kamu, Sayang. Kenneth itu bukan kecuali. Dan Daddy nyaris kena serangan jantung kemarin mengira kalau Daddy akan segera jadi Kakek dalam usia Daddy yang baru 39 tahun ini."

Aku terkikik mengingat eskpresi kaget Daddy kemarin saat menuduh Kak Kenneth menghamiliku.

"Dad... ini semua gak perlu." Ujarku. Meskipun sudah berumur 39, Daddy masih tetap tampan seperti saat pertama kali aku melihat Daddy di depan sekolah saat aku umur 5 tahun dulu.

"Perlu, Alleira sayang. Kamu itu perempuan, dan ini semua bisa melindungi kamu. Ini..." Daddy mengambil botol sprey kecil, "Ini air cabai. Semprotkan ini ke mata laki-laki celamitan yang mendekati kamu." Daddy kemudian mengambil sebuah alat yang berbentuk kotak seperti powerbank. "Lalu ini, Alat ini dapat mengalirkan listrik dengan tegangan tinggi yang mampu melumpuhkan Lawan. Kalau lawanmu seperti Kenneth yang jago bela diri dan jago dalam tekhnik mengunci, kamu harus menggunakan alat ini."

Aku tertawa lagi, "Daddddd!"

"Alleira, Daddy serius! Kamu itu permata berharga Daddy, Daddy gak mau keindahhan kamu ternoda." Daddy meletakkan alat itu dan menggenggam tanganku.

"Dad... Kak Kenneth gak berbahaya. Kak Kenneth malah yang melindungi dan membela aku. Harusnya Daddy berterima kasih sama Kak Kenneth, bukan mencurigai Kak Kenneth." Aku tersenyum pada Daddy. Aku tahu kalau Daddy itu khawatir sekali padaku.

"Daddy Laki-laki, Alleira. Dan Daddy bisa mengenal laki-laki dengan jenis yang sama seperti Daddy, atau Om Peter."

"Maksud Daddy?" Aku mengernyit. Laki-laki tampan seperti Daddy dan Om peter? Oh tentu saja Kak Kenneth harusndi hitung!

"Pokoknya, kamu itu harus hati-hati sama cowok! Dan alat ini, bisa cukup melindungi kamu." Daddy menghela nafas dan menunduk. "Hahhhhh... Alle... kenapa kamu harus tumbuh besar sih?" Gumam Daddy yang membuatku tertawa.

"Dad! Gak boleh lebay!" Larangku sambil cengengesan.

"Daddy gak lebay, sayang. Daddy lakuin ini semua karena--"

"Karena Daddy sayang sama Alle, dan Alle adalah putri kesayangan Daddy. Alle tahu, Dad. Tapi ini semua terlalu berlebihan, Daddy. Memangnya Daddy mau nyetrum Kak kenneth?" Tanyaku sambil tersenyum.

"Alle..."

"Iya, dad. Ok, Alle nurut. Alle akan Ambil Sprey Air Cabai ini, tapi Alle gak mau ambil alat setrum-setruman ini, ya?" Tawarku. Daddy akhirnya hanya menghela nafas dan mengangguk.

Aku tersenyum dan mencium pipi Daddy, "Goodnight, Daddy."

Daddy menyunggingkan senyumnya dan mencium keningku, "Goodnight, Princess."

Daddy berdiri dari kursinya lalu berbalik menatapku di ambang pintu, "Jangan lupa pakai selimut, jangan biarin serangga ngegigit kamu, ya!"

"Daddyyyy!" Aku tertawa, tersenyum geli melihat Ke Protektifan Daddy padaku.

Le... Please lah. Sekali ini aja, jangan terlalu jadi anak penurut. Lo mau kapan nikah kalau begini terus? Breathe some fresh air, Le!

Tiba-tiba kata-kata Kak Keira terngiang. Aku menghela nafas dan melihat ke botol kecil di tanganku.

Nikah? Bahkan aku saja tidak tahu bagaimana rasanya mencintai atau dicintai selain merasakan cinta dari keluargaku.

Tapi, kalaupun begitu, kelak aku mau menikah dengan pria seperti Daddy. Seseorang yang begitu melindungiku, mengerti diriku, dan selalu membuatku nyaman.

Oh Tuhan, Kenapa aku tiba-tiba memikirkan Kak kenneth?

*

"So, Gue akan menemani lo ngejemput Leira dirumahnya, sebagai kedok di depan Om Alvero, dan setelah itu, Lo bisa turunin gue di rumah Anastasia. Gimana?"

Aku hanya terdiam mendengar suara Kak Keira yang tengah menyusun rencananya.

Hari memang berlalu dengan sangat cepat, dan besok adalah hari dimana aku dan Kak Kenneth akan pergi ke Universal Studio.

Aku sedikit merasa takut karena akan membohongi Daddy besok.

"Alle, kenapa diem?" Suara Kak Kenneth mengagetkanku.

Kami bertiga memang melakukan Conference Call Malam ini, untuk membicarakan ulang mengenai rencana 'kucing-kucinganku dan Kak Kenneth', menurut apa Yang Kak Keira Istilahkan.

"Leira, lo gak fokus?" Tanya Kak Keira.

"Aku dengerin kok. Jadi besok kalian akan jemput aku jam 7 pagi, kan?"

"Iya, alasannya sarapan bareng aja. Tenang deh, besok kita akan datang, buat kasih alasan sama Om Alvero." Ujar Kak Keira. "Itung-itung, Latihan ya, Kak?"

"Latihan apa?" Tanya Kak Kenneth.

"Yaaa... siapa tau setelah besok sama minggu depan, kalian mau kucing-kucingan lagi."

Aku tersenyum dan geleng-geleng.

"Bacot lu, Kei! Gue samperin ke kamar lo, gue culik Teddy bear lo, tau rasa!" Ancam Kak Kenneth. Aku tertawa.

"Udah ah, tidur aja mendingan udah malem. Besok lo berdua masih ada Kencan dan masih harus menghadapi Om Alvero. Mending siapin tenaga dan otak lo, Kak. Siapa tau lo di tantang catur dulu sebelum pergi." Sahut Kak Keira. Wajahku merona mendengar kata 'kencan' yang keluar dari mulut Kak Keira.

"Kamu tidur duluan aja, Alle. Aku masih mau baca buku sebelum tidur." Suara Kak Kenneth terdengar.

"Eleh eleh... yang nyuruh tidur itu gue loh, Kak. Adikmu yang paling manis. Kok gue jadi kayak radio begini cuman di dengerin terus gak di jawab?"

Aku tertawa mendengar protesan Kak Keira. "Goodnight then, Kak Keira dan Kak Kenneth. I'll See you tomorrow!"

"Goodnight, Alleira." Sahut Kak Kenneth yang kembali membuat wajahku panas. Seharusnya aku sudah terbiasa dengan kata-katanya, tapi entah kenapa belakangan ini, efeknya berbeda.

"Jirrr... Gue ngabisin tenaga, Pikiran, dan Pulsa hanya untuk kalian pacaran." Protes Kak keira.

"Astaga, Kak. Kita gak pacaran." Jawabku sambil tertawa, wajahku semakin panas.

"Ya ya ya... Goodnight, Le!" Sahut Kak Keira.

"Monyet lo, Kei!" Omel kak Kenneth sebelum aku memutus panggilan.

"Dan lo kembarannya monyet." Jawab Kak Keira tetap sebelum panggilanku benar-benar terputus.

Aku tertawa dan memegang kedua pipiku yang terasa panas.

Oh Tuhan!

*

Kami sampai di Universal Studio pukul 10 pagi.

Yang kumaksud dengan kami disini adalah Aku dan Kak Kenneth.

Mengejutkan sekali kalau ternyata Mommy mengajak Daddy ke Dakota, menemui Grandma dan Grandpa weekend ini bersama Lexy.

Bahkan mereka bertiga pergi pagi-pagi sekali sebelum aku terbangun, dan mendapati rumahku sudah kosong, dan hanya terdapat secarik surat oleh Mommy yang memintaku berhati-hati dan bersenang-senang.

Aku menghela nafas lega mengingat aku tidak perlu berbohong lagi sama Daddy nantinya. Dan saat aku memberitahu Kak Kenneth dan Kak Keira, mereka juga tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka.

Bahkan Kak Keira jadinya memutuskan untuk tidur lagi dan meninggalkanku berdua dengan Kak Kenneth untuk pergi sarapan, sebelum ke USH.

Dan tidak tahu kenapa, rasanya berbeda sekali dengan pergi bertiga sama Kak Keira seperti biasa. Aku jadi seakan kehilangan seluruh kata-kataku.

"Kamu mau naik yang mana dulu?" Tanya Kak Kenneth mengagetkanku.

"Ah... Terserah Kakak deh. Aku gak terlalu tahu mainan disini." Jawabku sambil celingukan.

Kak Kenneth mengangguk-angguk lalu menunjuk satu bangunan, "Itu aja?"

"Boleh." Aku baru hendak berjalan kesana, tanganku tiba-tiba tertarik ke belakang, begitu aku menoleh, Kak Kenneth sudah cengengesan. "Kenapa?"

"Itu rumah hantu, kamu yakin?" Tanya Kak Kenneth sambil menahan tawanya sekarang.

Aku menoleh lagi ke bangunan yang seakan baru pertama kali kulihat, entah apa yang pertama kali ku lihat tadi. Gedung putih yang tidak terlihat menyeramkan sama sekali, namun bertuliskan papan nama "House of Horror" disana.

Aku menelan ludah dengan berat. Apa tadi aku baru saja mengiyakan ajakan Kak Kenneth?

"Kamu ngelamunin apa sih, Le?" Tanya Kak Kenneth.

"Hah?? Aku gak ngelamun kok." Jawabku disaat aku sendiri saja tidak yakin apa diriku melamun atau tidak tadi.

"Yakin? Bukan gara-gara gak ada Keira, kamu jadi diem gini, kan?" Tebak Kak Kenneth tepat sasaran.

"Hmm... Aku berasa aneh aja, Kak..." Jujurku akhirnya. "Gak kebiasa."

"Aku juga kok." Sahut Kak Kenneth yang cukup mengejutkanku. Padahal dari tadi ku lihat Kak Kenneth terlihat santai dan tidak menyimpan pikiran apapun.

Kak Kenneth kemudian Tersenyum dan menggenggam tanganku. "Kita main aja yuk, ilangin rasa aneh itu?" Ajaknya. Aku seperti ikut tersihir oleh senyum Kak Kenneth, aku mengangguk dan membiarkan Kak Kenneth membawaku kemanapun dia mau.

Kami mulai dengan permainan yang santai, menonton kartun Shrek dalam animasi 4 dimensi.

Aku mulai menikmati kebersamaan kami, terlebih saat Kak Kenneth menggenggam tanganku saat bangku yang kami duduki bergerak dan mundur ke belakang nyaris membentuk sudut 45 derajat.

Aku dan Kak Kenneth tertawa bersama, apalagi saat Kak kenneth yang sangat mengantisipasi adanya semburan air dari bangku di depan kami, tapi pada akhirnya air itu tetap saja mengenai wajah tampannya.

Oops! Apa aku baru bilang Kak Kenneth tampan?

Ya, tapi Kak Kenneth hari ini terlihat berbeda dan jauh lebih Tampan dari biasanya. Gayanya yang casual, dengan celana Jeans, sepatu Sport, kaus berlengan panjang yang dia lipat hingga lengannya, sangat berbeda dari hari biasa saat kak Kenneth keluar bersamaku dan Kak Keira.

Apa ini karena Kak Keira tidak ada, dan aku jadi bisa memperhatikan Kak Kenneth sepenuhnya?

"Ngeliatin aku?" Tanya Kak Kenneth menyadarkan aku. "Filmnya udah habis tuh." Sindir Kak Kenneth sambil melepas kacamata 3 dimensinya dan tersenyum.

"Kakak keliatan beda." Ujarku jujur. Ohhhh terkutuklah kejujuranku, wajahku memerah sekarang, tapi sialnya kejujuranku belum mau berhenti sampai disitu. "Kakak kelihatan lebih Tampan."

Aku sendiri terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari bibirku, dan bisa kulihat kalau Kak Kenneth juga terkejut, dan wajahnya memerah menatap kedua mataku.

Jantungku berdebar dengan sangat cepat, tidak tahu kenapa. Apa karena kejujuranku, atau karena kebodohanku yang tidak menghentikan aksi jujurku tadi. Yang jelas, aku tidak bisa bergerak, berbicara, bahkan berkedip. Mataku terkunci pada mata kak Kenneth.

Kenapa aku jadi seaneh ini?

*

Kenneth's POV

"Kakak keliatan beda, Kakak kelihatan lebih Tampan."

Entah kenapa jantungku berdebar dengan sangat cepat saat ini. Bisa-bisanya Alleira bicara hal seperti itu dengan wajah polosnya itu.

Ya Tuhan! Apa yang harus ku jawab? Apa aku juga harus memuji kecantikannya yang juga tidak biasa itu? Atau apakah aku harus memeluknya mengucapkan terima kasih? Atau...

Oh ya Tuhan! Aku tidak pernah tahu kalau pergi berdua dengan Alleira akan berakibat menderita sakit jantung seperti ini.

Aku menatap mata Alleira yang juga sedang balas menatapku. Jantungku masih bergemuruh, dan entah kenapa hati kecilku malah menyuruhku menghadiahi ciuman padanya. OH TUHAN, INI GILA!

Aku mengerjap dan berdeham, "A-aku ingin ke Toilet."

Jawaban paling tidak bermutu yang keluar setelah mendapatkan pujian dari orang setulus Alleira. Bodoh!!

Kali ini aku berjalan dengan jarak bersama Alleira setelah sebelum situasi canggung itu, aku masih dengan santainya menggenggam tangan Alleira erat.

"K-Kakk.. Maaf, tapi aku boleh pinjem hp kakak? Aku mau kabarin Mommy kalau aku udah disini. Aku lupa bawa Hp." Tanya Alleira, wajahnya menunduk seakan takut melihatku.

"Iya." Aku menyerahkan ponselku, "Kodenya 000."

Aku masih asik berjalan, memikirkan kemana tujuan kami selanjutnya, tanpa menyadari kalau Alleira sudah berhenti berjalan.

Aku berbalik dan melihat wajah merah padam Alleira yang menatapku dan ponselku bergantian.

Aku berjalan mendekat dan bertanya,"Ada apa?" Belum sempat aku mendapat jawaban dari bibir Alleira, Ponselku sudah terlebih dahulu memberi jawaban.

"Ahhh... uhhh... ahhh... yeahhh..."

"FUCK!!!"

Segera kurebut ponsel itu dari tangan Alleira dan mematikan ponsel itu. Wajahku sekarang berubah menjadi merah padam dan menoleh ke sekitar kami yang untungnya tidak ada yang menoleh mendengar suara itu.

"K-kak... itu... tadi... film porno ya?" Tanya Alleira lagi, masih dengan wajah polosnya.

"B-bukan... maksudku... iya... ehm maksudku, itu bukan punyaku!!!" Elakku salah tingkah.

"Tapi itu ponsel Kakak." Ujar Alleira.

"Itu bukan ponselku! Ehm... maksudku iya punyaku... eh maksudnya... Ahhhhh! Lupain Alleira, lupain!" Aku meraih bahu Alleira dan mengguncangnya pelan.

Kenapa aku bisa teledor tidak menutup video itu? Ah bodoh!!!

"T-tapi itu..."

"Alleira lupain, ok? Itu bukan apa-apa. Lupain!" Pintaku.

Alleira mengangguk ragu menyetujui permintaanku. Sedangkan aku hanya bisa mengutuk kebodohanku yang telah menodai mata polos Alleira.

Ditambah kebodohanku yang semakin menciptakan jarak canggung diantara kami.

*

"Kak, Maaf..." ucap Alleira Saat kami sudah terdiam cukup lama di meja makan bertema the Simpsons ini.

Aku terkejut dan nyaris tersedak donatku saat mendengar permintaan maaf Alleira.

"Ini bukan salah kamu kok, Le. Maaf, aku yang udah merusak suasana dengan ya... kamu tahu lah." Aku menggidikkan bahuku, tidak benar-benar berusaha untuk menjelaskan.

Alleira tersenyum dan mengaduk jus jeruk yang berada di botol bergambar Bart Simpsons.

Entah setan dari mana yang merasuki tubuhku, tanganku tiba-tiba tergerak, meraih tangan Alleira dan menggenggamnya.

Tapi meskipun tanpa kesadaranku, kehangatan tangan Alleira di genggamanku, seakan terasa benar dan menyamankan rasa canggungku. Alleira juga awalnya kaget, tapi dia juga hanya membiarkan aku menggenggam tangannya.

Dan kami hanya melanjutkan makan kami dengan satu tangan dalam diam. Sedangkan tangan kami yang satu lagi, sedang sibuk berkenalan di atas meja makan.

*

Setelah makan siang dan acara pegangan tangan itu, kegiatan pegangan tangan itu juga masih berlanjut sampai hari nyaris malam, dan USH nyaris tutup.

Kami berlaku seperti tidak pernah ada yang terjadi, kami tertawa dan berfoto dengan badut yang berkeliaran, mengenakan bando dengan telinga shrek, dan membeli baju bergambar Minion yang kembar, masuk ke rumah Hantu, menaiki wahana ekstreme yang membuat Alleira berteriak ketakutan dan sempat memelukku. Dan kegiatan itu semua kami lakukan tanpa melepas pegangan tangan kami.

Hingga sebelum kami pulang karena USH hampir tutup, Alleira mengajakku menonton Shrek 4 dimensi untuk ketiga kalinya.

Aku tidak keberatan menemani Alleira meskipun dia mau menonton sebanyak 10 kali, karena aku hanya mau menikmati senyumnya yang selalu tergambar di wajahnya sepanjang hari ini.

Apa yang aku pikirkan?!

Tepat ketika peri kecil beserta keledai memberi salam perpisahan, dan para penonton bergerak menuju ke pintu keluar, aku dan Alleira masih duduk di bangku kami. Menunggu pengunjung yang masih berdesakan di pintu keluar sebelum kami keluar.

"Masih mau nonton lagi?" Tanyaku menatap Alleira.

"Bukannya udah atraksi terakhir?" Tanya Alleira sambil tertawa.

"Mungkin lain kali aja, kalau kita ke sini lagi, Aku temenin kamu nonton dari buka sampai tutup. Ya?" Tawarku yang di jawab oleh tawa manis Alleira.

"Tante Rere pulang hari ini?" Tanyaku sambil menunggu ruangan kosong.

"Besok pagi kayaknya." Jawab Alleira.

"Kamu gak takut kan sendirian di apartemen? Atau kamu mau nginap dan tidur sama Keira?" Tawarku.

"Hmm... Ide bagus. Sebenarnya setelah masuk runah hantu itu, aku jadi sedikit takut. Apa Kak Keira gak keberatan?" Tanyanya menatapku sambil bertopang dagu.

Manis sekali.

"Gak akan keberatan. Nanti aku bilangin ke Keira." Jawabku membalas senyumnya.

Kali ini senyum Alleira tambah lebar, kepalanya mengangguk dan matanya seakan itu tersenyum.

Jantungku kembali berdebar tidak karuan disenyumi seperti itu oleh Alleira.

Tangan kananku yang berada di atas pangkuanku tadi, terangkat menuju ke pipi Alleira. Membelainya dengan lembut.

Aku sempat merasakan Alleira tersentak begitu pipinya ku belai. Senyumnya juga perlahan memudar, berganti dengan garis datar dan mata yang juga menatapku.

Aku mendekatkan wajahku pelan pelan, perlahan semakin mendekat hingga jarak wajah kami tinggal sedikit.

Jantungku bersebar dengan kencang hingga akhirnya bibirku menyentuh bibir lembutnya.

Aku mencium Alleira tanpa bisa kucegah oleh akal sehatku.

Aku mencium Alleira, Perempuan yang sudah ku anggap sebagai adikku sendiri!

Aku mengerti kenapa Om Alvero melarangku berdekatan dengan Alleira sekarang.

Karena berdekatan dengan Alleira, mampu membuatku merasakan sakit jantung dan kehilangan akal sehatku. Sanggup membuatku menggila hanya dengan menatap matanya dan juga senyum manisnya.

Hanya dengan melihat senyum manisnya sepanjang hari ini sudah sanggup membuatku berdebar seharian, dan membayangkan kalau laki-laki lain menikmati senyum itu selain diriku, merasa membuatku sanggup untuk menghajar hidung mereka.

Hanya dengan berdua dengan Alleira, sanggup membuatku gila dengan mencium Alleira tanpa permisi.

Oh Tuhan, Aku seharusnya menuruti perintah om Alvero.

Tapi kenapa... kenapa Ciuman dengan Alleira terasa benar dan nyaman?

Oh aku sudah gila!!

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro