Bab 7a
Rose dan Camelia dibuat kaget bukan kepalang, saat tiba di rumah dan mendapati si bungsu tidak ada. Gaun robek milik sang adik teronggok di teras dalam keadaan basah. Kalau begitu, kemana perginya Iris? Mereka bertanya pada sang papa yang juga tidak tahu tentang Iris. Kamar Iris dalam keadaan sedikit berantakan dengan bulu ayam tersebar di berbagai tempat. Hanya itu, dan tidak ada tanda0tanda kehadiran si penghuni kamar. Mereka mencari ke kebun, rumah tetangga, dan juga ke tempat Eric tapi sama sekali tidak ada yang melihat di mana Iris.
"Dia masih ada di rumah saat papa mau pergi tadi." Albert menjawab pertanyaan dua anaknya.
"Dia nggak pamitan, Pa?" cecar Rose.
"Nggak, ada di kamar dan sepertinya sedang menangis. Saat papa tanya ada apa? Iris bilang sedang nonton drama , makanya menangis."
Rose dan Camelia bertukar pandang, terduduk bingung di pinggir ranjang. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, seolah berharap kalau Iris tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
"Menurutmu kemana dia?" tanya Rose.
Camelia menggeleng. "Kamu nggak dengar Papa bilang kalau dia nangis? Mungkin sedang bersembunyi di suatu tempat dan meratapi nasib."
Rose menghela napas panjang, menunduk menatap lutut. Perasaannya tidak nyaman, terlebih saat tahu kalau Iris menangis.
"Aku merasa sudah sangat jahat. Padahal, dia adik kita."
Wajah Camelia muram seketika. "Sama, aku juga merasa bersalah. Seharusnya, kita biarkan dia ke pesta. Masalahnya, dengan gaun jelek dan norak itu, Iris akan seperti badut. Sama saja mempermalukan diri sendiri. Terlebih di pesta itu ada banyak orang yang penting yang datang. Tuan Nikolai bukan orang sembarangan, bayangkan kalau teman pestanya seperti Iris dengan gaun bekas."
Rose mengusap wajah. Menghela napas panjang. Menyesali diri sudah berbuat jahat pada adik mereka. Meskipun alasan tindakan mereka untuk kebaikan Iris, tetap saja tidak bisa diterima akal. Orang-orang pasti berpikiran kalau mereka jahat. Ia hanya ingin adiknya tetap di rumah agar tidak mempermalukan keluarga. Ingin Iris tidak terbenani kehidupan di luar yang jahat. Memang, ada rasa iri saat tahu Iris akan pergi bersama Nikolai. Siapa yang tidak? Semua perempuan pasti menginginkan bersama Nikolai, terlepas dari kondisi laki-laki itu yang cacat. Pengaruh, ketenaran, dan harta Nikolai yang luar biasa banyak adalah magnet bagi banyak perempuan.
"Semoga Iris baik-baik saja."
Camelia mengangguk. "Semoga saja."
Mereka bertukar pandang muram dan turun ke ruang tamu untuk menunggu Iris. Hujan sudah reda, banyak ngengat beterbangan. Suara serangga dan katak bersahutan dari kebun. Sebenarnya, rumah mereka terhitung sangat tenang dan nyaman tapi bagi Camelia sangat membosankan. Ia menginginkan rumah modern di tengah keramaian, dan kemanapun pergi akan banyak kemudahan.
Berbeda dengan Iris yang nyaman tinggal di tempat terpencil seperti ini, Rose dan Camelia justru menginginkan perkotaan yang dekat dengan mall, kafe, dan juga bar. Sayangnya, finansial mereka belum memungkinkan untuk pindah dari rumah ini.
Camelia sedang menyesap teh hangat saat ponselnya berdering. Panggilan dari kekasihnya, Arlo. Ia sengaja mengabaikan, karena perbuatan laki-laki itu menyakitinya. Rose bertanya dalam diam dengan mengangkat sebelah alis tapi Camelia hanya mengangkat pundak. Panggilan pertama berakhir, tak lama ada pesan masuk.
"Sayang, angkat sebentar. Ada kabar penting, ini soal adikmu."
Camelia yang penasaran akhirnya mengangkat panggilan dari Arlo dan tidak sempat bicara karena Arlo menyerocos tiada henti.
"Sayang, kenapa kamu nggak bilang kalau adikmu kenala sama keluarga Danver? Kenapa kamu nggak ngomong kalau adikmu akan ke pesta. Tahu begitu, aku akan membujuk boss biar membawamu. Jadinya, agak kikuk saat menyapa Iris dan dia tidak mengenaliku. Padahal, kamu adalah kekasihku berarti aku calon kakak iparnya. Seharusnya adikmu memperkenalkanku pada Tuan Nikolai. Sayang, gimana menurutmu? Kenapa diam saja?"
Camelia memutuskan hubungan, menekuk kepala di antara lutut. Menahan geram yang menggelegak dalam dada.
"Ada apa?" Rose mendekat. "Apa yang dikatakan Arlo?"
"Iris ke pesta."
"Apa?"
"Iris ada di pesta bersama Tuan Nikolai. Arlo baru saja mengabariku kalau melihat adik tercinta kita di tempat pesta."
Rose terbelalak. "Tapi, ba-bagaimana mungkin? Gaunnya rusak?"
Camelia menggeleng. "Aku juga tidak paham. Sepertinya kita melupakan satu hal, Rose. Kalau Tuan Nikolai bukan orang sembarangan. Tidak mungkin membiarkan Iris berpakaian compang-camping."
Keduanya menghela napas bersamaan dan terdiam, tidak mengerti dengan perasaan yang mereka rasakan. Iris ke pesta yang megah, dan usaha mereka gagal. Tidak ada yang lebih menyedihkan dari pada itu.
**
Iris mulai bosan, saat orang-orang di sekitarnya terlibat obrolan yang tidak dimengertinya. Para perempuan bicara soal fashion, para laki-laki tentang saham. Tidak satu pun yang dimengertinya, mengutuk dalam hati tentang kebodohannya karena kurang dalam pengetahuan umum. Meski begitu tetap duduk di samping Nikolai sambil menyesap minumannya. Ia berusaha menghargai laki-laki yang sudah baik hati padanya.
Iris lebih tertarik pada tanaman yang ada di sekitar tempat duduk mereka dari pada mendengarkan obrolan yang tidak dimengertinya. Ia mengagumi kanopi tempat pesta yang kokoh dan elegan, ada sedikit ruang antara teras dan dinding, di mana hujan turun perlahan membasahi tanah. Ada banyak tanaman berjejer di pot. Di tengah hujan, orang-orang ramai berpesta dan sepertinya akan berlangsung sampai pagi. Di dalam aula, musik terdengar hingar bingar dengan para tamu berdansa dan bercengkrama.
Iris bangkit dari kursi, mendekati deretan pot dan mengamati bunga-bunga yang tertanam dengan kagum. Anggrek berbagai warna, begitu pula bunga mawarnya. Semua terlihat indah. Ia menunduk untuk menghirup aroma pada kelopak bunga saat terdengar deheman.
"Iris, kami mau bicara!"
Iris menegakkan tubuh, menatap dua gadis di depannya. Ia mengenali mereka sebagai sepupu Nikolai. Salah seorang gadis yang berambut pirang adalah kakak kelasnya saat sekolah, Anya. Mereka memakai gaun yang nyaris sama persis modelnya, hanya berbeda warna. Anya dengan warna ungu terang, sedangkan Nayla warna biru laut. Sikap mereka yang menyiratkan permusuhan membuat Iris was-was.
"Ada apa?" tanya Iris pelan.
"Bagaimana bisa kamu mengenal sepupu kami?" Nayla bertanya tanpa basa-basi. "Semua orang tahu kalau kamu tidak berada di lingkungan yang sama dengan kami
.
.
.Bab 23-26 Sudah upadate di Karyakarsa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro