Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[a little bit of you]

a little bit of you

...

"Selamat pagi, Karin!" sapa Kevin dengan suara menggelegarnya saat dia memasuki kamarku. "Bagaimana kabarmu, eh? Lebih baik?"

Aku hanya tersenyum. Sedih, sebetulnya. Apa yang kudengar tadi pagi membuatku yakin jawaban atas pertanyaannya adalah tidak. Yah, aku sudah menduganya. Toh aku memang tidak merasa lebih baik.

"Menu untuk Nona Karin siang ini adalah," Kevin meletakkan bungkusan yang dia bawa di atas pangkuanku, "menu spesial."

Kevin selalu membawakanku makanan dari luar karena aku benci setengah mati dengan menu sehat ala rumah sakit. Lagipula, hanya dia yang menjengukku setiap harinya, jadi aku harus puas dengan apapun makanan yang dia bawa.

Menu spesial itu adalah pasta. Kevin membawakanku sekotak spageti yang masih hangat, dengan bau keju yang menguar kuat dan ayam yang tidak dipotong rapi. Aku mendelik padanya.

"Menu spesial apa ini? Tampilannya tidak menggiurkan sama sekali."

Kevin, yang sudah menarik kursi dan duduk di sebelah tempat tidurku, mengacungkan tangannya bangga, "Spageti itu dibuat sendiri oleh tangan-tangan berbakat sang Chef Kevin Ramsay--saudara jauh dan tidak diakui dari Chef Gordon Ramsay."

Aku tertawa. "Dengan tampang seperti itu, kamu terlihat seperti pesuruhnya pesuruh Gordon Ramsay. Terlebih, namamu bahkan bukan Ramsay."

"Ah, satu lagi orang yang meragukan kemampuan memasakku yang terpendam tujuh kilo di bawah laut." Kevin menghela napas keras. "Cobalah, kamu akan menyukainya."

Meski khayalannya menjadi saudara jauh Gordon Ramsay merupakan angan-angan yang tak pernah terwujud, Kevin betulan pintar memasak. Dia sering membawakanku bekal saat kami masih bersekolah bersama dulu. Kadang kemampuannya benar-benar kacau, seperti pada saat dia menggosongkan ayam yang kami panggang waktu kemah, tapi selain itu dia sungguh jago mencampur rasa.

Spageti ini bukan spageti terenak yang pernah kurasakan, namun aku tetap menyukainya.

"Oh iya, ini ada undangan untukmu," ujar Kevin seraya mengulurkan selembar kertas yang dihias secara elegan. "Datang ya. Aku akan memastikan kamu bisa hadir di sana. Kalau tidak, sekalian saja pestanya dipindah ke sini."

Ah, undangan pesta ulang tahunnya yang ke-17. Kevin berulang kali memaksaku datang. Dia tahu persis aku tidak mungkin bisa datang ke sana, tapi dia tidak mau merayakan pestanya jika aku tidak ada.

Melihat undangan itu, selera makanku langsung hilang entah ke mana. Dan dia menyadari perubahan ekspresiku.

"Kenapa? Kamu bisa datang kan?"

Aku menatap wajah penuh harap itu. "Aku bahkan tidak yakin aku bisa melihat hari itu."

Ekspresi Kevin menjadi tak tertebak. "Apa maksudmu? Jelas kamu bisa."

"Tadi pagi, Dokter datang."

"Bullshit, Rin, berapapun hari yang dia bilang kamu punya, aku yakin, kamu bisa hidup lebih lama." Suara Kevin sedikit meninggi.

"Vin, serius, jangan paksa aku bertahan lebih lama. Tujuh hari sudah berat bagiku."

"Tujuh hari--ugh!" Kevin bangkit dan berjalan mengelilingi kamarku. Dia kesal. Dia kesal karena dia tidak tahu lebih awal. "Kamu bercanda."

"Untuk apa? Hidup tidak sebercanda itu."

"Rin, serius. Ini terdengar gombal tapi sungguh, aku tidak bisa menjalani hidup tanpa kamu."

Aku memahaminya. Kevin awalnya adalah murid pindahan yang di-bully karena kulit gelapnya. Aku tidak sekelas dengannya, tapi dia pernah membantuku dengan barang-barangku suatu hari, dan sejak hari itu kami berteman baik. Sangat baik. Jika saja hari itu dia tidak menolongku, atau aku memutuskan untuk memusuhinya sama seperti orang lain, nasib kami akan sungguh berbeda hari ini.

Kesulitan Kevin membayangkan masa depannya tanpa orang yang secara terbuka menerimanya memang dapat dimengerti. Tapi tidak selamanya aku akan ada di sana untuk menemaninya.

"Cobalah lebih keras. Aku tidak bisa terus-terusan menolongmu, demikian juga sebaliknya. Kamu harus mau bisa merelakanku."

Kevin menggerutu. "Kalau aku tidak mau?"

"Kamu harus mau." Aku mendesah. "Aku tidak bisa selamanya menemanimu."

Dia kembali duduk. Dalam sorotnya aku masih melihat pertentangan--antara ingin membantuku dengan cara apapun demi menjagaku tetap hidup atau melepasku agar aku tidak usah lagi menahan sakit yang kadang menjadi tak tertahankan.

"Yang kuinginkan sekarang hanyalah memejamkan mata, tidur, dan tidak perlu lagi membuka mata untuk selamanya," ujarku.

Kevin menoleh padaku. Dia tahu persis bagaimana aku sudah berusaha selama ini, dan dia tahu persis aku sudah berusaha semaksimal mungkin.

"Aku lelah, Vin."

"Tapi...," Kevin membuka suara dengan ragu, "aku akan kehilangan diriku sendiri jika aku kehilanganmu."

Aku hanya tersenyum. "Itu yang terjadi saat kamu kehilangan orang yang kamu sayang. Kamu kehilangan sedikit bagian dari dirimu juga."

"I don't want to lose you."

"But you already are."

...

that's what happen when you lose someone you love. you lose a little bit of you too.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro