GDR's Mission
Grayson, Dakota, dan Ryan sama-sama menatap sebuah koin yang terletak di atas bantal kecil berlapis kain bludru yang tertutup oleh kaca sebesar 30 x 30 sentimeter. Ada sebuah keping loham yang sebenarnya tidak begitu berkilau, tapi mampu memberi kesan antik yang kental. Bagaimana tidak, kepingan itu berusia lima ribu tahun.
Setelah membuat seluruh dunia heboh dan disusul pengumuman pemublikasian barang super antik itu, The Outcomer's, sindikat pencuri dari pinggir kota sudah bergerak terlebih dahulu.
Hari ini bulan purnama, cahanya menembus jendela lebar museum, dan sinarnya mengenai sudut kotak kaca yang menyimpan barang baru yang akan dipamerkan besok. Keheningannya sedikit janggal, tetapi Dakota tampak puas ketika pisau tipisnya berhasil menembus lem perekat dan membuka kaca bagian atas. Kulitnya yang gelap, memakai baju gelap pula, Dakota sukses nyaris tidak terlihat di tengah gelapnya ruangan.
Museum ini memiliki gaya abad pertengahan, barang-barang yang dipamerkan pun rata-rata berumur tua sekali. Contohnya saja pedang perwira perang, kapak Vikings, koin kuno.
Dalam waktu singkat, keping logam beserta bantalannya sudah ada di tangan Grayson, bersorak tanpa suara. Masker hitam yang sama seperti milik kedua rekannya membuat siapa pun tidak bisa membaca gerak bibir Grayson untuk tahu apa yang sedang dia gumamkan.
"Semua aman?" Ryan yang sedari tadi memperhatikan sekitar, berbisik rendah. Di balik topi beanie yang sekali lagi juga berwarna hitam, rambut putihnya mengintip di ujung-ujung. Mata tajam itu memastikan Dakota yang menyimpan pisau ke dalam saku, dan Grayson memasukkan keping logam ke balik jubah.
"Ya," jawab keduanya serempak sambil mengangguk.
Sayangnya, ketiga pemuda itu gagal menyadari dua titik cahaya merah berkedip cepat dari arah belakang Dakota. Mereka sudah begitu lega karena selesai menjalankan misi, tinggal kembali ke pintu belakang dan balik ke markas.
Ryan mengibaskan tangan, memberi isyarat dengan dagu ke arah mereka datang. "Ayo." Mereka tidak memakai senter, karena sudah terbiasa dengan tempat yang gelap. Langkah kaki pun seringan angin tanpa suara.
Baru saja Ryan berbalik dan Grayson mengambil langkah pertama, teriakan kesakitan yang bercampur dengan kengerian menggema di seluruh ruangan.
"Dakota! Ada apa?" Suara Grayson sangat berat, tapi dia mematung terkejut. Ryan dengan cepat menariknya mundur.
"Tolong aku!" Darah terciprat dan menetes ke lantai, Dakota berjalan ke arah mereka dengan wajah pucat, darah mengucur dari tangan kanannya yang terlihat memendek. Ada sesuatu yang tergeletak di lantai. Tangan berkulit hitam yang bersimbah darah. Tangan Dakota.
Ryan dengan cepat mengeluarkan pistol, sedangkan Grayson mengeluarkan sebilah pisau. Siapa yang menyerang Dakota? Di sana hanya ada kegelapan. Ryan menggigit bibir bawahnya, mengumpat di bawah napas. Target tidak kelihatan, dia tidak bisa menembak. "Siapa yang menyerangmu?"
Dakota tidak tahu kenapa kakinya begitu berat untuk digerakkan. Tangan kanannya, dia baru saja kehilangan tangan kanannya. Ada sesuatu yang sangat tajam dan besar yang baru saja memotong tangannya! "Aku tidak-" Belum sempat Dakota melanjutkan, dia merasakan sakit yang teramat sangat di leher.
Pisau Grayson terjatuh dari tangan, begitu suara benda tumpul terjatuh ke lantai lalu menggelinding, disusul dengan jatuhnya sesuatu yang lebih besar. Kali ini, bau anyir darah mulai mengisi ruangan.
"Siapa di sana?" Ryan menembakkan pistol seketika, nyaris membabi buta, hanya untuk mendengar pelurunya memantul kepada sesuatu. Museum yang tadi sepi tidak lagi hening.
"Dakota!"
Sudah terlambat, teman mereka itu tidak akan menjawab. Kepalanya sudah terpenggal. Darah mengucur dari leher, membuat genangan merah yang besar. Samar-samar, Grayson bisa melihat wajah Dakota, kedua mata itu masih terbuka lebar, berkilat terkena sinar rembulan. Ekspresinya penuh teror.
"Gray, kita harus pergi dari sini!" Baru saja Ryan akan menarik Grayson, mereka mendengar suara besi bergerak. Pelan, dari kegelapan muncul batung besi berbaju zirah dengan sebuah kapak di tangan. Darah menetes dari ujung kapak yang kelihatan tajam. Kedua mata topeng besi menyala merah, membuat bulu kuduk siapa pun meremang.
Ryan tidak menghabiskan waktu dan kembali menembak, tetapi semua itu sia-sia. Baju zirah tersebut sepertinya sangat kuat, peluru tidak mampu menembusnya. Ryan tidak lagi menghabiskan waktu dan menarik Grayson untuk lari.
"Tunggu, bagaimana dengan Dakota?"
"Dia sudah mati, pikirkan hidupmu sendiri!" Ryan tidak menyangka Grayson masih punya waktu untuk memikirkan Dakota.
"Tapi dia teman kita!"
"Pertama, kita harus menyelamatkan diri dulu!" Ryan terbelalak, lalu tangannya sigap mendorong Grayson hingga terjatuh. Pupilnya mengecil dalam saat rasa sakit yang teramat sangat menjalar dari tangan ke sekujur tubuh. Suara benda jatuh membuat Ryan sadar kali ini dia sudah kehilangan tangannya. "Lari! Dia cepat!"
Ryan menggunakan tangan kiri dan menyeret Grayson menuju pintu belakang. Ternyata patung baju zirah itu bisa bergerak cepat, menyerang tanpa aba-aba. Jika Ryan terlambat sedetik saja, kepala Grayson juga akan menggelinding jatuh.
"Ryan, maafkan aku."
"Bodoh! Cepat bangun dan kita pergi dari sini!" Mendengar suara besi yang bergerak dengan cepat membuat keringat dingin makin deras menetes di pelipis Ryan. Namun, tiba-tiba saja genggamannya pada tangan Grayson dilepas paksa, diganti dengan sekeping logam. "Kau-?"
"Ryan, pintu belakang sangat berat, membukanya akan makan waktu. Biarkan aku mengalihkan perhatian baju zirah itu, kau kabur duluan." Grayson berkata, wajahnya jauh lebih pucat dari Ryan.
"Jangan bodoh!"
"Sudah, lakukan saja! Aku paling bodoh di tim, Dakota sudah pergi! Hanya ini yang bisa kulakukan." Grayson mengeluarkan sebuah kain dan mengikat erat tangan Ryan yang sudah buntung. Mereka tahu patung baju zirah sudah dekat. "Misi kita harus berhasil."
Ryan mendidih, dia ingin sekali marah. "Sialan, kau!" umpatnya menggenggam erat kepingan logam dengan tangan kiri.
Grayson tersenyum. "Sampai jumpa di kehidupan berikutnya."
Ryan tidak tahu apa yang terjadi di belakang sana. Ada beberapa suara barang pecah, juga suara erangan Grayson di sini dan di sana. Dia sudah sampai ke bagian belakang, menarik pintu yang sangat berat seorang diri. Ryan sudah tak mendengar suara pertarungan lagi di belakang.
Hening yang mencekam menyelimuti, sampai akhirnya pintu berhasil terbuka.
"Akhirnya!"
Akan tetapi, sebelum Ryan sempat melangkah keluar, punggungnya disabet oleh kapak. Matanya terbelalak. Segumpal darah keluar dari mulut tanpa diminta. Tubuhnya tumbang, kepingan logam lolos terlepas dari genggaman, memantul keluar dan berhenti di depan sepasang sepatu mengkilap.
Pemilik sepatu menunduk dan mengambil keping logam itu, menyeringai. "Terima kasih atas kerja keras kalian. Misi GDR selesai."
Besoknya, dunia geger dengan ditemukannya tiga mayat pencuri yang mati mengenaskan. Yang paling parah adalah yang seluruh anggota tubuhnya termutilasi. Dua barang di museum juga hilang, keping logam dan sebuah patung baju zirah.
- TAMAT -
Jumlah Kata: 1010
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro