Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua : Le Cunning Twins

Kenneth's POV

"Skak mat!" Teriak laki-laki tua di hadapanku girang.

Aku menggigit bibir bagian bawahku sambil terus melihat ke papan catur di hadapanku, berharap aku bisa memundurkan laju permainan ini hingga aku tidak jadi di skakmat.

"Masih mau lagi?" Tanya laki-laki tua menyebalkan itu dengan senyum bangganya.

"Lagi!!!" Kataku lantang. Siapa tahu saja nasib berkata lain di permainan kali ini?

"Dad, udah dong. Kasian Kak Kenneth kepalanya udah berasep di skakmat 3 kali sama Daddy."

Ok, kata-kata itu tidak menghiburku sama sekali meski berasal dari bibir gadis favoritku. Gadis favorit? Err.... adik. Ya, dia adalah adik terfavoritku yang tidak ada hubungan darah sama sekali denganku.

"Biarin aja, Alle. Laki-laki tuh harus pinter. Masa begini aja udah asepan!" Komentar Om Alvero, ayahnya Alleira.

"Daddd... kelewatan." Rajuk Alleira sambil menggoyang lengan Daddynya.

Mata Om Alvero tampak meneduh menatap putri kesayangannya. "Iya, iya. Udahan ya?" Ujar Om Alvero mengalah.

"Gak bisa! Lanjut lagi om! Aku belom ngalahin om!" Tolakku mempertahankan harga diriku sebagai laki-laki yang sedang di bela oleh gadis lemah seperti Alleira.

"Dari pada otak kamu pecah, meledak? Mending udahan." Tolak Om Alvero tegas.

"Udah, Kak... besok lagi aja. Udah malem juga, besok kan udah sekolah lagi?" Bujuk Alleira.

"Gak mau. Lagi om!!"

"Ogah. Dari pada Om di musuhin Alle. Kalau kamu gak mau berenti, ya udah kamu main sendiri aja." Om Alvero berdiri dari kursinya.

"Kak Kenneth masih mau main?" Tanya Alle menatapku dari posisinya yang duduk di lengan sofa tempat om Alvero duduk tadi. "Main sama Alle aja, mau?"

"Heh! Apaan?! No! Sini lawan om lagi!!!" Om Alvero kembali duduk di sofa tadi dan menatapku tajam. Tatapan khas om Alvero kalau sudah menyangkut Alleira dan diriku.

Sama seperti tatapan Daddy pada laki-laki yang menawarkan kerjaan Model pada Keira dulu.

"Ok, lagi!" Ajakku tak mau kalah.

"Ih Daddy kenapa sihhh?"

"Ini urusan laki-laki, Alleira sayang..."

"HEH! Manggil Alle apaan lo?!" Mata Om Alvero melotot menatapku. Tapi entah kenapa aku malah mau tertawa, bukannya takut.

"Alleira, Om." Jawabku polos.

"Habis itu?!"

"Alleira sayang, Om." Jawbaku lagi.

"Nah itu!!! Apaan kamu manggil Alle sayang sayangan?! Dapet ijin dari mana?!" Selidik om Alvero yang sepertinya sudah lebih tertarik mengintrogasiku dari pada kembali mengalahkanku bermain catur.

"Emang ada perundang-undangannya Om, kalau mau manggil anak om Sayang itu harus minta ijin dulu?" Tanyaku sengaja menggoda Om Alvero.

"Eh nih anak. Gak! Pokoknya gak boleh manggil sayang-sayangan! Om gak redo!!" Gerutunya.

"Daddy mah lebay." Komentar Alleira sambil tertawa. "Kan wajar aja kalau kak Ken manggil sayang. Soalnya kak Ken kan memang sayang sama Alle. Alle juga sayang sama Kak Ken."

"WHAT?!"

Aku bersumpah kalau aku hampir melihat bola mata Om Alvero keluar dari sangkarnya.

"Alle juga sayang sama Kak Keira, Kelly, sama Alexis. Sama Mommy, Daddy, Om Peter dan Tante Via juga."

Aku bisa mendengar dengusan dari Om Alvero yang kemudian beralih menatapku. Aku tentu tahu kalau Om Alvero tidak terlalu setuju dengan kedekatanku pada Alle selain kedekatan seorang keluarga. Tapi kenapa juga om Alvero harus sekhawatir itu?

"Udah ah. Om gak niat lagi main catur." Gerutu Om Alvero sambil bersandar di sofa.

Idih ngambek.

Aku menyunggingkan senyum mengejekku lalu berdiri dari tempat dudukku.

"Ya udah deh aku pulang aja, dari pada jadi korban mutilasi disini." Candaku pada Om Alvero yang terlihat siap menerkamku hidup-hidup kalau sampai Alle beranjak pergi meninggalkanku berdua sama om Alvero.

"Ketemu besok ya, Le. Aku jemput kamu ke sekolah." Ujarku mengabaikan tatapan om Alvero.

"Iya, Kak. Goodnight ya, kak!" Sapanya sambil tersenyum manis.

"Goodnight Alleira--"

"TITIK!!!" Seru om Alvero menghentikan ucapanku.

Aku terkekeh, "iya, Om. Goodnight Alleira, Titik." Ulangku menggoda Om Alvero. Alleira tertawa geli. "Goodnight, Om. Kapan-kapan, kita catur lagi ya."

Om Alvero hanya mendengus, sedangkan Alleira mengantarku keluar Apartemen.

Sempat aku berpapasan dengan Tante Rere di dapur yang ternyata baru selesai menyiapkan camilan, mungkin untukku dan Om Alvero kalau kami melanjutkan pertandingan tertunda itu. Aku memberi salam dan senyum termanisku padanya lalu berlalu keluar bersama Alleira.

"Masuk lagi sana." Ujarku berbalik menatap Alleira yang berdiri di ambang pintu, menungguku masuk.

Alleira mengangguk dan tersenyum. "Kak Ken mimpi indah ya."

Aku tersenyum. "Iya. Kamu juga. Langsung tidur ya, jangan mainan lagi."

Alleira nyengir dan mengangguk. "Malam, Kak."

"Malam, Alleira." Balasku, dan pintu apartemen Alleira tertutup rapat.

*

"Kak?" Panggil Keira dari ambang pintu kamarku.

"Hm?"

"Minggu depan, jadi rencana ke Universal Studio Hollywood nya?" Tanya Keira, berjalan kearahku dan duduk di atas kasur sambil memeluk gulingku.

"Jadi." Jawabku sambil memfokuskan pandanganku ke buku pelajaran di hadapanku.

Memang sudah kebiasaanku untuk belajar sebelum tidur. Salah satu alasannya adalah, karena belajar lebih mudah membuatku mengantuk. Terutama pelajaran membosankan yang berisi tulisan semua.

"Gue punya penawaran buat lo." Ujar Keira sambil menyunggingkan senyumnya.

Aku berbalik dan menutup bukuku untuk menumpukan perhatianku pada saudara kembarku itu. "Apa?"

"Lo... Mau pergi berdua aja kan sama Leira?"

Aku mengernyit dan terdiam. "Gak." Jawabku singkat.

"Gak usah ngibul lah. Gue tau kok, gue kan saudara kembar lo." Goda Keira padaku, aku mengernyit tidak sepenuhnya termakan godaan Keira.

"Gue gak ngibul." Jawabku datar.

"Alahhh... sok sokan lo." Keira menempeleng kepalaku.

Wah sial! Meski saudara kembar, tetap aja gue lebih tua 10 menit dari Keira. Dan dia baru nempeleng kepala gue?!

"Gue saudara kembar lo, nyet!" Omelnya. "Mau ngibul juga mikir-mikir! Ini nih disini..." Keira menunjuk dadanya dengan telunjuk, "nyeri-nyeri gimana gitu kan, dibisikin katanya 'aduhhh gue mau jalan berdua sama Leira, gue pengen berdua aja sama Leira'. Gitu katanya." Keira menunjukan mimik muka yang terlihat sangat memelas, di dukung dengan aktingnya yang menghayati rasa nyeri di dadanya itu.

Aku mendengus, "Apa mau lo?!" Tanyaku.

Keira nyengir bahagia, "Tapi lo ngaku kan kalau lo memang inin pergi ngedate berdua sama Leira???" Tanyanya padaku.

"Iya, iya!!! Gue memang penasaran pengen pergi berdua sama Alle. Puas lo?!" Ketusku.

Keira tertawa puas hingga membuatku sedikit kesal, "Apa penawaran lo!?" Tanyaku lagi.

"Sabar brooo..." Keira mengontrol tawanya dan menepuk bahuku. "Gue, sebagai adik kembar yang baik, akan mengabulkan keinginan lo itu." Ujarnya.

Alisku bertautan menatap Keira tidak mengerti. "Maksud lo? Lo tau kan kalau Alle juga gak mau pergi tanpa lo?"

"Ya kan lo bisa bilang kalau gue ada jadwal pemotretan dadakan, atau hmm... gue sakit, atau gue ada janji sama temen-temen gue?" Usulnya.

"Yang ada, Alleira bakal ngebatalin acaranya kalau lo gak ngikut." Aku menghela nafas.

"Nah, disinilah penawaran gue muncul." Seru Keira girang. "Gue akan meyakinkan Leira untuk tetap pergi tanpa gue. Gue akan membujuk dia, gimanapun caranya, ASALKAN--"

Ucapannya terputus seakan ingin menambah kesan kemisteriusan dari penawarannya.

"Asalkan apa? Gak ikhlas banget sih lo nolongin kembaran lo sendiri?"

"Asalkan lo ngebebasin gue, dan Alleira dari penjagaan lo selama 3 tahun!"

Mataku melotot. Wah gila bener nih anak. Nawar gak nanggung-nanggung.

"GAK! Gila lo! Gue berkewajiban jagain lo, tau!!!" Omelku.

"Idih, kalo gitu, kapan bisa nikah gue? Cita-cita nikah muda kayak Mommy, pupus tengah jalan dong?!" Keluhnya.

"Gue gak terima penawaran lo!!" Tolakku, mengabaikan visi misinya untuk menikah muda itu.

"Setahun deh?" Tawarnya memasang wajah memelas.

Aku terdiam dan menatap Keira jengah. "Seminggu!" Tawarku.

"Sebulan deh, sebulan. Bebasin kita berdua, jangan ngekor terus kayak ekor cicak?" Kedua tangannya sudah menempel di depan dadanya, memohon padaku.

Mataku melotot menatap Keira tajam, "Sehari!" Tawarku.

"Iya, iya seminggu deh seminggu. Ya ya ya???" Keira dengan cepat mengambil penawaran pertamaku.

Aku menghela nafas, ingin rasanya aku menawar lagi agar Keira menerima penawaran bebas Satu hari ku itu, tapi ya sudah lah. Seminggu lebih baik dari 3 tahun.

"Ya udah." Jawabku kesal.

Matanya melotot tidak percaya kalau penawarannya padaku di setujui. "BENERAN KAK?? LO SETUJU?" Tanyanya tidak percaya.

"Iya!!! Tapi lo harus bantuin gue juga untuk bujukin Alleira. Kalau dia tetap gak mau, penawarannya gak berlaku!"

Keira langsung mengangkat telapak tangannya dan di tempelkan ke dekat pelipisnya, memberi hormat padaku. "Sip kak, gampang itu!" Ujarnya bersemangat. "Tapi kakak harus janji ya? Gak boleh ingkar ya?"

"Iya bawel!" Gemasku menatap Keira yang sudah kesenangan.

"Dan lo harus ingat gak boleh deket sama kita, di sekolah sekalipun, berangkat sekolah juga gue sama Leira akan pergi sendiri, keluar, shopping, ketemuan temen, aktivitas klub, apapun itu, lo gak boleh ngikut, mata-matain kita, buntutin kita, atau nanya macem-macem selama seminggu!"

Mataku mengerjap, "Leira? Alle juga masuk ke penawaran???" Tanyaku.

"Tadi kan gue udah sebut namanya." Protes Keira. "Udah gak bisa lo cabut tuh janji! Kalau gak....,"

Keira mengeluarkan ponselnya dari balik guling, menekan layar ponselnya dan memutar sesuatu dari dalam sana. PERCAKAPANKU DENGAN KEIRA!!! Yang lebih sialnya, Percakapan itu seakan seperti pengakuan kalau aku memang menginginkan kencan berdua dengan Alle.

"SINIIN!!" aku mencoba merebut ponsel Keira, tapi keira dengan cepat memasukkannya ke dalam... fuck!!! Dimasukin kedalam Bra-nya! "Keira, lo licik!!"

"Gak ada cara lain, Kak kenneth ku sayang. Jadi mending terima aja, ya?"

"Minus Alleira!" Tawarku.

Keira mencibir, "Ya udah, gue kirim Voice notenya ke Leira." Ancam Keira cengengesan.

"Ihhhh Sial!!!" Gerutuku sebal. "FUCK!! IYA FINE SATU MINGGU, GAK LEBIH!!! DAN LO GAK BOLEH MACEM-MACEM!" Ucapku tegas, memperingati Keira yang masih cengengesan.

"Tenang aja, Kakakku tercinta. Gue sama Leira udah sama-sama dewasa, bisa menjaga diri masing-masing." Ujarnya sambil mengelus pipiku.

"Lo harusnya terima kasih sama gue, tau." Sambung Keira. "Dengan libur seminggu jadi Bodyguard kita kan, lo jadi punya waktu sama pacar lo, hmm... Jennifer? Clara? Nama pacar lo sekarang siapa sih?" Tanya Keira bingung.

Aku mengernyit dan mencari nama perempuan yang menyandang status pacarku saat ini dalam otakku.

"Hailey? Eh bukan.. Hanni? Eh eh, Gabby!!!" Pekikku baru teringat.

"Idih! Cowok macam apa lo, nama pacar sendiri di lupain. Playboy cap kutu." Keira kembali menempeleng kepalaku.

"Ahhh bodo amat, yang penting, inget janji lo buat ngebujuk Alleira, OK?!" Aku mengingatkan Keira.

"Iyaaa! Siap, Bos!" Ujarnya. "Makasih ya kakakku tercinta, lo emang kakak gue yang terbaik, terganteng, ter the best deh pokoknya." Keira memelukku dan mencium pipiku berulang kali.

"Emangnya lo punya Kakak siapa lagi selain gue?" Tanyaku sambil mencibir.

Keira memang tidak punya pilihan lain karena memang hanya akulah Kakak yang bisa dia puji. Tidak ada yang menjadi sainganku.

Keira cengengesan. "Pokoknya gak boleh batalin janji ini, atau voice notenya gue kirim ke Leira, ya?!" Tanya Keira memastikan.

"Iya, Monyet!!!" Aku menggerutu kesal.

Keira senyum dengan penuh kemenangan lalu bangkit dari posisi duduknya di atas kasurku. Keira berhenti di ambang pintu dan berbalik menatapku.

"By the way kak, tentang..." Keira kembali menunjuk dadanya, "Bisikan yang gue bilang tadi, gue sebenarnya ngibul sih."

Mataku melotot.

"Eh tapi ternyata lo ngaku juga kalau lo memang mau pergi berdua sama Leira." Keira tertawa sangat keras hingga dia perlu memegang perutnya.

"Duh kakkk... kecurigaan gue bener kan selama ini?"

"ADIK KURANG ASEM LO KEIRAAAAA!!!" Aku baru hendak mengejar Keira, namun Keira segera menutup pintu kamarku dengan cepat dan bisa ku dengar langkah kaki menjauh dari pintu kamarku.

nafasku memburu naik turun. Aku menggeleng-geleng begitu menyadari aku baru masuk ke perangkap Keira, kembaranku sendiri.

Aku bahkan tidak tahu kalau Keira bisa selicik ini menjebakku. Dan Keira mempunyai kartu As dengannya untuk membuatku mati kutu.

Tapikan keluar berdua dengan Alleira itu termasuk hal wajar? Aku juga sering keluar berdua dengan Keira dulu?

Aku hanya penasaran karena belum pernah benar-benar menghabiskan waktu berdua dengan Alleira tanpa kehadiran Keira.

Itu saja, tidak lebih.

Dan aku hanya ingin mengetahui, bahaya apa yang mungkin terjadi kalau aku keluar dan berdekatan dengan Alleira berdua.

Hanya untuk membuktikan kalau ketakutan om Alvero untuk menjauhkan aku dengan Alleira itu tidak beralasan.

Toh Alleira sudah seperti adikku karena kami tumbuh bersama 11 tahun belakangan ini.

Seharusnya Om Alvero tidak perlu sedefensif itu.

Bahkan Kelly dan Alexis saja boleh bermain bersama. Beda sekali denganku dan Alleira yang harus diberi jarak.

Cih... memikirkannya membuatku sedikit kesal.

***

Tbc

Hai, Readers tercinta!
Kemarin Author di kasih masukan nih, untuk membuat Group Line yang membahas mengenai Via, Peter, Alvero, Rere, dan antek-anteknya...

Menurut pendapat kalian gimana?^^

Id Line Author : Anindana

Kasih pendapat ya ^^

Terima kasihhhh :*:*:*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro