Part 54 - Asap Di Tangan
"Aku dengar mereka membunuh seseorang dan membuangnya di laut."
"Siapa?" Matthew menarik cabang-cabang pohon yang menghalangi jalan, tempat yang dulu ia kunjungi berubah jadi hutan lebat dan tidak terawat atau mungkin kerusakan yang disengaja.
"Orang-orangnya Baccry, pria pirang, tinggi, putih, mereka mencurigainya."
"Kamu fikir itu Lucas?" Setelah istirahat dan memikirkan beberapa perjalanan dengan membawa batu Grass mereka melanjutkan perjalanan kembali, Matthew ingin ke kota Tabu salah satu klan Sonya di dekat barat, dia punya kenalan di sana dan mungkin menjadi tempat persinggahan yang aman, senja akan datang kembali, membawa batu Grass membuat dia menjadi berdebar entah mengapa.
"Siapa lagi yang mencari Lenon Baccry selain dia?" Kiana mengikuti dengan teratur, kesulitan dengan bawaannya sendiri.
"Dan bagaimana jika itu bukan dia? Lucas mencari Baccry sendirian setelah pergi? Ha, kufikir dia akan pulang dan merawat peliharaannya." Gerutunya.
"Kau seperti Raydon sekarang, mengatakan hal yang sama tentang dia." Kiana membela Lucas, mungkin dia dekat padanya dibandingkan yang lain. Raydon jelas saingan Lucas, Errol dan Matthew? Mereka jarang mendekati Lucas, merasa dia sombong dan sulit berkompromi selama itu.
"Oh? Jadi Raydon juga mengatakan hal yang sama? Apa artinya? Artinya semua orang akan berfikiran yang sama, Lucas berada di utara sekarang, Clemanos, dan tidak akan kembali."
"Kau terlalu naif padanya Matt, aku percaya dia tidak menyerah pada tugas ini." Matthew selalu malas berbicara dengannya, lagi.
"Aku tidak melihat dia melihat hal ini sebagai tugas besar. Bermain, berkunjung ke tempat lainnya, mungkin berlibur." Omelnya, batu Grass membuat dia resah.
"Zat apa kau yang bisa mengetahui apa yang orang rasakan? Jika Lucas berada di utara dia mungkin mengurusi permasalahan perbatasan Darkpross dan misi yang beredar. Kau tidak tahu apa yang sudah dilalui, dia mungkin tidak banyak berbicara tapi banyak cerita yang dia miliki dan berharga." Kiana tetap membela Lucas, yakin dia tidak seburuk yang difikirkan Matthew.
"Sepertinya kau menghabiskan banyak waktu dengannya ya?" Matthew mendengus. "Simpan saja rasa simpatimu pada dia, pria tahu karakter pria lainnya." Kata Matthew dan membungkam Kiana.
Matthew mulai mendapatkan jalan setapak yang basah setelah hujan dan dilalui kuda-kuda menuju timur, menemui pos prajurit Tabu di kiri yang berupa rumah istirahat, kecil dan ramai, banyak kuda di kandang dan yang terhenti di depan rumah kayu. Para anak-anak menjaga kuda dan menyisirnya untuk upah. Anak muda kurus bertopi basah menggali tanah dan menutupi tanah yang becek di depan pintu, menimbunnya dengan krikil-krikil begitu giat untuk upah. Rumah itu beraroma anggur dari cerobong asapnya, kue pai anggur dan nanas, roti yang dipanggang, dan daging gosong, memikat banyak pendatang. Di loteng ada lambang kota Tabu tiga bambu berjajar dan matahari di atas, dipahat di kayu tebal coklat yang besar. Tapi bukan persinggahan jenis itu yang Matthew inginkan, di dalam sana banyak pelintas, orang asing, dan anak buah banyak orang yang berpura-pura menjadi orang biasa.
Setiap persimpangan dia melihat banyak jejak kuda dan kereta, tidak sepertu dulu jalanan masih rapi dan tidak banyak yang menggunakan jalan. Setelah batu Ort tidak diizinkan lagi jalan kembali dipenuhi banyak pengelana, mereka memiliki kuda dan bukan batu Ort, harga Ort juga tidak begitu murah didapatkan dulu. Ada yang seharga 2 ekor kuda dan bisa digunakan berkali-kali, ada yang seharga 30 Wins dan hanya digunakan sekali saja tapi tetap banyak peminat. Dan tentu saja kuda menjadi idaman lagi, batu Ort mulai tidak digunakan dan sangat cepat hasilnya. Matthew melihat gerobak-gerobak membawa balok es, buah-buah, ikan segar, dan itu semua hasil dari barat. Es itu mungkin dari Torin Maxima, mereka mencari penyejuk minuman dan Torin Maxima memiliki es mendadak, tidak perlu melintasi jalan lintas menuju selatan dan mencari danau beku di bagian yang sudah bersalju di sana.
Dan kini mulai terlihat para pengumpul informasi untuk Varunnette, mereka turun ke jalan-jalan memastikan sendiri peredaran batu Ort sudah tidak ada, atau memastikan sudah nol.
Kota Tabu tidak memiliki tembok, tapi banyak menara putih kotor yang mengitari pebatasan luar dan perbatasan kota. Setiap menara memiliki pemanah-pemanahnya dan setiap pos di berbagai arah memiliki prajurit yang baik. Ada beberapa menara yang hancur, masih baru, dan sebagian terbakar. Mungkin terjadi penyerangan, entah melawan siapa.
Matthew mendapatkan kamar kosong di salah satu penginapan di tengah kota dan aman. Kiana mau satu kamar tidak seperti biasanya, mungkin menghemat uang yang ada. Matthew segera pergi lagi dan Kiana tetap di ruangan sambil membersihkan dirinya, batu A'din Matthew dia tinggalkan di kamar dengan sengaja takut jika ada yang melihat dan merasa ada kesempatan yang datang dari tangan kotor, tapi dia membawa batu Grass, bergetar dan waspada. Malam itu dia kembali sambil mengacak wajahnya, kumal dan berkeringat seperti mabuk. Dia duduk di ranjang, memijat di antara matanya dan menunduk dengan rendah. Kiana melihatnya, tahu artinya ada yang membuatnya sedih dan kacau.
"Besok kita mulai pergi lagi," kata Matthew memutuskan. Ia mengambil batu Grass dan memperlihatkannya pada Kiana, tapi memperlihatkan bagaimana tangannya yang bergetar sangat hebat. "Aku tidak bisa memegangnya lama-lama." Dia menaruh batu.
"Ke mana?" Kiana cemas, tentu saja Matthew selalu terlihat berlebihan.
"Mungkin Sonya, mungkin Varunnette."
"Mungkin? Kau bisa keliru begitu? Kau bimbang." Dia mendekati Matthew, rambutnya basah dan kembali rapi setengah kering, ia urai dan sangat panjang, hanya butuh penjepit rambut kecil ungu bunga lavender dia menjadi Ratu Torin Maxima. Tapi ketika di luar rambutnya berantakan, seperti gelandangan dan tidak tersisir.
"Para orang Tabu sedang menghadapi beberapa masalah dengan kelompok pengikut Darkpross baru-baru ini, dan mereka juga bersiap melawan Sonya bersama beberapa klan lainnya." Katanya bergetar.
"Apa yang terjadi? Mereka sekutu kan?"
"Aku dengar Sonya diserang, ya, memang dan bermasalah lebih luas. Mereka menceritakan tentang Clark, dia berambisi menggulingkan ayahnya dari takhta. Ratu masih berduka karena Xavier, dia pernah menghilang dan terlihat akan menggantung dirinya di kamar. Ada pengkhianat, pengikut Darkpross yang melakukan penyerangan secara bersama-sama saat hari peringatan Xavier. Sonya menarik prajurit di mana-mana untuk memfokuskan di sekitat kota dan perbatasan menyebabkan kekacauan lagi menurut kontrak perjanjian. Semuanya kacau, mereka yang marah dan mengira Clark berkhianat menyiapkan bala perlawanan padanya." Matthew menceritakannya dengan sangat berat, dia merasa pening dengan rumah keduanya itu, menundukkan kepala dengan rendah.
"Aku tidak mengerti Matt."
"Sonya punya perjanjian besar dari awal kekuasaan Raja Branata dan semakin berkembang sampai ke kekuasaan Raja Imanuel, anaknya. Namanya Piagam Sonya dan 38, sekarang. Artinya perjanjian antara Sonya dengan 38 klan lain. Sekarang Sonya menarik prajurit-prajurit di wilayah lain kembali ke kota karena penyerangan pengkhianat besar dari rakyat Sonya dan itu melawan piagam perjanjian. Mereka mengira Clark yang melakukannya tapi Argie bilang itu kemauan Raja, dan semua orang bilang Clark yang melakukannya atas dasar penentangan pada ayahnya, pengkhianatan." Jelasnya setelah mendatangi kenalannya, Argie. "Ada banyak yang terjadi di sana Kee. Banyak aliansi yang akan menghadapi Sonya karena kesalahpahaman perjanjian itu banyak merugikan mereka. Ada yang hanya melawan Clark. Tapi Sonya sendiri melawan pengkhianat di dalam kota, bersembunyi, membersihkan kota dari mata-mata Darkpross. Dan Sonya bisa saja menghancurkan aliansi-aliansi yang menodai piagam perjanjian, mereka yang sekarang bersiap-siap melawan Sonya. Ada permainan politik di sana, aku tidak begitu paham jika aku tidak melihat dan mengetahui sendiri dengan fakta."
"Sonya diobrak-abrik dalam politik, siapa yang tahu mengapa? Lalu kenapa dengan Varunnette?"
Matthew masih diam. "Kita tak bisa kembali seperti Errol. Mungkin batu Grass ini lebih aman di sana dan juga kita, tapi aku merasa Varunnette berbahaya juga, Saédan mendapatkan jantungnya di Varunnette dan bagaimana dengan bala bantuannya nanti saat tahu kita di sana?"
"Dan Sonya juga sama, lebih kacau."
"Tapi penjagaan di sana ketat, tidak ada yang bisa masuk." Matthew membutuhkan peta dan komandan Sonya, juga Errol tentu saja untuk mengutamakan Torin Maxima dan perlawanan yang semakin mendekat.
"Kau fikir semuanya sudah berubah? Sonya diambang permainan politiknya dan apa berdampak pada kita?" Kiana meliriknya takut, dia sama sekali tidak tahu harus berperan apa untuk Sonya.
"Tentu," dia tidak yakin menjawabnya, apakah ini pengalihan? "Clark tidak mau ambisi seperti itu. Pasti dia punya alasan dan pasti banyak pemfitnah yang membuat semuanya menjadi kacau."
"Matt, kamu harus mencoba melupakan sejenak yang terjadi di Sonya, ya aku tahu kau dibesarkan di sana dan hidup bersama mereka, tapi batu Grass ini yang terpenting. Apa selanjutnya? Apa kita diskusikan pada orang lain atau pilihan kita sendiri?" Kiana memberi keteguhan padanya.
"Kita tidak punya bala bantuan selain Sonya dan Sonya punya banyak bantuan juga. Jika dibiarkan Sonya kehilangan pengikut sama saja kita kehilangan bala bantuan saat penyerangan nanti. Tapi aku butuh Errol lebih dari apapun, dia pernah bilang dia bisa membantuku membangun pondasi dan menyusun strategi ketika Torin Maxima akan diserang. Sekarang, pengikut Darkpross yang menyerang Tabu kemarin menuju barat, menunggu dan bersiap dengan aliansi lainnya untuk mengambil Zonela. Jika berhubungan dengan Zonela, Varunnette bisa membantu. Jadi di antara Sonya dan Varunnette, sesaat kita di antara tempat itu kita tidak bisa kembali dan harus berada di sana merencakan semuanya." Jelasnya.
"Kau tidak mengenal siapapun di Varunnette." Kiana menegaskan. "Orang-orang yang kita kenal hanya di Sonya, dan aku juga kenal orang di Radella. Kita harus ke Sonya, merencanakan di sana, menemukan temanmu dan mereka yang bersumpah dalam ikatan Tripartit Kingdom. Clemanos, Sonya harus membantu kita! Atau aku menghancurkan mereka jika mereka melanggar, kita tidak boleh takut, kita harus menagih janji orang-orang." Dia mengatakan dengan lantang, tidak mau diganggu dan ingin persepsinya benar, seperti Ratu.
"Aku mengenal baik Komandan Jarke Knanta, tapi dia tidak ada lagi untuk membantuku. Komandan lainnya aku takut tidak bisa membantu, Raja tidak mungkin membantu." Matthew pesimis, peluangnya di Sonya terasa tipis setelah kejadian bermacam-macam hal sudah dilalui Sonya.
"Kalau begitu kita akan berbicara pada Raja, Raja Sonya, yang mengenal baik Tripartit Kingdom dan apa artinya. Tidak peduli apa yang mereka hadapi, tapi kita harus bergerak, sebelum kita seperti keluarga lainnya, menyusul mereka dibantai oleh orang berhati barbar. Kita akan ke Sonya, lupakan tentang Varunnette. Sekali kita di Sonya kita harus bertemu Raja, katakan padanya kita memiliki Grass. Dan dia harus mampu memanggil Varunnette dan bergerak ke barat sekarang juga." Katanya lantang.
"Orang yang menggerakkan perjalanan harus mampu mengendalikan resiko." Ingat Matthew pada Kiana, dia menggerakkannya dan dia yang punya ketabahan itu.
Kiana termagu, tangannya dingin setelah memahami kalimat Matthew dan dia baru saja memberi perintah.
"Kau tidak harus takut, kau anak dari Hybrew Tibalt, sahabat dan sekaligus tangan kanan ayahku, Aries Isadora, Raja Torin Maxima. Kita harus menghadapi mereka." Kiana menegaskan lagi dengan suara kekuasaan dan beraninya.
"Bukan ke sana yang aku takutkan. Perjanjian dengan Baccry tidak bisa diremehkan, dia ingin kamu sebagai tumbal, keinginannya harus dipenuhi." Kata Matthew, tertunduk lagi dan menatap jari-jari tangannya yang mengeriput.
"Kamu sudah pegang batu Grass, kamu bisa meminta Varunnette dan meminta bantuan di sana. Baccry dan kera-keranya itu bukan masalah jika kita di tempat yang aman."
"Aku sudah punya banyak pengalaman dengan tokoh-tokoh seperti dia, permainan mereka lebih mengerikan dan pengecut." Dia tidak bisa meremehkan Baccry, dia pandai dan selalu mencari kesempatan dengan sangat cepat.
"Hei." Kiana mendatangi Matthew, menatap mata biru laut Handil yang gelap dan kering, merah, dan berurat. Dia menggenggam pipinya yang kasar. "Jangan cemas, kita tidak akan mati."
Lucu, memang tidak pernah mati selama ini. Kemarin, kejadian pada Lonk itu bukan kematian? Bukan, itu keberuntangan.
"Kamu bisa menjadi mimpi burukku Kiana, kau tahu kan?" Kata Matthew, dia menatapnya takut dan khawatir. Apakah ia akan kehilangan Kiana? Dia wanita yang paling rentan, selama ini dia yang paling dilindungi, oleh orang-orang yang minim dan kurang. Tidak seperti ibunya dulu, Ratu, semua orang melindunginya pertama.
Kiana duduk di pangkuan Matthew, menatapnya, mirip Xavier, mirip Raydon juga karena matanya yang merah. Ia menciumnya lembut, merah, hangat, dia selalu tenang dengan ciuman. "Laut tertidur, dia terbangun ketika badai datang. Kitalah badainya, dan badai harus kuat dan mematikan." Ia berbisik, bernafas.
Matthew mengambil langkah, menciumnya dengan lembut, menarik Kiana merebahkan dia di bawah dan melepaskan semua pakaiannya, menemui payudara dan semua kulitnya, menciumnya dari leher, payudara, kulit perutnya, pinggangnya dan kewanitaannya. Memasukinya lagi untuk kedua kali sampai lelah dan terlelap, apakah dia pernah merasa mual? Bergejolak di perut?
Guntur ternyaring yang pernah dia dengar membuat bangun mendadak, jantungnya berdentum luar biasa kaget, dia terduduk dan masih terganggu dengan guntur pertama yang terasa berada di atas rumah benar-benar begitu mencekam. Langkah kaki di lantai dari luar kamar dan di atas terdengar terbirit-birit, guntur besar tadi sama-sama membangunkan semua orang. Matthew meraba-raba bawah bantal, bantal Kiana, di balik selimut mencari batu Grass dengan panik. Ternyata hanya berada di dekat rambut Kiana, dia menemukannya dengan rasa lega. Dia sangat takut batu Grass itu hilang, merasa cemas setiap saat. Matthew mulai mendengar rintik di loteng, sedikit tapi berat seperti lemparan kerikil jalan, hujannya berjalan dan sedikit demi sedikit menumpahkan air, angin membuat daun terbang dan mencakar atap, gaduh dan guntur besar ikut muncul kembali, selalu membuat kaget tanpa petir.
Dia meremas kepalanya tertunduk melihat batu Grass dan tubuh Kiana telanjang di sebelahnya. Payudaranya lolos dari selimut hangat, Matthew menarik selimut menutupinya tertidur dengan sangat tentram, nyenyak, bermimpi, tidak bergerak. Dia tadi bermimpi, terbang tinggi menaiki burung atau awan, dia tidak melihat apa yang dia naiki namun awan tebal itu dingin juga sejuk, mataharinya lembut dan tenang, suara laut di bawah langit terdengar sampai atas. Dia terbang menuju utara yang dingin dan tidak gelap, tapi dia berhenti dan melihat ayahnya, adik tirinya, seorang pemuda asing, Kai, dan ayah ibunya berbincang bersama-sama. Mereka tertawa, berkumpul bersama seperti keluarga dan membahas, lalu membahas dan tertawa lagi.
Mimpi indah sayang, tidur, ibu menemanimu. Itu suara wanita di mimpinya, ibu. Lembut dan sering tertawa, matanya nampak berbinar dan tidak ada kecemasan. Saat tangannya meraba rambut Matthew yang lebat tangannya biru dan beku, seperti tertimbun salju yang membunuhnya, mati tanpa darah dan luka yang merubah penampilannya. Itu bagus, ibunya utuh dan diam, damai dan selalu menjaga Matthew di mimpi.
Dia berdiri mengambil segelas anggur, menyesapnya banyak-banyak hingga lidah tidak kelu atau tidak merasa khawatir kembali. Hujan di luar turun dengan banyak seperti siap membanjiri jalanan. Kaki-kaki di atas dan samping kamarnya masih berjalan-jalan dengan resah. Matthew mempertimbangkan banyak hal, siapa yang harus dia sewa untuk mengambil tahanan Dubhan dan mengembalikannya ke Baccry? Dia bahkan tidak tahu apakah Sonya akan membantu. Dia melihat Kiana lagi, apakah harus ke Sonya atau Varunnette?
Dia terbangun 3 jam sebelum siang, masih hujan rintik dan mendung yang menyebar, jendela masih ditutup dan Kiana sedang memperhatikan peta dari Matthew sambil menggigit biskuit lemon dan keju domba pahit, dia menaburkan daun mint di keju agar lebih segar. Meminum susu kedelai dan meletakkan gula batu di dalamnya. Matthew bangun dengan kepala pening setelah minum tengah malam tadi, dia mencari pakaian untuk menutupi tubuh telanjang, melihat Kiana memainkan pensil di atas peta, itu hanya pensil dan bisa dihapus.
"Mau ke mana?" Tanya Matthew, dia duduk menyeimbangkan diri.
"Torin Maxima sangat dekat ya," katanya. "Kota Tabu dekat dengan Marclewood, jalan Barat Muda ini terbuka untuk pengelana dari selatan dan timur, sedangkan jalan Timur Hitam dilindungi Cartzen."
"Jadi kau mencemaskan jalan yang mana?"
"Aku mencemaskan yang menyerang Torin. Mereka berpindah tempat, oh ya dari tebing kita bisa menaruh beberapa pemanah dan penjaga untuk mengawasi kedua pantai, dan sisanya menjaga sepanjang lahan di luar."
"Strategi?" Matthew kaget, dia mulai berfikir. "Kau terburu-buru."
"Sebelum ideku hilang," dia mengatur jemari-jemarinya di peta, Torin Maxima sangat kecil dan hanya nampak lahan yang lebar dan lautnya, tapi dia mengingat dengan baik geografis di sana. "Mereka mengincar Zonela yang pasti di kastil, kita harus mencari batu Regone dan Anti Ort di sekitar kerajaan. Jadi peperangan nanti hanya terjadi di luar."
"Ya benar, dan 2 kali lipat barisan depan dari, umm siapapun yang membantu nanti." Matthew menggigit roti dingin, meminum anggur lagi, melihat peta dengan tulisan Kiana menyusun strategi versinya. Ada pulau-pulau besar lain di belakang Torin Maxima, armada kapal yang banyak, dan sering melalui perairan Handil kawasan Torin, dia menunjuk 4 pulau yang menyebar. "Pulau Hilpson, Black Ink, Oties, dan Red Sun." Dia menunjuk pulau terujung kanan, bentuknya panjang dan berlubang di tengah pulau. "Black Ink pengikut Darkpross sama seperti Grezhol, armada mereka tidak sebanyak Oties, tapi pasti dia akan menyerang Torin juga, kau harus tahu bagaimana melawan dari perairan dan tidak hanya di daratan." Katanya, mengunyah dengan lahap.
"Pulau Hilpson, mereka bersumpah setia pada Torin Maxima kan?"
"Benar."
"Kita akan meminta janji mereka." Kiana memerintah lagi. "Berlutut dan bersiap saat kita memutuskan armada-armada mereka ke perbatasan perairan Torin dan melawan Black Ink." Jelasnya.
"Baiklah, kau akan memanggil mereka ke Sonya." Matthew melihat lagi peta, menunjuk Clemanos di seberang wilayah terjauh. "Kau mau Clemanos ikut bergabung? Bagaimana kau membuat prajurit mereka menuju ke Torin tepat waktu? Ingat, Ort tidak lagi bisa digunakan."
"Clemanos punya Jembatan Portal kan? Salah satunya terhubung ke Torin Maxima, portal rahasia yang dimiliki 3 kerajaan. Mereka bisa menggunakannya, Varunnette tidak bisa mencegah kita karena portal bukanlah salah satu dari batu Ort, mereka melanggar yang menggunakan batu Ort tapi kita tidak." Katanya, tersenyum.
"Bagus, kau belajar berperang. Setiap peperangan harus ada satu kesempatan, yang terumit dan tidak bisa kau fikirkan. Ketika kau tertangkap, dengan ambang kematian dihadapanmu apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu menyerah atau menyerahkan diri?"
"Aku akan melawan." Kiana membalas.
"Kau tidak melawan. Ketika mereka menangkapmu artinya kau kalah." Matthew menegaskan.
"Kalau begitu mencoba, mencoba memanipulasi. Aku tidak mau menyerah atau menyerahkan diri dihadapan semua orang. Mereka akan melihatku sebagai orang yang lemah, aku tidak ingin melakukannya." Jawabnya, berbeda, tapi tetap tidak bisa memungkiri dia juga bingung pada hal itu.
"Selagi kau meletakkan strategi-strategi, kau mengumpulkan banyak orang dan meletakkan mereka ke tempat yang bisa mereka kuasai. Dan semuanya tunggu waktu, sampai semuanya dimulai." Matthew menarik sutra tebal menggantung di belakang pintu. "Aku harus menemui Argie, kita akan berangkat ke Sonya seperti katamu."
Gerimis masih turun dan berangin, mendung pekat dan dingin. Argie menunggu di belakang salah satu menara putih utara menunggu Matthew dan Kiana. Dia selalu menundukkan kepalanya, menggosok-gosok tangan dan mengenakan mantel tebal mengurung tubuhnya, persiapan untuk musim dingin yang mulai bergerak dari selatan. Argie adalah salah satu prajurit Tabu, pria pendek dan kurus berwajah kotak dan dagu lancip. Rambutnya cepak dan tajam, sehitam arang setelah disemir, kening lebar dan mempunyai satu anak lelaki berusia 9 tahun yang suka dia suruh-suruh.
"Yakin tidak mau naik kereta? Temanku punya kuda dan kereta yang mengganggur ya." Tawar Argie, dia berbicara sambil menggigil.
"Tidak G, di mana menurutmu aku harus turun?" Kata Matthew. "A'dinku masih berguna dan belum dilarang."
"Beruntung. Jadi mau mendarat di mana? Barat Sonya kau bisa ambil Jalan Lintas Barat dan berjalan berkilo-kilometer menuju perbatasan Sonya. Setiap arah tentara Sonya berjaga dengan ketat ya, ada kesempatan kau ketahuan dan dibunuh di tempat ya." Katanya.
"Berapa radius penjagaan prajurit Sonya ini dari perbatasan?"
"Dari perbatasan? Hmm, mungkin, 3 kilometer ya." Argie membalas, kehujanan, kedinginan.
"Sangat jauh sekali dari kota. Bagaimana jika aku ke Roya? Apa di sana masih kondusif? Tidak tegang, normal?" Matthew membalik tubuhnya, mendangak ke menara dengan kepala-kepala pria di tiap jendela yang menoleh ke bawah, menoleh ke hutan, berjaga.
"Lord Nedera setia pada Raja Imanuel, kalau mau ke sana Sungai Capung bisa jadi landasan yang baik ya, kau hanya jalan setengah mil dan sampai. Sisanya kau bisa menyewa kuda menuju Sonya ya." Jelas Argie membantu.
Matthew mengangguk-angguk. "Pasukan Darkpross yang menyerang Tuba menuju barat, ke mana?"
"Benarkah Matt? Tuba adalah perbatasan timur ya, ke sana lagi adalah barat dan menuju ke Makam Pahlawan, belok ke kiri dan mereka sampai ke Torin ya. Harus cepat Matt, mereka sudah di posisi ya." Argie melirik Kiana, mengawasinya dari bawah ke atas, melihat wajahnya yang tersembunyi.
"Aku menghargainya G, kuncinya kau melawan mereka, bantu kita melawan Darkpross, mereka menyeramkan tahu kan?"
"Yang aku takutkan hanya dingin Matt, sampai jumpa lagi ya." Dia menepuk pundak Matthew dan kembali.
"Argie salah satu regu yang membantu Sonya menyerbu pangkalan Dubhan di dekat sini beberapa tahun lalu. Kita membantai mereka semua tanpa memulangkan semuanya, pria dan wanita, anak-anaknya kita masukkan ke pusat rehabilitas guru besar di Jatum." Jelas Matthew. "Kita ke Roya, lalu ke Sonya untuk menghindari masalah-masalah besar jika menggunakan A'din."
Matthew dan Kiana berjalan sedikit jauh dari Tabu dan berpindah tempat menuju anak Sungai Capung di timur, mendung dan tidak hujan, sungai mengalir deras dan pohon-pohon di hulu sungai indah dengan rumput dan bunga-bunga, batu-batu di sungai diterjang air hujan yang dingin, berbusa dan putih. Dan mereka kembali berjalan beberapa mil melewati jalan kecil menuju arah utara, para pedagang lewat membawa gerobak dagangan menuju selatan, lalu mereka menemui keramaian di balik hutan dan rumah-rumah kecil yang berdempetan, Roya memiliki 3 kastil, bendera mereka lebih banyak di mana-mana, Capung bersayap besar dan bendera berwarna coklat gelap.
Keributan mulai terdengar berbeda, teriakan penolakan dan pemaksaan bercampur membuat mereka berdua menghentikan kaki. Di pojok sana mereka melihat gerobak yang ditutupi kain hitam itu dihentikan prajurit, menarik pria tua turun dari kudanya dan memaksanya. "Turun! Turun!" Jerit prajurit itu, menarik dan mencengkram leher pria tua.
"Pemeriksaan." Matthew mengatakannya pada Kiana, dia tetap maju dan melihat lebih dekat kegaduhan yang terjadi, melihat pria tua botak itu melawan dan menendang-menendang.
Mereka membuka gerobaknya, merobek langsung kain licin yang menutupinya dan melihat guci-guci tanah liat yang tertutup, juga ada patung-patung kecil yang baru, dia juga membawa box yang isi sayurannya melimpah ruah sampai tidak muat dan sayurannya terlihat. "Apa! Apa! Kamu mau apa? Aku cuma bawa ini! Jangan begini caranya!" Pria tua itu melawan, tidak menerima.
Prajurit itu naik ke gerobak, membuka box isi sayur yang melimpah lalu membuang sayurnya yang banyak, lalu menemukan yang disembunyikan. "Ini?! Kau bawa ini! Jangan macam-macam!" Dia menggenggam penuh batu Ort ilegal yang dia sembunyikan di bawah sayur. Prajurit itu membawa turun box dan menghamburkan semuanya ke tanah dihadapan prajurit lain dan petugas pemeriksaan. "Wow, lihat ini, mau kau bawa ke mana ini semua!?"
"Aku akan ke Varunnette, prajurit!" Lawannya.
"Ini jalan ke utara, menuju Varunnette tidak bisa lewat sini, kau menipu kami ya! Dasar penipu ulung! Keluarkan semua bawaanya, pasti dia menyembunyikan yang lain." Dia memberi perintah.
Semua bawaannya diturunkan dan semuanya terlihat, guci-guci itu berisi batu Ort warna-warni sama ukurannya banyak hingga ratusan mungkin ribuan, pantas saja bannya kempes dan kudanya hampir mati sampai di sana. Ort berhambur memenuhi tanah, barang-barang mahal seperti melihat satu bunker penuh Wins jika menjual ini semua ke Varunnette. "Bawa dia ke penjara kastil." Kata seorang pengawas.
"Tunggu! Tunggu! Kau salah! Aku tidak percaya ini! Kalian menuduhku! Hei! Kalian salah orang!" Pria tua itu menjerit-jerit sambil diseret menjauh.
"Dasar lemah." Gerutu prajurit.
"Ke utara, siapa yang mau batu Ort di utara sana?" Kata seorang petugas.
"Darkpross, mereka membawa batu Ort dan akan berpindah tempat. Varunnette sudah mewanti-wanti setiap tempat untuk mengawasi jalanan terutama yang menuju utara, beruntung kita menggagalkan satu. Satu gerobak membawa hampir seribu, masih ada gerobak-gerobak lain menuju utara, ayo periksa yang lainnya." Pria itu mengetahui, lalu berjalan lagi menuju gerobak-gerobak dibawa pendatang.
Matthew dan Kiana melewati petugas yang menghitung jumlah batu Ort ilegal, menuju desa dan bertemu beberapa tokoh atau lord yang berkuasa. "Ayo, masuk dulu." Dia masuk ke rumah luas dan menemui tempat teramai dan terdesak yang pernah ada. Kursi-kursi itu penuh dan pelayan kewalahan membawa cangkir dan makanan-makanan, mereka tidak seperti orang Roya dan banyak dari mereka yang masih membawa tas-tas berpergian. Banyak ksatria, prajurit dan orang-orang kuat di dalam, anak-anak bayi menangis, wanita menunggu suami mereka selesai makan. "Banyak sekali orang di sini." Dia melihat satu tas pria dan pedangnya bergagang baja hitam yang diukir berkepala bola dan mahkota. "Itu lambang Long Tunel, dari utara."
"Ya lalu?"
"Apa mereka semua satu keluarga? Dari utara semua?" Matthew dan Kiana masih mengawasi mereka semua, lupa mereka ingin duduk. Ada suara gendang dan petikan senar yang tajam, pria tua bernyanyi di antara orang-orang dan tidak tahu di mana dia.
"Lihatlah siapa ini." Satu suara begitu berat menuju pada Matthew dan Kiana, duduk di salah satu meja sambil mengangkat cangkirnya, menoleh kecil pada mereka berdua.
Matthew dan Kiana hanya menoleh kecil ke kanan dan dia sudah melihat siapa yang berbicara, terkejut, pria pirang, duduk, dan santai memandangnya. "Demi 7 turunanku, Lucas!?" Kiana mengerjit nanar. "Lucas!? Lucas kan? Apa? Apa yang, tunggu? Kau di sini? Roya?"
"Baru sampai tadi malam, lalu melihat kalian berdua melamun dengan serius ke orang-orang itu." Katanya santai. Dia bahkan tidak terlihat di antara orang-orang yang banyak, penuhnya bar itu membuat dia kecil dan tidak diminati mata.
Kiana mendatanginya, dia tidak tahu ingin mengatakan apa lagi tapi dia benar-benar senang Lucas masih berada di timur, tidak kembali atau tidak mati setidaknya. "Kau berpergian sangat jauh dari Sonya rupanya." Kata Matthew, masih kaget.
"Aku ke selatan, aku masih punya Moonstone saat itu, sekarang hilang." Katanya, dia melihat Matthew sudah sehat seperti tidak pernah terjadi apapun padanya, tidak sekarat dan digotong ke mana-mana. "Duduklah, atau pindah? Karena di sini sangat penuh."
"Di sini saja."
"Kita pindah," sela Matthew. "Aku ingin menanyakan sesuatu."
Mereka beristirahat di bawah pohon bambu yang tinggi, duduk di pagar dan memperhatikan sekitar. "Tidak tahu akan kutemui kalian di sini, bahkan tidak yakin akan kujumpai. Dan pasti kau punya pertanyaan." Kata Lucas pada Matthew.
"Ya, di mana Moonstonemu?" Matthew menekuk keningnya seperti sedang kesal.
"Aku membuangnya." Katanya.
"Selalu menjadi ciri-ciri Lucas." Matthew mendengus.
"Aku membuangnya kemarin." Lucas membuat Matthew berhenti tersenyum. "Bukan saat aku pergi, bukan saat aku memutuskan hari itu," ia melirik Kiana. "Aku membuangnya kemarin karena aku sudah selesai dengan batu Grass. Jauh dari yang kalian kira aku sudah menemukan batu Grass. Aku mengikuti Moonstone sampai aku ke pulau Fan Flowing, menemui Baccry berjalan seperti itik di jalanan dengan anak buahnya, lalu aku mengawasi dia berhari-hari sendirian. Apa yang ia lakukan di luar dan di dalam, apa yang dilakukan anak buahnya dan saat kapan mereka kembali, mencari titik kelemahannya lalu mencuri batu Grass yang selalu dia bawa di sakunya."
Kiana menatap Matthew yang mendengarkannya, berbanding jauh dari perkiraannya mengira ia pulang, pasti dia malu. "Matthew kira kau ke Clemanos, pulang dan istirahat." Dia harus merasa bersalah, kalau mengatakan pulang dan merawat peliharannya akan membuatnya tambah malu.
"Kenapa aku harus ke Clem dan menemui kakakku lagi? Aku sudah mencoba menjauhi jurang itu selama mungkin, aku lebih ingin bersama ayahku ke Baris di mana yang lebih banyak kasus." Keluhnya, dia selalu marah jika dikatakan pulang, pulang sama saja menemui kakakknya dan dia benci orang itu.
Merasa bersalah Matthew merogoh saku dibalik kaus basahnya, menggenggam batu hijau seperti rumput dan besar, menunjukkannya kepada Lucas. Dia fikir dia yang pertama menemukannya, tapi Lucas jauh lebih awal ke sana dan sudah akan mengambilnya karena bantuan Moonstone. "Kami mengambilnya dari Lenon Baccry, berbicara sendiri dengannya."
Saat Lucas melihat batu Grass dia hanya diam, tapi saat mendengar penjelasan Matthew dia terlihat tidak senang. "Kau berkompromi dengan dia?" Dia meremehkan. "Kau harusnya mengambilnya, pria itu bengis dan tua, gila dan lapar. Selesaikan dengan menikamnya dan tidak ada lagi masalah." Dia mengambil batu Grass Matthew, dingin dan hijau seperti menggenggam sayuran yang beku.
"Aku tidak bisa." Matthew mengatakan yang jujur.
"Matthew yang baik, orang baik selalu menerima kepahitan yang sangat tidak adil." Lucas menimbang-nimbang batu hijau itu, polanya panjang seperti rumput dan hijau muda yang segar di matanya. "Aku tidak melakukannya, aku tidak membunuhnya dan pergi dari sana saat aku akan melakukannya. Aku tidak melakukannya karena aku mendengar berita, dari selatan, lalu timur, utara, lalu barat. Berita-berita yang simpang siur dan berita yang benar. Aku ke selatan dan mengawasi informasi-informasi, setiap ada pergerakan aku ke tempat lain dan mengawasi lagi, mendengar informasi terus tanpa masuk ke wilayah sana, sampai aku menemui mereka. Jumlah yang besar pasukan Dubhan dan Erebus di selatan, menuju barat." Matanya kosong, mengingat perjalanan melelahkannya.
"Erebus dan Dubhan di selatan?" Matthew memincing, dia takut jelas kelihatan.
"Jumlah mereka banyak dan dibantu pengikut tersembunyi di selatan dan timur. Mereka bergerak pelan-pelan menuju barat, dan mereka sudah di sana. Mereka membawa Lonk, ribuan dan tinggal di gua-gua Marclewood. Tapi juga mereka membawa benda lain, benda kecil yang sangat berharga dan tidak aku kira akan aku temui. Aku fikir mereka cukup bodoh atau terburu-buru mungkin. Selama seminggu aku mengawasi dan mencari celah aku mencoba memsuki sendiri regu itu, lord-lord pengkhianat berada bersama mereka, salah satunya aku melihat lord dari Dooman, Fallwind, dan Bleedator. Terkejut kan? Mereka berbelok ke Darkpross selama ini." Jelasnya.
Matthew menunduk lagi, mengacak rambutnya dan bergerak-gerak gelisah. "Bajingan, kenapa aku baru tahu ini?! Kenapa!"
"Karena memang tidak ada yang tahu." Katanya, dia memasukkan tangan ke seragam tipisnya, tidak kedinginan walau kulitnya seperti membiru. "Aku menghabiskan minggu demi mingguku bersama mereka sampai aku merasa hilang jati diri, aku mengira sudah menjadi bagian dari mereka, tidak ada yang berbeda dari kita, hanya pimpinan utama yang lebih mengerikan dan kuat dibanding yang lain, sampai aku tahu semuanya, aku tahu yang terjadi di utara sana."
"Kau memata-matai mereka?" Kiana menyahut, ingat satu cerita yang tidak jauh berbeda.
"Tidak susah, mereka tidak menghafal semua orang yang mengikuti mereka kan? Tapi yang paling menyulitkan ada pada satu kastil, aku ingin melakukannya, benar-benar melakukannya. Aku tahu penjaga kastil akan berganti giliran bekerja setiap jam 12, dan itu malam mereka akan berganti. Mereka selalu meluangkan 5 menit hingga tempat kosong itu diisi kembali dan aku punya 5 menit untuk masuk ke kastil. Kastil itu melingkar, tangganya ditengah dan sangat jarang sepi, setiap lantai tokoh-tokoh penting menempatinya dan malam itu pasti mereka sudah tidur. Aku nekat," dia terkekeh. "Aku melakukannya, naik di tangganya dengan sangat cepat hingga ke lantai pimpinan rombongan itu berada, aku masuk ke kamarnya mencarinya, dan saat menemukannya aku menaruh batu yang sama percis sebagai penggantinya agar tidak curiga, aku melukisnya dan pasti catnya tidak akan bertahan lama. Aku kabur melewati penjaga-penjaga yang sudah di tempat seperti salah satu tokoh lain yang harus pergi buang air. Malam itu aku selesai di sana dan menuju timur, berfikir aku akan ke Baris dan menyerahkannya. Istirahat di sini saat mendengar orang-orang di utara mulai pergi mengungsi dari sana." Ceritanya. "Orang-orang di bar itu dari utara, banyak orang di utara yang bermigrasi sementara ke timur atau barat saat di utara mulai sedikit mencekam. Utara sedang panas dan di sini aku, melihat 2 orang yang kebingungan."
"Kita akan ke Sonya lagi, mulai merencanakan dan memanggil aliansi-aliansi Torin Maxima." Kata Kiana, tapi Lucas mendengus tidak menyukainya.
"Sonya lagi?" Dia selalu mendengus dan mengesalkan. "Kenapa tidak ke Varunnette? Ada Errol kan? Dengan tangan Varunnette mau atau tidak mau mereka bisa mengutus panji-panji di bawah perjanjian bersama Torin Maxima." Lucas secara tidak sadar mendukung Matthew.
"Tidak ada yang kita kenal di Varunnette, tapi di Sonya kita kenal banyak orang." Balas Kiana, tidak mau berubah.
"Siapa yang kau kenal di sana? Tidak ada orang yang sama lagi sekarang, waktu dan tatanan keadilan merubah orang." Kata Lucas. "Saran untuk kalian, pilihlah orang yang benar untuk bisa membantu perjalanan. Hati-hatilah di Sonya, orang baik yang kau kira belum tentu baik, mereka hanya belum menampilkan keburukannya." Lucas memberikan batu Grass pada Matthew, dia selalu merasa berdebar menggenggam Grass dibandingkan batu A'din.
Matthew melihat batu Grass, menatap Kiana lalu Lucas. "Baccry mengatakan padaku, batu Grass bisa aku dapatkan dengan kesepakatan." Mulainya, dan Kiana meliriknya muram. "Aku membawa batu Grass tapi aku harus membawa kembali istrinya yang ditahan di Dubhan dan menjadikan Kiana taruhannya. Dia tidak bercanda dan anak buahnya pasti sudah mengawasi. Aku tidak bisa pergi ke sana dan aku butuh Clemanos sekarang."
Lucas hanya berani menatapnya sangat lama, mungkin mencerna atau mungkin heran, mungkin kesal atau mungkin bingung. Bambu-bambu besar di belakang berdesir saat mendung mulai datang dan segera hujan, cuaca sudah mulai berangin dan dengusan kuda berjalan di belakang bambu sahut-menyahut. "Itu dampaknya besar."
"Kawasan Dubhan pasti sepi, mereka mengirim orang-orangnya turun ke barat dan utara ada kemungkinan pengawasan di dalam sana lengah." Kata Matthew.
"Jujur saja aku bisa ke sana, tidak sulit menerobos ke wilayah Dubhan dan melewati lereng-lereng pegunungan Darkpross yang pastinya minim pengawasan-"
"Kita butuh kau di sini Lucas." Kiana menyela, tegas.
"Kakakku tuli, dia tidak mendengar panggilan bantuan orang lain." Lanjut Lucas, tidak mungkin mengutus kakaknya untuk hal tidak penting itu, siapa Lenon Baccry?
"Kita tidak butuh kamu atau kakakmu ke sana. Tamara Velizia bersumpah mengabdi padaku, berjanji akan melakukan apapun demi aku, sekarang aku mengambil janjinya untuk momen kali ini. Dia akan pergi ke Dubhan dan membawa orang-orang terbaiknya bersama dia ke sana dan mengambil istri Lenon Baccry atas perintahku. Jika dia melanggar sumpahnya, laut akan memakannya, laut akan memenuhi perutnya. Dan kau akan membantuku mengirim berita padanya Lucas, kau juga harus mendukungnya." Kata Kiana, dia sangat rapi mengatakan perintah, kalimat yang jelas dan ia tekan, kepalanya selalu terangkat dan tegang.
Lucas mengangguk setelah termagu, melirik Matthew dia juga kaget melihat Kiana. "Tamara ksatria wanita yang kuat, kau dipilih tokoh-tokoh hebat." Katanya. "Tidak butuh banyak prajurit, terkadang satu orang terhebat bernilai ribuan prajurit." Ia menunduk menyanggupi pilihan Kiana, tidak sulit mengirim Tamara kembali ke medan perangnya beberapa tahun yang lalu, dia pernah menembus Dubhan dan membunuh musuhnya di sana lalu kembali dengan utuh. "Kau yang menulis."
"Kita akan ke Sonya dengan batu Grass dan menyelesaikan semuanya, aku benar-benar membunuh semua yang merusak kehidupan aku bersumpah saat laut masih penuh dan asin, aku tidak akan menyerah." Kata Kiana tegar.
Lucas tersenyum dengan miring, matanya sipit selalu tajam mungkin seperti ayahnya. "Bagus. Karena aku punya hadiah." Lucas menarik tangannya, membuka telapak tangannya yang diisi batu tipis dan bergerigi panjangnya mirip belati, berpola asap hitam yang samar dan tebal. "Benda kecil yang berharga dari Darkpross sekarang menjadi milikmu." Dia menyerahkannya pada Kiana sendiri, mencoba merasakan kekuatannya di tangan menerima batu itu, tajam dan keras, batu Mid Darkpross.
Matthew tersengal nafasnya, menatap takjub dan membuka mulutnya, batu Mid! Batu yang tidak akan pernah mereka lihat bahkan mengira tidak akan pernah menemukan Mid yang selalu berada di tangan Darkpross. Kini mereka mempunyainya, batu Grass dan batu Mid. Tangan Kiana mengangkat batu gepeng Mid, berpola asap tipis yang gelap, mengkilat dan bisa menjadi tajam. Jadi mereka punya 2 dari 3? Mereka mendekatkan batu Mid dan Grass, hijau dan asap.
"Tinggal batu Ivriel lagi."
*****
-Apa! 2? Duuuuaaaaaa. 2 batu! bagaimana bisa pemirsa! Terima kasih Lucas dan dia baik-baik saja ternyata, susah ngasih point of viewnya Lucas karena bakal lebih banyak part wkwk XD
-ThessaSonelf thank you for supporting me & Inside Of Stone, you are always waiting every single part, you give me motivation :) love ya.
-And thank you all for reading this part, dont forget give it a vote and post comments below :) what do you thing about Kiana in this part?
25/7/2017
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro