Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[sudden]

sudden

...

Nothing can prepare you from the sudden lost of someone you love so much.

...

Aku tergugu menatap jalan. Bekas ban akibat mobil direm mendadak masih terlihat.

"Mala, tumben kamu pakai baju itu."

Aku tersenyum. Alam menyukai warna hijau cerah. Aku jadi sering mengenakan baju berwarna itu meski aku tidak menyukainya. Tapi ini Alam. Untuknya, aku mau mengenakan baju apa saja.

"Kamu suka, kan?" balasku. "Kamu suka."

"Aku suka. Kamu terlihat cantik. Seperti biasanya."

Senyumku bertambah lebar. "Kalau begitu, kenapa kau tidak segera menyeberang ke sini? Aku kangen."

"Kamu kangen. Aku lebih." Alam menyeringai dari seberang jalan. Ponsel masih menempel di sisi kiri kepalanya. "Kamu begitu indah dilihat dari sini."

Alam selalu begitu. Suka mengamatiku dalam diam. Memujaku dalam senyap. Aku berulang kali katakan, dia tidak perlu melakukannya, berhubung sekarang aku sudah jadi miliknya. Tapi dia tetap saja melakukannya.

"Alam."

"Mala."

"Sini."

"Siap."

Dan Alam memasukkan ponselnya, berjalan menyeberang jalan yang sepi. Matanya lurus menatapku. Mataku terkunci dalam tatapnya.

Mala, jangan begini....

Aku menepis ucapannya. Alam ada di sana. Berjalan ke arahku. Alam ada di sini. Menatapku seolah tidak ada yang lain lagi.

Mala....

Aku tidak menggubrisnya, mataku hanya tertuju pada Alam.

Tepat saat Alam sudah hampir tiba, sebuah bus melintas dengan begitu cepat. Bus itu mengerem sekuat tenaga, tapi tetap saja. Alam dihantam tanpa ampun. Tanpa punya kesempatan melindungi diri.

Dua-tiga orang bergegas menghampiri, sebagian sisanya berdiri memperhatikan, dan aku hanya terpaku. Ini semua tidak benar kan?


Seharusnya aku tidak menyuruhnya ke mari. Seharusnya aku yang pergi padanya. Seharusnya, seharusnya. Seandainya dan kenyataan yang tidak seperti itu.

Aku menggelengkan kepala, mencoba mengusir hari itu. Dan aku tergugu menatap jalan. Masih terbayang darah yang mengalir deras di atas aspal.


Alam berbaring di peti mati. Meski wajahnya penuh bekas luka, dia tersenyum. Persis seperti saat dia berjalan menghampiriku.

Aku hanya diam dan menangis, tidak yakin apa yang harus kulakukan.

Tidak ada yang mengajariku berduka. Saat dadamu sesak dan tangismu pecah, berusaha mengisi kekosongan yang tidak pernah bisa penuh.

Tidak ada satu pun yang bisa mempersiapkanku untuk terluka. Karena Alam pergi terlalu tiba-tiba, terlalu cepat.

Tidak ada yang mengajariku kehilangan. Karena tidak ada yang bisa. Tidak ada yang mau kehilangan.

Aku mengantarnya pada tempat peristirahatan terakhirnya. Di tengah orang-orang berbaju hitam, aku mengenakan gaun hijau cerah kesukaan Alam.

Aku diam, bingung, ragu. Tatapku kosong melihat peti putih itu perlahan diturunkan ke dalam lubang. Alam diantar lima kupu-kupu hijau cerah yang beterbangan di sekitar bunga-bunga. Dan saat salah satu dari mereka terbang mendekat, aku merasa Alam berbicara padaku.

"Relakan aku."

Aku tercekat. Bagaimana mungkin? Aku tidak mampu. Aku tidak mau. Aku mau Alam. Aku mau bersama Alam....

Relakan, Mala....

Aku tergugu kaku menatap jalan. Riuhnya terus mengisi hari. Roda berputar, bergulir mengikuti waktu. Hanya aku yang tetap tinggal di masa lalu. Belum siap untuk melangkah maju.

"Mala."

Aku mendongak. Alam ada di seberang, tersenyum manis. Aku tercekat. Alam ada di sana....

"Alam...."

"Sini."

Aku terpaku, tetapi sebentuk senyum terbentuk di wajah. Alam ada di sana. Dia kembali untukku.

Mala....

Aku mengabaikannya. Sambil tersenyum, aku melangkahkan kaki. "Siap," gumamku.

Mala, jangan!

Alam menunggu di sana. Tersenyum, seperti hari itu. Hari dia direnggut paksa.

Mala, dengarkan aku....

Aku berjalan dan terus berjalan. Kuabaikan seruan kewarasanku dan bunyi-bunyi klakson.

Mala, perhatikan kendaraan lain!

Tidak kuacuhkan umpatan orang-orang. Aku berjalan dan terus berjalan.

Mala, jika kamu tidak hati-hati, kamu akan mat--

Aku sampai di seberang. Alam meraihku. Aku balas memeluknya erat. Aku merindukannya, amat sangat. Tangisku pecah, tapi itu tangis bahagia.

"Aku kangen," katanya.

"Kamu kangen. Aku lebih." Dan pelukanku kian erat.

"Sampai kamu rela mati demi bertemu kembali?"

Aku melepaskan diri, melirik ke arah tubuhku yang terlindas bus. Aku tidak peduli. Aku hanya mau bersama Alam.

"Aku rela mati jika itu artinya bertemu kembali denganmu. Kamu suka kan?"

Alam tersenyum. "Aku suka."

...

Kenapa kamu pergi begitu cepat? Jangan tinggalkan aku sendiri di sini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro