Chapter 05 [Dia Pergi]
Reygan tampak masih terjaga di ruang kerjanya meski sudah larut malam. Seperti hari-hari sebelumnya, Reygan mengalami gangguan tidur sejak menempati rumah barunya. Dan hal itu membuatnya mendapati aktivitas di luar rumahnya saat malam hari.
Terkadang Reygan mendengar suara benda jatuh dengan cukup keras. Dan yang paling membuat Reygan waswas adalah ketika ia mendengar suara langkah kaki di halaman rumahnya. Tak hanya sekali, Reygan sering mendengarnya beberapa kali. Dan setelah memastikan dari jendela, Reygan tidak menemukan siapapun.
Reygan juga pernah mengungkapkan keanehan yang terjadi di rumahnya, namun para warga yang mendengarnya menganggap hal itu sebagai sebuah lelucon dan meyakinkan Reygan agar tidak terlalu khawatir karena tidak akan ada orang jahat yang mengganggu mereka.
Reygan memeriksa beberapa email yang belum ia baca di laptopnya. Namun suara familiar yang tiba-tiba terdengar berhasil mengalihkan perhatiannya. Terdengar suara alunan piano yang terdengar dari lantai atas. Hal itupun membuat Reygan bertanya-tanya.
Reygan kemudian memutuskan untuk sejenak meninggalkan pekerjaannya dan bergegas ke lantai atas.
"Ethan ... cepat tidur. Sudah malam, kau bisa bermain piano lagi besok," ucap Reygan sedikit lantang ketika menaiki anak tangga.
Sesampainya di lantai atas, Reygan segera membuka pintu ruang tengah dan mendapati Ethan duduk di depan piano dan tengah memainkan piano tersebut. Reygan masuk dan menghampiri putranya itu, namun Ethan baru berhenti memainkan piano setelah sang ayah memegang satu tangannya.
"Sudah malam, kenapa tidak tidur?"
Ethan tak menjawab, dan Reygan menarik lembut tangan pemuda itu hingga berdiri. "Kembalilah ke kamarmu dan tidur, kau bisa bermain lagi besok."
Reygan kemudian mengantar Ethan kembali ke kamar, dan setelah memastikan bahwa Ethan benar-benar akan tidur, Reygan baru meninggalkan putranya itu. Kembali ke ruang kerja, Reygan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Namun ketika hendak duduk, suara piano itu kembali terdengar.
Reygan menghela napas dan kembali ke lantai atas. Tak merasa kesal meski merasa telah dipermainkan oleh putranya.
"Ethan … berhenti bermain-main, ini sudah malam," ucap Reygan. Dan begitu ia sampai di lantai atas, suara piano itu berhenti.
Reygan membuka kembali pintu ruang tengah. Sedikit tertegun ketika tidak mendapati siapapun di sana. "Ethan … kau di sini?"
Secara tak sadar, garis wajah Reygan menegang. Menutup pintu, Reygan beralih ke kamar Ethan dan mendapati bahwa putranya masih berbaring di ranjang dalam posisi yang sama saat ia tinggalkan sebelumnya.
Reygan terlihat bingung. Berpikir mungkinkah dia hanya salah dengar. Menepis semua pemikiran buruknya, Reygan menutup pintu kamar Ethan dan kembali ke lantai bawah. Namun saat hendak menuruni anak tangga, langkah Reygan terhenti dengan rahang yang mengeras ketika suara piano itu kembali terdengar.
Perlahan menoleh ke arah pintu ruang tengah, tatapan tajam Reygan menyatakan sebuah keterkejutan. Dengan cepat langkah itu berbalik dan segera dibukanya pintu tersebut. Reygan tertegun ketika melihat bocah asing seusia Ethan tengah duduk bermain piano. Dengan tatapan penuh selidik, Reygan masuk dan mendekati bocah itu.
Berdiri dalam jarak satu meter, Reygan menegur dengan hati-hati, "siapa kau?"
Batin Reygan tersentak ketika pintu di belakangnya tiba-tiba tertutup dengan kasar dan menimbulkan suara yang cukup keras. Sempat menoleh ke pintu, Reygan membawa pandangannya kembali pada bocah di hadapannya. Namun saat itu netra Reygan membulat ketika melihat wajah bocah itu yang meraung dan ingin menyerangnya.
INSIGHT
Reygan terlonjak dari tidurnya. Terbangun di meja kerjanya dengan napas yang tak beraturan setelah mengalami mimpi buruk. Reygan sejenak menepuk dadanya dengan wajah yang terlihat kesakitan, mencoba untuk mengatur napasnya. Menolehkan kepalanya ke samping, Reygan kembali terlonjak ketika melihat Ethan yang berdiri di sampingnya.
Reygan menghela napasnya dengan berat. "Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Reygan kemudian yang masih mencoba untuk menenangkan diri.
"Ada orang yang mencari Ayah," ucap Ethan.
"Siapa?"
Ethan menggeleng.
Reygan kemudian beranjak dari duduknya dan bergegas ke depan sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Membuka pintu, Reygan dihadapkan dengan seorang pria paruh baya yang terlihat panik.
"Tuan ini siapa?"
"Dokter Munaf, Dokter harus segera pergi ke klinik. Kau harus menolong putraku," ucap pria itu dengan panik.
"Ada apa dengan putra Tuan?"
"Dia mengalami kecelakaan, Dokter harus segera menolongnya."
"Tunggu sebentar."
Reygan kembali ke ruang kerjanya untuk mengambil kunci mobil dan beberapa barang yang diperlukan. Kembali ke ruang tamu, niat Reygan yang hendak pergi ke lantai atas batal setelah melihat Ethan berdiri di ujung tangga.
"Ethan, ayah akan pergi sebentar. Jika kau lapar, carilah sesuatu untuk dimakan di dapur."
Ethan hanya mengangguk, dan Reygan pun meninggalkan rumah bersama pria paruh baya yang bertamu ke rumahnya. Sedangkan Ethan, setelah kepergian sang ayah, bocah itu memasuki ruang tengah dan kemudian terdengar tengah berbicara dengan seseorang.
"Hari ini kita akan main apa?"
"Temukan melodinya. Jika kau tidak bisa menemukannya, kau harus ikut pulang bersamaku," suara bocah lain menyahuti.
"Apa di rumahmu sangat menyenangkan?"
"Kau tidak akan kesepian jika berada di sana. Tidak ada ayah yang menyebalkan di sana."
"Benarkah? Apakah rumahmu jauh?"
Setelah beberapa detik tak terdengar suara, suara Ethan kembali terdengar.
"Kalau begitu, ayo main."
Alunan piano itu kembali terdengar. Dan setelah hari itu, Reygan kerap mendapati Ethan bermain piano saat larut malam. Sikap bocah itupun semakin dingin. Reygan berpikir bahwa Ethan tidak nyaman tinggal di sana, dan untuk itu dia berpikir untuk pindah ke tempat lain.
Beberapa hari mencari hunian baru, Reygan menemukan tempat di tengah pemukiman dan dekat dengan sekolah yang rencananya akan menjadi tempat Ethan bersekolah.
Malam itu hujan deras disertai angin kencang berhasil menahan Reygan di klinik. Reygan yang merasa khawatir dengan keadaan Ethan kemudian menghubungi putranya.
Telepon rumah berdering, berbaur dengan keributan yang terjadi di luar rumah. Tanpa memakai alas kaki, Ethan berjalan pelan menuruni anak tangga. Wajah datar dengan tatapan kosong membuat pemuda itu terlihat seperti tengah sakit. Sesampai di lantai dasar, Ethan berjalan mendekati telepon yang masih berdering. Bocah itu kemudian mengangkat telepon dan mendekatkannya ke telinga.
"Ethan, kau baik-baik saja? Ayah akan segera pulang, kau tunggu sebentar," suara yang sarat akan kekhawatiran itu terdengar dari seberang.
"Pulanglah sekarang," Ethan menyahut, namun terdengar tak berperasaan.
"Ayah tidak bisa pergi karena anginnya sangat kencang. Setelah anginnya reda, ayah akan pulang. Jaga dirimu baik-baik dan jangan keluar kamar, mengerti?"
"Aku benci Ayah."
Telepon itu terlepas dari tangan Ethan. Bocah itu kemudian pergi begitu saja tanpa mempedulikan sang ayah yang sempat terkejut akan pernyataan singkatnya.
"Ethan … Ethan, kau masih di sana? Dengarkan ayah, ayah akan segera pulang. Ethan …"
Kembali ke lantai atas, Ethan membuka pintu ruang tengah dan masuk. Beberapa detik setelah menutup pintu dari dalam, terdengar suara alunan piano yang menyatu dengan suara bising di luar.
"Kau kalah, kau harus ikut aku pulang … Ethan."
INSIGHT
Reygan memasuki rumah dengan pakaian yang basah kuyup meski hanya kehujanan selama beberapa detik.
"Ethan … ayah pulang," lantang Reygan.
Setelah Ethan meninggalkan telepon begitu saja, Reygan pun nekat pulang. Dan beruntung tidak terjadi sesuatu yang buruk di perjalanan meski warga mengatakan bahwa sering ada pohon yang tumbang dalam situasi seperti itu.
Reygan bergegas ke lantai atas. Mengambil sebuah handuk untuk mengeringkan rambutnya, Reygan kemudian beralih ke kamar Ethan. Membuka pintu kamar Ethan, Reygan tertegun ketika tak mendapati putranya. Reygan kemudian masuk.
"Ethan … kau di mana?"
Reygan memeriksa kamar mandi dan mulai terlihat bingung ketika tak menemukan Ethan. Reygan kemudian meninggalkan kamar Ethan, beralih ke ruang tengah. Namun tetap tak menemukan Ethan di sana.
"Ethan …" Reygan mulai khawatir. Dengan cepat ia pergi ke lantai bawah dan memeriksa seluruh penjuru rumah.
"Ethan … kau di mana? Jika kau mendengar ayah, cepat keluar … ayah bersalah, ayah minta maaf. Sekarang keluarlah … Ethan ..."
Selesai ditulis : 11.10.2020
Dipublikasikan : 20.10.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro