Part 8 - Penyerangan Besar-Besaran
"Lucas, semuanya menunggu perintah Hadad sebelum mengirim setengah pasukan ke Sonya." Tamara mengikuti laju langkah Lucas menuju pintu pertama untuk menuju Jembatan Portal 1 ke Sonya.
"Apa yang dia tunggu?" Dia kembali muak, selalu saja menunggu pria itu dan arahan lamanya.
"Membantu sebuah kerajaan yang diserang tidak semudah seperti yang akan kamu lakukan, kamu juga harus memikirkan resiko untuk Clemanos saat pergi ke sana. Artinya kau melibatkan Clemanos pada perkara lain." Ingat Tamara, sesuai permintaan ayah Lucas untuk memberikan saran-saran yang selalu didengarnya saat rapat.
Komandan Clemanos yang berada di tempat yang sama mendatangi Lucas dan Tamara, dia mengenakan zirah silver dan hitam, lambang Clemanos di tangan kanan dan kiri zirah, menggantung helm dan membawa pedangnya. "Kelompok Dubhan. Sonya belum meminta bantuan apapun, tapi banyak ledakan dari sana." Dia melaporkan dengan cepat setelah anggota kerajaan kembali dari Sonya dengan cepat.
"Dubhan, bukan klan lain. Darkpross musuh kita semua Tamara. Tutup Jembatan Portal 5 sebelum ada yang berdatangan lebih banyak. Berapa yang sudah kau persiapkan?" Lucas masih melewati lorong menuju pintu belakang.
"Kakak anda memberi 100 terbagi 2 regu, aku dan komandan Ellan Piear yang memimpin." Lapor Mell Wranp.
"Terima kasih komandan Wranp, kumpulkan pasukan di Jembatan Portal 1, aku akan menyusul." Mell pergi secepatnya lebih dahulu dan Tamara masih bersama Lucas, dia menuju kamarnya di dekat sana dan membawa pedang miliknya. Lucas selalu membenci zirah, dia tidak bisa bergerak lebih saat menggunakan baju perang, ia memilih berlapiskan kain agar kemampuan gerak cepatnya bisa menyelamatkan.
"Teman-temanmu, mereka ingin pergi." Tamara melanjutkan, ia mengambil zirah di kamar Lucas dan menggunakannya sendiri. Dia selalu menerima Tamara dan mengambil apa yang ia mau, lagipula Tamara mempunyai tubuh seperti pria dan zirah sebesar itu bisa masuk untuknya.
"Dan menggunakan batu A'din? Oh tidak, jangan, jangan di sana dengan musuh Dubhan. Mereka akan tahu kita sudah berkumpul." Urai Errol, memasangkan kaitan pedang di saku celana dan mempersiapkan diri di dalam sana.
"Itu rumah kedua Matthew dan Kiana, menurutmu bagaimana perasaan mereka jika tidak ikut andil? Matthew bilang di sana ingin pergi, dia sudah memastikan Kiana dan teman-temannya untuk kembali lagi ke Sonya. Mereka bisa berperang bukan?" Tamara menarik pedangnya, memeriksa apakah masih tajam dan ia siap menjilat darah-darah bangsa Darkpross. Besi pedangnya licin dan baru, dibelikan oleh kakak lelakinya yang menjadi pengawal Hadad.
"Kecuali wanita itu, dan Errol punya kemampuan lebih dengan batu dibandingkan pedang." Lucas selesai, dia keluar dan menoleh ke kanan arah teman-temannya masih berdiskusi. "Jika mereka ikut artinya urusan di sini selesai, aku sudah harus mulai bersama mereka."
Tamara mendukung apapun keputusan Lucas, dia punya pribadi jauh berbeda dari kakaknya. "Aku akan memanggil mereka, kau pergi dahulu dan aku akan membawa mereka."
Lucas mengangguk dan pergi ke lorong depan sedangkan Tamara ke lorong belakang dan menyusul tamu-tamu itu.
Awan masih menyisakan kelabu yang suram dan tanah banjir di bawah, cahaya mengembalikan kehidupan, suara medan portal terdengar simpang siur, dengungan singkat berulang-ulang kali membuat Jembatan Portal 1 bising. Disaksikan ratusan warga yang tinggal di bawah jurang, puluhan orang menghilang di jembatan. Lucas berdiri di pintu dan masih memeriksa keadaan regu-regu yang dipimpin 2 komandan besar, selalu membayangkan dia kembali lagi ke penyerangan dan harus membunuh yang jahat.
Matthew, Kiana, Raydon dan Errol datang bersama Tamara menyusul, mereka di bawah pintu besar besi dengan Jembatan Portal 1 di depan, mereka bisa melihat jurang di bawah jembatan adalah kota Clemanos seperti sarang sembut yang semakin dalam semakin berisi banyak kehidupan.
"Jangan menunjukkan kekuatan di sana, Darkpross akan segera tahu." Kata Lucas pada mereka yang menyaksikan prajurit-prajurit berzirah yang menghilang. "Menolong tidak selalu baik untuk sukarelawan, kita bisa yang berakhir buruk."
Lucas menarik pedangnya dan maju menuju jembatan, Tamara di sebelah kawan-kawannya ikut menarik pedang dan mencengkram untuk bersiap, dia tidak tahu siapa yang ia hadapi saat muncul di Sonya dan bagaimana kekuatan lawannya. Saat semuanya mengikuti Lucas dan Tamara, kaki-kaki berlari itu menjadi hitam dan berat, lagi-lagi seperti pingsan dan muncul lapangan besar di daerah Sonya, butuh beberapa detik untuk Matthew mengingat di mana letaknya dari pusat kota. Lapangan itu berada di kanan kastil dan pusat munculnya penyerangan ada di bagian utara, tepat arah dari kerajaan Dubhan di utara.
Sebuah ledakan besar membuat bola api melambung di langit, tanah bergetar, dan jantung meledak-ledak. Kali ini hanya Dubhan yang menjadi biang onar, jubah merah menyala mereka mudah diketahui, sehingga ke mana pedang melayang pasti menuju satu pria berjubah merah.
"Aku dan Tamara akan utara, kalian lindungi kastil," titah Lucas dan ia berlari sendiri dengan pengasuhnya.
Sebuah ledakan lagi membumbungkan bola api raksasa, dan lokasinya mulai mendekati kastil semakin lama. "Mereka menargetkan keluarga kerajaan," ucap Errol berasumsi.
Suara desingan pedang dan lengkingan teriakan mulai menggelengar, tumpah darah yang banyak membuat garis cerita terulang kembali. "Ayo!" pekik Raydon dan ia mengeluarkan busur, bukan pedang ungunya.
Errol mengambil dua buah tombak yang tergeletak dan memilih merubahnya menjadi pedang saat tidak ada musuh di sekitar sana. Mengingat kastil penuh dengan keluarga kerajaan dan orang-orang yang begitu akrab dengannya membuat Matthew buru-buru berlari ke sana. Dalam perjalanan menuju kastil utama Raydon mendapatkan gelar utama dalam membunuh pasukan Dubhan, dari kejauhan dia sudah menarik panah dan menargetkan para jubah merah yang berlarian, beradu pedang, dan mencoba bersembunyi. Dia meraih angka tujuh dalam melayangkan anak panahnya, musuh-musuh itu tidak tahu arah kedatangan orang-orang lain. Tapi mereka selalu menargetkan pasukan berseragam ziram Sonya yang berwarna merah dan perak.
Matthew berlari cepat di belakang Kiana, melompat puing-puing kehancuran, menundukkan tubuh dari sana, melewati gang dan waspada pada siapapun yang mendekat, dan di dekat kastil ia melihat Clark yang tengah menebas beberapa pasukan Dubhan yang hampir mendekati gerbang kastil. Mata Clark pun mendapat pergerakan dari arah kirinya, yaitu para pemegang batu A'din.
"Matthew!" pekik Clark kaget, dia berkeringat banyak dan berseragam zirah bersama komandan 1 yang bersama menjaga perbatasan dari gerbang kastil, tuan Irrybal Cruel. "Masuk ke dalam!" Kini Clark lebih memprioritaskan para pemegang batu A'din ketimbang menyeret mereka ke medan perang, Darkpross selalu suka dengan batu-batu berkekuatan dan bukannya urusan politik.
"Apa yang mereka cari?" tanya Matthew curiga, kedatangan pasukan itu mecurigakan termasuk hanya pasukan Dubhan dan jumlah yang sedikit.
"Tidak tahu, mereka datang tiba-tiba dari hutan," ujar Clark kewalahan, nafasnya terpingkal-pingkal dan keringatnya berhamburan membasahi rambut bergelombang sepanjang telinga. "Tapi dia hanya menargetkan prajurit."
Matthew dan Kiana sudah memisahkan diri dengan Raydon dan Errol yang entah berada di sisi mana, siapa yang mereka lawan dan bagaimana kondisi. "Di mana Xavier?" kini Kiana angkat bicara.
Ada momen diam Clark melihat Kiana yang lama tak ia jumpai. "Dia di dekat kubah, ada batu besar yang disembunyikan di dalam kubah."
Mendadak sebuah batu sebesar tas ransel melayang di udara, merah dan membara, mengarah pada mereka. "Awas!!" Jerit seorang pria.
"Pergi!" kata Clark sebelum batu Osmos terlalu dekat dengan mereka. Semua yang berada di dekat jatuhnya batu Osmos besar yang jatuh dari ketinggian berlarian seperti ayam panik, mereka melompat dan bersembunyi, berlari lebih jauh dan menutup gendang telinga.
Kiana terluntang-lantung berbalik arah bersama yang lain mencoba menghindari ledakan besar nanti, ketika batu itu jatuh ledakan besar menghantam Sonya untuk kesekian kali, api merebak melingkari sekitar batu dan bunga api terbang, melukai beberapa prajurit dan membakar seragam besi, memanggang mereka dari dalam. Gendang telinga mereka mendengung, mata mereka mulai berkunang-kunang efek spontan ketika terjatuh. Mereka tak bisa mendengar apa pun dengan ledakan di dekat mereka, ledakan itu pasti membunuh teman dan musuh, batu Osmos, semacam bom atom versi mini yang marak beredar adalah senjata utama pasukan Dubhan, dan kali ini menghancurkan banyak rumah penduduk Sonya dan infrastruktur-infrastruktur lainnya.
Teriakan para penduduk wanita yang membawa anak-anaknya semakin menjalar ke sepenjuru Sonya, mereka yang tak berdaya sebagian telah diungsikan ke kastil dan sisanya masih tertinggal di rumah mereka. Hampir 30% Sonya hancur karena ledakan batu Osmos, 10% penduduk mati karena bangsa Dubhan semena-mena melukai mereka.
"Lewat belakang kastil, jika ada penduduk bawa mereka ke dalam." Clark segera bangkit, membersihkan wajahnya dari debu panas karena batu Osmos yang meledak di dekatnya. "Cepat," dia menarik pedang yang tercecer, menyerahkannya pada Matthew yang kosong tanpa senjata, dan dia segera pergi jika batu besar tadi melukai banyak prajurit.
"Ayo Kee, kau harus ke kastil dahulu." Matthew membawa Kiana, selalu berada di belakang dan menjaganya dari belakang. Matthew memilih jalan besar di sebelah perumahan penduduk di sebelah kastil, sepi tanpa prajurit dan rumah-rumah itu kosong. Kastil masih setengah mil, terasa lega kastil tidak punya asap yang mengepul dan bara api seperti di belakang.
Kiana terus diam diperhatikan Matthew, dia berkonestrasi dengan jalanan yang mudah terlupakan. Keributan di belakang membumbung besar, ledakan-ledakan Osmos bagaikan petir dan asap hitam pengepul dari kejauhan dan membakar rumah kayu penduduk. Dari jalan-jalan tembus kecil yang bertebaran di Sonya mereka masih berlari, tapi satu Jubah Merah tiba-tiba muncul dan jalan berlari sangat panik, seorang prajurit mengejarnya sampai sana dan dia tahu nasibnya buruk ketika terlalu dekat dengan kastil, akan semakin banyak prajurit.
Dia tersandung dan terbungkuk di depan Kiana, dia langsung berdiri dan penutup kepala merahnya terbuka, wajahnya pucat dan masih muda, ketakutan karena dikejar dan semakin tipis peluang selamat. Dia menarik belati dan memeluk Kiana yang tadinya hampir tersandung, memeluk dan memutar tubuhnya agar belati di leher itu terlihat oleh kedua orang di dekat. "Tidak, tidak, jangan bergerak, menjauh! atau dia," pilihannya sulit ditolak.
Prajurit Sonya yang mengejar terlalu jauh dan belum bisa menangkapnya akan menyerang dan tidak memperdulikan ancaman, tapi Matthew segera menahan. "Tidak! Tunggu!" Dia berkata pada prajurit, panik dan was-was dengan Kiana dan belati di lehernya.
Prajurit itu bernafas kasar masih muda dan kurus, dia memperhatikan dengan hati-hati gerakan Jubah Merah. Matthew sangat percaya dia harus terlihat menyerah, musuhnya menggunakan Kiana hanya untuk kabur dan tidak berniat melukai sebagai ancaman. "Pelan-pelan, jangan menyakiti dia." Pinta Matthew pelan, mengangkat kedua tangan arti menyerah.
"Mundur!" Pekik pria berjubah merah, dia mundur membawa Kiana yang menutup mulutnya rapat, air muka yang takut dan bingung. Ia memandang Matthew meminta pertolongan, sebenarnya dia selalu ingin menyerang seperti orang-orang yang sering ia lihat lolos dari belati yang mengancam. Tapi dia tidak percaya diri, belati di lehernya sangat ketat dan menemepel, dia bisa merasakan ketajam dan bau darah yang amis.
Semakin mundur Kiana mulai menjauhi Matthew sebagai alat pertahanan pria itu. Mereka mulai mundur ke jalan kecil lain untuk kabur dan setelahnya mereka hilang. Matthew menarik nafasnya. "Buntuti dari jauh, dia tahu kita akan mengikuti." Katanya pada prajurit yang masih butuh diasah lagi.
Pria berjubah merah menyingkap tudung, menarik dengan kuat Kiana dan berlari mengikuti jalan sempit, dia tidak tahu akan ke mana. Satu-satunya arah hanya lurus dan menunduk menghindari jemuran yang menggantung, ia lewat dalam menghindari jalanan, mengobrak-abrik keranjang yang menghalangi dan membuka pintu-pintu rumah untuk menuju pintu di sisi lain. Dia masih memegang belati di tangan kanan, matanya mengincar cahaya dan mencari sesama temannya yang bisa menolongnya kembali selamat.
Kiana bersumpah sudah kelalah, pria itu menyeretnya seperti kambing mati dan tidak berhenti sebelum dia tahu nyawanya selamat. Ia melihat di sekiarnya jika ada benda tajam, mungkin pisau dapur untuk mengoyak nadi tangan yang mencengkramnya, tapi tidak ada itu di dalam rumah-rumah yang berdempet. Kiana dibawa memanjat, dan melompat setinggi 3 meter untuk melompati tumpukan lemari.
Saat sudah berada di langit terbuka Kiana sadar dia membawa lebih jauh dan mendekat dengan pasukan Dubhan, yang artinya dia bisa keliru membawa siapa dan juga beruntung. Tapi satu panah tiba-tiba menekan isi dadanya dari kiri, merenggang nyawa dengan pelan-pelan dan rubuh di depan. Kiana merasa jantungnya ikut terpanah, sangat tidak memprediksi panah itu datang.
Ia melihat pria itu tergeletak dan dia bebas, lalu melihat arah kedatangan panah, Raydon di lantai 2 bangunan rumah masih menarik panah ke arah berlawanan berulang kali dan ia turun menuju Kiana. "Aku butuh Errol, panahku habis. Ayo," giliran dia yang membawa Kiana kembali, mencabut panah dari dada musuh yang habis ia rubuhkan.
Saat Kiana akan kembali dia melihat Xavier di depan kubah, tubuh kecil dikejauhan yang masih ia kenali berdiri belum mendapatkan musuh sampai sana. "Xavier, ayo Ray." Dia menuju arah kubah di turunan sana.
Xavier menyadari kedatangan Kiana dan seorang pria lebih tinggi dibandingnya, bingung dan semakin waspada. "Kee? Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Kiana!" Jeritan Matthew muncul dari belakang, berlari turun ke kubah setelah sadar Kiana bersama Raydon.
Di depan lapangan kubah mereka berkumpul, kekosongan di sekitar sana lebih jelas menangkap pergerakan musuh dari jauh. Dia bersama regu mengitari kubah dan sebagian menggunakan panah yang penuh. "Penyerangan ini aneh," imbuh Xavier.
"Kenapa?" Matthew mengkerut keras.
"Tiba-tiba saja, tanpa sebab," kata Xavier mendecak penasaran. Tak hanya Xavier yang berfikir seperti itu, ada beberapa pihak yang bingung dengan penyerangan.
"Matt!" lagi-lagi Kiana berteriak ketakutan. "Lihat!" ia menunjuk arah langit di utara, awal masuknya musuh.
Di langit yang biru terdapat bintik-bintik hitam, terbang dengan aura aneh yang menguar. Seperti burung yang bermigrasi, sehingga tidak membuat dampak panik dalam beberapa saat. Namun semakin bintik hitam itu mendekat ada suara-suara aneh di langit, suara gemuruh dari tenggorokan dan kepakan sayap yang berat, bentuknya semakin membesar dan banyak.
"Lonk." Matthew bersiap.
"Ah, jangan makhluk itu lagi." Deru Raydon, dia mulai memasang anak panah dan berancang-ancang. Dia sangat butuh Errol untuk merubah ranting menjadi anak panah, dia sudah melihat kemampuan anak itu merubah apapun menjadi senjata dan selalu terkesan. Dia harus membawa Errol ke manapun, anak itu begitu membantu semua orang.
Lonk yang datang sudah sampai di langit Sonya, turun dengan sayap lebarnya dan menghantam puluhan prajurit lengah. Lonk itu memakan daging dan darah segar, terkadang ia juga cuti memakannya dan memilih untuk memakan makhluk hidup dari hutan dan buah-buahan. Segerombol Lonk turun di sekitar kubah dan mengeluarkan teriakan melengking, lalu sayapnya mengibas dan menghantam wajah-wajah prajurit. Tak kalah serangan prajurit lainnya merancak sayap Lonk hingga lepas, lalu menghunus tubuhnya hingga rubuh. Melepaskan panah-panah ke badan tingginya, mereka kadan cepat dan membuat panah hanya menancap di sayap hitam. Sayap itu seperti plastik dan tembus pandang di bawah cahaya terang, urat-urat di dalam nampak jelas dan meremang merah, jika ditembus panah tidak terlalu menyakitkan mereka.
Dari langit Lonk menukik tajam menuju arah Xavier dan yang lain. Xavier yang sigap dengan kedatangan tujuh Lonk mengangkat pedangnya tegap dan mengkuatkan kuda-kuda. "Pergi!! Masuk!" pekik Xavier pada Kiana.
"Kee masuk!!" pekik Matthew yang kali ini tidak dapat meninggalkan Xavier sendirian.
Sebuah sabetan besar memenggal kepala Lonk dari pedang Xavier. Lonk lainnya masih terbang dan kini Raydon mengambil anak panah dari keranjang milik prajurit lain, dia membidik dengan tepat dan menusuk dada Lonk hingga meluncur ke tanah, menerbangkan debu dan tanah. Dia sudah membunuh Lonk sejak 15 tahun bersama ayah dan prajurit berpangkat tinggi lainnya, dengan panah Lonk selalu kalah, tapi saat bertemu berhadapan Lonk selalu menang.
Kiana terhuyung-huyung berlari menuju ke tangga menuju pintu kubah bermaksud bersembunyi, ia kewalahan baru menaiki 20 anak tangga. Lonk mendarat di tangga bawah dan melihatnya berlari. Lonk ini lolos dari penglihatan Matthew, dan Kiana yang ingin meneriakkan nama Matthew menjadi membisu, hanya memikirkan lari secepat mungkin dan meraih pintu. Ada rintihan tangis dan ketakutan dari suaranya, kakinya panas dan pegal di paha tapi ia bisa meraih pintu, membuka lalu cepat-cepat menutup pintu, namun lagi-lagi Lonk mencapai kecepatan maksimal dibanding Kiana. Satu sayap Lonk masuk dan menahan pintunya agar terbuka, sayap itu berkibar keras seperti jemuran yang dihempas angin hujan, kulit kasar dan bau lembabnya mencarik-carik tubuh Kiana yang mendorong pintu dengan keras berharap sayap itu patah dan bisa merapatkan pintunya.
"Errrggghhhh," dia mengerang kehabisan nafas. Sayap-sayang Lonk melukai wajah dan rambutnya, keringatnya turun selaju air mata. Tapi makhluk itu tidak pernah menyerah dan kubah dalam bahaya.
Angin keras dari belakang Kiana membuat Lonk menjerit, melengking sangat keras karena terluka. Cahaya menyilaukan seperti matahari yang disimpan di kubah, karena Kiana membelakangi arah cahaya ia hanya terus mendorong pintu saat Lonk menyerah karena cahaya terang. Lonk itu terjatuh dan melepaskan sayapnya dari pintu, membuka kesempatan Kiana menutup pintunya rapat-rapat dan menguncinya. Ia cepat melihat ke belakang saat cahayanya hilang. "Tidak apa, kau sekarang aman di dalam," kata Kozzak.
Di luar, kericuhan yang menjadi-jadi mendadak mulai hilang, ada suatu kepergian yang membuat pasukan Dubhan dan Lonk yang tersisa mundur. Entah mungkin sang pemimpin memutuskan untuk mundur karena kalah jumlah, pemimpin itu hampir terbunuh juga ataukah konspiratif lainnya. Namun semakin lama penyerangan berlangsung, semakin sedikit aksi bunuh-membunuh. Mereka yang masih hidup berlari kembali ke hutan, meninggalkan mayat-mayat Dubhan dan Lonk untuk diurus Sonya.
Mereka berkumpul dan duduk di rumah-rumah yang kosong, berdiam diri di teras melepaskan keringat hingga habis. Bau asap menyerbak di udara, asap-asap masih naik dan tidak hitam. Titik-titip api sudah hilang dan hanya menyisakan prajurit yang menyeret bongkaran membersihkan jalanan. Sudah saatnya menghitung berapa banyak yang terluka dan berharap tidak ada yang tewas. Xavier berbicara dengan Lucas untuk mendapatkan hasil sementara, prajurit Clemanos yang datang tidak banyak yang terluka dan tidak menewaskan siapapun. Sebagian merasa pusing karena bom-bom Osmos terus dilemparkan dari ketapel yang tersembunyi. Sedangkan prajurit Sonya sangat terpuruk, mereka terluka begitu parah, tusukan pedang dan luka bakar sering disebutkan, patah tulang dan pingsan karena terjatuh dan bantingan keras. 31 prajurit Sonya tewas, setengahnya luka berat dan separuh lainnya hanya kelelahan.
Sore itu langit Sonya semakin merah seperti panggangan, bau amis mulai tercium karena bangkai Lonk. Clark sudah berjalan memperhatikan kondisi, melempar helm besinya dan membiarkan kepalanya dingin di sore menjelang petang. Dia berbicara pada komandan-komandan, merengut dan mulai pening dan urusan-urusan baru. Rumah penduduk yang hancur dan perbaikan mendatang.
Dia mendatangi Raydon, Matthew dan bersama pria lain. "Mereka kabur." Katanya, bernafas mulai tenang.
"Tanpa apa pun yang diambil?" Sahut Matthew bingung.
Errol datang dari arah lain sendirian, dia seperti tersesat dan murung karena tidak menemui teman-temannya, dipenuhi luka di wajah dan lengan. Lucas dan Tamara bersama Xavier berjalan dari sudut lain, menemukan wajah-wajah tidak asing berbicang di perumahan penduduk.
Clark menghadapi Lucas. "Terima kasih atas bantuan kalian, aku benar-benar menghargainya."
"Kita saling membantu," ucap Lucas penuh penghormatan.
Selang beberapa lama setelah penyerangan itu terjadi, para prajurit dari Sonya dan Clemanos saling bahu- membahu membersihkan mayat-mayat yang bergeletak. Mayat dari bangsa Dubhan dan Lonk mereka akan menimbunnya di sebuah lubang raksasa. Dan untuk mayat dari prajurit yang rela mati demi kerajaan akan dikubur masing-masing secara terhormat di kuburan masal.
Mengembalikan Sonya yang hancur ke keadaan semula tidak mudah, pihak kerajaan harus jungkir balik menangani permasalahan khususnya untuk rakyat-rakyat yang rumahnya hancur tanpa ada salah. Raja semakin penat dengan kegiatan ini, Ratu sedemikian rupa.
Semuanya berkumpul di meja rapat, meregangkan saraf-saraf kaku setelah penyerangan tadi siang. Raydon menghisap beberapa batang rokok untuk melegakan dirinya berdiri di depan jendela agar asap terbawa angin malam, satu-satunya obat penenangnya. Sembari Errol menatap langit hitam di luar ia mendengarkan setiap percakapan di meja makan yang diketuai oleh Clark.
Lucas masih tinggal di Sonya dan Tamara pulang untuk mengurusi sisa prajurit yang pulang melalui portal. Matthew duduk sendiri, mendengarkan pidato dari Clark yang sedang resah dan marah tentang penyerangan tersebut.
"Apa maksud penyerangan ini? Balas dendam?" caci Clark pada semesta, dan didengar semua orang.
"Pasti ada persekongkolan yang terjadi di sini, tidak ada sebabnya mereka menyerang yang artinya mereka memancing," sahut sang adik. Mereka bersama Raja duduk sebagai pendengar sudut pandang setiap orang.
"Aku yakin penyerangan ini bukan apa-apa melainkan sejenis penyamaran, ada sesuatu yang mereka sembunyikan dan penyerangan ke Sonya ini adalah pancingan. Ketika kita menggigit umpannya akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka mau, mereka pergi artinya ia sudah mendapatkannya," jelas Clark menyimpulkan.
"Itu yang dilakukan mereka untuk memukul ancaman mundur. Aku melihat jelas sekarang bila Sonya mejadi ancaman bangsa itu, mereka menyerang untuk melemahkan dari segi militer dan akan terus mencari cara agar runtuh." Raja angkat suara, duduk di kursi utama melihat Matthew dan Kiana bersamaan.
"Dia hanya menargetkan prajurit Sonya dan bukan Clemanos dan lainnya. Bukti jika Sonya mempunyai hal yang meresahkan mereka." Tambah Clark.
Pernyataan Clark ajaibnya membuat semua yakin, mungkin memang penyerangan itu adalah pengalihan akan sesuatu yang masih misteri. Keheningan masih merasuki ruangan tersebut dengan sisa yang lainnya terdiam memikirkan masalah masing-masing. Xavier selalu benci Clark benar di hadapan ayahnya, dia punya wajah kemenangan, menang merebutkan perhatian maupun persetujuan. Sedangkan ayahnya selalu menolak Xavier, meminggirkan perkataan anak keduanya.
"Pergerakan lain," gumam Raja.
"Para pemegang A'din harus segera pergi, batu incaran mereka mulai dicari." Singkat Xavier angkat suara, ia selalu minum di meja sana.
"Tidak." Tolak ayahnya, lagi-lagi mempermalukan Xavier seperti dia bodoh dimata ayahnya. "Saat Matthew dan kawan-kawan pergi bangsa itu akan tahu jika kita mengetahui pergerakan mereka. Selalu buat musuhmu memandangmu bodoh lalu menguatkan diri." Katanya pada Xavier.
Dia benar-benar dipermalukan, nafasnya mulai membara dan cengraman dicangkirnya mengeras. Xavier menunduk menahan emosi, dia tidak bisa mengendalikan emosi di hadapan orang-orang itu. Cangkirnya ia banting di meja, jatuh dan menggelundung. Wajahnya semerah langit dan terlihat marah setelah ayahnya memperburuk citra di depan semua orang.
Xavier meninggalkan ruangan dengan banyak mata yang mengawasinya dingin. Sorot mata Raja tajam dan mengingat tingkahnya yang tidak dewasa, seperti bayi besar. Semuanya tahu dari sana ada perselisihan keluarga Handstar, sangat terlihat aura ketegangan.
Raja pergi setelah berbincang dengan Lucas, menanyakan tentang militer dan apa yang pernah terjadi di sana. Clark yang bersama Raja juga ikut mundur dan membiarkan semua beristirahat. Matthew tahu Xavier sudah diluar kendali, masalahnya dengan ayahnya semakin panas dan tidak bisa dipungkiri anak itu bisa memberontak. Menghancurkan sendiri kerajaan karena ketidakadilan yang dirasakan.
****
-Uhuhuhuhu, well well, aku suka bagian ini wkwk. Semoga berkesan ya para silent reader tercintah, vote dan komen yaak.
-Oh ya kalau ada yang mau tanya-tanya, ya tanya aja, aku serasa polisi jadinya nanti wkwk.
Keyword :
1. Batu Osmos : Batu bom.
3/02/2016
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro