Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 15a

Iris mengamati layar ponsel yang mati. Ia mengusapnya perlahan, memastikan kalau mendapatkan sinyal. Ia sudah mengirim pesan pada Nikolai, tapi sudah satu jam berlalu belum ada balasan. Ia membolak-balik ponsel, memastikan tidak ada yang rusak. Ia ingin menelepon tapi rasa takut menguasainya. Bagaimana kalau Nikolai sedang sibuk? Tentu saja laki-laki itu tidak mau diganggu. Iris menghela napas, memilih untuk menyimpan keinginannya.

Iris menatap jendela yang terbuka dari ranjangnya. Pemandangan sore hari berupa awan yang berarak di antara embusan angin dan hijaunya pepohonan, adalah hal paling indah yang dilihatnya. Seharian bekerja di kebun untuk menanam sayur dan menyiangi rumput, Iris pulang lebih cepat. Tidak sabar ingin menggunakan ponselnya. Ternyata, tidak seperti dugaannya. Sebuah pesan yang dikirim untuk Nikolai ternyata tidak berbalas. Ia tidak mengirim pesan panjang, hanya pertanyaan sederhana tentang makan. Itu karena Iris tidak tahu harus bertanya soal apa, tapi ingin berkirim pesan.

"Ehm, jangan-jangan aku nggak punya pulsa?" gumam Iris. Mengangkat ponselnya ke udara dan mengguncangnya. "Tapi, Tuan Nikolai bilang kalau tagihan masuk ke rekeningnya. Jadi, apa maksudnya? Aku harusnya punya banyak pulsa. Tapi, masa nggak bisa kirim pesan?"

"Iris! Iris!"

Suara pintu menjeplak terbuka, ponsel jatuh dari tangan Iris dan mengenai dahinya. Membuat Iris meringis.

"Apaan, sih, Kak Rose. Bikin kaget aja!"

Rose menatap Iris yang berbaring santai sambil berkacak pinggang. Napasnya tersengal karena harus berlari dari halaman dan menaiki tangga.

"Ke-kenapa kamu nggak ngomong sama kami?" katanya.

Iris mengusap dahinya. "Bilang apaan?"

"Kalau Tuan Nikolai mengajakmu menikah!"

"Bukannya kalian sudah tahu?"

"Memang, tapi pengumuman resmi aku baru tahu waktu di kantor. Harusnya kamu memberitahuku dulu!"

Iris membalikkan tubuh, menelungkup di atas kasur dan kembali mengusap ponsel. Menjawab acuh tak cauh pertanyaan Rose.

"Apa yang mau dikasih tahu. Toh, kalian sudah tahu semua soal pernikahan kami."

"Tapi, aku baru tahu kalau gaunmu dibuat oleh Madam Inggrid. Dia designer international."

"Waktu ke pesta, gaun merahku juga dari Madam Inggrid," jawab Iris sambil lalu.

"Iriiis! Bisa-bisanya kamu menyimpan informasi penting. Sekarang, mana?" Rose mengulurkan tangan.

"Apa?"

"Gaun merah itu, yang kamu pakai ke pesta."

"Oh, aku simpan."

"Berikan padaku. Kamu, toh, sudah nggak pakai lagi."

Iris menggeleng tegas. "Sorry, Kak. Nggak bisa. Gaun itu milik Tuan Nikolai, dan suatu saat harus aku kembalikan."

"Dia memberikan gaun itu padamu Anak Bodoh!"

"Tetap saja, bukan barangku yang bisa aku berikan pada orang lain dengan mudah."

Rose menghela napas panjang, merasa kesal dengan sikap adiknya yang keras kepala. Selain itu, Iris juga termasuk orang yang tidak terlalu peduli dengan sekitar. Saat ini di seluruh kota membicarakan tentang pernikahan Iris dan Nikolai, tapi adiknya justru berbaring tenang di ranjang. Bersikap bukan seperti gadis yang ingin menikah. Derap langkah menaiki tangga, bahkan sebelum orangnya muncul, Rose sudah menduga itu Camelia dan ternyata benar.

"Iriis, bisa-bisanya kamu diam untuk hal penting, hah!"

Iris berdecak, mengacungkan ponsel di tangan. "Kenapa kalian berisik sekali, sih. Aku sedang menunggu balasan pesan dari Tuan Nikolai."

Rose menyipit, menatap ponsel di tangan adiknya. "Dari mana kamu dapat benda itu?"

"Apa? Ponsel ini? Dari Tuan Nikolai."

Camelia merebut ponsel dari tangan Iris dan memeriksanya. "Hei, ambil ambil aja tanpa permisi. Nggak sopan tahu!"

"Diam! Ponsel ini yang paling baru dan canggih saat ini," gumam Camelia. "Apalagi custom dengan bunga iris di bagian belakang, pasti lebih mahal lagi."

Iris merampas kembali ponselnya. "Iya, dong. Tuan Nikolai tahu aku suka bunga iris." Ia terdiam saat ponselnya bergetar, nyaris menjatuhnya sebelum akhirnya melihat tanda surat di layar. Iris membuka perlahan dan mendapat balasan dari Nikolai.

"Iya, Iris. Aku baik-baik saja dan sudah makan siang."

Iris terlonjak, berdiri di atas tempat tidurnya dan menari di atas tempat tidur. "Asyik, pesanku dibalas Tuan Nikolai."

Camelia berdecak heran, menuding pada adik bungsungnya. "Di seluruh kota sedang heboh dengan kabar pernikahanmu dan yang kamu pentingkan hanya pesan?"

"Tentu saja, pesan dari Tuan Nikolai itu penting."

Iris memang gadis yang berpikiran sederhana. Yang dipikirkannya hanya soal Nikolai. Kabar pernikahanya memang sudah menyebar ke seluruh kota, tapi Iris tidak peduli. Ia sudah memberitahu sang papa untuk tidak sembarangan menerima tamu. Karena dari tadi pagi, orang-orang berduyun-duyun datang ke rumah. Mereka ingin berkenalan dan bicara dengan Iris, yang akhirnya justru membuat jengkel. Mereka membawa buah tangan dari mulai snack, kue, sampai perhiasan. Ia akhirnya meminta sang papa untuk mengunci pintu pagar agar tidak sembarang orang bisa masuk.

"Pantas saja, di depan rumah kita banyak orang. Rupanya, karena kabar pernikahanmu," gumam Camelia.

Iris belum sempat membalas pesan Nikolai saat satu pesan susulan datang. "Iris, tanya kedua kakakmu. Kapan ada waktu untuk fitting gaun pengiring di Madam Inggrid."

Iris membaca keras-keras pesan dari Nikolai dan membuat kedua kakaknya berteriak bersamaan. "Oh my god. Kita dapat gaun dari Madam Inggrid!"

"Akhirnya, aku punya gaun karya Madam Inggrid."

Iris meninggalkan kedua kakaknya di kamar, menuruni tangga untuk dan duduk di teras belakang. Ia memerlukan tempat sunyi agar konsetrasi membalas pesan. Mereka terus berbalas pesan selama satu sore penuh dan membuat Iris tidak bisa berhenti tersenyum.

**

Di Karykarsa sudah bab 62 dan akan ending Minggu ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro