Irrational: 50 Years Later - END
"CINDER, apa kau masih yakin dengan misimu? Sekarang kaulihat sendiri, orang-orang di sini terkena letumosis! Levana telah mengembangkan penyakit ini hingga menjadikanya sebagai senjata biologis!" ujar Iko seraya panik menguasainya.
Pemandangan di depan mereka sangat tidak mengenakan. Banyak orang yang terkapar, terbaring kesakitan karena ruam-ruam biru yang mereka terima. Ini gejala letumosis. Dan berbeda dari letumosis yang Cinder ketahui dari lima puluh tahun lalu. Penyakit ini telah bermutasi! Levana sialan, umpat Cinder dalam hati.
Bahkan dalam beberapa menit saja stadium letumosis yang diderita orang-orang telah meningkat. Cinder mendecih. Jika begini mereka akan mati masal di Bulan.
"Linh Cinder! Aku telah membawa Raito!" Respons Cinder cepat, ia segera menghampiri Emerald yang tengah membawa Raito tertatih.
"Ada apa dengannya?" tanya Cinder khawatir. Melihat Raito berjalan tertatih-tatih yang mesti dibantu oleh Emerald serta darah yang mengalir pada pelipis Emerald buat Cinder merasa cemas.
"Raito terluka! Sebelah kakinya tadi ketiban bangunan," balas Emerald tak kalah khawatir dengan keadaan Raito sekarang.
Raito yang tengah menahan perih pun membuka suara. "Jangan pedulikan aku. Sebaiknya kau pedulikan saja Eme." Suara napasnya terdengar parau. "Di lengannya terdapat ruam biru," ujarnya terbata-bata.
"Ruam biru? Jangan-jangan—"
Emerald melengos.
"Biar aku yang periksa. Iko, bisakah kau membawa Raito? Aku akan mengurus Emerald," titah Cinder.
"Serahkan saja padaku, Cinder," balas Iko yang langsung bertindak sesuai perintah Cinder.
"Coba kulihat lenganmu. Lengan yang mana?" Cinder langsung menyambar lengan Emerald.
Emerald menyahut, "Lengan kiri."
Cinder menyingkap baju yang menutupi lengannya. Rautnya dibuat terkejut oleh apa yang dilihatnya. "Ya ampun... ruamnya sudah menjalar ke mana-mana."
"Tenang saja. Raito tidak tertular letumosis. Aku berani jamin itu," ucap Emerald.
Cinder menautkan kedua alisnya. "Tentu saja. Ia tidak boleh sampai tertular dan tidak akan tertular, tapi kautahu kondisimu sangat mengkhawatirkan. Aku tidak bisa mengikutsertakanmu jika begini."
Emerald tidak menampilkan raut sedih atau pun senang. Justru ia bingung akan bereaksi apa. Ia sudah tahu kondisinya sejak terkena beberapa waktu lalu. Maka dari itu, ia tahu ia tidak akan bisa bersama dengan Raito terus-menerus. Ia menerbitkan senyum simpul. Dalam senyumnya itu ia menyiratkan kesedihan yang mesti ia lalui. Kesedihan karena hidupnya tak akan lama lagi serta tak dapat bersama dengan Raito. "Tinggalkan saja aku, asalkan Raito dapat selamat.
"Tidak, Eme!" seru Raito seraya berusaha menghampiri Emerald. Namun, Iko menahannya. "Ikutlah, aku mohon!"
"Tidak bisa. Raito, kumohon ikutlah dengan Nona Cinder. Pentingkan dirimu terlebih dahulu. Jangan pikirkan aku," pinta Emerald.
Raito geram. "Tidak bisa Eme! Kalau kau tidak ikut maka aku pun tidak!" serunya.
"Cinder, bagaimana ini?" sahut Iko yang kebingungan.
Cinder menunduk. Mendesah perlahan lalu membiarkan kepalanya bangkit. "Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk Emerald. Kita harus meninggalkannya," ujarnya.
Raito menggeram. Mukannya merah menahan amarah. "Apa?! Tidak bisa! Bawa Emerald atau aku tidak akan ikut kalian!" ancamnya.
Cinder menoleh pada Emerald yang kini memucat. "Em, tidak apa 'kan, jika kau kutinggal?" tanya Cinder tak kuasa menahan sendur.
Emerald mengulas senyum. "Lakukan saja." Suaranya parau, seperti sudah siap akan kematian.
Cinder berpaling pada Iko dan Raito. "Maaf. Aku harus membuatmu pingsan," ujarnya kepada Raito.
Raito mendecak. Sebelum ia kembali menyemprot Cinder, Cinder sudah membuatnya pingsan dengan pukulan tangan logamnya pada belakang tengkuk Raito.
"Cinder, kita harus segera menuju hover lalu ke pesawat!" seru Iko.
"Emerald, maafkanku meninggalkanmu. Semoga kau dapat istirahat dengan tenang." Dengan begitu Cinder dan Iko segera melesat cepat dengan membawa Raito yang tengah mereka gotong secara bersamaan.
"Aku harap kau menepati janjimu, Linh Cinder."
***
"Jadi hanya tinggal kita berempat," ucap Wolf.
Cinder menunduk. Dalam hati ia masih merasa bersalah karena telah meninggalkan Emerald. Wolf sendiri juga sedih mendengarnya, meski ia tahu yang Cinder lakukan memang benar.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan lagi untuk menolongnya. Jika letumosis-nya sudah bermutasi seperti itu, maka vaksin biasa tidak akan berpengaruh," ungkap Iko.
Raito, yang semenjak tadi sudah bangun hanya berekspresi kosong setelah kehilangan Emerald. Ia duduk termenung tak jauh di dalam kokpit. Setidaknya masih berada di dekat Cinder. Perasaannya hampa ketika tahu nyawa Emerald sebentar lagi akan dicabut. Bagaimana pun ia dengan Emerald sudah dekat sejak beberapa tahun yang lalu sebelum tinggal di Bulan.
Cinder sendiri dapat merasakan kepedihan Raito. Ia mengerti karena pernah kehilangan orang yang disayanginya. Contohnya seperti Peony. Tak jauh-jauh dari itu Kaito, kakek Raito, cukup memberi goresan terdalam pada hati Cinder.
"Aku tahu kalian cukup berduka. Aku sendiri mengungkapkan rasa belasungkawaku. Namun, bukan saatnya kita untuk itu. Keadaan kedua pihak kini makin memanas."
Cinder mengenali suara ini. Kepalanya terangkat untuk memastikan apakah yang ia dengar sesuai dengan perkiraannya atau tidak. "Dokter Arthur?"
"Dia yang memintaku kemari," ungkap Wolf. Lalu ia menambahkan, "Dan sebagian pangan dia yang siapkan untuk kebutuhan kita kelak."
"Apa yang kau lakukan, Dokter?"
"Aku hanya ingin memberitahu bahwa pemimpin Bulan, Autumn adalah musuh kalian. Semenjak ibundanya sakit—ah tidak, bahkan beberapa tahun lalu—, ia makin menampakan taringnya," jelasnya.
"Apa maksudmu, Dokter?"
Dokter Arthur menjelaskan panjang lebar, "Nyonya Autumn. Tujuan dia adalah untuk merebut kembali Bumi dari genggaman Levana. Namun, semenjak beberapa tahun lalu, ia mulai bertindak agak aneh. Ditambah Nyonya Winter sang ibunda terkena letumosis akhir-akhir ini."
Cinder melengos. Napas ia keluarkan keras-keras. "Jadi, yang selama ini kita percayai untuk kembali mengambil Bumi ... adalah musuh yang sesungguhnya?" ujar Cinder tak menyangka.
"Levana juga merupakan musuh kita. Rencana yang menggunakan Raito untuk kembali mengambil takhta merupakan bagian rencana jahat Autumn. Aku tidak sengaja mendengarnya jika ia ingin memperalat Raito setelah Levana terkalahkan nantinya."
Cinder membeliakan matanya. "Ia tak lebih sekadar Levana kedua!" ungkapnya dongkol. "Bisa-bisanya orang seperti dirinya hidup!" pekik Cinder. Cinder mulai frustrasi sendiri. Ia lalu menatap Raito. Ia yakin ketimbang yang lain anak itulah yang paling merasa tertekan. Sebelumnya beban kemenangan harus dipikulnya. Kemudian terkuak fakta sebenarnya bahwa ia akan diperalat. Cinder tak bisa membayangkan. Ini seperti melihat Kai tercintanya dulu. Yang setengah mati bertahan untuk menikahi Levana untuk menyelamatan Persemakmuran Timur—juga warga Bumi.
"Aku tidak tahu apa alasan kalian membawaku. Aku masih kesal tentunya, bahkan benci karena kalian telah meninggalkan Emerald. Namun, mendengar hal barusan buatku tambah kesal." Ia mendesah panjang. "Seharusnya memang aku dibiarkan mati saja oleh Levana itu."
Kokpit tersebut hening.
"Ini kesalahanku." Cinder berkata lirih. "Seharusnya jika aku tidak tertidur lima puluh tahun lalu.... Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada diriku dulu. Maafkan aku Rai. Aku ini dulu merupakan pewaris sah Bulan. Akan tetapi, itu sudah tidak berlaku lagi karena Bulan sekarang bukanlah berbentuk monarki."
Raito hanya menatap. Enggan memberi balasan.
Cinder melanjutkannya meski itu tidak didengar oleh Raito sekalipun, "Tujuanku membawamu hanya satu Raito, yakni ingin melindungimu. Mungkin itu terdengar aneh, tapi aku ingin menebus semua kesalahanku dulu. Setidaknya dengan melindungi aku dapat menebusnya perlahan. Aku tahu menjadi dirimu sangatlah berat, tetapi dapatkah kau bayangkan bagaimana rasanya menjadi ayahmu atau kakekmu? Mereka pastilah lebih berat, apalagi kakekmu, Kai. Aku mengenalnya dan aku tahu lima puluh tahun lalu ia begitu frustrasi." Cinder menghentikan pembicaraannya sejenak.
"Aku tahu tentangmu, Linh Cinder. Kau dulu memanglah buronan internasional, tapi sekarang kau begitu dihargai dan dipuja meski sudah lima puluh tahun terlewat. Bahkan kutahu bahwa kakekku menyukaimu. Yang hanya ingin kukatakan adalah," ujarnya seraya bangkit dari duduknya. Lalu ia membungkukan badannya lurus sambil melanjutkan, "Terima kasih banyak." Cinder dan lainnya terperanjat melihat aksi Raito. "Kau—kalian—sudah mau repot-repot untuk menolongku. Meski kuakui masih kesal dengan kejadian Eme tadi. Tapi, aku benar-benar terima kasih."
Cinder menyematkan senyum kecil. Dunia mungkin memang mengkhianatinya, membencinya, dan mengusirnya. Namun, masih ada orang yang masih menghargainya. Cinder bertekad, ia tidak ingin mengulangi kesalahannya apapun itu saat setengah abad yang lalu. Tujuannya saat ini adalah Raito, ia ingin melindunginya dari tangan Levana atau pun Autumn.
"Maka dari itu, aku bersedia ikut denganmu. Namun, hanya satu permintaanku. Aku ingin kau membantuku mengembalikan masa kejayaan Bumi dan membuat Bumi serta Bulan menjadi damai. Aku tahu itu sama saja bunuh diri, tetapi aku akan merasa bersalah jika tidak melakukan apapun. Kumohon," pinta Raito.
Cucu dengan kakek tidak beda jauh. Raito mengingatkannya pada Kai. Watak mereka sama saja. Yang didahulukan pastinya kepentingan bersama ketimbang diri sendiri. Cinder tak habis pikir, bagaimana pikiran tersebut dapat mengalir sampai ke cucunya.
Tugas Cinder memang melindungi Raito. Namun, tidak ada salahnya bukan mencoba membuat damai Bulan dan Bumi kembali? Kembali menjalankan tujuannya setengah abad lalu yang mana belum tercapai.
Raito masih muda. Perjalanan anak itu masih panjang. Berbeda dengan Cinder. Cinder bahkan tak tahu berapa umurnya sekarang ini, apakah masih tetap delapan belas tahun atau bertambah lima puluh tahun.
Siklus Levana mungkin memang belum berakhir, tetapi Cinder akan mengakhirinya tanpa harus membiarkan siklus lain berjalan. Ia akan mengakhirinya dengan happy ending. Tidak salah lagi, Cinder, Raito, Wolf, Iko, dan juga yang lainnya mesti mendapatkan happy ending.
Kali ini Cinder akan menggapai kemenangan serta kemerdekaan bagi penduduk Bumi dan Bulan yang sengsara. Bersama Raito juga yang lainnya. Demi itu pula Cinder harus meyakini, jika hadirnya ia di dunia bukanlah hal buruk—yang mana sering dikatakan Adri dan Pearl dulu.
"Baiklah." Cinder berkata lantang. Serta-merta Raito tersenyum semringah. "Akan tetapi, kau mesti janji untuk mendapatkan kemenangan yang adil bagi setiap penduduk, baik itu penduduk Bumi atau pun Bulan."
Dengan demikian, perjalanan Linh Cinder tidak akan berhenti meski lima puluh tahun menghambatnya. Petualangan dan misinya tak bisa dihentikan, bahkan dengan setengah abad lamanya.
Ia akan tetap maju, meski tubuh cyborg-nya berkarat atau tidak mendapatkan perbaikan. Setengah abad berlalu, tidak membuat cyborg Bulan tersebut berhenti. Bahkan lima puluh tahun baginya hanya seperti tidur selama enam jam. Lima puluh tahun berlalu pun, pikiran irasionalnya masih dapat berguna untuk menghancurkan musuh-musuh mereka. Sungguh, Cinder sendiri bingung dari mana pikiran irasionalnya datang.
"Benar juga, aku ingin cepat-cepat hidup tenang tanpa perang berkepanjangan ini."[]
END
Total words 1-3: 6415
Dengan tdk elitnya pun berakhir. Kubener2 nganu sm ffnya. Tak pede saia.
Terima kasih buat Kak Natsu dan rekan2nya yg telah mengizinkan saya ikut challenge ini. Makasih banyak juga atas kelonggaran waktunya. Sungguh makasih banyak sekali lagi. Kutak dpt berkata2, kuharap ff ini tdk mengecewakan sama sekali.
Sekali lagi terima kasih. Sampai jumpa di ceritaku yg lainnya.
Salam,
Zena
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro