Bab 1a
Rumah besar berlantai dua itu berdiri di antara padatnya perkampungan. Dikelilingi oleh kebun dengan segala macam tanaman tumbuh di dalamnya. Ada kendang binatang peliharaan di bagian belakang, berisi kambing, ayam, dan juga kelinci. Meskipun sekilas terlihat megah, tapi saat diamati dari dekat, rumah itu sudah tua dan lapuk. Cat di dinding banyak yang mengelupas, dengan pintu kayu yang sudah mulai using dimakan rayap. Kusen jendela pun sama, keropos di setiap sudut. Perabot di dalamnya juga sudah berumur, dan bentuknya tidak lagi indah. Menandakan betapa panjang waktu penggunaan.
Dulu, keluarga Rosenwood terkenal sebagai salah satu keluarga kaya. Mereka punya banyak perkebunan, bisnis percetakan kertas, dan juga restoran pizza. Semenjak sang mama meninggal, keadaan berubah. Albert tidak mampu mengurus semuanya sendiri. Dengan terpaksa, restoran dialihkan pada orang lain dan ternyata berubah menjadi bencana. Restoran bangkrut, manajer korupsi dan meninggalkan utang tidak sedikit. Tidak hanya itu, percetakan makin sepi peminat, dan pada akhirya tutup dua tahun lalu. Tersisa hanya perkebunan yang dikelola oleh Albert. Itu pun hasilnya tidak seberapa, hanya cukup untuk biaya makan. Biaya perawatan rumah, biaya pendidikan anak pertama dan kedua, serta sisa utang restoran, membuat Albert meminjam banyak uang dan akhirnya, keluarga mereka terjerat rentenir.
Tidak seperti dua kakaknya yang mendapat pendidikan hingga perguruan tinggi, si bungsu Iris bersekolah hanya sampai SMU. Setelah itu lebih banyak di rumah untuk mengurus binatang peliharaan, dan juga merawat rumah karena dua kakaknya bekerja.
Di ruang tengah, tiga gadis sedang mengobrol dengan irisan buah di atas meja. Pendingin udara dinyalakan, meski begitu tidak cukup kuat untuk menahan hawa panas.
"Aku benci rumah ini," ucap si sulung Camelia. Perempuan berambut hitam sebahu dengan wajah panjang dan dagu lancip. "Tidak sabar ingin menikah dengan Arlo. Tinggal di apartemen yang besar dan mewah. Jauh dari kelapukan ini. Apa kalian tahu? Pintu belakang kembali copot dan tidak ada yang bisa memasangnya kembali."
Rose memutar bola mata sambil mengunyah potongan apel. "Kamu bicara begitu dari tahun lalu. Tapi, mana buktinya? Arlo nggak lamar-lamar kamu."
Camelia menghela napas panjang. "Arlo menghadapi banyak kasus besar. Waktu dan perhatiannya banyak tersita untuk itu. Tidak dapat menyalahkannya jadi laki-laki pekerja keras."
"Bagaimana kalau kamu cari laki-laki lain? Banyak yang lebih kaya dari Arlo."
Camelia menolak saran Rose. "Tidak, aku akan menunggu Arlo. Selama dia tidak berpaling pada perempuan lain, aku ingin menikah dengannya. Kamu tahu kenapa? Arlo seorang pengacara andal dan terkenal. Aku yakin, saat menikah dengannya kelak, akan kubuat orang-orang yang meremehkan dan mengjekku menjadi diam!"
"Wow, tujuan yang mulia." Iri yang sedari tadi terdiam, ikut menyela.
"Diam kamu!" bentak Camelia. "Kamu masih kecil, paham apa kamu soal sakit hati dan cinta?"
Iris mengangkat bahu, sibuk makan apel yang manis. Apel yang masih segar, Iris tidak sengaja menemukannya di pedagang eceran, membelinya dengan harga yang cukup murah.
"Aku sendiri, ingin menikah dengan Carel. Kalian tahu bukan siapa dia? Seorang produser, dan juga pemilik agency artis. Aku yakin, kalau menikah dengannya maka karirku akan semakin cemerlang. Karena ada suami yang mendukung." Mata Rose berbinar dengan pandangan yang tidak focus. Seolah-olah semua gambaran yang ada dalam niatnya, tertuang jelas di hadapannya.
"Memangnya kamu dari Carel menjalin hubungan?" tanya Camelia.
Rose mengangguk malu-malu. "Iya, belum lama ini. Kami masih merahasiakannya demi banyak hal. Aku berharap ada dalam project baru Carel nantinya."
"Produser, manajer, pemilik agency, jangan sampai Carelmu ini mata keranjang." Iri menyela pelan, masih dengan mulut mengunyah apel.
Rose melotot. "Tahu apa kamu soal hubungan laki-laki dan perempuan, hah? Kamu kuper, nggak pernah bergaul, dan bau kotoran binatang. Mana ada laki-laki yang naksir kamu?"
Perkataan Rose membuat Iris terdiam, meski begitu tidak ada kemarahan dalam dirinya. Sebagai anak bungsu, ia sudah terbiasa mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari kedua kakaknya dan itu sama sekali tidak menganggunya.
Camelia mengibaskan tangan. "Jangan pedulikan dia, Rose. Iris itu selain kuper juga kurang pendidikan. Maklum aja kalau rasa-rasa bodoh."
"Aku nggak bodoh!" sahut Iris cepat. "Aku realistis, terutama soal cinta."
Rose bersedekap, matanya menyipit. "Oh, ya? Coba katakan, laki-laki mana yang menarik hatimu? Laki-laki mana yang ingin kamu nikahi? Jangan bilang si Eric pengantar susu!"
"Hanya Eric, laki-laki yang dikenalnya. Mana mungkin dia punya kekasih?" Camelia menimpali.
Iris bangkit dari sofa dengan tergesa. "Aku punya kekasih, maksudku aku punya laki-laki yang aku cintai tentu saja. Bukan Eric, dia masih terlalu bocah. Aku suka yang lebih tua, berwibawa, baik hati, dan tampan tentu saja."
Rose dan Camelia bertukar pandang. Baru kali ini mereka mendengar Iris membicarakan seorang laki-laki rasa penasaran muncul dalam benak mereka. Tentang sosok yang dikagumi sang adik.
"Coba katakan, siapa laki-laki yang menarik hatimu?" tanya Camelia.
"Hah, aku yakin, ketampanan dan kekayaan laki-laki itu, tidak sebanding dengar Carel."
"Tidak pula sepintar dan sehebat Arlo."
"Di kota ini, sangat sedikit laki-laki muda yang punya pekerjaan menjanjikan. Kalau pun ada, mereka rata-rata beristri, atau pun punya kekasih yang sederajat. Iris, siapa laki-laki idamanmu?"
Iris tersenyum, bola matanya menerawang. Dalam benaknya sosok laki-laki tampan, dengan mata abu-abu muncul. Laki-laki yang mampu membuat jantungnya berdetak lebih kencang dan juga lutut lemas karena terlalu emosional. Bertahun-tahun berlalu, dan perasaan Iris pada laki-laki itu tidak pernah padam.
"Tuan Nikolai," jawab Iris tenang.
Rose dan Camelia saling pandang.
"Siapa?" Rose menegaskan sekali lagi.
"Tuan. Nikolai. Anak bungsu dari keluarga terpandang. Kalian harusnya kenal."
Rose dan Camelia kembali saling pandang dan tawa keduanya meledak bersamaan. Mereka terbahak-bahak sambil membungkuk. Menganggap apa yang dikatakan Iris sangat lucu. Tidak pernah terpikir sebelumnya, kalau laki-laki idaman Iris ternyata Nikolai. Tentu saja mereka mengenalnya. Tidak ada yang tidak tahu tentang keluarga Danver yang terkenal kaya raya. Keluarga old money yang misterius.
.
.
.
.
Di Karyakarsa update sampai bab 2
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro