Bab 6
"Jadi seperti itu jawaban lo ke semua orang setiap kali ditanya perihal saudara kembar lo? Meninggal karena kecelakaan?"
Yuki punya nyali yang cukup besar untuk menemui Jennie di kamar mandi begitu shooting talkshow hari itu usai. Setelah menyadari kehadiran Yuki di kamar mandi, Jennie hanya ingin kabur. Pada saat shooting, gadis itu bahkan sempat menyinggung masa lalu Jennie berkali-kali ketika kamera sedang menyala. Untungnya, berkat kehadiran Elissa yang pandai mengendalikan situasi, topik mengenai saudara kembar Jennie bisa teralihkan dengan mulus.
Hubungannya dengan Yuki memang tidak baik semasa SMA. Gadis itu adalah saksi bisu mengenai kisah masa lalu Jennie. Hanya saja, Jennie tidak menyangka kalau Yuki bakal memojokkan dirinya seperti sekarang.
Apalagi, ini soal masa lalu Jennie yang jadi rahasianya selama ini.
"Gue gak nyangka bakal ketemu lo di tempat seperti ini, Jen. Gila, lo benar-benar berubah. Dari penampilan lo, temen-temen SMA bakal ngira lo Jinny." Yuki menampakkan senyum picik. "Jadi selebgram? Dan konten lo isinya make-up semua? Lo mau jadi Jinny kedua?"
Ada bagian kecil dari hati Jennie yang merasa kesal begitu Yuki melontarkan pernyataan tersebut. Jennie mengumpulkan keberanian untuk bersuara. "Yuk, aku bakal menghargai banget kalau kamu nggak membahas soal Jinny di depan umum."
"Oh, kenapa? Lo takut rahasia lo kebongkar?" Yuki mengibaskan satu tangannya. "Khawatir kalau image lo sebagai selebgram yang hobi ngasih pesan soal self-love di Instagram ternyata punya masa lalu yang mengerikan?"
Jennie hendak menyanggah perkataan Yuki. Sialnya, tak ada satu kata pun yang terlontar dari mulutnya. Kalau sudah berurusan dengan teman-teman SMA-nya, Jennie tak punya nyali untuk berbicara. Padahal, sudah berapa tahun semenjak ia meninggalkan tempat itu? Tujuh, delapan tahun?
Jennie nyaris menertawakan dirinya sendiri begitu menyadari bahwa kehadiran Yuki mampu membuatnya ketakutan. Yuki adalah bagian dari masa lalunya. Masa lalu yang selalu ia kubur rapat-rapat. Masa lalu yang selalu ingin Jennie lupakan.
"Lucu banget, ya. Lo homeschooling buat kabur dari kita-kita yang dulu jadi temennya Jinny. Eh, begitu jadi selebgram, lo malah ketemu sama gue lagi." Yuki tertawa lepas. "Kapan-kapan reunian sama anak-anak, dong. Kita pengen ketemu lo. Gue jamin mereka gak bakal ngira kalo lo Jennie, tapi Jinny."
Mendengar nama Jinny disebut, Jennie menatap Yuki dengan tajam. Yuki yang menyadari hal itu sontak menambahi kalimatnya. "Ups, gak boleh sebut nama Jinny, ya? Sorry, deh."
"Sorry, aku gak punya niatan untuk bertemu dengan kalian lagi."
"Ya ampun, mentang-mentang udah jadi selebgram, lo jadi sombong banget. Gue aja yang lebih terkenal daripada lo sebagai presenter masih kumpul sama temen-temen SMA. Koneksi itu penting di industri ini. Lebih baik lo mulai cari teman, deh." Ucapan manipulatif Yuki sontak membuat Jennie kesal bukan main. "Lo galak banget sama temen lama, padahal niat awal gue cuma buat nyapa doang."
Teman lama? Seperti itukah Yuki memandang Jennie? Jennie nyaris tertawa sendiri mendengarnya. Omong kosong. Yuki dan semua teman-teman SMA-nya tidak lebih dari serangga yang pernah mengotori hidup Jennie.
Yuki menaikkan bahunya, sementara Jennie hanya bisa menatapnya tajam begitu menyadari omong kosong yang Yuki baru saja lontarkan. Gadis itu berusaha melewati Yuki dan membuka pintu kamar mandi. Tidak berminat untuk berbicara lebih lanjut dengannya. Namun, sebelum ia sempat buru-buru kabur dari tempat itu, Yuki memberikan satu pertanyaan lagi padanya.
"Jadi, gimana rasanya, Jen?"
Ada hal aneh yang ia rasakan setiap kali Yuki berbicara. Meski seharusnya ia sudah lari meninggalkan Yuki, satu pertanyaan dari gadis itu sontak membuatnya terdiam selama beberapa saat. Tubuhnya mati rasa, dan ia langsung berhenti berjalan.
Jadi begini rasanya terikat dengan masa lalu.
Jennie menatap balik ke arah Yuki, menaikkan satu alisnya. "Apanya?"
Begitu melihat Jennie yang menatapnya dengan tatapan sok tegar, Yuki mengeluarkan tawa keras. Untungnya kamar mandi itu hanya berisikan Jennie dan Yuki. Kalau sampai ada orang lain yang ada di ruangan itu, bisa-bisa mereka kebingungan menghadapi orang seperti Yuki.
Yuki memegangi mulutnya, berusaha menghentikan tawanya. Tawa yang mengingatkan Jennie akan ingatan pahit yang pernah ia rasakan bertahun-tahun silam.
"Masa lo gak paham maksud pertanyaan gue, sih, Jen?" tanya Yuki menghapus air matanya akibat terlalu lama tertawa, meski Jennie sendiri sebenarnya tidak tahu apa yang lucu dari percakapan mereka.
Jennie mengerutkan dahinya, sebelum Yuki akhirnya memberikan satu pertanyaan yang membuat Jennie ingin lari dari tempat itu secepat kilat.
"Gimana perasaan lo setelah berhasil membunuh saudara kembar sendiri dan mengambil seluruh perhatian dunia hanya untuk elo?"
Pita suara Jennie tercekat.
Sialan.
Lanjutan cerita ini dapat dibaca di aplikasi Rakata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro