Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Kunjungan, Pulang, Menginap

Jocelyn mengintip kondisi luar pondoknya. Para pemuda yang masih kuat membawa senjata mereka ke depan rumah-rumah. Bersama itu, sejumlah kecil pasukan Zachary yang tersisa juga ada. Mereka berencana kembali ke ibukota kalau fase Bulan Darah sudah lewat. Tidak ada tanda-tanda kedatangan werewolf itu, tidak ada bunyi benturan atau kayu yang patah diiringi teriakan yang mengiris hati. Situasinya terlalu tenang. Jocelyn tidak tahu, haruskah dia merasa khawatir atau tidak? Gadis itu menelan ludah dan menggigit kuku jempolnya.

“Jocelyn, apa kau sudah mengunci pintu belakang?” Ibunya bertanya dan dia sudah menanyakan hal yang sama itu sebanyak lima kali. “Apa kau sudah benar-benar memastikannya?”

Jocelyn merutuk dalam hati. Kunci-kunci yang dipasanginya tidak akan bertahan lama di depan tubuh besar sang serigala. Entah apa yang Jeremiah harapkan. Satu-satunya alasan serigala itu tidak lolos ke dalam pondok batu mereka adalah karena Adam melindungi tempat ini menggunakan nyawanya semalam.

“Sudah," balas Jocelyn singkat, tidak mengubah pandangannya dari jalanan salju yang dipenuhi sekelompok pria bersenjata.

Suara ketukan terdengar, mengejutkan kedua orang penghuni rumah. Jocelyn buru-buru membuka pintu, berharap akan menemukan wajah ayah dan adiknya. Alih-alih, justru Micha yang berdiri di ambang pintu sambil membawa keranjang piknik. Wajahnya panik sekali, dia buru-buru masuk ke dalam seperti pencuri mencari tempat sembunyi.

“Nenek, kau baik-baik saja?” Jocelyn bertanya, menarik kursi tunggal dari kayu dan mengambil keranjang bawaan neneknya.

Wanita tua itu duduk sambil membuang napas panjang, tangannya menarik syal yang melilit leher. “Aku tidak apa, Nak.” Namun, keringat yang membasahi kening dan leher Micha mengatakan hal sebaliknya. Hampir mustahil berkeringat di tengah-tengah musim dingin seperti ini.

Jocelyn tak repot-repot bertanya. Dia menarik serbet merah bermotif kotak-kotak yang menutupi keranjang anyaman Micha.

“Apa ini?” Jocelyn mengernyit. Dia memiringkan keranjang sampai bagian dalamnya bisa terlihat oleh Jeremiah dan Micha.

“Ah, bukan apa-apa. Itu hanya benda yang membawa keberuntungan.”

Jocelyn tidak suka takhayul yang diceritakan neneknya. Jeremiah juga sama. Dia menatap boneka kayu seukuran lengan orang dewasa yang dipahat menyerupai bentuk manusia. Seperti manekin kecil tanpa busana.

“Ibu, kau selalu mengatakan hal-hal seperti itu.” Jeremiah menggeleng. Sejenak wanita itu menatap ke bagian atas perapian yang dipenuhi barang-barang 'keberuntungan' buatan Micha. “Kita semua tahu, itu tidak ada artinya! Benda-benda ini tidak bisa digunakan untuk membawa keberuntungan dan menjauhkan manusia serigala itu dari kita.”

Jeremiah tidak biasanya meninggikan suara, jadi Jocelyn agak terkejut ketika kini ibunya tengah memelototi Micha.

“Ibu, tenanglah.” Jocelyn berdiri di depan ibunya, membatasi wanita itu dengan sang nenek.

Micha tampak tak terganggu. Sejak dulu dia selalu berpikiran kuno, tetapi juga teguh dan mantap. Pantang mundur walau banyak orang menghalanginya. Sifatnya agak mirip Jocelyn. “Kalau benda-benda yang kau anggap sampah ini tidak berguna, maka sejak awal manusia serigala itu sudah menghabisimu.” Nada suara Micha tajam, seperti pisau yang menyayat kulit. Jocelyn tidak bisa menjelaskan perasaan aneh yang tengah melandanya sekarang.

“Kau bicara seolah-olah tahu semuanya! Anakmu dan anakku belum pulang hingga kini! Kalau benda buatanmu itu memang berguna, maka datangkanlah keberuntungan dan buat mereka pulang!” Kali ini Jeremiah berteriak sambil menangis. Dia menangkupkan tangan depan wajah, lantas berbalik dan meninggalkan mereka sambil terisak-isak.

Micha mendengkus kasar, kembali duduk di kursinya. “Wanita bodoh! Dia tidak tahu apa yang dikatakannya dan tidak tahu apa pun.” Micha mengucapakan seolah sedang meludah, nada jijiknya tidak dibuat-buat. “Bagaimana bisa Adam memilihnya?”

Tidak pernah Jocelyn lihat neneknya sejengkel itu. Dia duduk di atas lantai kayu, mengambil tangan keriput wanita tersebut dan mengelusnya lembut. “Tenanglah, Nek. Ibu hanya frustrasi karena Ayah dan Jaydon tak kunjung kembali," ungkapnya jujur. Sebenarnya Jocelyn setuju dengan ucapan Jeremiah, tetapi dia tidak ingin memperkeruh suasana di tengah-tengah kegelisahan mereka.

Micha terpejam dan membuang napas panjang. Terlihat lebih lega, ekspresinya juga melunak. Dia balas mengusap tangan Jocelyn disertai seulas senyum kecil. “Kau harus berhati-hati, kita belum aman selagi makhluk buas itu di luar sana. Hanya karena dia tidak kembali beberapa hari ini, bukan berarti semuanya sudah selesai.”

Jocelyn selalu merasa bahwa neneknya menyimpan sesuatu, tetapi dia tidak bisa menebak hal apa itu. Rasanya seperti berusaha menggapai dasar laut yang gelap, tidak terjangkau dan tidak terlihat. “Apa yang Nenek tahu soal manusia serigala itu? Tadi Nenek bilang, dia sudah akan menghabisi kita kalau bukan karena boneka ini.” Gadis berkepang satu itu menatap boneka kayu bodoh dalam keranjang, di atas pangkuannya. “Apa Nenek pernah bertemu ... manusia serigala itu?”

Pandangan Micha sedikit berubah. Jocelyn bisa melihatnya tengah menyembunyikan sesuatu di balik sepasang mata abu-abunya. Namun, Micha berdeham dan langsung tampak berbeda dari yang tadi. “Kurasa kita semua sudah melihatnya, Sayang."

“Nenek tahu apa yang kumaksud.” Semenjak malam kedua penyerangan, saat Micha mengobati luka-luka yang diterima Jocelyn, wanita itu membicarakan manusia serigala seakan-akan dia telah mengenali mahluk buas itu luar-dalam. “Nenek mengenalnya dengan cara yang berbeda. Apa yang Nenek ketahui tentang makhluk-makhluk itu?”

Micha menggeleng, bangkit berdiri dan menjauhi kursi untuk menatap jendela yang ditutupi tirai kuning. “Nenek hanya sebatas tahu, Sayang. Sewaktu Nenek seusiamu, desa kami juga diserang manusia serigala. Sejak saat itu, Nenek selalu berusaha mencaritahu tentang makhluk-makhluk itu dari para pendatang yang memasuki desa untuk berdagang.”

“Jadi boneka kayu ini bukan sekadar bulan bodoh?” Jocelyn mengangkat boneka kayu miliknya. Micha berbalik, memandangi gadis yang masih setia mengenakan jubah merah pemberiannya malam itu.

“Nenek sendiri sudah membuktikannya, Nak.” Dia tersenyum. Menimbulkan rasa skeptis ke dalam diri Jocelyn.

Perasaan itu langsung tertepis, ketika ketukan beruntun terdengar dari pintu depan. Diikuti gagang pintu yang dipaksa terbuka. Jocelyn berdiri, menghampiri pintu dan membuka kuncinya. Kali ini dia melihat wajah Adam dan Jaydon berdiri di ambang pintu.

“Maaf. Aku tersesat di hutan.” Adam mengusap rambut kemerahan putrinya, menggumamkan ucapan maaf berulang-ulang. “Terima kasih karena sudah mengirim Jaydon, Jo.”

Jaydon melangkah masuk. Tidak mengatakan sepatah kata pun. Remaja jangkung itu langsung disambut oleh pelukan besar Jeremiah.

“Langka sekali melihatmu kemari, Ibu.” Adam menyapa ibunya. Wanita itu berdiri tegap, menatap putra semata wayangnya lekat-lekat dan tersenyum.

“Syukurlah kau baik-baik saja. Di luar sana, bisa jadi sangat berbahaya beberapa hari ini.”

Meskipun hanya itu percakapan yang Adam dan Micha punya sepanjang malam, tetapi itu jadi percakapan paling ganjil yang pernah Jocelyn saksikan. Terlebih, keduanya saling bertukar pandang sepanjang malam seolah tengah mengawasi satu sama lain.

***

Jocelyn berbalik, setengah tertidur. Dia memandangi punggung mungil Micha yang membelakanginya, sedikit gerah sebab wanita tua itu menginap dan jadi sekamar dengannya. Tak lama, Micha berbalik. Matanya terbuka dan mulutnya tersenyum lebar.

“Nenek ... matamu besar sekali.”

Micha masih mempertahankan senyum. “Supaya bisa melihatmu dengan lebih jelas, Sayangku.”

Jocelyn mengernyit, menatap sepasang telinga berbulu cokelat yang keluar dari sela-sela rambut Micha yang bergelombang. “Telingamu juga besar, Nek.”

“Supaya bisa mendengar suaramu dengan lebih jelas, Sayangku.”

Perasaan ganjil menghinggapi Jocelyn yang masih setengah sadar. “Gigimu juga besar sekali, Nek.”

“Supaya bisa menyantapmu dengan lebih baik, Sayang.” Kali ini wajah Micha berubah, menjadi moncong besar serigala dengan rahang terbuka lebar yang menerjang kepala Jocelyn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro