Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 58 - Pendosa

"Ada kabar?" Matthew mengecek.

"Tidak ada my lord, aku mohon maaf." Pria itu mundur, pergi setelah melapor.

Setiap kali setelah memejamkan mata dia berharap ada bendera Torin di dalam berkibar, saat dibuka matanya bendera masih diam. Semua bendera Torin Maxima dikenal selalu berkibar karena angin hangat yang deras dari ufuk barat, di sini bendera itu mati, murung, gelap, dan sedih. Hujan mengguyur deras Sonya malam tadi dan membuat beberapa titik daerah di dalam kebanjiran, rumah penduduk yang rendah harus dimasuki air setinggi dadanya, jalanan mati tidak bisa dilalui, tranportasi menjadi tidak hidup paginya. Langit masih mendung, abu-abu dan dingin, sedikit berangin, tapi dia masih bisa melihat kupu-kupu terbang di depan tanaman berbunga.

"Enieda bisa tolong aku? Siapkan air panas untuk mencuci tanganku yang bau bunga dan daun pandan." Pintanya sopan pada dayang Kiana.

Matthew baru pulang dari ziarah ke makam pahlawan Sonya, dia memang berniat untuk mengunjungi makam komandan Jarke Knanta yang tewas dalam kejadian Flyanger, menyelamatkan rombongannya dan mempertaruhkan nyawa dengan keberanian, kematian terhormat para kesatria. Ayah dan ibu tidak punya makam, adik-adiknya tidak punya rumah terakhir untuk dikunjungi, kuburan masal bangsa Torin Maxima berada di tanah barat sendiri dan mengunjungi mereka tidak ada cara lain selain melihat ke atas, karena langit sangat luas seolah kau melihat semua Earthniss di atas. Tapi Raja Torin Maxima berbaring di Kinglay, tidur pulas dengan tubuhnya di dalam tanah, dikuburkan oleh orang-orang setia padanya, sedikit belas kasihan pengkhianat untuk memberikan tubuh Raja secara utuh dan dikuburkan dengan layak. Tapi Kiana tidak pernah mengunjungi makamnya, tidak sekalipun, Kinglay tidak hilang seperti Torin Maxima dan rumah-rumah berpondoknya, ada banyak nisan yang utuh dari Raja-Raja sebelumnya.

"Baik my lord." Enieda menjawab, selalu membungkuk teratur.

Memikirkan Kiana dia harus selalu bersamanya sekarang, terakhir saat dia mencetuskan seorang lord yang harusnya mendukungnya menjadi Ratu adalah seorang pengkhianat banyak perseteruan dan ketegangan, dia melihat sendiri di aula kemarahan para lord, prajurit, orang-orang yang siap mencabut pedang untuk Ratu barat itu. Namanya sudah mulai mencuat, keberadaannya di Sonya semakin memperburuk kebiasaan fitnah yang berlebihan, memiringkan kebenaran dan menciptakan kedustaan. Cara dia memerintah sangat mudah, dia memilah pihak mana yang bisa membantu dan pelan-pelan menggulingkan pihak yang merugikannya. Matthew yakin cara memerintah itu seperti Raja Doprast Isadora, Raja sebelumnya, hanya saja permainannya lebih kejam dan dingin.

Lucas menceritakan padanya, memberi informasi pada Kiana mengenai para pengikut Darkpross yang bergerak di barat itu. Memang Lucas punya sederet informasi mengenai keberadaan Darkpross yang hanya dia seorang ketahui, tapi siapa yang tahu dia berbohong? Demi apa? Demi keuntungannya sendiri. Walaupun hanya dia dan Kiana yang menjadi wajah Torin, Kiana bisa mencari pendukung dengan cara yang luar biasa, pengorbanan, tidak mendengarkan penjelasan masuk akal yang mengingatkannya tentang keuntungan. Malam itu dia mengatakan pada Matthew, dia akan mengorbankan apapun demi hal yang ia cintai.

Kiana menghabiskan hari-hari terakhir dengan rapat dan menambang ilmu di dalam ruangan, menemui para penguasa di barat, timur, bahkan di selatan, menerima aduan dari timur dan undangan-undangan dari berbagai daerah. Tapi dia banyak menolak, dia punya satu tujuan dan mengerjakannya dengan giat. Matthew menuju tangga yang berkelok di pojok ruangan gelap, menuju ruang rapat di salah satu pintu yang berjajar di antara lorong kayu yang lebar. Dia mengetuk pintu yang punya gantungan Ikan Pari dari kayu, ekor tajam dan panjang, kepala lebar dan punya warna coklat gelap. Dia menunggu sendiri dan Kozzak membukakan pintu.

"Matthew." Kozzak memberitahukan Kiana.

"Masuk Matt." Kiana menerima, dia duduk di balik kursi panjang menghadap kursi-kursi melingkar di seisi ruangannya. Dia punya secangkir minuman dan gelas-gelas perak di pojok meja, duduk diam menunggu, wajah keruh kebingungan, dan lamunan yang mulai sering. "Aku butuh saranmu."

Matthew memiringkan kepala heran, saran diminta darinya? "Saranku?" Tanyanya. Mungkin saran Kozzak belum mampu meyakinkannya.

Kozzak berbicara. "Setelah penangkapan lord Clamberk banyak pihak yang meminta bukti akurat sebelum dibawa Varunnette atas tuduhan yang Kiana ajukan. Dan tidak ada habisnya, semua orang juga berasumsi bahwa Kiana melakukannya dengan didalangi persekongkolan dengan Sonya untuk menjatuhkannya, membuka pemberontakan antar wilayah timur dan barat."

"Sonya dan Torin sudah bersahabat sangat lama, kenapa harus ditakuti sekarang?" Tanya Matthew, maju mendengarkan.

"Kiana menangkap lord di barat saat di Sonya, Sonya sudah mengalami gejolak dengan aliansinya sendiri di timur dan aku dengar mereka menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan dukungan. Memojokkan Sonya, ada banyak skenario buruk lainnya kalau berhubungan tentang kerajaan terbesar ini." Jelasnya.

"Jadi tidak ada hubungan dengan menggulingkan Torin?"

"Bisa saja, kalau Kiana mengambil langkah yang keliru. Kalau Sonya menjadi target utama para penguasa di barat atau timur, mereka juga melihat pihak mana yang membantu Sonya. Torin Maxima wajah besar barat, tentu saja harus mendukung barat. Tapi jika kalian mendukung timur?" Dia berhenti, membiarkan semua berfikir ke bayangan buruk. "Kau dan Kiana punya A'din, kalimat itu sudah mengancam. Khayalan terliar mereka bisa saja menjadi kalian menghancurkan mereka semua dengan kekuatan sihir yang tidak bisa mereka kalahkan."

Kalau mereka tahu Matthew sendiri payah menggunakan batu, pusing seperti tua bangka, apa dia masih ancaman? "Tapi kau punya bukti kan? Seorang pencetus yang menjatuhi hukuman selalu punya bukti." Kata Matthew pada Kiana.

"Tentu saja aku punya, batu Mid salah satunya, tapi bibir Lucas sendiri yang aku butuhkan dan penuh kesaksian. Tapi dia ada di tugas yang sedang dia kerjakan." Tatapannya mengatakan hal yang hanya mereka berdua yang tahu, ya, Lucas punya tugas di Clemanos dari Kiana.

"Dan apa saranmu Kozzak?" Matthew melirik pria itu penasaran saran apa yang selama ini dia berikan pada Kiana, terutama saat dia tidak ada.

"Aku katakan jangan pergi, orang-orang marah mengatakan fitnah dengan kebiasaan buruk mereka. Tetap di Sonya dan memerintah barat di sini adalah pilihan tepat, kau aman, dan Sonya juga Torin Maxima bukan hanya kali ini saja kedapatan 'bekerja sama', kurasa Tripartit Kingdom mengatakan jelas bahwa Sonya dan Torin Maxima adalah aliansi yang baik. Tapi entah kenapa orang-orang itu berfikiran buruk sekarang saat Torin dan Sonya berdekatan, cemburu mungkin?" Katanya.

"Tapi tidak dengan Varunnette," sela Kiana. "Varunnette memanggilku lagi, tapi aku menolaknya."

"Atas berita apa?"

"Penobatan diriku sebagai Ratu Torin Maxima. Mereka fikir Torin Maxima sudah benar-benar mati sampai-sampai tidak ada Ratu lagi dan Varunnette yang mengambil alih." Dia marah lagi.

"Jadi kau mengabaikan panggilan Ibukota Earthniss itu?"

"Aku tidak mengabaikannya, aku mengirim mereka surat untuk melihat buku lagi dan melihat siapa yang hidup dan penerus Torin Maxima selanjutnya. Aku masih berusaha membuka kota itu, aku belum menyerah." Katanya sarkatik, sangat membenci para dewan yang mencampuri urusan.

"Potensi musuh datang saat kau memalingkan keinginan mereka. Kau boleh membenci Varunnette seperti Sonya membenci tempat itu sejak dulu, tapi kau tidak bisa lari setiap saat. Errol masih di sana, ada orang yang kau kenal, kau dilindungi, menjauh hanya membuat orang mengejarmu terus-terusan. Beri mereka kesempatan untuk menemui Ratu di barat, alasan dia, dan keinginan dia. Kau bisa menjadi bijak, tapi mengurung dirimu di sini sama saja mendengar saran yang sama tak berujung." Sarannya, menyindir Kozzak yang berdiri menghadap Ratu.

Ketukan pintu terdengar, Enieda membukanya, dayang muda Kiana. "Maaf mengganggu Yang Mulia, tapi tamu dari Hilpson sudah di sini, lord Lowart juga di sini."

Kiana menghela nafasnya, dia mulai memucat dan menjadi resah. Kozzak berpaling. "Ini armada besar, kunci sukses kalau perang terjadi di tempatmu. Bawa mereka masuk, siapkan jamuan untuk mereka." Enieda pergi.

"Kau mau duduk denganku Matt?" Ajaknya.

"Kau menyuruhku mencari sekutu lain di timur?" Dia tersenyum, menunduk pada Ratu. "Surat ini akan menunggu rapatmu Yang Mulia." Ia menunjukkan gulungan kertas krem, segel lilin belum terbuka memancing rasa penasaran Kiana tentang surat itu dari siapa.

Tapi tidak apa-apa, Kiana bisa mengatur semuanya dan tidak mengecewakan. Matthew punya tugas lain, dia punya beberapa deretan nama lord yang bisa dia minta bantuan untuk Torin dan tentu saja memberikan iming-iming yang menggiurkan. Terutama sekaligus mengurangi potensi musuh Torin dari timur, kepercayaan harus terjalin seperti tali-tali yang terikat sepanjang timur hingga barat.

Sore itu dia ingin sekali masuk ke kastil Sonya, berbicara dengan Raja lagi atau dengan Clark. Di depan gerbang sana ia mematung mendangakkan kepala ke jendela-jendela kaca ditutupi gorden, bata putih abu-abunya, marmer dan patung-patung manusia di taman. Tempat ini dulu menjadi wadah yang baik baginya untuk belajar dengan mengenal sesama, sekarang tempat itu sendiri hanya memberi ruang untuk melihat perselisihan yang terjadi. Ada apa dengan Sonya sekarang? Kerajaan terbesar itu mudah roboh, apakah satu tiangnya sudah hancur? Apakah kehilangan Xavier memperburuk konstruksi kekuatan Sonya dari dalam?

"Aku merindukanmu Xav." Dia bergumam dengan sedih, belum cukup bersedih untuknya.

Tanpa Xavier Sonya berubah, sekarang Ayah dan Anak yang berlawanan dengan tujuan dan paham yang mereka yakini. Apa tujuan Clark? Apa ambisi Raja Imanuel? Setahu Matthew Clark anak yang baik, menurut, mengikuti perintah ayahnya dan belajar dariny. Tapi Raja Imanuel sendiri punya kegemaran dan nafsu besar jadi penguasa dengan pegangan ramalan lama yang masih dia percaya sampai sekarang. Ayah angkatnya itu, tua, berbeda, aneh.

Ia berbalik lagi untuk menemui beberapa komandan Sonya yang bisa dia mintai bantuan, tapi bukan komandan Jarke yang baik itu. Setahunya Olive sudah pindah ke Wellest dan dia aman di sana. Sesuatu mengganggu batunya, panas, membuatnya berdebar, kegembiraan dan kegelapan.

Saat Matthew kembali malamnya dengan membawa setumpuk laporan dan hasil ke kubah, Matthew melihat Kozzak berbicara dengan seorang prajurit Sonya dan 2 pria dari staff kerajaan Sonya, di aula sepi tanpa pengganggu kecuali kehadiran Matthew itu sendiri. Matthew masuk pelan-pelan dan beberapa pria mulai kembali setelah selesai dengan Kozzak, prajurit itu kembali keluar dan menutup pintu kubah. Malam yang sangat dingin di luar, musim dingin beberapa bulan lagi akan datang dan sampai ke timur. Tapi salju tidak pernah sampai ke utara, hanya timur, setahunya Clemanos pun tidak kena salju, hanya dingin saja.

"Berbicara dengan staff Sonya?" Tanyanya, tapi dengan nada selidik.

"Aku melayani dua penguasa, bukan tugas yang mudah, tapi membanggakanku. Mereka percaya nasihatku, aku membantu mereka." Katanya, murni tenang.

"Kau orang yang berilmu, membaca buku ketika kau muda, melayani banyak orang hingga kau berada di puncak karirmu." Puji Matthew.

"Kau punya ketertarikan yang sama selagi muda, mungkin tempatmu akan sepertiku juga nanti?"

"Tidak untuk banyak pihak, hanya satu. Boleh aku tanya sesuatu?" Kozzak tersenyum dan pudar, dia memang baik pada Kiana. Tapi selama Matthew di Sonya dia tidak pernah mengenalnya sama sekali, sekilas dia pernah melihatnya di kastil, sisanya dia jarang terlihat karena kesibukan. Xavier sendiri pernah menyinggung Kozzak, saat dia beranjang remaja pria itu menasihati Xavier untuk menumbuhkan janggut karena dia akan tampil berani dan tampil menarik. Xavier muda marah, dia merasa tersinggung dan kesal.

Kozzak tersenyum sangat miring. "Tentu saja."

"Di mana kau dilahirkan?"

"Hogga klan di utara yang tidak begitu besar, kami tinggal di desa Nali, hanya hutan di sekitar, petani dan peternak dan sejenis itulah penghidup kami, setahuku aku masih punya sedikit taburan darah Peri. Ayahku penambang di utara, ibuku pelayan rumah tangga, adikku satu-satunya memutuskan mendalami ilmu kepercayaan Peri di Amanor. Seumur hidupku aku hanya ingin melayani dengan ilmu, aku lumpuh dengan otot tapi kuat dengan otak." Dia terkekeh bangga diri. "Kepercayaan yang diberikan orang padaku seperti rautan untuk pensil, sedikit demi sedikit aku menjadi tajam, setiap kepercayaan yang datang akan memangkasku. Aku bukan bangsawan, kaya pun tidak, tapi aku sama seperti banyak orang yang punya tujuan dan hasrat." Jelasnya.

"Kau orang yang sangat baik." Ppuji Matthew lagi.

"Ah, tidak-"

"Tapi kau akan semakin memendek." Dia memutus. "Torin Maxima hanya dikelilingi keluarga, satu kesamaan, darah yang sama, keyakinan dan adat yang kental, kita tidak menerima pelayanan dari jenis yang lain."

"Semua saran menuju hal yang sama, kemenangan." Lagi, dia memberikan kalimat bagus, susunan yang baik.

"Kemenangan untuk pihak yang mana?" Tanya Matthew.

"Maksudmu?" Dia tersinggung, sudah jelas.

"Ada sedikit masalah bagimu yang diberi banyak kepercayaan, saat kau berhadapan dengan Kiana kau melihat sisi ketakutan yang disamarkan dengan wajah keberaniannya. Saat kau memberinya kesalahan fatal, dia akan akan selalu mengingatnya, penyakit mengingat masa lalu." Kata Matthew, dia berjalan mendekati Kozzak, melihat tubuhnya yang kurus dan pakaian tebal berserat-serat kapas anti dingin.

"Aneh rasanya saat kau mengatakan semua ini padaku, tapi pada akhirnya inti semua ini adalah 'kau tidak percaya padaku?'" Ia memincingkan mata bulatnya, keriput yang menambah, Matthew penasaran apa dia pernah mendambakan pulang? Menemui keluarga atau adiknya itu mungkin.

"Kau menyimpulkannya sendiri."

"Mengapa aku mengkhianati orang-orang yang mempercayaiku? Aku tidak meninggalkan mereka, mereka yang mengirimku ke tempat ini, ke tempat itu. Raja Imanuel yang menyuruhku membantu Kiana, kau di sana mendengarkan juga." Dia membela dirinya, tetap tenang, penuh kebijakan dalam nadanya.

"Karena orang-orang dalam masa Tarona saat Perang The Eyes Pertama, Darkpross memperluas kekuasaan ke utara dan Nali menjadi bagian dari mereka."

"Kau membaca sejarah." Simpulnya, mengesankan kalau tahu Matthew membaca banyak buku, terutama buku-buku menarik.

"Buku Utara 5A - Terciptanya Darkpross, penulis Guru Jabagaja, saat wilayah hanya ada utara, belum ada Darkpross. Aku tidak menyalahkan darahmu, ini hanya percakapan ringan setelah kau berbicara di belakang Ratu tanpa memberitahukan pada Kiana sendiri." Ancamnya. "Tapi ingat, aku bukan mengawasi Kiana saja, tapi aku mengawasi pemilik mata yang memperhatikan dia. Selamat malam tuan."

Matthew naik ke atas dan menemui Kiana, sebelum mengetuk pintu dia sadar dia membuka kecurigaan untuk Kozzak, untuk semuanya. Dia selalu menyimpan keresahan sendiri, tidak membiarkan siapapun tahu, karena bagi Matthew daun putri malu aku menutup saat kau menyentuhnya, begitupula saat kau berbicara terang-terangan pada seseorang yang kau curigai, dia akan berubah tertutup mulai sekarang.

Dia mengetuk pintu, menunggu Kiana membukanya sambil menggenggam 2 lembar kertas yang penting, membuatnya berdebar, bahagia, dan ketakutan lagi. Kiana membuka pintu dan berdiri di sana, cantik, mata coklat gelap dan lingkaran hitam di mata, rambut tersisir rapi karena selalu ada dayang yang menatanya, wajah bersih tidak kumuh ketika saat-saat mereka di luar. Di jemari kirinya dia memasang cincin besar berwarna perak kecoklatan, cetakan cincin dari timah panas dengan ukiran cakar naga mencengkram batu, batu putih bening dan pola retakan seperti bongkahan es batu, tersalip di jemari tengahnya begitu besar. Mungkin itu cincin ukuran para pria yang dia pakai.

Saat Matthew masuk dia menatap Kiana, wajah kelelahan dan memendam kepenatan setelah rapat itu. Bibir ceri dan tipis, mengerut tipis dan lembab. "Maukah kau mengunci pintunya?" Dia meminta.

Kiana mengunci pintu dengan semua kunci, Matthew menuju lemari dan melepaskan sabuk kulit berat dan menaruh belati perak yang ia bawa ke mana-mana di meja. Menyisir rambut panjangnya dan menunduk, rasanya kepala sangat panas dan butuh siraman air segar. "Ada apa Matt?" Kiana memanggil di belakang.

"Aku punya laporan."

"Oh, jadi ini tentang tugasmu?" Dia tersenyum geli, sungguh manis.

"Ini hanya surat Kiana." Dia mengangkat gulungan surat, sedikit gepeng karena sudah lama dia bawa ke mana-mana.

"Apa itu surat yang kau katakan pagi tadi?"

"Surat dari Lucas." Dia memberikannya pada Kiana, membiarkan dia membaca gulungan kecil dari tulisan tangan Lucas yang seperti anak kecil.

"Tamara sudah pergi ke Darkpross dengan anak buahnya, aku harap dia baik-baik saja." Wajahnya mengharapkan kebaikan, selalu kebaikan atau keberuntungan. Tamara memang kesatria wanita Clemanos yang baik, Lucas sendiri yang bilang, Kiana beruntung punya pengikut dari berbagai daerah.

"Surat ini datang agak terlambat, mungkin 2 hari yang lalu dia sudah berangkat." Matthew menunduk, rasanya takut dan berdebar, tangannya dingin tapi tungku api masih besar.

"Walaupun begitu bukan Lucas yang bertanggung jawab, tapi aku. Tamara memasang posisi, lalu bertekuk lutut di depanku dan mengatakan pengabdiannya untukku yang mana aku tidak harapkan. Tapi aku tidak bisa menolak keberanian, dia harus mendapatkan kepercayaan. Orang-orang baik yang harus diberi hadiah, salah satunya Tamara. Saat dia kembali aku ingin memberi dia tempat di Torin, apa dia mau tinggal di sana?" Kiana berkhayal, dia sudah mengundang Norman dan Erik juga.

"Dia mengikutimu, kalau kau minta sendiri dia pasti tidak keberatan." Jawabnya. "Dan, um," dia merogoh saku baju di dalam, mengambil surat lain yang terlipat dengan baik dan mulus. "Surat ini baru saja datang tadi."

Saat Kiana melihat jenis suratnya seolah dia sudah tahu siapa yang mengirimnya, cap lilin lambang V emas dan tanda tangan di depannya dengan ukiran E yang besar. "Ini dari Varunnette? Errol! Kau sudah membukanya." Dia melihat segel sudah pecah.

"Aku tidak bisa menahannya sama sepertimu, bacalah." Kiana menarik dengan semangat, menunggunya membaca sama saja melihat ekspresi wajahnya yang berubah-ubah, dari wajah yang berseri ia mengerut, tegang, dan kembali menjadi keterkejutan.

"Ya tuhan," dia bergumam, kaget. "Dia punya batu Ivriel, bagaimana bisa?"

"Sepertinya dia tidak hanya di Varunnette saja selama ini."

"Errol punya Ivriel." Dia mengulang lagi.

"Dan kau punya Mid dan Grass, kau punya cukup pasukan untuk antisipasi. Hanya butuh perintahmu agar Torin terbuka lagi." Katanya. Kiana terduduk dan bernafas resah, matanya kosong dan berfikir. Tangannya bergetar pasti karena mengira waktunya sudah tiba.

"Apa ini sudah waktunya Matt?" Dia bertanya, seperti yang seharusnya.

"Belum, aku akan bantu untuk mempersiapkannya, segala hal yang masih kau ragukan." Matthew mencoba tidak membuat Kiana ketakutan, memerintah terburu-buru karena kaget tidak masuk akal.

"Aku dapat setidaknya 5800 pasukan di darat, 80 kapal dan 1100 pasukan di laut. Para lord di barat sudah cukup mempersiapkan seminggu yang lalu, hanya saja masih kurang dengan penempatan mereka ditambah masalah yang baru-baru ini datang. Setidaknya aku harus melihat rombongan Darkpross sebelum aku menempatkan pasukan, tapi mereka entah berada di bagian mana, mereka tidak bergerak sama sekali dan tidak ada kabar yang aku dapat lagi tentang mereka." Keluhnya, tidak panik, tidak menganggap tidak ada jawaban, dia hanya selalu kebingungan.

"Bergerak dengan jalan yang ringan dan diam-diam seperti seekor singa siap mengintai mangsa. Korban tidak tahu apa yang mengawasinya, lalu singa yang bergerak melihat kesempatan dan keberhasilan. Tapi singa bisa gagal saat korbannya terlalu jauh dan mereka kelelahan. Pancing mereka untuk mengetahui di mana mereka sekarang." Saran Matthew.

"Bagaimana?"

"Menggunakan ketiga batu, membuka segel Torin Maxima. Biarkan semua orang tahu Torin Maxima terbuka, sejarah, para Guru mempelajarinya, para sejarawan menulismu, dan saat itu terjadi kita memanggil semua panji dan lord, semua harus di sana." Apa itu yang diharapkan Kiana? Sudah sangat lama mereka meninggalkan Torin, perasaan apa nanti saat mereka melihat lagi kota besar itu ada. Bukan salju, tapi hamparan tanah keras dan tebing di pinggir, 2 pantai di kanan dan di kiri, air biru yang hangat.

"Kau tidak tahu cara menggunakannya." Dia membicarakan ketiga batu.

"Seorang Guru Batu Sihir menulis buku tentang menunjukkan hal tabu dengan bebatuan. Tapi kita tidak bisa melakukannya, hanya Varunnette dan Guru itu sendiri yang bisa."

"Aku harus melihatnya, aku harus melihat sedikit demi sedikit rumah-rumah muncul, kastil diujung tebing yang melayang muncul, jalan licin berlumutnya yang suka membuat tawa penduduk." Lagi, dia memang mencintai tempat itu.

"Tidak Kee, kau harus di sini dan memerintah. Peperangan tidak pernah baik untukmu." Terutama dia suka mengingat masa lalu, saat di peperangan itu terjadi keganasan yang tidak bisa dibayangkan terjadi, bayang-bayangnya akan menghantui seumur hidupnya. Kiana mulai terlihat cemas, bingung dengan pilihan yang mana.

"Baiklah aku memerintah selagi kau mulai bergerak ke medan?"

"Tidak ada yang tahu ini selain kau dan aku, dan jangan kau beritahu ini pada siapapun, Kozzak, atau siapapun yang penting. Perselisihan yang terjadi di Sonya suatu saat bisa menjadi masalah lanjutan untukmu dan mulai sekarang kau harus tahu bagaimana mengantisipasinya." Matthew mengganti bajunya, mencari pakaian hangat dan lembut di lemari, kering dan harum, sangat harum bahkan. Menuju musim dingin pakaian tipis tidak akan laku, para pedagang bahkan suka mengetuk pintu rumah orang di Sonya dan menawarkan mereka pakaian hangat. Saat itu Matthew berada di salah satu rumah temannya, rumahnya diketuk pedagang, wanita muda dan teman-temannya yang membantu berjualan, tapi mereka diundang masuk, berbincang, tertawa, berakhir di rumahnya sampai pagi dengan arak habis dan malam yang menggugah nafsu teman-temannya semua.

"Apa yang harus aku katakan pada lord di timur itu? Aku punya bukti, tapi kalimat ini pasti kurang." Dia meragukan diri, tapi kemarin dia punya kalimat menantang yang berani dihadapan banyak lord.

"Saranku untukmu? Beri mereka bukti itu, terutama para penguasa di timur. Kau tidak mau berurusan dengan orang-orang di timur, orang timur punya hati sensitif dan kehormatan yang dijaga. Kozzak benar, jika kau keliru perselisihan antar barat dan timur bisa terpecah. Dan kau adalah penguasa besar di barat, jika kau mendukung timur saat itu terjadi kau mendapatkan musuh di wilayahmu sendiri. Dukunganmu yang ada berkurang, kau punya banyak pengkhianat lagi. Dan Varunnette, kunci kebebasanmu ada di sana. Bertemu dewan atau kehadiranmu di sana sudah mengesahkan." Ujarnya.

"Aku tidak butuh Varunnette untuk mengesahkanku menjadi Ratu Torin Maxima. Aku penguasa barat, aku punya caraku. Tapi aku mendengarkan, aku mendengarkanmu, aku mendengarkan nasihat." Kiana tetap menjaga reputasinya sedari dulu.

"Nasihat yang benar, keputusan yang benar. Hati-hati, kau tahu kita punya tumpukan nama yang sudah berbahaya bagi kita."

"Matt aku hanya ingin Torin Maxima untuk kita berdua. Artinya tanpa ada gangguan dari luar." Dia ingin yang instan untuk mencapai tujuannya.

"Ayahmu harusnya mengajarimu bagaimana menjadi penguasa itu. Tidak ada yang namanya ketenangan." Katanya. Dia diajari staff Sonya dahulu, Raja Imanuel terkadang memanggil Matthew, Xavier, Clark, dan pria muda dari kalangan kerajaan lain dalam rapatnya jadi mereka mendengarkan dan belajar. Tapi Kiana? Dia pergi ke Radella, mengira dia mendapatkan perhatian besar di sana, tapi ternyata dia pergi lagi menyendiri.

"Aku tidak berpendidikan formal, aku tidak punya ilmu bangsawan, tapi aku punya darah Torin dan aku tahu aku bisa melakukannya."

"Andai kau tahu banyak tentang orang, mereka jahat, bersuara keras dan berkata omong kosong. Kau tidak layak bertemu mereka, kau layak mendapat kelembutan ayah, ibumu, keluargamu. Saatnya sudah dekat dengan hidup di Torin Maxima, tapi ada jembatan lagi menuju hal itu. Jembatan perebutan Zonela." Matthew menaruh minuman di cangkirnya, dia baru sadar sangat haus sampai harus menuangkan minuman lagi.

"Satu-satunya incaran mereka hanya Zonela, bukan Torin Maxima." Kiana berbicara pelan, merapikan rambut gelapnya yang sudah diberi minyak.

"Benar, bukankah kita harus memfokuskan pada hal itu sekarang?" Matthew meminum anggur, menyesap lidah yang manis.

"Kau mau membicarakan strategi?" Dia terdengar takut, pasti sudah sering baginya mendengar para lord membicarakan tentang perang, biasanya Raja menyukainya dan Ratu mendengarkan. Tapi Kiana menerima juga mendengarkannya tanpa ada pilihan lain.

"Biasanya aku dan pasukan, tapi kau ada saran?" Matthew bergumam berat, aneh tapi dia sudah mengantuk.

"Saat di medan nanti jangan mati." Kiana tertawa, sama dengan Matthew.

"Tidak akan, aku punya sumpah." Balasnya, mengingatkan Kiana, rasa di timur di Edge Four, saat pertama kali mereka berhubungan intim.

Kiana bergumam ragu. "Ketika Varunnette membukanya, aku dan kamu berada di Torin, sambil menunggu umpan ini dimakan Darkpross aku mau memerintah di sana, kau panggil pemimpin-pemimpin pasukan dan kau berbincang militer. Saat Darkpross muncul mungkin ada 2 pilihan, berdiskusi atau perang."

"Coret yang diskusi, mereka sudah bawa bala pasukan." Matthew mengangkat alisnya yang tegap, dan Lonk, oh Lonk lagi.

"Oh, oke. Jadi perang?" Dia berat menerimanya.

"Sulit mengatakannya memang."

"Saat perang terjadi semua rancanganmu dan rancanganku tejadi." Dia mengulang sedikit demi sedikit, agar dia dan Matthew sendiri mengerti.

"Ya, dan mereka tetap mengincar Zonela. Pertahankan Zonela saat sudah tahu di mana batunya." Kata satu-satunya pria yang akan tinggal bersamanya nanti.

"Di kastil." Kata Kiana tahu dengan murni. "Ayahku masih di kastil saat semuanya memutih, aku yakin dia di kastil." Dia mengulang

"Oke kalau begitu, artinya kastil adalah target. Kau di sana artinya kau juga menjadi target. Aku mau kau pergi dari sana, kembali ke Sonya atau ke tempat terjauh dengan batuku." Matthew menunjukkan cincin A'dinnya, menaruh cangkir dan berdiri melihat Kiana yang duduk di pinggir ranjang dengan wajah tegang dan tubuh tegap.

"Lalu? Menunggu pasukan Darkpross menyerah? Jika Zonela diambil?" Dia tidak salah berburuk sangka, setidaknya dia tahu apa yang bisa akan terjadi.

"Jangan sampai, itulah sebabnya bantuan Varunnette dibutuhkan kalau berhubungan dengan perebutan batu."

"Aku tidak yakin apa rencana mereka berhasil atau gagal melawan rencana kita." Ujarnya malu.

"Semua yang sudah kita bicarakan ini tergantung lagi dengan mereka. Apakah rencana mereka licik atau pintar? Bagaimana pun kita harus mendorong mereka mundur." Menunggu Kiana lelah dengan perbincangan ini akan lama, tapi menjawabnya sampai dia tidak terbawa khawatir lagi lebih baik.

Kiana berdiri sambil mencari minuman, tapi dia duduk kembali dan masih takut, waktunya tidak main-main. "Lucas belum mengatakan apapun tentang pasukannya." Dia melihat surat Lucas lagi, membaca ulang, menaruhnya dengan kasar. "Kalau kakaknya tidak menyetujuinya?" Dia melihat Matthew. "Tapi kalau dia punya bantuan, kita menang jumlah pasukan."

"Jangan takutkan jumlah pasukan, Torin Maxima dibumi hanguskan sekali hanya oleh satu orang, tapi dia pintar. Orang-orang kita dibantai disegala tempat oleh beberapa orang-orangnya. Jumlah yang sedikit bukan berarti kau kalah, tapi pengikut mengikuti pimpinan, rencana pintar yang mengendalikan orang." Matthew bernada, menyembunyikan dendam.

"Apa ada seseorang yang pernah memenangkan peperangan hanya seorang diri?" Dia bertanya-tanya.

"Aku tidak pernah tahu, jika ada dia pasti punya kekuatan berbeda."

"Kekuatan berbeda?" Dia memincing menarik.

"Seperti pertolongan roh, tuhan, atau keberuntungan."

"Kau dipelukan ayahmu sebelum kau pergi. Aku dipelukan ibuku sebelum aku pergi." Ingatnya ulang, ada kesamaan dalam satu perbedaan.

"Aku didorong ayahku, aku sangat takut." Suara udara yang menerjang telinga saat dia jatuh menuju lautan teringat kembali, debaran besar, darah yang naik hingga kepala.

"Aku ingat jeritan Lonk di luar gua, memekik, lapar, berkelahi demi aku dan ibuku. Aku memimpikan aku bangun, sangat berharap cepat bangun dari mimpi buruk itu. Aku berharap aku punya pertolongan yang bisa menyelamatkan kami berdua. Mungkin ayah di sana dan melawan Lonk, atau siapapun yang bisa. Aku mau menawarkan diriku sebagai jaminan agar perlawanan itu berhenti, pertukaran, apapun yang Hayden Souther inginkan." Dia mengingat lagi, meminta memori menyiksanya lagi.

"Jika aku bertemu dengannya-

"Jika aku bertemu dengannya aku mau dia duduk di depanku!" Dia mencuri kalimat Matthew. "Aku mau mendengarnya berbicara. Aku mau melihat langsung ke matanya. Aku mau memotong satu per satu jari-jarinya demi satu jawaban. Aku mau tahu alasannya, pembunuh nomor 1 dinasti kita." Dia memegangi perutnya.

"Kiana?" Matthew melihat dia dengan nanar, keningnya mengerut.

"Aku harap aku hamil." Tatapannya sayu, senyuman kecut. "Membawa bayimu, menyusuinya nanti, melihatmu menjadi seorang ayah yang bangga. Membawanya berjalan mengelilingi patung Ikan Pari Tailice, membelikannya buah prem, kau membelikan dia sepatu yang berdecit dan membuatnya senang-." Lalu dia menangis.

Matthew mendatanginya, bertekuk lutut di depan dan menggenggamnya agar dia tidak takut pada masa depan yang masih kosong. "Aku bersumpah."

Dia menundukkan kepala dan menarik nafasnya. "Aku ingin kebahagiaan."

"Akan kuberikan untukmu." Dia mencengkram tangan Kiana sangat kuat tanpa disengaja, dia ingin menghentikan ketakutan orang yang paling dia cintai di dunia ini, bagaimanapun.

Kiana mengatur nafas terisaknya dan kembali tenang, mengulum bibir sendiri. "Aku akan ke Varunnette dan meminta mereka melakukannya. Aku akan ke sana dan berdiskusi dengan mereka tentang semuanya."

"Tapi kau yakin?"

"Ayahku sering ke Varunnette atau Valueya. Aku akan bawa setengah rombongan, aku akan gunakan A'dinmu saja membawa mereka." Dia meminta izin.

"Kau akan pergi?" Ada kecemasan, sehari tanpa melihat Kiana sama saja mendung tanpa matahari, suram dan rasanya tidak ingin melakukan apapun.

"Hanya sebentar, dan kau yang mewakiliku di timur sini. Aku kembali dengan Guru dan Dewan yang akan membuka segel, aku janji." Ia tersenyum. "Ini sudah waktunya."

"Kau merasakannya." Matthew tersenyum, menyentuh pipinya dan menyisipkan helain rambut berminyaknya.

"Di darahku. Aku ingin mengirim surat pada Errol, meminta batu Ivriel dan memberikannya ke Varunnette saat aku di sana." Dia mulai mendapatkan ide, membaginya.

Mengingat Errol dan kebiasaannya mendesah saat kesakitan membuat Matthew rindu. "Kau akan menemuinya, aku merindukan bocah itu."

"Akan kusampaikan salammu." Kiana berjanji, mengecup bibir Matthew dan tersenyum bahagia. Dia dimabuk cinta, sampai kapanpun, selamanya.

Lusanya Matthew berjalan keluar kubah dan menuruni anak tangga yang kecil dan tinggi, berhenti di tengah dan melihat rombongan yang siap di bawah. Kiana di antaranya, mengenakan gaun silk abu-abu berenda jahitan ikan pari sepanjang lutut, celana hitam dan cincin-cincin yang dia kenakan dengan berbagai jenis batunya. Rambutnya mengingatkan Matthew sosok Ratu sebelumnya, ibu Kiana dulu, lurus dan dijepit di bagian daun telinga dan dia menghiasinya dengan jepitan ungu lavender. Dia sangat manis, anggun, tersenyum dengan rombongannya. Tapi apa dia benar-benar belum hamil? Dia agak gemuk di pipinya, bahagia jika dia melihat perutnya nanti membuncit.

Lalu Kozzak di belakang Kiana, berbicara lagi dengannya dengan nasihat-nasihatnya sebelum dia pergi. Kozzak mundur, membiarkan Kiana membawa 20 rombongan perwakilan menuju Varunnette, dia melihat Matthew di tangga, tersenyum, menciumnya hanya dari tatapan.

Apa aku membanggakan anak-anakmu jika aku membunuh seorang bayi?

Dia menggeleng, melihat rombongan itu menghilang dibawa angin debu tandus, berada di Varunnette, berjalan di sana dengan menyandang nama Ratu Torin Maxima, penguasa besar di barat.

"My lord anda memanggilku?" Seorang pria yang biasanya menjadi ajudan Matthew datang di belakang.

"Kirim surat ini ke Valueya, tapi kamu sendiri yang kirim, jangan lewat Phoes." Perintahnya.

"Um, baik my lord." Dia mengambil surat, turun tangga dengan cepat.

Kozzak di bawah sana kembali melihatnya kembali, bisa dibilang dia tersenyum dengan cara yang tidakmenyenangkan Matthew. Lalu dia pergi.

Kamu pendosa, suara Xavier di telinga kanannya.

"Itu omong kosong terpelan yang pernah kau katakan." Dia bergumam, masuk ke kubah, mengerjakan tugas sebelum kembali ke rumahnya di barat.

*****

-Its getting close!

-Hope you like it, jangan lupa adab wattpad #dungtakdungdungtakdung

Keyword :

1. Masa Tarona : Zaman sebelum Séma, kebanyakan konflik perpecahan utara dan terciptanya Darkpross pertama kali di sana.

《 answer this, maybe you are the biggest fans of IOS !》

1. Sebutkan 5 nama wilayah saja yang berada di timur Earthniss.

4/9/2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro