Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[to mourn the death of a stranger]

to mourn the death of a stranger

...

When a person dies and no one will miss them, the mourning is assigned to a random human. This is why you sometimes just feel sad.

@NightValeRadio (Twitter).

...

Di saat kau tahu kau sudah akan mati, tidak ada yang bisa kaulakukan selain berserah, menyerahkan diri pada Tuhan atau siapa pun yang akan mengambil nyawamu. Hanya itu yang bisa kaulakukan. Percayalah.

Paru-paruku sudah kelelahan ketika pada akhirnya aku menjatuhkan diri di atas kasur usang yang dibuang orang. Tempat tidurku selama dua bulan terakhir, juga tempat kematianku. Kau tidak berhak memilih tempat kematian jika kau sekarat dan miskin dan sendirian.

Rusuk-rusukku terasa sakit, keningku seperti dihantam berulang-ulang. Aku terbatuk, dan darah berceceran di mana-mana. Tidak banyak, memang. Cukup untuk mengotori bajuku yang pada dasarnya sudah lusuh. Seharusnya juga sudah cukup untuk memanggil malaikat kematian.

Ah, untuk mati tanpa pernah menjadi berarti.

Aku tumbuh besar di panti asuhan. Tempat itu mengerikan dan tidak dirawat dengan baik. Siapa saja yang masuk ke sana tidak akan keluar lagi sampai usianya 18 tahun. Tidak banyak orang sial yang menghabiskan 18 tahun hidupnya di sana. Panti asuhan sekumuh itu tidak menerima banyak anak yatim piatu, juga tidak banyak melepaskan mereka. Bahkan orang-orang tua yang tidak mau merawat anaknya saja masih tidak setega itu untuk menyerahkan anaknya pada panti asuhan ini.

Terkecuali, tentu saja, orang tuaku. Aku tidak pernah mengetahui siapa mereka. Mereka saja tidak menginginkanku, kenapa aku harus menginginkan mereka?

Aku terbatuk lagi. Mataku sudah tidak kuat dibuka. Mungkin memang sebentar lagi aku akan mati.

Sampai di mana aku tadi....

Begitu keluar dari panti asuhan, aku segera mencari kerja. Pertama di sebuah area konstruksi, sebagai pekerja lepas. Tidak ada orang seumurku yang bekerja di sana, sehingga aku tidak punya teman. Setahun berlalu, aku kembali menganggur.

Untungnya, aku tinggal di daerah yang sedang dibangun. Aku terus-terusan menjadi pekerja lepas selama empat tahun berikutnya. Uangnya cukup untuk mengontrak sebuah tempat kecil. Hidupku membaik untuk sesaat.

Aku menarik sprei yang ikut dibuang bersama kasur ini. Memang tipis dan sudah berlubang, namun cukup untuk menghangatkan badanku yang ringkih.

Ah iya. Badanku yang menjadi ringkih memang alasan kenapa aku tidak bisa lagi memforsir diri dengan bekerja. Untung saja aku masih bisa mendapat pekerjaan sebagai petugas kebersihan di sebuah restoran cepat saji. Restoran itu sibuk, tidak benar-benar ada waktu untuk bersosialisasi dengan pekerja lain.

Hanya bertahan tiga tahun. Setelah itu, aku menjadi sakit. Dokter bilang penyakitku bisa disembuhkan, tapi obatnya begitu mahal. Uangku habis dengan cepat. Induk semangku mengusirku saat aku terlambat membayar uang sewa, padahal dialah yang menulariku penyakitnya. Penyakitku memburuk dengan cepat, dan di kasur usang inilah aku mengistirahatkan badanku.

Kalau tidak salah hitung, usiaku 26 tahun. Mungkin 27, entahlah. Sudah lama aku tidak merayakan ulang tahun. Dan dengan merayakan ulang tahun, maksudku merayakan hari di mana aku diletakkan begitu saja di depan panti asuhan kumuh itu. Kenapa pada saat itu malaikat kematian tidak menjemputku saja? Aku tidak perlu bersusah payah hidup selama 26--atau 27--tahun.

Napasku semakin pendek, dan malam semakin dingin. Aku kembali terbatuk-batuk. Darah kembali menodai kasur.

Pikiranku sudah siap mati, tapi mungkin badanku belum. Atau mungkin terbalik. Aku siap mati, tapi ingin mengulur-ulur waktu. Tidak masuk akal. Semakin cepat mati, seharusnya lebih baik.

Satu-satunya penyesalanku dalam hidup adalah tidak berteman dengan siapa pun selagi kesempatan itu masih ada. Jika aku punya teman, mungkin hidupku tidak akan sebegini menyedihkan. Mungkin.

Aku memejamkan mataku. Setengah berusaha tidur, setengah menyambut kematian. Mataku sudah begitu lelah dan kering sehingga terasa pedih saat aku menutupnya. Aku menggigil meski badanku berkeringat.

Ah, untuk mati tanpa pernah disayangi.

Mungkin jika aku mati dan berpindah ke kehidupan selanjutnya--di manapun itu, Surga atau Neraka atau yang lain--aku bisa mendapatkan teman-teman baru. Mungkin. Dengan sisa tenagaku, aku berdoa. Meminta teman.

Kuharap doaku dikabulkan. Semoga saja....

...

Entah sudah berapa lama aku bekerja. Badanku terasa pegal. Untung saja pekerjaanku hari ini sudah beres. Besok aku bisa bangun siang.

Aku bergegas minum, lalu bersiap-siap tidur. Tidak ada yang bisa mengalahkan tidur panjang setelah sibuk bekerja. Aku sudah meletakkan kepala di atas bantal saat dadaku tiba-tiba saja dipenuhi rasa sedih.

Sedih? Aku heran sendiri saat mengenali perasaanku. Tidak ada alasan kenapa aku harus bersedih. Pekerjaanku lancar. Teman-temanku menyenangkan. Tunanganku menyayangiku dan kami akan menikah tahun depan. Hidupku baik-baik saja saat ini. Tapi dadaku begitu sesak akan rasa sedih ini, aku seperti ingin menangis.

Untuk mengalihkan pikiran sekaligus berusaha membuat tubuhku kelelahan, aku menyalakan ponselku. Aku memutuskan untuk membuka sosial media. Saat diperbarui, twit teratas menohokku begitu rupa.

Saat seseorang mati dan tidak ada yang akan merindukannya, orang lain akan ditugaskan untuk berkabung untuknya. Karena itulah kau kadang-kadang merasa sedih.

Astaga....

"Ada masalah apa?" Tunanganku bergeser untuk memelukku. "Kau tidak bisa tidur?"

"Ya... tiba-tiba saja aku merasa sedih."

"Kenapa?"

Aku terdiam sejenak. Kumatikan ponselku dan meletakkannya di nakas. Sambil mematikan lampu tidur, aku berbisik padanya, "Aku sedang ditugaskan untuk berkabung atas kematian orang asing."

Aku diam-diam berdoa untuk orang itu, siapa pun dia. Aku akan berduka untuknya.

...

I have been assigned to mourn the death of a stranger.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro