Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Musik

Sakura mengunci pintu bangsal terakhir yang dimasukinya dan segera memasukkan kunci ke dalam saku celana serta berjalan meninggalkan bangsal wanita.

Malam ini Sakura dimintai tolong untuk membantu mengunci pintu setiap bangsal serta memastikan setiap pasien berada di dalam kamar masing-masing untuk menggantikan salah satu petugas yang cuti.

Sakura merasa ketakutan pada awalnya. Ia berpikir kalau ia akan mendengar teriakan maupun jeritan yang mengerikan seperti yang terkadang didengarnya di siang hari. Untungnya seluruh bangsal yang dikunjunginya bukanlah bangsal pasien dengan gangguan jiwa tahap berat.

Suasana di rumah sakit jiwa pada malam hari terasa jauh lebih tenang ketimbang di siang hari. Tak ada lagi hiruk pikuk atau jeritan seperti di siang hari. Beberapa pasien gangguan jiwa yang cenderung agresif seperti wanita yang dilihat Sakura pada hari pertama magang akan diberi obat tidur setiap malam sehingga tidak menganggu pasien lainnya.

Tatapan Sakura tertuju pada sosok lelaki yang tak asing baginya. Lelaki itu sedang berjalan ke arahnya setelah keluar dari bangsal pria yang berlawanan arah dengan lokasi bangsal wanita.

Manik zamrud Sakura terbelalak seketika saat ia melihat Sasuke yang kini menghampirinya. Ia mundur seketika dan berkata, "Eh, kenapa kau disini? Kau tidak berada di kamarmu?"

Sasuke menyadari gadis berambut merah muda di dekatnya tampak ketakutan dan berusaha menjaga jarak darinya. Ia semakin yakin kalau ia telah menunjukkan gejalanya pada gadis itu dan membuatnya ketakutan. Ia sedikit mengingat kalau ia sempat berbincang dengan Sakura sebelum mengalami halusinasi dimana sekelilingnya berubah menjadi ruang tahta kerajaan dan mendengar suara orang-orang yang mengagung-agungkannya.

Dan rasa jahil mendorong Sasuke untuk mengeluarkan gantungan dengan kunci-kunci dari kantung celananya serta memainkan gantungan itu hingga mengeluarkan suara bergemerincing.

"Aku harus mengunci diriku sendiri, hn?"

Sakura benar-benar terkejut melihat setumpuk kunci bangsal pria yang berada di tangan Sasuke. Ia tak mengerti dari mana Sasuke mendapatkan semua kunci-kunci itu. Ia berniat menghubungi Kakashi atau siapapun yang berada di ruangan siaga dan secara refleks memegang ponselnya.

"Ah... kau tidak ingin istirahat? Angin nya lumayan kencang, nanti flu, lho. Biar kuantar ke kamarmu bagaimana?" Sakura berusaha membujuk Sasuke untuk kembali ke kamarnya. Ia berpikir kalau ia harus mengunci kamar lelaki itu dan segera menemui dokter yang bersiaga untuk memberitahukan hal ini.

"Aku harus mengembalikan kunci ke ruangan petugas."

Sakura merasa heran, bagaimana bisa para petugas yang berjaga tidak menyadari kalau Sasuke datang untuk mengunci ruangan? Dan ia baru menyadari kalau tidak ada petugas pria yang mengunci setiap bangsal.

"Mengambil barang yang tidak seharusnya kau ambil bukan hal yang baik, Sasuke. Lain kali jangan dilakukan lagi, ya," ucap Sakura sambil tersenyum manis, seolah sedang mengajari anak kecil yang berbuat nakal. Sebetulnya Sakura merasa ngeri ketika menyadari bahwa sepertinya Sasuke lah yang mengunci seluruh bangsal. Siapa yang tahu jika Sasuke tidak mengunci bangsal dengan benar dan barangkali pasien yang berada di dalam ruangan bisa keluar dengan mudah di tengah malam.

"Petugas yang bertanggung jawab hari ini mengijinkanku membantu mengunci pintu seluruh bangsal."

Sakura terperanjat, hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. Apakah Tsunade, si direktur rumah sakit, menyadari apa yang dilakukan para stafnya yang sepertinya juga mulai terkikis kewarasannya dengan membiarkan seorang pasien mengunci bangsal?

Ini benar-benar sudah kelewatan, Sakura harus menemui direktur dan membahas soal ini. Atau setidaknya, ia harus bertanya pada Shizune atau Kakashi. Hal ini tak hanya menyangkut soal pasien, tetapi juga keamanan para petugas yang berada di rumah sakit, termasuk dirinya.

Sasuke menatap gadis di hadapannya dengan tatapan yang menunjukkan rasa penasaran, "Kau tidak pulang, hn?"

Sakura membalas tatapan Sasuke dengan tatapan yang terlihat waspada. Ia merasa dirinya begitu menyedihkan karena kini dirinya lah yang begitu paranoid. Setelah melihat gejala Sasuke saat kambuh, ia berpikir lelaki itu bisa saja melukai dirinya yang berjarak tak lebih dari lima langkah.

"Tidak. Aku menginap disini."

Sasuke tak menjawab dan ia melangkah meninggalkan Sakura untuk menuju ruang petugas dan mengembalikan kunci. Sakura mengikuti lelaki itu menuju ruang petugas yang tidak begitu jauh darinya.

Sakura menatap Sasuke yang mengetuk pintu tiga kali sebelum masuk ke dalam ruangan. Ia menyadari kalau lelaki itu sebetulnya memiliki tata krama yang baik. 

"Oh. Kalian sudah selesai mengunci bangsal? Terima kasih, ya," ucap salah seorang petugas di dalam ruangan yang terdengar begitu santai.

Sakura benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa seorang petugas mempercayakan seorang pasien skizophrenia untuk mengunci bangsal? Sepertinya tidak hanya para pasien disini yang 'gila', bahkan petugasnya juga 'gila'.

Sasuke meletakkan kunci di atas meja dan pergi meninggalkan ruangan setelahnya. Ketika lelaki itu sudah meninggalkan ruangan, Sakura meletakkan kuncinya dan tak bisa lagi menahan rasa penasarannya.

"Mmm... memangnya tidak apa-apa membiarkan seorang pasien membantu mengunci bangsal?"

Salah seorang petugas pria paruh baya menganggukkan kepala, "Kalau Sasuke-san sih tidak masalah. Semua petugas sudah mengenalnya dan dia sering membantu petugas disini, kok."

Petugas pria lainnya menimpali, "Yah. Kalau dia sedang 'normal', dia sangat bisa diandalkan. Lagipula Tsunade-sama juga mengijinkannya."

Sakura berpikir kalau dirinya sedang berhalusinasi dengan jawaban petugas itu. Bagaimana bisa sang direktur rumah sakit juga mengijinkan hal itu terjadi. 

Ini benar-benar gila. Para petugas ini pasti sangat malas hingga membiarkan pasien melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan. Seandainya Sakura adalah direktur rumah sakit, pasti ia akan langsung memecat kedua petugas ini sekarang juga.

"Oh, oke."

Salah satu petugas pria tadi menatap Sakura dan berkata, "Kau sudah mau tidur? Kalau belum, bisa bantu aku mengunci kamar Sasuke-san setelah dia masuk ke kamarnya?"

Sakura berpikir kalau petugas itu benar-benar malas hingga menyerahkan tanggung jawab seenaknya pada orang lain. Namun ia segera mengiyakan dan berpikir kalau ia berkesempatan untuk menghabiskan waktu bersama lelaki itu.

Sakura segera meninggalkan ruangan dan menyadari Sasuke sudah berjalan menjauh ke arah yang berlawanan dengan lorong dimana bangsal-bangsal berada.

Dengan setengah berlari, ia berusaha mengejar Sasuke yang segera menoleh ke arahnya, "Hn?"

"Ah, petugas tadi memintaku untuk menemanimu dan mengantarmu ke kamar-" Sakura memutus ucapannya. Ia tak bisa mengatakan kalau ia akan mengunci pintu kamar lelaki itu dari luar. Bagaimanapun juga tak seorangpun merasa senang jika kebebasannya direngut, sekalipun orang itu mengalami gangguan jiwa.

"Mereka menyuruhmu mengunci kamarku, hn?"

Sakura terkejut karena Sasuke mengatakannya begitu saja. Lelaki itu terlihat tenang dan sama sekali tidak merasa marah saat mengatakan hal itu.

"Eh? Kau juga tahu kalau pintu kamarmu dikunci dari luar?"

"Hn."

Sakura menyadari kalau Sasuke begitu sering menjawab dengan gumaman yang tidak jelas maknanya. Sakura tak begitu mengerti maksudnya dan mengartikannya sebagai persetujuan, entah itu memang kebiasaan yang dimilikinya atau efek dari gangguan mental yang dialaminya.

"Aku ingin bermain piano sebentar sebelum tidur. Kau tidak keberatan?"

Pertanyaan Sasuke terdengar aneh bagi Sakura. Padahal lelaki itu sendiri yang memainkan piano, kenapa harus bertanya padanya?

"Kau sendiri yang akan memainkan piano, kenapa malah bertanya padaku? Tentu saja aku tidak masalah."

"Karena kau jadi harus mengembalikan kunci lebih lama, bodoh."

Sakura merasa harga dirinya benar-benar sudah hancur saat ini. Sudah lebih dari sekali ia dikatai bodoh oleh lelaki yang jelas-jelas merupakan pasien rumah sakit jiwa itu.

Namun kata-kata Sasuke menunjukkan perhatian padanya. Lelaki itu bahkan sampai memikirkan dirinya yang harus mengembalikan kunci lebih lama karena harus menunggunya bermain piano sebelum tidur. Sepertinya lelaki itu adalah tipe 'tsundere', atau mungkin juga itu adalah citra yang dibuatnya sendiri karena dipengaruhi kondisinya.

"Aku tidak keberatan. Aku suka piano dan ingin mendengarkan permainan pianomu."

Sasuke tak lagi menyahut dan ia berjalan menuju sebuah ruangan yang merupakan ruangan musik. Lelaki itu menyalakan lampu dan menyalakan remote pendingin udara yang terpasang di dalam ruangan.

Sakura mendapati sebuah grand piano yang berada di dalam ruangan berukuran dua puluh meter persegi itu. Di ruangan itu juga terdapat alat musik berupa keyboard dan gitar serta speaker besar yang terkadang dipakai untuk menghibur pasien.

Sakura teringat dengan ucapan Shizune dan menyadari kalau piano yang dimainkan Sasuke adalah miliknya sendiri. Sebetulnya harga piano biasa saja sudah cukup mahal, apalagi grand piano. Lelaki itu pasti berasal dari keluarga yang sangat kaya.

"Wah, aku baru tahu ada ruangan musik disini."

"Awalnya ini gudang untuk menyimpan alat musik. Lalu-" Sasuke memutus ucapannya. Raut wajahnya berubah sesaat sebelum berkata, "-mereka memutuskan untuk merenovasi dan mengubahnya menjadi ruang musik."

Sakura menyadari perubahan raut wajah Sasuke yang hanya sepersekian detik sebelum kembali terlihat datar. Sekilas tatapan lelaki itu terlihat sangat sedih, entah siapa yang dipikirkannya.

"Kau sering datang kesini untuk bermain piano?"

"Hampir setiap malam."

Sasuke meletakkan jemarinya di atas tuts hitam putih itu dan memainkan sebuah lagu yang kebetulan ia ingat. Jemarinya bergerak dengan lincah dan kaki jenjang lelaki itu sesekali menginjak pedal.

Kini Sakura benar-benar percaya dengan ucapan Kurenai dan Shizune mengenai Sasuke yang mahir bermain piano. Permainan piano lelaki itu benar-benar bagus hingga Sakura seolah terhanyut ke dalam lagu yang dimainkan.

Seandainya seseorang menyaksikan Sasuke bermain piano saat ini, pasti tak ada yang akan menyangka jika lelaki itu sebetulnya pengidap skizophrenia. Sasuke terlihat bak pianis profesional dengan fisik rupawan yang begitu menawan ketika sedang bermain piano dan mampu menghipnotis setiap pendengarnya.

Lagu berakhir dan Sasuke segera bangkit berdiri serta menutup pianonya. Ia menghampiri Sakura dan memberi gesture agar gadis itu meninggalkan ruangan bersamanya.

"Lho? Kau sudah selesai? Kupikir kau ingin memainkan lagu lain."

"Tidak."

Sakura menyadari kalau Sasuke sepertinya masih ingin memainkan piano lebih lama lagi. Hanya saja lelaki itu menahan diri kali ini agar Sakura bisa segera mengembalikan kunci.

"Kalau kau masih ingin bermain lagi juga tidak apa-apa. Aku suka mendengar permainan pianomu, kok."

Sasuke tertegun sesaat. Sudut bibirnya terangkat dan membentuk seulas senyum tulus untuk sesaat sebelum senyuman tersebut menghilang. Bagaimanapun juga, ia merasa senang ketika seseorang menikmati permainan pianonya.

"Ini sudah malam, hn?"

"Ya. Tapi kalau kau masih mau bermain piano, aku akan menunggumu, kok."

"Aku mengantuk," sahut Sasuke seraya membuka pintu dan menekan tombol untuk mematikan pendingin ruangan dan bersiap mematian lampu, sedangkan tangan yang lain sudah memegang kenop pintu.

Sakura segera keluar dari ruangan dan Sasuke segera mematikan lampu serta mengunci pintu. Sebetulnya lelaki itu tidak terlihat mengantuk sama sekali menurut Sakura, entah lelaki itu sungguh-sungguh mengantuk atau sengaja berkata begitu untuk membohonginya.

Sasuke memberikan kunci ruangan musik pada Sakura tanpa berkata apapun dan berjalan menuju lorong.

Keheningan mengalir di antara Sakura dan lelaki yang berjalan di sampingnya. Tak satupun dari mereka memulai konversasi dan hanya terdengar suara sepatu Sakura yang menyentuh lantai, sedangkan Sasuke berjalan tanpa bersuara sama sekali.

Sakura tak mengerti bagaimana bisa Sasuke yang mengenakan sandal berjalan tanpa menimbulkan suara. Ia yakin lelaki itu pasti telah dilatih untuk berjalan tanpa suara sejak kecil.

Mereka berdua melewati bangsal dengan jaring-jaring pengaman serta terdapat jendela yang memperlihatkan pasien pria yang menggunakan penahan di tempat tidur. Sakura yang tanpa sengaja melihat ke dalam ruangan segera memalingkan wajah memandang ke depan tanpa berani melihat ke dalam bangsal sejenis yang ia lewati.

Sasuke menoleh ke arah gadis di sampingnya yang berjalan lebih pelan mendadak dan terlihat ketakutan.

"Kau ketakutan, hn?" Tanya Sasuke dengan suara pelan.

Sakura merasa malu karena ekspresinya terlihat begitu jelas. Bagaimanapun juga, ia harus menjaga reputasinya dan terlihat berani di hadapan pasiennya meski saat ini ia ingin berlari meninggalkan bangsal itu sekarang juga.

"Tidak."

"Ekspresimu terlihat jelas, tuh."

Sakura merasa tak ada lagi yang tersisa dari harga dirinya sebagai calon psikolog dengan GPA nyaris sempurna. Lelaki itu berkali-kali mempermalukannya atau membuatnya merasa malu pada dirinya sendiri, entah dengan ucapan atau tindakannya.

"Kau salah paham," sanggah Sakura.

Sasuke tak menjawab. Ia meletakkan tangannya di bahu Sakura selama mereka melewati bangsal khusus itu dengan pemikiran kalau apa yang ia lakukan akan membuat Sakura merasa lebih aman.

Ya, Sakura memang merasa lebih aman untuk sesaat. Tetapi ketika menyadari kalau lelaki di sampingnya juga merupakan pasien skizophrenia yang juga 'berbahaya', seketika Sakura merasa ngeri. Rasanya seolah lepas dari mulut harimau dan masuk ke dalam mulut buaya.

Sasuke berhenti di depan bangsalnya dan ia segera melepaskan tangannya dari bahu Sakura serta membuka pintu bangsal.

"Selamat tidur," ucap Sakura dengan maksud berbasa-basi sebagai formalitas.

"Hn."

Sakura  menatap ke arah bangsal khusus yang baru saja ia lewati. Kini ia harus melewati bangsal itu sendirian dan mendadak ia merasa ngeri hanya dengan membayangkannya.

Ia segera mengeluarkan kunci dan baru saja akan mengunci pintu ketika Sasuke mendadak menahan pintu dan berkata, "Tenang saja. Pasien di bangsal khusus itu tak akan menjerit di malam hari."

Sakura tertegun sesaat, tak mengira kalau Sasuke akan menahan pintu hanya untuk mengatakan hal itu.

Sepanjang hidupnya, Sakura tak pernah mengira kalau ia akan ditenangkan oleh pasien gangguan jiwa. Sasuke bahkan menyadari ketakutannya dan berusaha untuk membuatnya merasa lebih aman meski sebetulnya ia bisa berpura-pura tidak menyadarinya.

Sasuke telah menutup pintu dan Sakura segera mengunci pintu dengan perasaan miris di hatinya.

Ia menyadari kalau Sasuke sebetulnya adalah lelaki yang cukup baik, tak peduli seperti apapun kondisi mentalnya. Dan Sakura merasa tak tega melihat lelaki itu terus berada di tempat menyedihkan seperti ini.

-TBC-

-------------------------------------

Author's Note :

-------------------------------------

Kalian mungkin merasa part ini terkesan aneh & kurang masuk akal, khususnya mengenai scene Sasuke yang mengunci bangsal pasien lainnya.

Sebetulnya part ini juga terinspirasi dari salah satu jawaban di Quora mengenai pengalaman nyata mahasiswi yang magang di rumah sakit jiwa serta merupakan salah satu refrensi dari cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro