Chapter 09 [Si Pendosa?]
Untuk beberapa chapter terakhir, akan ada beberapa cuplikan doa umat Katolik dalam bahasa latin. Jika kalian merasa terganggu, mohon dilewati saja. Dan berikut adalah artian dalam bahasa indonesia.
"Michael the Archangel, lindungi kami dalam pertempuran melawan kejahatan dan jerat iblis. Dan lakukanlah, hai tuan rumah surgawi Setan dan semua roh jahat yang berkeliaran di seluruh dunia mencari kuasa Tuhan, dimasukkan ke neraka. Amin."
INSIGHT
Malam yang dijanjikan oleh Alexander, tiba. Keduanya kembali memasuki ruang tengah, dan bisa Alexander rasakan bahwa aura negatif di dalam kamar tersebut lebih besar dari sebelumnya. Hal itulah yang membuat tatapan matanya kerap terlihat waswas.
Reygan berdiri di dekat pintu, menyaksikan Alexander yang tengah menyalakan lilin-lilin di atas lantai. Sebenarnya Reygan tidak percaya dengan hal semacam ini, namun dia tidak memiliki pilihan lain karena sudah putus asa saat putranya tak kunjung ditemukan.
Setelah selesai menyalakan semua lilin, Alexander berdiri di tengah lingkaran dan berbalik ke arah Reygan.
"Dokter Munaf."
"Ya?"
"Bisa tolong matikan lampunya."
Reygan kemudian mematikan lampu utama dan membuat ruangan itu cukup gelap, namun keduanya masih bisa melihat posisi satu sama lain.
Alexander berucap, "aku akan mulai sekarang. Jika terjadi sesuatu yang buruk, segera lari keluar."
Reygan hanya bergumam sebagai jawaban. Dan Alexander kemudian berdiri membelakangi Reygan untuk memulai ritualnya. Satu helaan napas dalam keluar dari mulut Alexander, namun saat itu sesuatu yang tak terduga terjadi.
Angin tiba-tiba berhembus dan membuat satu-persatu lilin itu mati. Padahal jendela sudah tertutup rapat. Dan tentunya itu membuat Alexander tertegun. Dia hanya menghela napas pelan, namun kenapa semua lilin mati seakan ia yang meniupnya.
Reygan yang tak bisa menunggu lebih lama dalam ruangan gelap itu lantas menegur, "Tuan Lim, kau baik-baik saja?"
"Bisa kau nyalakan lagi lampunya."
Reygan kembali menyalakan lampu dan langsung mendapati senyuman lebar dari Alexander yang patut untuk dicurigai.
Alexander kemudian berucap sedikit canggung, "tunggu sebentar, sepertinya ada sedikit kesalahan di sini. Aku akan segera memperbaikinya, tunggu sebentar."
Alexander kembali membelakangi Reygan dan mengeluarkan ponselnya. Menghubungi seseorang dengan sedikit terburu-buru.
"Jason, luangkan waktumu sebentar saja. Ada hal penting yang ingin kutanyakan," ucap Alexander dengan buru-buru, seakan jika ia tidak melakukannya, seseorang di seberang akan langsung mematikan teleponnya.
Seorang teman bernama Jason yang dihubungi oleh Alexander lantas menyahut tanpa minat, "ada apa? Aku tidak akan memberikan pinjaman jika yang kau minta adalah uang."
"Eih ... aku bahkan tidak sering meminjam uangmu, kenapa kau pelit sekali?" sahut Alexander, terdengar seperti sebuah keluhan.
"Cepat katakan apa urusanmu."
"Kau ingat ritual yang dilakukan oleh Nathan?"
"Lalu?"
"Bukankah lilin yang masih menyala menandakan kehidupan?"
"Benar, jadi apa masalahmu?"
"Aku mencobanya, tapi kenapa lilinnya sudah mati lebih dulu saat aku baru memulai?"
"Itu berarti kau tidak memiliki kehidupan," suara yang terdengar begitu malas dan membuat Alexander menatap tak percaya.
"Bukankah itu terlalu kasar?"
"Berhenti bermain-main, untuk apa kau melakukan hal konyol itu? Kau putra Yesus Kristus, lakukan saja sesuai keahlianmu."
"Eih ... bicara apa kau ini? Kau juga tahu bahwa aku sudah mengkhianati Tuhan."
Reygan menghela napas singkat dan memutuskan untuk meninggalkan Alexander. Merasa bahwa tamunya itu tidak akan melakukan hal yang berguna. Sedangkan Alexander masih melanjutkan pembicaraannya dengan rekannya.
"Bantu aku sekali saja. Bagaimana cara melakukannya?"
"Kenapa bertanya padaku? Tanyakan saja langsung pada Nathan," suara Jason sedikit meninggi, menunjukkan sebuah kekesalan.
"Eih ... jika aku bertanya padanya, urusannya bisa panjang."
"Tunggu sebentar, apa yang sedang kau lakukan?" suara itu terdengar menyelidik.
Seketika Alexander terlihat gugup. "Bukan apa-apa, jangan mengatakan apapun pada Nathan dan juga Vladimir. Aku tidak ingin berurusan dengan dua orang itu ... ya sudah, jaga dirimu baik-baik. Aku matikan dulu teleponnya."
Terkesan ingin melarikan diri, Alexander segera memutuskan sambungan dan menghela napas panjang.
"Kenapa mereka begitu sulit. Mereka benar-benar tidak murah," gumaman itu membimbing Alexander berbalik.
Sedikit tertegun ketika tak mendapati Reygan di sana. Dia pun bergumam, "dia pasti menganggapku orang sinting."
Perhatian Alexander langsung teralihkan oleh sesuatu yang jatuh di samping kakinya. Pandangannya terjatuh, menemukan sebuah tuts yang tergeletak tepat di samping kakinya. Dan hal itu berhasil menyentak batinnya.
Dengan netra yang menajam serta rahang yang mengeras, Alexander perlahan menoleh dan tampak terkejut ketika melihat seorang bocah laki-laki duduk di atas piano. Bocah itu kemudian tertawa sembari memainkan kedua kakinya yang menggantung.
INSIGHT
Reygan menghentikan langkahnya di bawah tangga. Menghela napas singkat, Reygan sekilas memandang ke lantai atas dan bergumam, "harusnya aku tidak mempercayai orang sinting itu."
Reygan hendak pergi ke ruang kerjanya untuk mengambil ponselnya, berinisiatif melaporkan Alexander ke kantor polisi atas tuduhan penipuan. Namun baru dua langkah ia ambil, dan langkah itu kembali terhenti.
Brakk!
Reygan segera memandang ke lantai atas dengan tatapan terkejut ketika suara yang keras sebelumnya berasal dari sana. Dengan wajah yang tampak panik, Reygan berlari menaiki tangga untuk melihat keadaan Alexander. Namun saat hendak membuka pintu, pintu tersebut tidak bisa dibuka. Reygan kemudian menggedor pintu itu dengan panik.
"Tuan Lim, kau baik-baik saja? Tuan Lim ... buka pintunya. Tuan Lim ..."
Reygan terus mencoba membuka pintu, sedangkan di dalam ruangan itu sendiri Alexander tengah meringkuk di lantai dengan tumpukan buku yang menimpa tubuhnya setelah ia terlempar dan menghantam rak buku sebelumnya.
Dengan wajah mengernyit, Alexander perlahan bangkit dengan berpegangan pada rak buku. Segaris senyum tak percaya lantas terukir di wajahnya.
"Kau memang tidak terduga," gumamnya.
Alexander lantas berdiri dengan tegap, menghadap pada sosok bocah yang kini telah berdiri di tengah ruangan.
"Urusanmu denganku, kembalikan anak itu sekarang."
"Mati, mati, mati ..." mulut bocah itu mengucapkan kata yang sama. Namun seiring dengan langkahnya yang mendekati tempat Alexander, suara itu bertambah semakin besar. Menyerupai suara orang dewasa yang kemudian bertambah lebih besar lagi hingga tak mirip dengan suara manusia.
Langkah Alexander bergerak mundur secara perlahan. Tangan yang sedikit gemetar itu kemudian mengepal, mencoba bertahan dari kekuatan spiritual negatif yang terus menekannya.
"Mati ... matilah kau, Alexander Lim!"
"Sáncte Míchael Archángele," ucap Alexander dengan memberikan penekanan pada setiap kalimat.
"Argh!!" bocah itu meraung sembari sekilas menggelengkan kepalanya. Namun tak juga mundur dan justru sebaliknya, Alexander lah yang semakin mundur hingga ia berada di dekat jendela. Sedangkan di luar, Reygan terus memanggil sembari mencoba untuk membuka pintu.
"Apa yang sedang kau lakukan, Alexander?" suara orang dewasa itu kembali keluar dari mulut si bocah yang tampak sangat marah dengan wajah yang semakin terlihat mengerikan.
Dengan napas yang naik turun, Alexander kembali berucap, "defénde nos in proélio,"
"Alexander ..." geram bocah itu.
" ... cóntra nequítiam et insídias diáboli ésto præsídium ..." suara Alexander semakin meninggi.
"Arghh!!" bocah itu meraung dan berpaling. "Pendosa sepertimu tidak layak mendapatkan pertolongan Tuhan, Alexander! Berani-beraninya kau! Arghh..."
Alexander nyaris berteriak, "Ímperet ílli Déus—"
"Arghh ...." suara teriakan itu berhasil memenuhi kediaman Reygan, disusul oleh suara kaca yang pecah dan sempat menghentikan pergerakan Reygan.
Suara Reygan lantas terdengar lebih pelan setelah tak mendengar suara apapun lagi dari dalam, "Tuan Lim ... kau baik-baik saja? Tuan Lim tolong jawab aku. Buka pintunya sekarang, Tuan Lim!"
Suara yang kembali meninggi itu menggerakkan tangan Reygan untuk berusaha kembali membuka pintu. Dan kali ini pintu benar-benar terbuka. Reygan segera masuk dan tertegun ketika melihat ruangan yang berantakan namun tak ada siapapun di sana.
"Tuan Lim, kau di mana?"
Reygan masuk dengan wajah yang tampak panik.
"Tuan Lim tolong jawab aku ... Tuan Lim."
Reygan semakin khawatir dan bingung dalam waktu bersamaan ketika tak mendapati Alexander berada di sana. Namun ia teringat akan suara kaca yang pecah sebelumnya. Mengarahkan pandangannya ke jendela, batin Reygan tersentak ketika melihat jendela ruangan itu rusak dengan kaca yang hancur.
Reygan bergegas mendekat ke jendela dan memandang ke bawah, meski itu percuma karena dia tidak menemukan apapun dalam kegelapan saat itu.
"T-tuan Lim," suara itu terdengar gemetar sebelum langkah itu berbalik dan membimbingnya berlari meninggalkan sisa kekacauan di ruangan itu.
Selesai ditulis : 28.10.2020
Dipublikasikan : 28.10.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro