Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 8b

Nikolai membaca laporan, dengan layar LED besar terbentang di dinding. Ada enam orang sedang berdiskusi secara online dengannya. Mereka adalah para petinggi perusahaannya. Para CEO dan direktur yang memang membantunya mengurus perusahaan. Keluarga Danver mempunyai bisnis yang tidak sedikit, terutama group bisnis milik ayah Nikolai yang kini turun padanya. Sebenarnya, sang ayah sudah membagi dua, antara dirinya dan Norris. Sayangnya, sang kakak tidak terlalu andal dalam bekerja dan membuat perusahaann yang berada di bawah kendalinya, tidak berkembang. Berbeda dengan perusahaan yang ditangani, Nikolai. Semakin hari semakin banyak dan melebarkan jaring ke semua sektor, dari pertambangan, manufaktur, hingga retail.

Pram masuk tanpa suara, menuang teh panas ke dalam cangkir porselen. Rapat selesai setelah dua jam lamanya.

"Roti, Tuan?"

Pram bertanya dengan sepiring roti di atas piring. Nikolai mengambil satu dan memakannya.

"Ada jadwal keluar hari ini?"

Pram menggeleng. "Tidak, tapi seluruh keluarga sudah menunggu di ruang tengah termasuk Tuan Norris dan istri."

"Apa ada perayaan khusus hari ini?"

"Tidak ada, Tuan."

"Kenapa mereka berkumpul."

"Saya kurang tahu."

Pram mendorong Nikolai keluar dari ruang kerja menuju ke ruang keluarga. Semua anggota keluarga sudah menunggu, termasuk Norris dan istrinya. Mereka menatap lega saat melihanya keluar. Norris bangkit dengan cepat saat melihat Nikolai muncul.

"Syukurlah, akhirnya kamu datang. Kami pikir akan tertahan seharian di sini karena kamu sibuk."

"Ada apa?" tanya Nikolai. "Kalian menunggguku?"

"Memang, karena ini hal penting. Bacalah." Dickson mengulurkan. koran pada Nikolai. "Halaman pertama."

Nikolai membuka halaman dan membacanya lalu menghela napas panjang. "Ada masalah dengan ini?" tanyanya.

"Kamu masih bertanya?" teriak Norris. "Kita sedang dalam masalah genting Nikolai. Orang tua Maila tidak main-main dengan ancaman mereka."

"Kenapa kita harus peduli dengan mereka?" tanya Nikolai.

"Harus, kamu lupa kalau keputusan tentang pembukaan lahan perkebunan ada di tangan anggota dewan? Papa Maila siapa, kamu harusnya paham."

Penjelasan Norris membuat Nikolai terdiam. Ini adalah ganjalan terbesar. Ia sudah mendapatkan persetujuan kerja sama dengan menteri, dan juga walikota. Beberapa pengusaha setuju bergabung dengannya. Kalau orang tua Maila menghalangi, maka semua rencana bisa gagal.

"Mereka menginginkan apa?" tanya Nikolai.

Dickson dan Norris saling pandang. "Pernikahan."

"Apa?" Nikolai tidak mengerti.

"Mereka dengan terang-terangan menawarkan diri agar kamu menikah dengan Maila. Setelah pernikahan dipastikan kalau persetujuan akan turun."

"Tidak masuk akal!" Hardik Nikolai. "Mereka pikir hebat? Bisa memaksaku menikah? Mereka pikir, diri mereka siapa?!"

Tidak ada yang membantah perkataan Nikolai. Laki-laki yang biasanya terlihat pendiam, saat sedang marah memang membuat tercengang. Ayla dan Nayla yang sedari tadi terdiam, kini menunduk di atas lutut. Ikut merasa takut. Nikolai menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri.

"Ja-jadi bagaimana?" tanya Dickson. "Apa kita lepas proyek perkebunan?"

"Tidak akan!" sahut Nikolai. "Proyek itu akan tetap berjalan, tidak peduli apa pun rintangannya. Lagi pula, mereka mengajukan syarat yang tidak masuk akal. Aku akan menikah sebentar lagi dengan perempuan pilihanku."

Keheningan menyeruak di udara. Semua orang saling pandang tidak mengerti. Mereka terlalu shock untuk bicara.

"Tunggu, kamu ingin menikah? Dengan siapa?" tanya Norris.

Nikolai tersenyum tipis. "Sebaiknya kalian urus tentang perijinan usaha retail kita. Urusan orang tua Maila, serahkan padaku. Tidak akan aku biarkan orang lain menginjak-injak harga diri keluarga Danver."

Nikolai memberi tanda pada Pram untuk mendorongnya ke teras belakang. Sesampainya di sana, ia menghela napas panjang. Pram dengan cekatan memindahkan cangkir dan poci teh panas dan menghidangkannya ke hadapan Nikolai. Otak Nikolai terasa panas, bukan karena banyaknya pekerjaan tapi rasa marah. Belum pernah ada orang yang berani menatangnya sedemikian rupa.

Maila, ia mengenal perempuan itu. Berumur 30 tahun dengan kebiasaan bertukar pasangan. Maila dari dulu mengincarnya tapi ia tidak pernah menyukai perempuan itu. Beruntung saat pesta, perempuan itu sedang ke luar negeri. Nikolai yakin, pengajuan pernikahan ini terjadi karena dirinya datang ke pesta menggandengn Iris.

Mengingat Iris membuat Nikolai tanpa sadar tersenyum. Gadis sederhana dengan pikiran polos tapi menarik. Menyenangkan bisa dekat dengan gadis itu.

"Pram, aku membutuhkan bantuanmu."

Pram membungkuk. "Iya, Tuan?"

"Buat janji dengan Iris. Suruh dia datang menemuiku di ...." Nikolai menatap Pram. "Di mana yang menurutmu enak dan tersembunyi?"

Pram tersenyum. "Toko buku, Tuan. Ada kafe kecil di sampingnya. Kita bisa pesan tempat itu untuk satu hari."

"Baiklah, tolong kamu atur untuk nanti sore."

Nikolai tidak tahu bagaimana cara Pram mengatur pertemuan, selesai minum teh ia melanjutkan pekerjaan. Norris dan yang lain sudah pergi. Pukul tiga, Pram mengetuk pintu untuk memberitahu kalau ada janji dengan Iris. Nikolai berganti pakaian dengan sesuatu yang lebih santai berupa kaos polo dan celana hitam.

Toko buku kecil di ujung pasar memang tidak ramai pengunjung. Ada dua sepeda terparkir di depan. Pram mendorong masuk dan matanya menemukan sosok Iris yang sedang menunduk di atas buku yang terbuka.

"Iris."

Gadis itu mengangkat wajah dan tersenyum lebar. "Tuan Nikolai. Senang melihat, Anda."

Nikolai mengernyit saat melihat jenis buku di tangan Iris. "Kamu ingin punya peternakan?"

Iris menutup bukunya dan tergelak. "Saya membaca semua tentang cara beternak dan bertani, Tuan."

"Keren, kalau begitu kita bawa buku itu ke kasir."

"Eh, saya nggak mau beli buku, Tuan. Uang jajan saya sudah habis untuk membeli gaun bekas yang rusak itu."

Nikolai tersenyum. "Jangan kuatir, berikan bukunya pada Pram."

Iris tidak sempat menolak karean Eric muncul dengan menbawa tumpukan buku di lengan. "Tuan, ini semua buku-buku yang diingina Iris."

Pram membayar buku-buku ditemani Eric. Nikolai mengajak Iris masuk ke kafe yang gordennya ditutup karena tidak ingin diganggu dari luar. Nikolai memesan kopi sementara Iris meminum es teh leci. Mengaduk teh dalam gelas tinggi, Iris menatap Nikolai lekat-lekat.

"Tuan, kita seperti sedang kencan," ucapnya menggoda.

Di luar dugaan, Nikolai mengangguk. "Memang aku mengajakmu berkencan, Iris."

"Wow, aku berbunga-bunga." Iris tertawa lirih dengan wajah semringah.

"Kita bisa terus berkencan, kalau perlu tiap Minggu. Dengan satu syarat."

Perkataan Nikolai membuat Iris yang sedang minum, mendongak. "Syaratnya apa, Tuan?"

"Menikah denganku. Iris, apa kamu mau menikah denganku? Laki-laki tua dan cacat ini?"
.
.
.Di Karyakarsa sudah bab 34 dab rahasia besar terungkap.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro