Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

akhir


Beberapa tahun kemudian.

"Buset―itu Bapak lo, kan?"

Arva sedikit menyiku sepupu perempuannya ketika ia melihat salah satu pamannya datang dengan motor miliknya. Tampilannya juga cukup sederhana, hanya kaos oblong warna putih dan sarung coklat kotak-kotak.

"Lah, iya ... aduh, gue males banget."

"Kenapa? Om Blaze kan asik orangnya."

"Tapi banyak tingkah. Gatau, heran gue. Kok Nyokap gue mau nikah sama cowok kayak begini."

Arva hanya menggelengkan kepalanya, padahal, diam-diam ia iri dengan Faya yang memiliki ayah seperti Blaze.

Tak seperti dirinya yang selalu canggung dengan sang ayah, ia sudah melakukan berbagai cara agar bisa dinotis oleh ayahnya, namun pada akhirnya, ayahnya itu hanya melirik pekerjaannya.

Ibunya pun tak beda jauh, selalu sibuk. Hingga kadang pulang terlambat bersama sang ayah pada jam dua belas atau jam satu malam.

"Om Blaze!" dengan sengaja, Arva panggil saja ayah dari sepupunya itu.

"Anjing, malah dipanggil." Umpat Faya. Kalau ayahnya tau atau ibunya tau, bisa-bisa ia dimarahi, sih. Tapi tak apa, tinggal jawab saja ini ajaran salah satu pamannya.

"Walah, disitu toh kalian. Makasih ya, Va, udah teriak. Kalo Faya sendiri paling Faya bakal ngehindarin Om. Untung ada kamu, Va."

Blaze sedikit menepuk-nepuk rambut halus Arva, ia sangat kenal dengan ponakannya yang satu ini.

Anak sulungnya Halilintar, yang selalu haus perhatian dari Halilintar tapi tak pernah dapat hingga ia memilih menyerah. Terakhir kali yang membuatnya menyerah itu saat berumur sembilan tahun.

Bocah laki-laki ini nekat menjatuhkan diri dari tangga, ia pikir dengan begitu Halilintar akan menjenguknya dan menemaninya. Tapi saat ia tiba di rumah sakit, yang selalu bersamanya malah ibunya dan pamannya; Taufan, dengan alasan jika Halilintar sedang sibuk dan berada di luar kota.

Itu pertama kalinya ia kecewa berat pada Halilintar. Ia pikir, Halilintar itu sosok yang bisa ia idolakan.

"Hehe sama-sama, Om." Ujarnya setelah salim pada Blaze.

"Apa kabar Ayahmu? Masih sibuk banget?"

"Ya gitu. Alhamdulillah belum koid aja, sih."

Blaze tertawa, terkadang mulutnya Arva ini mengingatkan ia pada Halilintar saat zaman SMA, walau sifat mereka sedikit berbeda.

"Tapi Om kenapa ga bilang kalo mau jemput Faya? Padahal Arva mau anter Faya pulang."

"Ets-ets! Enak aja kamu asal bonceng anak perempuan Om! Naksir, ya? Naksir kok sama sepupu, cuih. Sana cari cewek lain."

Haduh, padahal Arva ogah temenan sama Faya dari awal. Cuma karena kasian ga ada teman, terpaksa Arva temenin. 🙏

"Enggak, Om. Gak minat."

"Loh kok gak minat sama Faya, sih!? Dia cantik kayak Mama-nya loh. Boong kalo kamu gak minat."

"Mau Om itu apasih...."

Gedeg juga lama-lama.

Karena tak ingin ini menjadi sebuah perdebatan, Faya langsung mengambil helm yang ayahnya bawakan untuknya lalu naik ke atas motor sang ayah.

"Dah, daaah. Ayo pulang, Yah."

"Sip, yaudah, Va. Om titip salam buat Ayah, ya. Bilang, ini dari adek nya yang dulu selalu ada di samping dia."

"Iya, Om. Arva sampein kalo memang Ayah pulang malem ini hahahaha... katanya sih gamau jadi kayak Kakek, hahaha, bullshit."

"Heh! Inget, Abangnya Om tuh masih Ayahnya Arva. Gak boleh gitu. Kalo Arva emang kesepian, sok aja atuh. Bilang ke Ayah."

"Maaf, Om. Arva kelepasan."

Blaze menghela napas panjang, sebelum menyalakan motornya, ia mengelus surai lembut ponakannya sekali lagi.

"Inget, kecewa boleh, tapi benci jangan."

"... Iya, Om. Ngomong-ngomong, Sabtu ini Arva pinjem anak Om, ya? Mau Arva ajak jalan buat nyari kado."

"NAH KAN, KAN! LO NAKSIR ANAK GUE! NAKSIR KOK SAMA SEPUPU, GAK GUE RESTUIN!"

"Faya, kata gue kita tukeran Bapak aja, sih. Lo mau Bapak kalem, kan?"

Faya sedikit berpikir, hingga ia mengangguk menandakan jika ia setuju.

"Om Hali boleh juga, kuy lah."

"... HEH, KALIAN BERDUA MAU JADI ANAK DURHAKA?"

――――☆。

"Mamaaaa, Faya pulang." Faya menghampiri [Name] yang berada di ruang tengah, ibunya itu sedang menikmati acara India sambil memakan camilan ringan yang seharusnya itu milik Faya.

"Loh, kok telat pulangnya?"

"Tau, tuh. Ayah pake segala berantem mulut sama Arva."

"Ya iyalah! Wong Arva mau ngerebut kamu dari Ayah sama Mama!"

"Apasih, Yah? Kita cuma sepupu, gak lebih."

[Name] terkikik geli. Suaminya ini memang rada was-was tiap anak perempuannya dekat dengan laki-laki. Takut direbut, katanya.

Mirip kayak ayahnya dulu. Ayah [Name] kan, tak mau jika [Name] direbut laki-laki. Makanya hubungan [Name] dengan laki-laki lain tak begitu baik. Karena mereka ketar-ketir duluan saat bertemu ayah [Name].

"Yah, lagian juga Faya masih 16 tahun, memangnya Faya lagi suka cowok? Ya kali, kan---" ucapan [Name] terpotong begitu ia melihat wajah anaknya yang memerah.

"... Oh, kamu beneran lagi suka cowok?"

"A-apasih, Ma...."

"HAH? SIAPA? TUNJUKKIN KE AYAH!"

"A-APASSIH?? KAN WAJAR AJA KALO SUKA SAMA ORANG...."

"GAK, GAK, GAK BISA! AYAH HARUS LIAT!"

Haish, ketenangan [Name] terganggu, kan. Langsung saja [Name] menggeplak kepala Blaze dan menyuruhnya diam.

Setelahnya, wanita itu mendekati anaknya dan berbisik, "anak lanang mana?"

Kan, Faya jadi malu.

"Anaknya Om Upan yang nomor tiga...."

Detik itu juga, [Name] langsung membatu.

"Sayang, Mama tau sepupumu banyak yang ganteng, tapi kalo soal jodoh, cari yang lain aja, yuk?"

"... Gak bisa, Ma. Haize baik banget, aku mau sama Haize. Mana kalo nyapu bersih banget, dia kalem, gak kayak Kak Liung sama Kak Hali. Terus Haize bisa masak, katanya sering bantu Bunda-nya di rumah, selain itu dia juga pinter, public speaking punya Haize juga bagus, dia juga disukain anak kecil kayak Om Upan."

"Oh, jadi yang disukain sama Faya ponakanku sendiri, toh."

Akhirnya, Blaze kembali bersuara. Dengan wajah yang suram dan aura gelap.

"Faya, stop suka sama sepupumu yang itu. Asal Faya tau, ya! Anaknya Om Upan tuh gak ada yang bener, mau Haize kayak gitupun, aslinya aib Haize banyak. Ayah punya aibnya, Ayah jual 10rb dua foto."

"Tapi―"

"―Kali ini Mama setuju sama Ayah."

"HEEEE?!"

_________

END.

Terimakasih buat yang sudah baca sampai akhir, walau di chapter akhir ini lebih banyak nyeritain anak-anaknya boel, sih. Eh cuma si anaknya hali doang sama upan.

Habis ini aku gempur taufan, semangat menunggu, ya!

Btw hali itu mencoba jadi ayah yang baik tapi tapi tapi kerjaannya emang jadi makin banyak, terus bikin anaknya salah paham. Padahal Hali sayang banget sama si sulung :') cuma dia ga punya banyak waktu luang aja. Apalagi dia kesusahan interaksi, buka topik.

See u di next book, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro