Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 65 - Surat Varunnette 2

Reruntuhan salju tersebar di sepenjuru Earthniss, selatan ke utara, timur ke barat, musim dingin untuk tahun ini.

Para rakyat sudah sedari awal membanjiri pasar untuk batu Storm, batu yang menguarkan aura hangat, membuat nyaman dan tenang. Mereka biasanya membeli banyak, menaruhnya di tiap pojok kamar, sudut ruangan, lemari, atas meja, samping kasur, di dalam rumah dimana pun.

Tapi tahun ini dingin salju dirasa semakin dingin, sebanyak apapun batu Storm tak bisa menghangatkan. Butuh banyak kayu api, butuh banyak api, butuh banyak ketenangan. Earthniss mungkin dingin dan berdarah, memasuki tantangan baru dengan ratusan macam cerita. Jika memutar ulang kembali dari kenormalan yang pertama, banyak kejadian yang terdengar. Sayang rasanya jika tidak ada yang menuliskan semua kisahnya, menaruhnya lagi di perpustakaan-perpustakaan Jatum atau kerajaan lain.

Tubuhnya mendadak hangat, bulu putih bersih dan aroma amis menyengat dicium. "Oh, Brute." Dia tersadar dari lamunan, membelai tubuh raksasa serigala putihnya yang tiba-tiba kembali.

"Aku tidak takut." Katanya.

Dia meyakinkan Brute yang memulai kebiasaannya, membelai tubuh untuk orang yang merasa tengah begitu cemas. Nafas Brute menimpa wajah Lucas, bau, mengendus-endus, Brute manja. Masih membelai wajah Lucas, meniduri tubuhnya, mengendus, mengajak bermain.

"Sana, pergi, aku baik-baik saja." Ia mendorong raksasa itu, tertawa.

Brute berdiri, turun, menuruni tangga dan menginjak salju. Bernafas, hewan besar berkeliaran di sepenjuru Clemanos. Lalu di udara lolongan Brute mengalun bahagia, dia cinta salju, tempat dia hidup yang sesungguhnya.

Ya, lolongan Brute bahkan terdengar lebih menghangatkan. Setidaknya ada yang bahagia di saat-saat ini.

Lucas kembali ke kastil tepat sebelum makan siang sesuai kabar dari mereka, ayah di perjalanan untuk kembali. Menuju Clemanos dengan semua sisa prajurit dari pertama 3 tahun ia berangkat. Itu ribuan orang dalam rombongan yang besar, kembali ke kerajaan dari utara.

Lalu di sana ayahnya datang di sambut pemuda Nara si pelayan tampan, ayah membuka jas tebal merahnya yang berat dan berair, melepas lagi kaus hitam tebal penuh kancing, dan meninggalkan sweater hangat hitam. Ayah makin coklat, rambut panjang pirangnya gelap dan dia mempunyai poni yang terbelah, cambangnya tipis, ada luka basah di kening. Berjalan menuju ruang lamanya beristirahat, meminta makanan dan minuman pada beberapa pelayan kerajaan.

"Ah Lucas, Brute mengagetkanku diperjalanan. Aku fikir dia hewan liar hampir saja aku menyuruh sesuatu pada anak-anak." Dia memulai bercerita sambil merapikan ulang mejanya yang sudah rapi. "Tapi itu Brute, muka putih dan lucunya masih sama saat dia kecil. Dia sangat besar." Puji ayah, mencari beberapa buku di lemari.

"Aku biarkan dia berpergian, dia menemuimu?"

"Beberapa mil dari Clemanos, ia berlari seperti beruang ke arah rombongan. Tapi aku ingat serigala lucu itu." Ayah terkekeh, menatap Lucas kali ini. "Sangat aneh dia menyambutku. Brute berlari-lari, menendang salju dan melolong tidak jelas. Itu menggemaskan, aku ingin dia punya anak-anak."

"Dia bahagia." Lucas mendambakan ini, perbincangan lama yang sudah sangat lama dilakukan, ia dan ayahnya.

"Begitukah?"

Lucas mengangguk, duduk di kursi kayu di seberang ruangan, menggesernya mendekat. "Ya, seperti aku." Ia jujur.

Ayah melihat Lucas, itu anakku pikirnya, dan dia merindukannya. "Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja, baru kembali dari Torin 3 hari yang lalu." Lucas menunggu respon ayah.

"Hm, aku sempat mendengarnya di utara disebutkan Ratu Torin Maxima, pemegang batu A'din. Kurasa kalian sudah berteman, bertemu dengan pemegangnya yang lain, belajar." Katanya.

"Iya kita semua belajar." Tidak dijelaskan apa yang mereka pelajari, tapi pelajaran itu mengerikan, nyata dan banyak kegagalannya.

"Simpan batumu itu nak, jangan pernah menggunakannya. Ilmu hitam itu tumbuh selalu. Sesuatu yang tak kasat mata itu selalu ada. Seperti Torin Maxima." Ayah mengingat duduk dan menulis, tipikalnya saat pulang dan beristirahat.

"Ahli waris terakhirnya mati." Kalimat itu menyedihkan, Matthew ia mengingat temannya. Lalu ayah berhenti menulis, melihat wajah Lucas yang merengut kecewa memikirkan sesuatu.

"Wanitanya?"

"Laki-laki, Matthew Tibalt, yang tinggal di Sonya. Perang itu selesai setelah Torin memenangkan keadaan di momen terakhir, tapi Saédan mendapatkan dia. Saédan, bisa kau bayangkan mahluk itu turun sendiri ke sana dan menyeret Matthew yang jelas-jelas di depanku bertarung seperti Raja." Lucas mengingat saat ia berperang kala itu.

"Apa yang Saédan inginkan?" Ayah mengikuti dengan serius dan cukup terkejut dengan cerita ini.

"Batu Zonela."

"Zonelanya Torin Maxima tentu saja." Ayah berdecak paham.

"Ayah, saat Saédan menangkap Matthew dan tidak langsung membunuhnya aku bisa membaca apa yang akan terjadi. Ada momen ketika aku dan Matthew saling bertatapan, kita tahu dia akan mati, kita tahu langsung alur ini seperti apa aslinya. Mereka menunggu Kiana di lapangan, lalu dia muncul membawa Zonela bersamanya. Aku tahu faktanya Zonela hanya bisa dilepaskan oleh Kiana dengan darah murninya dan kelemahannya hanya satu yaitu Matthew."

"Lalu Saédan berunding dengan wanita itu." Ayah bahkan mulai paham. "Ketika itu mereka semua membunuh semua keturunan Torin Maxima tanpa tersisa selama bertahun-tahun, para suruhan dan tokoh-tokoh Darkpross itu mencari di setiap kota dan kerajaan. Membaur ke Clemanos dan menggorok leher mereka di kasur. Menikam mereka yang di jalan. Meracuni mereka yang haus setelah bekerja. Dan lihatlah sekarang mereka hanya meninggalkan Kiana dan Matthew tanpa alasan. Sekarang kau tahu apa alasannya? Ketika mereka mencintai satu sama lain apapun mereka korbankan bahkan batu sekuat Zonela pun, yang nyatanya itu harta karun Darkpross yang paling mereka inginkan. Bukan salah Kiana menukar Zonela dengan Matthew, aku akan melakukan hal yang sama untuk orang satu-satunya yang kumiliki. Tapi itulah perang dingin. Mereka menggunakan cinta?"

"Sepertinya itu yang difikirkan semua orang."

"Mungkin iya, mungkin juga tidak. Kebaikan adalah kejahatan yang belum terlihat. Dan sekarang kita melihat kejahatan dari kebaikan mereka meninggalkan 2 ahli waris Torin Maxima." Ayah berdiri mengitari meja, bersandar di hadapan Lucas merasa bersimpati atas duka yang Lucas rasakan.

"3 bulan semenjak hari itu aku masih tidak bisa melupakan tatapan Matthew, itu menghantuiku." Mata birunya itu membuka melihat Lucas, tatapan takut, dibayangannya.

"Mata orang barat itu indah tapi tidak bisa dilupakan karena kehidupan mereka yang keras dan berani tidak seperti yang lain. Aku bahkan masih ingat tatapan Raja Torin kepadaku saat dia kemari, senyumannya hangat sekali tapi dia punya aura menakutkan. Menakutkan dalam artian ruhnya yang berbeda melihat kita. Mereka selalu dekat dengan hal-hal tradisional, suku-suku Marclewood, tradisi darah, memakan hasil laut mentah, mengukir pohon dan menyembahnya, oh dan hantu suku-suku di sekitar mereka." Ayah bergidik ngeri, menghormatinya.

"Kasihan mereka berdua." Nafas Lucas tersenggal menahan tangis.

"Itu memang kejam, kau akan melihat sama seperti itu sepanjang umurmu bertambah sampai sepertiku. Aku melihat lebih banyak pilu, ketidakadilan, dan amarah saat masih bersama kakekmu. Mereka menciptakan mahluk ini di utara sekarang, sosok ditumbuhi batu sekujur tubuh dan susah sekali untuk dilukai. Sudah tidak ada Darkpross di Earthniss. Dubhan, Erebus, Darkpross, mereka jauh di laut sana. Tapi bukan berarti mereka berhenti. Ancaman pejalan batu masih terngiang." Ayah mulai membagi kisahnya.

"Aku baru mendengarnya kemarin dari tuan Bara. Apa mahluk itu?" Penasaran, Lucas semakin berniat ingin melihatnya langsung.

"Pejalan batu. Seperti mayat." Ayah meralat. "Bukan mayat tapi setengah manusia yang hilang kesadaran, manusia hidup atau sekarat, dan mereka digerakkan virus dikepalanya. Infeksi itu menyebar dan membuat luka ditumbuhi batu sekeras gunung. Hanya tuhan yang tahu bagaimana mereka membuatnya."

"Apa ada obatnya?"

"Katanya Varunnette masih mencoba. Sisanya mempersiapkan kedatangan hal-hal yang tak diinginkan. Para Peri yang paling gentar dengan hal itu, menyebutnya Fenomena Paling Buruk di dekade ini. Biarkan mereka memperdalam semuanya tapi aku mau kamu mengingat ini." Ayah menatapnya tegas. "Percaya pada dirimu sendiri. Jika kamu harus pergi sendiri pergilah sendiri. Jika kamu harus bersembunyi sendiri bersembunyilah. Jika kamu tidak mau ikut andil di dalam kekuatan A'din berhenti. Jika kamu tidak percaya kakakmu percayalah kata hatimu sendiri. Tuhan menciptakan kita berbeda. Jadilah versi dirimu sendiri dan kau menemui jawaban." Ayah keluar ruangan.

"Apa rencanamu sekarang?" Tanya Lucas.

"Clemanos punya beberapa tumpukan pekerjaan dari Varunnette. Pertanyaan yang benar adalah, apa rencana Lucas sekarang?" Balas ayah.

"Aku akan kembali 3 hari lagi ke Torin. Menemani Kiana, mungkin dia sudah punya beberapa rencana sekarang. Sulit meninggalkan dia terlalu lama."

"Tentu." Ayah mengizinkan tidak keberatan.

"Ayah satu lagi." Lucas ingat.

"Apa?"

"Apa ada kabar tentang Tamara?"

"Lucas, tidak ada rombongan manapun yang mendatangiku. Dia akan baik-baik saja nak. Wanita itu hebat, kita berdua mengaguminya." Pastinya, mencoba.

Lucas membuang nafas gelisah, dia ingin berfikir sedemikian tapi sulit.

Angin semakin menghembus dingin, menerawang langit malam memikirkan apa yang terjadi dengan dunia? Kalimat ayah mengingatkannya. Lucas ingat sebuah mimpi, terbangun di 3 pagi bersama wanita di timur. Memimpikan mata dan sesuatu yang terbang. Banyak yang terbang, semuanya terbang.

Dia melihat batu A'dinnya yang bermata, mencoba mengeluarkan listriknya sedikit dan ia merasakan sengatan sedikit. Berfikir apa yang Darkpross rencanakan dengan pejalan batu dan Zonela. Dia bukan anak yang suka membaca, hanya suka berlogika. Lolongan Brute terdengar lagi malam itu dari arah hutan. Ia mengingat penyihir di hutan, Meindarol si iblis yang bertaubat, tapi ia lupakan dan tidur.

Paginya ia berbicara dengan salah satu panglima prajurit yang lumayan dekat padanya. Sebenarnya rapat itu cukup tertutup dan hanya untuk 5 orang, ayah, kakaknya, tuan Ridle, sekretaris cantik Dyamera, dan 1 untuk Lucas. Tapi dia masih tak suka satu ruangan dengan kakaknya, memutuskan untuk tidur lebih lama.

"Kau melewatkan lelucon yang baik di dalam sana." Ujar tuan Ridle, wakil ayah, sahabatnya, adiknya, yang punya Clemanos kedua, apapun itu sebutannya yang paling dipercaya ayah.

"Aku benci mukanya." Jawabnya muak.

"Kakakmu?" Tuan Ridle tertawa, lepas. "Kalian itu mirip, hanya beda di pipi dan bibir. Kamu tampan, jangan membenci wajahmu. Jadi, itu mengenai prajurit Clemanos yang di isukan terluka dan demam tidak turun-turun. Mereka ingin prajurit itu dipindahkan kota isolasi, khusus yang terjangkit penyakit dan pernah berinteraksi dengan aktifitas di utara, pelepasan Daylight atau sekedar berpatroli di utara."

"Lalu?"

"Kakakmu tidak mau, tidak setuju. Dia bilang biarkan mereka di sini dan jika harus diisolasi mereka harus di isolasi di Clemanos dan tidak di mana-mana." Jelasnya sambil berjalan. "Sepertinya kakakmu mau ikut andil, dia ingin Clemanos bekerja mencari obat sendiri, tentu, Clemanos punya sederetan penuh orang-orang hebat, ahli medis, ahli obat, ahli herbal, ahli tanaman, ahli batu, mengapa harus mengandalkan orang lain saat kita bisa berusaha sendiri."

"Kau pernah melihat pejalan batu ini tuan?"

"Tidak, tapi aku mendengar cerita-cerita mereka juga, sama sepertimu. Tapi para Peri yang bertatapan langsung dengannya. Temanmu itu, salah satu pemegang batu A'din, ku dengar dia di baris terdepan, aku mendengar ratusan lebih anak buahnya tak selamat. Tapi terlambat sedikit lagi ia kehilangan ribuan."

"Apakah ia selamat?" Ia ingat dia tak punya hubungan baik bersama Raydon terakhir kali.

"Ku dengar iya. Para Peri murung karena Pejalan Batu. Timur murung karena Ibu Kota besar mereka Sonya, sedang sakit. Selatan tengah murung karena ekonomi mereka sangat surut. Barat lebih murung, perang, perebutan ibu kota baru, drama-drama mereka, dan aku dengar ada Summon?" Ia menyerngit tak percaya.

"Summon." Lucas mengangguk, masih tidak percaya hewan itu ada.

"Kau melihatnya?!"

Lucas hanya mengangguk, tak bisa berkata-kata.

"Ternyata laut memang punya rahasia besar, kita yang sok tahu. Hewan asing itu entah yang menyeramkan atau yang menyelamatkan. Setidaknya mitos U'crix benar. Akan ada kebangkitan besar dengan munculnya bintangnya. Summon dan Pejalan Batu." Tuan Ridle benar kali ini, di perspektive mereka dua hal itu yang paling menarik.

"Aku suka logikamu tuan. Oh ya, bolehkan aku meminta satu hal lagi?"

"Tentu tuan Vikram."

"Pastikan ayah tidak ke mana-mana lagi, apapun keputusan pastikan itu membuatnya tetap di dalam sini."

Tuan Ridle tersenyum tahu. "Baik nak"

Itu malam hari yang cukup berangin, debu dan pasir menggeser tanah karena angin, gemuruh angin pelan dan tenang, lonceng-lonceng rumah berdenting mungil lolos ke kamarnya. Lucas malam itu memperbaiki kunci jendela kamarnya yang sudah berkarat, ia ganti sendiri. Lalu pintunya diketuk tiga kali.

"Tuan Vikram, surat." Suara perempuan.

Ia merengut bingung, menaruh alat dan mencoba menutup jendelanya, menyibak gorden hitam dan membuka pintu. "Surat?" Tanyanya heran. "Malam-malam begini?"

"Baru saja di antar oleh Phoes." Surat itu diberikan, lambang Varunnette, ini surat dari mereka.

"Terimakasih." Lucas menutup pintu.

Ia tak pernah menerima surat panggilan Varunnette, terutama surat khusus dengan namanya yang tertera, bukan nama ayah, atau nama Clemanos, tapi ini namanya Lucas Vikram. Lambang V dan surat emas, tali merah yang mengikat ia buka dan membacanya.

Yang terhormat,

Panggilan terakhir ini diberikan untuk Lucas Vikram dari Clemanos, dalam waktu 24 jam jika tidak ke Varunnette kami akan menjemput paksa, dengan kekerasan atau tidak. Panggilan sidang yang menunggu tetap harus berjalan sampai masa yang ditentukan. Lucas Vikram menjadi saksi untuk tersangka Kiana Isadora dari Torin Maxima atas beberapa pelanggaran yang diterima.

"Apa!?" Ia tercengang, bingung. Dari mana asalnya? Kapan dia menerima surat panggilan sidang lainnya jika ini surat panggilan terakhir. Tapi ini Kiana, Kiana menjadi tersangka dan mereka menarik kasusnya ke Varunnette. Siapapun yang melaporkannya bukan orang biasa, dan apa yang terjadi?

Kiana belum sembuh total dari masa-masa terpuruk dari kejadian 3 bulan yang lalu dan sekarang dia diseret ke sebuah kasus?

Lucas menuju kamar ayah, mengetuknya berkali-kali, sedikit keras. "Ayah! Ayah!"

"Ada apa?" Pintu itu terbuka, ayah dengan pakaian tidurnya dan mata mengantuk mengerut cemas.

"Aku harus pergi sekarang ke Torin sesuatu terjadi padanya."

"Apa yang terjadi?"

"Sidang Varunnette 4." Lucas memberikan surat membiarkan ayah membacanya. "Dia pasti menyimpan semua surat dan tidak memberikannya padaku. Dari dulu dia memang tidak mau ke Varunnette. Dan aku butuh portal Tripartit. Berjalan membutuhkan berhari-hari dan dengan cuaca seperti ini mungkin lebih."

Sidang Varunnette 4 itu bisa terbilang tinggi, kasus yang menjerat Raja dan pastinya akan berakhir miris, penjara atau lebih buruk.

"Apa saja yang wanita itu pernah lakukan Lucas? Sidang 4?!" Suratnya terhampas kecil, kaget.

"Aku tidak mengawasinya setiap saat. Aku mau membantunya." Pinta Lucas.

Ayah terdiam cukup lama, dia mungkin sudah lebih dari iba mendengar banyak cerita soal Kiana sebelum dan sesudah menimpanya. Seperti tidak ada habisnya perempuan itu harus jatuh. "Apapun yang kau lakukan, hidupnya diambang jurang Lucas. Tak ada yang tersisa untuknya dan tidak ada orang lain untuknya." Ayah menghembus nafas. "Tapi dia masih punya kamu, percaya atau tidaknya dia itu ada di kebaikanmu. Pakailah, persiapkanlah semua, dan jaga nama Clemanos di depan dewan-dewan."

Lucas menuju jembatan portal, menunggu dan memikirkan Torin Maxima dengan penuh fikiran di belenggu. Dia tak pernah menyimpan amarah pada Kiana, tak pernah menyimpan dengki, cemburu, kekesalan padanya. Entah kenapa hatinya selalu iba, simpati, apapun itu yang membuatnya merasa kasihan pada temannya. Dia sendirian, penuh tantangan dan banyak masalah yang menggulungnya. Dia tidak stabil, dia bukan wanita yang kuat dan tidak punya siapapun. Dia tak punya orangtua, orang yang ia percaya selain Matthew, tak punya kerabat yang mendampingi di masa-masa sulit, dia sendiri, hanya dia sendiri.

Di bulan-bulan yang sulit kemarin setelah Matthew tewas, ia sering mengurung diri tak makan, tak berbicara, dan dia punya mata yang mati, wajah lusuh dan tidak bercahaya, rambut kumal dan jarang keluar. Percakapan-percakapan selalu Lucas yang mulai, motivasi dan ketenangan ia berikan, kekuatan dan dukungan selalu Lucas uraikan hanya untuk menghindari hal-hal yang tak ia inginkan.

Kiana suka mencari berbagai hal untuk melukai atau mengakhiri dirinya. Pertanyaannya terkadang berambisi untuk mengakhiri hidup. Tapi Lucas di sana selama 3 bulan untuk dia. Tak pernah berhenti mengawasi dan mengobati mentalnya yang tidak baik. Wanita itu sendirian di dunia ini, tidak punya siapapun, yang ia pikirkan bagaimana caranya menyelesaikan hidup sengsara diderita.

Lucas muncul di gua lapangan Torin Maxima, gua tempat ibu Kiana tewas ditangan Darkpross. Saat Lucas menuju Torin ia melihat hal lain, ada beberapa prajurit berzirah emas yang dikenal, berdiri di bawah malam dan udara dingin dengan masing-masing tong api di sebelah menghangatkan menjaga setiap pintu masuk tidak seperti biasanya. Tentu itu prajurit Varunnette yang menjaga sopan santun di wilayah barat, tak diterima Kiana di dalam.

Mereka was-was awalnya melihat teleportasi di depan mata, menarik pedang dan mendatangi Lucas dengan berani.

"Aku Lucas Vikram, teman Kiana Isadora." Lekas ia menjelaskan saat tubuhnya dihadang prajurit, mengangkat tangan tidak bersenjata.

"Oh," pria itu melirik teman-teman yang lain, memerintahkan menurunkan senjata. "Dia punya waktu 24 jam untuk ikut, atau kita punya cara lain." Prajurit itu mengingatkan, membiarkan Lucas masuk.

Kemungkinan besar Kiana ada di kamar seperti biasa dan ke sana Lucas mencari. Torin sangat dingin dan bahkan di dalam kastil pun dingin tidak ada banyak penghangat, tidak ada batu Storm dan angin laut menyerbu melewati ventilasi-ventilasi jendela, itu membuat Lucas semakin bergidik kedinginan di musim dingin.

Lucas mengentuk pintu. "Kiana, ini aku Lucas." Dia menunggu tidak ada sahutan.

Pintu itu berdecit di buka dan tentu saja Kiana belum tidur, ia duduk di kasurnya, memandang laut Handil yang gelap dan dingin. Mendengar ombak dan lonceng-lonceng yang berdentang. Menatap pulau Kinglay di mana tetua Torin dahulu, kakek buyut, kakek, ayah, dan Matthew dimakamkan.

"Kamu tidak menyalakan apinya lagi." Kata Lucas langsung menuju tungku yang tidak lagi menyala, mencoba membuatkan api untuk kamar dingin itu.

"Kau datang lebih cepat." Sahutnya.

"Tidak banyak yang dilakukan dirumah. Lagi pula, ayahku sudah pulang." Katanya, menumpuk kayu-kayu kering dan mencoba menyalakan api.

"Bagaimana soal Tamara?"

Lucas yakin Kiana akan merasa bersalah lagi. "Tidak ada kabarnya."

"Satu lagi kesalahanku." Kiana memulainya lagi.

"Kiana." Lucas selalu lembut, dia tidak mau membuat kecemasannya berlebihan. "Jangan terlalu difikirkan, Tamara pernah ke Dubhan bersama kakak sepupu dan memerangi mereka sampai benteng itu dan dia kembali. Dia pernah memukul mundur Erebus dengan kelompoknya dan ia kembali ke Clemanos. Dia punya sejarah di lapangan. Jangan meragukan dia."

"Dan sekarang dia belum kembali dari ....... siapa dalang dibalik perintah itu. AKU." Ia menekan.

"Janji yang harus aku tepati tidak bisa terbayar, dan karma mengambil Matthew untuk membayar janjiku pada pria itu."

"Itu bukan janji, kau berusaha membantu pria itu. Kamu harus bisa bedakan bagaimana janji dan usaha itu berjalan. Kau tidak berjanji padanya tapi kau berusaha untuk dia selagi pria itu tidak bisa. Berhenti mengaitkan hal-hal tidak masuk akal Kiana. Matthew mati karena itu sudah waktunya, bukan karena janji, bukan karenamu, bukan karena kebodohan bukan karena kutukan, bukan karena rencana musuh, tapi itu waktu dan takdir miliknya." Lucas mendatangi Kiana, duduk di depan dan menunggu tatapan sayu itu. Lalu matanya bertemu, gelap, hitam di kulit, bengkak dan lebam, bibir tebalnya kering, rambut coklatnya begitu sangat panjang dan tergerai.

"Dia pergi." Katanya lagi untuk ke ratusan kali dengan nada pilu yang sama.

"Dan waktumu belum datang."

"Apa yang dunia tinggalkan untukku sekarang?" Ia membayangkan.

Mata mimpinya mati, Lucas mencari kehidupan di dalamnya tapi itu dingin. "Perubahan." Ia merapikan rambut keritingnya. "Dunia membutuhkan perubahan ditanganmu. Kau merubah orang, kau akan merubah cara orang melihatmu, bagaimana hidup sendiri dan bertahan sendiri. Kau punya cerita yang bisa diceritakan, kau punya nama dan perjuangan yang menginspirasi. Tapi kamu harus kuat untuk dirimu sendiri."

"Aku tidak bisa hidup sendiri." Ia bergetar, putus asa.

"Kau tidak bisa sendiri. Setiap orang ingin berada bersamamu, setiap orang ingin hidup di dekatmu, ada orang yang ingin menolongmu. Kau tidak bisa sendirian seberapa jauh kau berlari. Aku melihat sifatmu, aku melihat bagaimana hatimu membentuk cinta dari iba." Lucas menggenggam jemarinya lagi, semakin hangat. "Kau beruntung. Bersyukurlah."

Kiana menarik nafas, melihat ke jendelanya lagi ketika ada kapal nelayan yang lewat dengan lampu kecil yang bergerak di lautan. Saat dia tidak bisa berkata-kata itulah dia berfikir dalam alamnya, tatapan kosong, mata sipit, bibir tebal yang empuk, sayang rasanya jika dia tidak mau hidup.

"Pelabuhan Nemayang." Bisiknya ragu, matanya mengantuk. "Apakah banyak kapal?"

"Pelabuhan milik kota Ajam. Kapal-kapal mereka berlabuh setiap hari. Nelayan-nelayan menitipkan kapalnya dan membayar pajaknya. Ikan-ikan di sana kecil, banyak preman-preman yang menguntit melihat peluang." Ceritanya.

Tapi ini saatnya menuju topik yang seharusnya ia bahas, siap atau tidak. "Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku Kiana?"

Dia hanya menggeleng tanpa melihatnya, seolah merubah suasana akhirnya Lucas mencoba memahami.

"Prajurit Varunnette ada di luar menunggu dan kita tidak bisa ke mana-mana. Apakah kau menyembunyikan surat itu dariku?" Ia selalu sabar, pelan dan santun.

"Aku mengimpannya darimu. Aku tidak mau ke Varunnette." Tolaknya.

"Kau selalu menghindari Varunnette dari awal aku tahu. Tapi ini bukan sesuatu yang harus dihindari. Mereka bisa melakukan hal-hal lebih buruk jika tidak dituruti. Para Raja itu kehilangan harta mereka dari Varunnette. Para dermawan itu kehilangan rumahnya dari Varunnette. Varunnette merebut dengan tulisan dan tanda tangan 20 dewan itu. Sidang menunggu, aku membantumu! Aku membantumu, Varunnette bisa mengambil apapun yang kamu punya. Makanya aku mohon padamu untuk tidak menghindari ini. Kita lawan ini berdua untuk terakhir kali, untuk terakhir kali hadapi." Ia memohon, meremas tangannya yang hangat, lemah dan mengingatkannya pada tunangan.

"Selalu banyak orang yang ingin menumbangkanku." Dia bergumam lirih.

"Lihat betapa kuatnya kamu? Bahkan dititik inipun kamu masih berdiri kokoh." Serunya. "Berjuang. Berdiri. Kamu tidak sendiri. Tolong."

Lucas berharap Kiana mau menghadapi ini walau sangat sulit sidang itu dijalani. Tapi ada yang harus diperjuangkan. Ada yang yang harus diselamatkan Lucas untuk Kiana.

Dia berjuang.

Malam itu mereka meninggalkan Torin Maxima berdua, bersama rombongan prajurit Varunnette menggunakan batu Ort 'dibawah pengawasan' menuju Varunnette. Tapi sesampai di sana malam itu mereka berganti, Kiana berada di depan dengan 2 prajurit Varunnette di sisi kanan dan kiri, sedangkan Lucas mengekori di belakang mengikuti tersangka yang akan di adili besok.

Hatinya berdoa, berdoa, berdoa untuk kelancaran, keamanan, ketenangan Kiana.

Mereka menuju pos-pos, melapor, berjalan lagi dibawah dingin, malam itu Varunnette sangat sepi, tidak dikenali kota apa lagi. Burung-burung bergerak ke pohon dan ke atap. Para pekerja pulang larut membungkus tubuhnya dengan pakaian sangat tebal. Gonggongan anjing dan kucing-kucing yang berkelahi menyertai malam.

Menara Kembar Varunnette itu sangat tinggi, berkabut di ujungnya tak bisa melihat batu dan pohon terbalik dibaliknya. Tak pernah ia masuk ke menara dewan, berurusan apapun. Mewah, emas, banyak kaligrafi kuno yang disukai para dewan-dewan. Mereka tidak suka patung dan memilih lukisan-lukisan dari tangan pelukis atau jalanan. Punya cerita dan punya gambar. Aula itu kosong tak bergema, tak bersuara dan tak terisi. Tentu saja dewan-dewan itu tidur. Di mana Errol? Pikir Lucas.

"Kau sampai disini saja tuan." Prajurit itu berhenti untuk Lucas, menahannya selagi Kiana tetap digiring.

"Tunggu! Tunggu! Biarkan aku bersamanya!" Tolaknya, berlari.

"Ini prosedur." Prajurit itu menjelaskan, menahan tubuh Lucas. "Dia berada dipenjara, tempat tersangka."

"Penjara Varunnette yang terkenal itu." Jawab Lucas sinis, ia melihat Kiana lebih jauh, jauh dan masih berjalan.

"Dia akan disana, tanpa batu Ghanda." Jawab prajurit.

Dan Kiana dibawa ke penjara itu. Bisa kau bayangkan? Kiana dipenjara atas tuduhan-tuduhan gila orang-orang di luar sana.

Penasaran, siapa pelapor itu.

Siapapun itu Lucas selalu berjuang untuk temannya. Dia tidak mau Kiana sendiri melawan untuk sidang.

*****

-Beberapa langkah lagi menentukan nasib Kiana dan hai! Terimakasih sudah membaca dan sanggup sabar menunggu.

-Semoga suka bagian ini dan tegangnya as always selalu dapat.

-Comment down bellow untuk mempertanyakan sesuatu hal yang belum cukup jelas. Jangan lupa supportnya dengan masukkan ke library dan share cerita IOS.

Keyword

Batu Ghada : Batu memyerupai baja besi yang membuat gravitasi lebih kuat. Digunakan khusus penjara Varunnette.

18/8/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro