Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

INVISIBLY - 1

Kakakku menyebalkan! Baru saja aku temu kangen dengan Rangga di alam mimpi, Ia malah membangunkanku.

Namanya Rangga Mahesa. Bisa dibilang, dia itu cinta monyetku. Bukan, Rangga bukan monyet. Cinta monyet itu hanya istilah untuk cinta-cintaan ketika aku masih kecil. Aku nggak tahu apakah istilah itu masih berlaku untuk anak kecil zaman sekarang atau tidak. Aku rasa tidak karena gaya cinta-cintaan anak kecil zaman sekarang sudah setara dengan anak dewasa, atau ini hanya pikiranku saja ya?

Pertama kali aku bertemu Rangga ketika umurku 7 tahun, tepatnya ketika aku menginjak bangku SD. Dulu aku diantarjemput ibu. Berangkat naik motor, kami bonceng tiga, dan pulang naik angkot. Iya, aku tahu itu sudah melanggar aturan lalu lintas. Tapi dulu aku masih kecil, belum paham benar tentang kehidupan. Aku hanya bisa ikut apa yang diperintahkan ibu.

Di minggu pertama sekolah, ibu sudah menungguku di depan kelas bersama ibu lainnya. Kami pulang menggunakan angkot putih 01. Kami tidak berdua, ada ibu dan anak laki-laki yang sepertinya seumuran denganku.

Ibu itu mulai membuka obrolan dengan menanyakan aku kelas berapa kepada ibuku.

Dari situ, aku tahu anak laki-laki itu bernama Rangga Mahesa. Rumahnya satu komplek denganku, hanya beda satu blok saja. Dan tebakanku mengenai umurnya, salah. Dia satu tahun lebih tua dari aku.

Ibuku bilang kepada tante Rani –ibu Rangga– kalau Ia hanya menjemputku di minggu pertama. Selanjutnya, aku akan diantar-jemput tetanggaku yang membuka jasa antar-jemput menggunakan mobil. Tante Rani tertarik dengan hal tersebut. Ia segera mengeluarkan selembar kertas dan pulpen untuk mencatat nomor ibuku. Untuk menanyakan tentang jasa antarjemput, katanya.

Mulai minggu kedua sekolah, benar saja, bukan ibu lagi yang menunggu aku di depan kelas, melainkan mas Aris, sopir antar-jemputku.

Aku yang paling kecil di mobil jemputan saat itu. Rata-rata yang ikut mobil jemputan mas Aris itu anak kelas 4 sampai 6 SD. Jadi, aku yang paling mendapat perhatian mas Aris. Buktinya, aku selalu duduk di depan. Bareng Rangga, hehe.

Tapi hal itu tidak berlangsung lama, karena Rangga sering sekali diajak main sama Kak Kanka dan Kak Vandi kelas 4. Rangga aja yang diajak main, aku sih nggak. Aku tetap penumpang sejati yang duduk di depan.

Aku pikir, aku akan selamanya menjadi penyendiri karena perbedaan umur dan kelamin, tapi ternyata tidak! Keesokannya ketika Rangga diajak main oleh kakak kelas, aku pun ikut diajak walaupun kakak kelas itu tidak begitu welcome.

Terhitung sejak aku dan Rangga main bareng, Rangga selalu menunggu aku ketika bel pulang bunyi. Aku tahu itu bukan sepenuhnya kemauan Rangga karena mas Aris selalu bilang,

"Rangga, kalau sudah bel pulang, langsung ke mobil ya. Ke mobilnya ajak Rara, biar dia nggak nyasar."

Bingungnya, Rangga mau aja gitu menurut apa kata mas Aris.

Setiap tahun ajaran baru, pasti ada perubahan anak-anak mobil jemputan.

Ketika aku kelas 3, kak Kanka dan kak Vandi kelas 6. Mereka sudah tidak ikut jemputan lagi karena mereka ada Pendalaman Materi yang pulangnya lebih sore, kecuali pas pagi-pagi. Jadi aku dan Rangga sudah jarang main bareng mereka.

Kalau kalian bertanya apakah aku sedih atau tidak karena tidak bisa bermain bersama kak Vandi dan kak Kanka, jawabannya sih tidak. Tapi aku akan sedih banget kalau tidak bisa bermain bersama Rangga lagi.

Rangga itu sudah aku anggap seperti kakak keduaku. Bahkan mungkin aku lebih dekat dengan Rangga dibanding dengan mas Bayu, kakakku.

Rangga pernah loh membela aku ketika aku dibuli teman sekelas!

Aku ingat, saat itu aku kelas 3 SD. Sekolah kami sedang senam bersama. Karena kelas 3 dan 4 barisnya sebelahan, jadi aku baris sebelah Rangga. Salah satu temanku bernama Salma ingin berdiri di tempatku, tapi aku tidak mau. Entah dia kesal atau bagaimana, dia mencubit lengan kananku hingga merah! Tentu sakit dan aku menangis sambil memegang lengan bekas cubitan Salma. Dan kamu tahu apa? Rangga langsung menghampiriku dan bertanya kenapa aku menangis. Aku merasa tidak sanggup menjawab waktu itu, jadinya Rangga langsung menuduh Salma yang di belakangku.

"Kamu ya yang bikin Rara nangis? Kamu nggak boleh gitu! Itukan temanmu sendiri." Begitu kata Rangga.

Nggak lama ada guru yang melihat aku menangis kemudian Rangga mengadu kalau Salma mencubit aku. Salma langsung meminta maaf loh!

Selain itu, Rangga pernah menyalamatkan tali karetku!

Ini terjadi saat aku kelas 4. Ceritanya, waktu itu aku sedang bermain lompat karet bersama 5 orang temanku. Lalu tiba-tiba ada kakak kelas yang pinjam. Tentu aku pinjami. Tapi yang bikin kesal, dia tidak mengembalikan tali karetku. Aku mencoba rebut ketika dia selesai main, tapi dia malah mendorongku lalu kabur. Aku kesal. Aku tidak berani melawan karena dia lebih tua dari aku.

Rangga melihatku menangis, lalu aku ceritakan kenapa aku menangis. Dia bilang, dia tidak bisa membantu karena tidak tahu siapa yang mengambil. Ya sudah, aku hanya bisa pasrah.

Ketika bel pulang, aku langsung pergi ke mobil jemputan. Padahal biasanya ada yang mengajakku beli jajan dulu, tapi aku sedang sedih dan nggak pengin jajan. Bukan Rangga yang ngajak jajan, tapi teman sekelasku yang ikut mobil jemputan yang berbeda denganku. Rangga juga sudah tidak pernah menunggu aku di depan kelas untuk ke mobil bareng. Aku mulai terbiasa dan mandiri sejak kelas 3. Mungkin Rangga juga bosan menunggu aku terus.

Aku mengambil tempat duduk di belakang bagian tengah dekat jendela. Sejak kelas tiga, aku juga jarang duduk di depan.

Aku membuka kaca lebar-lebar agar tidak pengap. Pikiranku masih tertuju pada tali karetku yang diambil kakak kelas. Tiba-tiba aja muncul rambut-rambut dari luar jendela. Aku intip, ternyata Rangga.

"Kamu ngapain? Masuk aja." Tanya aku saat itu.

Aku bingung, padahal ini benar mobil jemputan mas Aris, kenapa dia nggak langsung masuk dan menaruh tasnya ya? Dia malah membuka tas ranselnya. Ia menunjukkan satu benda yang sangat aku kenal. Ya, itu tali karetku! Warnanya hijau dan di ujungnya berwarna merah.

"Ini punyamu, kan?" Tanya Rangga.

Aku langsung mengambil karet itu. "Iya, ini karetku. Kamu dapat dari mana?"

"Yang mengambil karetmu itu teman sekelasku. Aku bertanya kepada dia karet itu milik siapa. Katanya, Ia dapat dari anak kelas 3. Karena aku yakin itu milikmu, aku langsung pinjam saja. Dia tidak tahu sebenarnya aku pinjam untuk membalikan barang ini ke pemilik aslinya."

Sungguh, aku sangat senang!

"Terima kasih, Kak Rangga." Ucapku. Aku memang memanggil dia dengan embel-embel kak kalau langsung berhadapan.

"Aku titip tas, ya. Aku mau beli jajan, tapi malas kalau harus masuk dulu."

Rangga mengangkat tasnya hingga ke jendela mobil. Aku mengambil tas itu, kemudian dia pergi begitu saja.

Sebenarnya, cerita yang baru saja aku ceritakan hanya beberapa dari sekian banyak kenangan aku dan Rangga. Sekarang aku lapar, ingin makan. Sampai bertemu nanti, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro