Part 48 - Tugas Dan Melindungi
Matthew bersama Erik berhambur di dalam kandang ayam yang panjang, di dalam sana ayam bertumpuk dan berjalan tersendat-sendat, menggaruk tanah mencari camilan, mematuk-matuk dan berkokok terus-terusan. Ayam peliharaan Erik sudah mencapai angka yang menyesakkan kandangnya, dia terkadang setiap sebulan harus memilih yang tua dan membawa mereka turun dari tebing menuju ke tempat-tempat di sekitar sana untuk dijual. Ayam Erik tidak semuanya gemuk, yang kurus selalu ia kurung di dalam jeruji setiap kandang dan memberinya adukan pelet ikan juga campuran jagung.
Dia dikenal peternak ayam dan domba di bawah sana, uang datang menuju padanya dari hasil itu. Di lahan yang besar dia mempunyai banyak keuntungan dan meraup apapun dari tanah warisan ayahnya di sana.
Matthew diterjang ayam-ayam yang mengibaskan sayapnya ketika ia mengangkat mereka. "Kau harus menjual ayam lagi Erik, ini sudah sesak seperti rumah dengan anggur gratis." Keluh Matthew kepayahan dengan pekerjaan itu. Pertamanya dia mabuk berat setiap masuk ke kandang yang aroma kotoran dan pengap lilin hangat luar biasa membunuh hidung, tapi semakin lama dia terbiasa dengan bau kotoran.
"Dengan jumlah yang segini banyaknya kadang aku lupa yang mana yang sudah tua yang mana yang masih bugar," ujar Erik mencoba mengusir ayam-ayam jinak yang selalu mendekati kakinya, menghafalnya sudah lama bila kedatangannya adalah makanan yang mengenyangkan.
"Coba saja cari yang keriputnya paling banyak," saran Matthew lagi dan tertawa, dia mengangkat ayam-ayam dan memasukkan mereka ke dalam kandang. "Astaga, bagaimana mereka bisa banyak seperti ini begitu cepat? Kau kasih makan perangsang?" Keluh Matthew, membersihkan wajahnya dari debu-debu yang ditebarkan ayam yang jengkel.
Erik tertawa dengan bangga. "Semua ini karena betina favoritku, Mamanos."
"Mamanos?" Matthew mengulang dengan geli.
"Kau harus belajar dari Mamanos kalau mau banyak anak dengan Kiana," kata Erik tertawa begitu menggelikan, menangkap ayam-ayam tua yang sudah kuat dan dagingnya terasa mulai keras. Erik menuju kandang bagian ayam-ayam yang baru menetas dan telur yang dikerami, bagian itu jauh lebih bising karena suara anak ayam yang bercicit seperti tikus-tikus. "Mamanos ini suka bertelur lebih banyak dibandingkan betina lain, herannya dia sudah tua dan pandai menyembunyikan telurnya, kadang aku mencari di berbagai sudut dan tidak ada tanda-tandanya, dia menyembunyikan dengan hebat sampai hari dia menetaskan semua telur dia membawa 6 sampai 8 anak ayam sekaligus. Aku bahkan hanyak memberi makan jagung saja, di mana dia ya?" Ujar Erik mencari-cari betina ayam berwarna coklatnya.
"Benarkah?" Matthew menggeliat geli, menutup pintu kandang dan melihat seisi kandang penuh dengan telur-telur segar yang setiap pagi selalu dikonsumi, menggoreng telur yang banyak hingga tebal dan menyiramnya dengan lada, terkadang merebusnya setengah matang dan di makan selagi hangat. Biasanya Erik menjual telur pula hanya ke kapal pedagang yang sering berlabuh di teluk sebelah tebingnya, membawa telurnya ke pulau Fan Flowing dan pulau lainnya.
"Nah coba liat dia, bukankah dia cantik dan menggoda banyak jantan lainnya?" Erik mendengus geli, membuka kandang dan meraih tapi Mamanos mengamuk dan membuat Erik menarik tangannya sebelum dia melihat lubang di antara jemari.
"Kenapa dengan kakinya? Kau memotongnya atau perkelahian?" Matthew melihat kaki kiri ayam betina berukuran sedang itu hilang, jari-jari panjangnya tidak ada dan seperti buntung.
"Waktu itu aku membiarkan ayam di luar musim panas yang bagus, aku membakar sampah-sampah di dekat sumur dan abu bara masih menyala saat sore. Mamanos dan beberapa ayam lainnya sudah berjalan-jalan lolos dari pagar kandang di luar dan Mamanos menuju perapian dan mencoba menggaruk tanah di situ, sayangnya dia tidak pandai tentang panas, akhirnya kakinya terkena abu api yang masih panas dan dia cacat sendiri. Tapi setelah 3 tahun aku pelihara dia, dia tetap saja seperti pelacur ayam." Erik melihat ayamnya, dan Mamanos berkokok keras merasa tersinggung.
"Kau tahu kan kau bisa kaya seperti bangsawan hanya dengan ini, kalau kau memperluas penjualan ternakmu dan menyewa beberapa pekerja kau bisa membangun lebih banyak kandang dan menimbun lebih banyak Wins." Saran Matthew, dia melihat peluang bisnis yang terjamin di dataran tinggi di Edge Four, dia tinggal sendiri di antara hamparan lapangan hijau yang luas tanpa ada resiko orang mampu naik. Sayangnya Erik tidak tinggal lagi dengan istri dan anak-anaknya, dia bisa punya masa depan cerah atau dengan pacar barunya.
"Aku masih memprioritaskan ayahku, ini tanahnya dan ini ternakku. Kita hidup susah untuk keduanya itu, tanpa ini kita tidak punya apapun." Urai Erik berangsur menuju keluar kandang, dia punya dua rumah kandang besar untuk ayam dan domba, dan 1 kandang rumah kecil untuk kuda juga gudang perlengkapan-perlengkapan beserta senjatanya.
Itu harapan yang mulia untuk bertahan hidup, Matthew mulai merasa berdiri di atas nyawa seseorang yang berharga, untuk kedua orang yang sudah seminggu lebih membantu dan menampung tidak ada pilihan lainnya selain mewujudkan keinginan Erik, menjaga lahan dan kandangnya di dalam sini. Ia berharap bisa memindahkan Edge Four ke barat di bagian kiri dekat Torin Maxima, dia bisa menjalankan kedekatan dengan Erik dan Norman yang sudah dia anggap layak untuk segala kebaikan dan perlindungan. "Hidup di bawah mimpi-mimpi indah." Matthew merasa segar setelah keluar dari kandang, menghirup angin yang bersih.
"Ya, siapa yang tidak ingin mimpi terwujud. Aku selalu mengkhayal domba-dombaku akan sebanyak ayam dan berkeliaran bebas dan aman di luar sana, menginjak rumput basah dan menonton laut. Memasang pagar tinggi di setiap tepi jurang dan menjauhi orang-orang selama mungkin." Erik menatap hamparan lahan ayahnya, matanya setenang mimpi indah, Matthew bisa melihat harapan besar dan impian itu dari cara Erik bercerita, sesuatu yang begitu besar baginya.
"Kau pasti akan melihat mereka berkeliaran Erik, pasti. Asalkan Mamanos mengajari betina domba bagaimana menjadi seperti dirinya," kata Matthew dan mereka berdua tertawa.
"Jadi? Bagaimana Kiana denganmu, setelah cerita yang kalian beberkan tentang dari mana asal dan bagaimana cara hidup kalian, aku seperti menjadi peran penting untuk kehidupanmu selanjutnya." Erik membuka pintu pagar kandang dan menuju kandang dombanya kali ini, seperti inspektur yang menyelidiki setiap bangunan.
"Semua orang juga sepertimu Erik ketika melihat kondisi kita, iba." Rasanya ingin tertawa mengatakan tadi, tapi tawa yang menyedihkan.
"Pasti merasa canggung bukan dengan segala hal tentang itu? Harus menikah dan memiliki keturunan dengan teman perjalanan selama ini, kembali ke Torin dan hidup bersama, klise." Kekeh Erik, dia masuk ke kandang domba dan hanya 6 domba yang ia keluarkan karena tampak sakit dan berbahaya bila masuk dan menularkan virus dombanya, tapi selalu ia bawa masuk lagi sebelum malam karena takut suara mengembik domba menggema terlalu keras ke bawah tebing.
Matthew mendengus geli, tentu saja sejak hari dia mulai tumbuh dewasa. "Bukan aku yang memutuskan, yang perempuan lah. Dia selalu memiliki kemauan yang samar-samar, sulit membacanya dan lebih sulit lagi memahaminya. Dia selalu mengikuti kita dan kini hanya ada aku. Ray, Lucas, Errol entah di mana mereka sekarang, mencoba mencari tahu bagaimana selanjutnya dan mencoba memastikan dia bila mulai sekarang kita bekerja berdua, masih dalam penyamaran dan sembunyi-sembunyi." Seperti permainan petak umpat yang berbahaya.
"Mungkin pengaruh Darkpross dan tanda-tandanya belum terlihat sampai di sini tapi aku yakin mereka sudah mulai kuat. Aku melihat Lonk kita belum juga muncul di sini, dan dari pembahasan kita kemarin malam ada kemungkinan sarang baru yang tersembunyi di daerah sini atau mungkin mereka dalam perjalanan menuju arah lain." Erik mulai menjelajahi dunia baru selain ternak dan uang.
"Aku baru menyadari mereka mungkin menuju barat dan menggunakan daerah timur sebagai rute, melewati daerah timur di tengah sana pasti jelas terlihat pergerakan dan Sonya beserta ratusan sekutunya di sana mampu membinasakan semua dari mereka sekali pergerakan." Matthew menghela nafas berat. "Aku harap Sonya menyadari pergerakan ini, Clark pandai membaca pergerakan musuh selanjutnya tapi dengan informan yang jauh dari sana? Entah bagaimana kabar Sonya sekarang." Dia merindukan Sonya, merindukan segala kebaikan dan kenyamanan di sana, saudaranya Xavier, dia hanya bisa membayangkan kulitnya mulai membiru dan lembek, dan mata madunya semakin kosong, pedangnya mulai berkarat.
"Kau mungkin bisa kembali ke Sonya dan memperingati mereka."
"Terlalu jauh, terlalu berbahaya lagi." Dia mengingat kelompok Bleedator yang masih mengincar Matthew dan Kiana seperti mangsa. "Kiana dan aku sepakat untuk tidak akan ke mana-mana lagi selain menuju batu Grass. Hanya tersisa batu itu yang terpenting dan aku sudah berdiri melihat tujuanku di tengah laut sana. Jika mereka menemukan batu Grass lain menang sudah mereka, dan kita tertinggal. Aku merasa buruk tentang firasatku ini, sesaat aku fikir kita jauh sekali tertinggal tapi tidak tahu apa yang membuat kita tertinggal. Hanya satu batu lagi, satu. Lalu setelah mendapatkannya apa? Apakah giliran kita yang menyerang dan mengambil Mid dan Ivriel dari tangan Dubhan?" Pikirannya kacau mendadak, Erik melihatnya sudah mulai gelisah dan kebingungan berdiri di antara domba-dombanya di luar.
"Menurutmu? Kau bisa bergerak dengan 2 cara sekaligus. Adikku adalah salah satu prajurit di Stonemouth. Dia selalu bercerita tentang segala hal tentang militer dan pergerakan padaku dulu, prilaku yang buruk untuk seorang prajurit yang tidak bisa menjaga rahasia, bisa menjadi pengkhianat dan dipenjara. Tapi aku yakin dia hanya bercerita dengan keluarga tidak ada yang lain," fikirnya yakin.
"Stonemouth? Salah satu sekutu Sonya," pikir Matthew, dia hampir mengenali semua klan yang berdiri di bawah pimpinan Raja Imanuel.
Stonemouth adalah sebuah benteng dan gerbang di bagian timur di lembah Carstensz, batu-batu setinggi ombak tsunami dan beberapa buah gunung piramid di dataran tinggi yang dingin. Stonemouth merupakan akses mudah untuk menyeberangi lembah batu, mereka mempunyai jembatan langit seperti jembatan gantung yang besar, sangat dibutuhkan bila mau melintas dengan cepat dan tidak memutar yang membutuhkan waktu 1 mingguan.
Erik mengerut dan mulai mendapatkan ide. "Nah, aku bisa mengirim surat padanya tentangmu dan perkiraan pergerakan Darkpross dari sisi timur seperti mencari jalan tikus menuju barat. Dia bisa mengirim peringatan ini pada pimpinannya dan berakhir ke Sonya, selagi mereka mulai berhati-hati dan mungkin bisa menggerakkan pasukan ke sana."
"Apa kau yakin dia bukan pengkhianat?" Matthew kurang yakin dan masih waspada, dia tidak asing dengan ajaran Darkpross yang sudah menyebar dan pangkhianat adalah pengikut Darkpross yang terselubung.
"Wahl bukan orang seperti itu, dia masih tinggal dengan kakakku dan masih selalu takut ayah membawanya ke penjara Varunnette, jika dia macam-macam dengan Darkpross seharipun dia tahu ayah tidak main-main mengajari kami tentang gravitasi yang berat di penjara." Kata Erik percaya sungguh-sungguh.
Matthew pun percaya, karena Erik dan Norman tidak pernah sedikitpun membuatnya curiga selama ia di sana. "Namaku cukup dikenal," pikir Matthew bersandar di pagar kandang di luar dan mendengar domba-domba di sebelahnya mengembik menuju dia. "Suratnya akan menjadi sangat sensitif dan berbahaya bila diterima orang lain, tapi saat sudah sampai aku cukup yakin Sonya percaya dan mulai bergerak ke daerah Torin Maxima, karena itu satu-satunya tempat terakhir perebutan batu Zonela."
"Akan meriah sekali di sana," cetus Erik.
"Raja Sonya bilang padaku militer dan segalanya dia yang mengendalikan, jadi aku yakin dia mengumpulkan lebih banyak kekuatan di sana, Radella dengan prajurit Perinya, Lucas yang punya setengah kekuasaan di Clemanos, klan-klan dan orang penting lainnya aku harap mau bergabung dan memukul mundur Darkpross," bayangnya. Seakan ia sedang bermimpi dan semua yang ia katakan selalu benar sesuai perkiraan, tapi ada yang belum diketahui Matthew sayangnya, Saédan membumi hanguskan kekuatan Sonya dari dalam sendiri, melukai Ratu, Olive, Clark, memecah belah kepercayaan mereka atas satu sama lain dan fokus militer rasanya berkurang.
"Perjalananmu memang berat Matt," Erik menghela nafas penat, rasanya ia sudah lelah berjalan dengan mendengar tugas Matthew dan segala hambatannya.
"Aku tahu, aku harus bekerja dan melindungi di saat yang sama." Bekerja untuk Earthniss dan melindungi untuk Kiana dan Torin Maxima pikirnya.
"Jika ku pikir-pikir lagi sepertinya ada kesamaan." Ujar Erik, bekerja dan melindungi, bedanya bekerja dengan semua ternaknya dan melindungi lahan ayahnya selama mungkin. "Kalau begitu kita akan mulai menulis surat, aku kenal Phoes dan dia mungkin bisa sampai ke Stonemouth membawa suratnya." Ujar Erik dan ia menyisir bulu domba yang sudah kusut, dombanya suka mengamuk dan menjadi sering ribut akhir-akhir ini, mungkin karena sakit.
Matthew menghela nafasnya dan berjongkok untuk menggendong anak domba di luar, masih membantu Erik sampai bercucuran keringat dan bau amis. "Kau tidak percaya bukan siapa aku sebenarnya?" Dengusnya.
"Aku hanya orang biasa Matt dau kau juga, hanya lahir di jalan yang berbeda." Ia terkekeh dan membawa domba lain ke dalam rumah kandang, meletakkan domba mungil dan menggemaskannya satu kandang dengan induknya untuk menyusui. Kadang domba-dombanya mudah kabur dan melompati pagar di dalam, mungkin belajar dari melihat kuda. "Kau sudah tahu bagaimana nanti di Fan Flowing sana?"
"Menemukan Lenon Baccry tidak sesulit yang kukira, aku bisa berpindah tempat dan menyekapnya saat sendiri." Pikir Matthew masih belum matang, tentu saja dia harus mengendalikan ulang terhadap perencanaan-perencanaan yang selalu ia buat.
"Kau sudah punya rencana cukup bulat, tapi ingat semua rencana harus punya rencana cadangan. Tidak ada sesuatu paling mulus, semuanya akan terasa kasar. Sesaat memang terlihat baik-baik saja tapi tiba-tiba, wup! keadaan berubah tidak sesuai yang kita kira." Ujar Erik
"Payah," gumam Matthew tertawa.
Saat mereka masih bekerja di dalam suara domba bersahut-sahutan di telinga Erik dan Matthew. Mereka tertawa dengan cerita kelanjutan yang lebih ceria, kotoran-kotoran domba menjadi tugas Erik dan Matthew memindahkan jerami dan menyusunnya lebih rapi. Di Edge Four dia sudah berubah lebih bertenaga karena kegiatannya kurang lebih banyak bersama ternak, dia lebih baik memahami ternak sekarang terutama Mamanos yang unik. Entah mengapa dia belum pergi dari sana, Edge Four seperti membangkitkan kenangan Torin Maxima, membelenggu kakinya dan tidak melepaskan.
Ada suara keras yang berbeda saat itu, bukan domba-domba yang berulang, hanya saja samar dan tidak jelas untuk Erik dan Matthew di dalam kandang sana. Matthew dan Erik pergi ke bagian betina hamil yang lebih redup suara domba, dan suara samar itu semakin jelas dari dalam sana. Erik berbalik dan Matthew ikut ketika mendengar suara jeritan dari luar kandang, seperti dari jauh dan semakin dekat. Tiba-tiba Erik merasa buruk dan mengingat hanya ada mereka berempat di sana, siapa lagi yang bisa membuat suara lain.
"Erik!!"
Erik berlari berbirit-birit diekori Matthew dan membanting pintu saat ia melihat Kiana berlari semakin dekat dia tahu sedari tadi ia sudah menjerit. "Erik! Ayahmu!" Rona wajah Kiana memerah dan panik dari jauh, ia segera berbalik dengan segera saat sudah melihat Erik dan Matthew dari kandang.
Erik merasa jantungnya bertubi-tubi dan fikirannya sudah membayangkan ayahnya yang jatuh. Dia berlari ke rumah dan menemukan Kiana membawa kepala Norman yang lemah di atas paha dan takut. "Ayah!" suara Erik lemas dan dia berlari menuju sisi kursi tempat ayahnya biasa duduk memandangi pot-pot kecil di samping jendela.
Erik merobohkan diri, ia menangkap ayahnya dan membaringkannya segera, menempelkan telinga untuk mendengar suara jantungnya, mendorong dadanya yang tidak bernafas berkali-kali.
"Aku sedang bercerita, dia mulai memegangi dadanya dan merosot jatuh," ulas Kiana duduk dengan tangan yang bergetar.
Erik terus memompa jantung ayah berulang-ulang berusaha tidak panik sendiri, tenang dan mendengarkan ulang jantungnya, dia tahu apa yang harus dilakukan pertolongan pertama. Matthew ikut membantu dan memegang tangan Norman yang dingin. "Erik kita bawa dia sekarang!" Matthew mulai mengangkat Norman bersama Erik yang sudah mulai ketakutan.
Erik menggendong ayahnya dengan pelan dan Matthew membawa di sekitar kakinya. "Matt," suara Kiana yang parau memanggilnya di belakang.
"Kee tolong jaga rumah!" singkat Matthew sebelum berpindah tempat, menggunakan kata rumah rasanya tulus dan tidak ragu-ragu, dia menginginkan Norman hidup lebih lama dan melihat Erik membangun mimpi-mimpi yang sudah ia tulis. Matthew kemudian berpindah tempat segera mungkin sebelum terlambat, Erik dan dia muncul di belakang rumah di desa yang dulu ia singgahi.
"Tolong! Perawat!" Matthew memanggil-manggil ke segala arah saat masuk di suatu rumah luas yang dikenal terdapat berbagai orang yang menyediakan jasa-jasa apapun itu, pembawa gerobak, pengirim barang, pembantu, dan sekaligus perawat. Erik masih terbungkam dan ketakutan untuk sekedar memanggil nama perawat, kakinya lemas dan wajahnya murung. Semua orang melirik mereka dengan bingung dan belum ada bergerak.
"Ke mari!" Seorang wanita tua berpakaian cukup bersih datang membawa 3 pria yang langsung membantu membawa Norman. "Carikan aku ruangan kosong aku membutuhkan Hannah panggilkan dia sekarang." Kata wanita itu berlari-lari kecil.
"Dia berhenti bernafas, mungkin 5 menit yang lalu," jelas Matthew cekat.
Norman dibaringkan diranjang pojok ruangan yang layak, bersih dan aroma obat-obatan mulai mencuat semakin lama di sana. Wanita tua berambut kuning bergelombang itu sudah menyeka tangannya, mendengar dada Norman dan mengenali gejalanya dahulu, dia menengadahkan kepala Norman agar lehernya tidak tertekuk dan bisa menyumbat saluran pernafasan, mengangkat dagu besar Norman dengan segera. "Apa sudah diberi pernafasan buatan?" Wanita itu merobek baju Norman, seorang wanita datang dan membawa botol-botol dan peralatan lainnya.
"Belum." Matthew yang menjelaskan, dia berdiri di sebelah Erik yang membisu dan lemas.
"Nafas dan nadinya masih belum ada, aku harus menekan dada, memberi nafas buatan dan jika masih belum membaik aku melakukan pijat jantung. Jika tidak kuat pintu ada di sebelah sana dan tunggulah." Urai perawat itu mulai bekerja keras dengan pegawai-pegawainya.
Matthew terpaksa membawa Erik walaupun tidak ada responnya, dia tahu Erik mulai tertekan dan sebisa mungkin menjauhkan dari pemandangan yang bisa membuatnya ikut jantungan. Di luar Matthew duduk dengan Erik dan menunggu berjam-jam, rasanya ruangan itu lebih mengerikan dan suara-suara meriah dari dalam adalah detakan jantungnya sendiri. Rumah berlantai 3 besar itu bercahaya dengan terang dan sebisa mungkin memberi kenyamanan pada orang-orang yang datang, aroma lilin seharum teh hijau bernafas di dalam yang dipercaya memberikan relaksasi dan kesegaran tubuh, memberikan perasaan tenang dan fikiran yang mulai dirasakan efeknya oleh Matthew juga Erik.
Matthew datang membawa segelas air putih di samping kursi panjang untuk Erik dan duduk lagi menunggu, hari mulai semakin gelap di luar dan belum ada satu orang pun keluar dari ruangan Norman ditangani. Norman selalu mengingatkan Matthew dengan Varunnette dan dewan yang berbagai macam kepribadian, tapi Norman punya keinginan di sana dan selalu menjadi dewan yang disenangi. Kini ia tua dan tidak bekerja di Varunnette dan tetap disenangi. Mengapa ia selalu dekat dengan kematian? Apakah hukuman untuknya? Tapi mengapa mereka orang yang memberikannya kebaikan? Dia punya daftar nama, orang-orang baik yang pergi setelah membantunya, komandan Jarke Knanta, Xavier, Raja Vanella Drashna Azery, apakah ia harus menandai Norman juga? Dia membawa Matthew ke tempat aman dan menampungnya, dia belum pergi dari Edge Four dan menjadi bagian simfoni di sana, sebelum Matthew memberi kepuasan untuk Norman dan Erik.
"Aku seharusnya tahu kondisi ayahku akan memburuk suatu saat di atas sana, lalu tidak ada hal yang bisa menyelematkannya ketika kamu tidak di sini." Suara Erik berat dan berbicara mengarah ke lantai.
Adakah hikmah karena belum pergi dari Edge Four? Apakah itu sebabnya dia tak bisa pergi dan untuk momen ini? Membantu Norman.
Suara pintu yang terbuka membuat mereka berdua lebih tegang, selanjutnya kalimat perawat nanti yang membuat cemas setengah mati. Pertama para pria keluar dan perawat yang berdiri di ambang pintu menatap kedua pemuda yang sudah memanjatkan doa-doa ketika di luar. "Dia punya riwayat sakit jantung lainnya bukan? Apa pernah seperti ini sebelumnya?" Tanya wanita itu mengarah pada satu bentuk wajah yang mirip dengan pasiennya.
"Ini yang pertama, tapi dia selalu mengeluh sakit di dada beberapa bulan terakhir." Erik mampu berbicara kali ini, cambang gelap pendeknya kusut.
"Orang tua selalu dekat dengan resiko sakit jantung sama sepertiku, darah tinggi, kolestrol bisa jadi penyebabnya dan detakan jantung menghilang adalah hal utama yang paling menakutkan. Aku sudah memeriksa dan beruntung bukan penyakit dalam lainnya yang menyebabkan serangan jantung ini, dia hanya kelelahan dan kekurangan asupan vitamin-vitamin. Tapi jika kasus lebih buruk bisa menimpa siapapun dan kapanpun, harus ada penanganan dari orang sekitar." Urai wanita itu.
Erik mulai lemas dan menundukkan kepala, meremas wajahnya merasa kalimat itu membuat dadanya bernafas lagi, dia merasa diberkati dan disayangi mampu melihat ayahnya sebelum terlambat. Matthew merangkul Erik, menatap perawatnya dengan tenang. "Terima kasih banyak."
Wanita tua itu mengangguk. "Kalian bisa menjenguknya, tapi dia masih lemah dan usahakan untuk tidak terlalu bising. Pernafasnnya harus tetap dipasok setiap 5 detik." Dia pergi dan mengistirahatkan dirinya.
Erik dan Matthew masuk dan melihat tubuh terbaring Norman lemah dengan sebuah pemberi nafas menutupi hidung dan mulut, kantung pernafasan bening yang menyambung dengan selang diremas berulang kali oleh Hannah wanita kurus yang duduk membantu. Matthew berada di sebelah Hannah dan mengangguk merasa bisa mengambil alih mulai sekarang. Hannah mengangguk dan berdiri, memberikan kantung pernafasan kepada Matthew dan dia pergi menutup pintu. Erik meminta kantung pernafasan, duduk di kursi dan terus memasok udara setiap 5 detik.
Awalnya rasanya mengerikan melihat Norman menutup mata dan bibirnya yang sedikit terbuka, lama-lama itu mengingatkan Erik pada ibunya yang meninggal di dalam tidur. Rasanya damai dan tentram di wajah ibunya seperti kembali muda dan segar, tidak ada kekhawatiran dan rasa beban penyakit hilang ketika ia tidur. Matthew berdiri menatap Norman dengan perasaan setenang ruangan, adem dan harapan-harapan baru terus muncul untuk menginginkan pria tua itu kembali sembuh dan hidup bersama Erik, melihatnya merawat rumah dan berusaha membahagiakannya.
"Dia selalu menginginkan setiap anaknya berkumpul bersama, memimpikan itu. Hidup di Edge Four rumahnya sendiri yang susah payah ia dapatkan dari Varunnette. Masih sulit mewujudkan yang satu itu dan dia sudah mulai lemah." Ungkap Erik dengan suara yang pelan, ia meremas kantung udara dengan pelan lalu melepasnya dan menunggu lagi setiap 5 detik. "Mempunyai keluarga itu tidak sebahagia yang dikira para pemimpi, ketika harapan pudar di antara keluarga rasanya tidak ada api yang menghangatkan, dunia menjadi dingin dan murung. Kau harus ingat itu Matt."
Matthew mengingatnya baik-baik, memimpikan dirinya bersama Kiana yang hidup sendirian di barat sana dan sama seperti Erik dengan Norman di Edge Four. Apakah seorang anak akan membuatnya bahagia? Belum tentu, apakah cahaya senja di sana mencerahkan setiap hari hidup di Torin? Bukan jaminan. Suatu hari ia memimpikan Kiana berada di samping ia tidur, wajahnya teduh dan menenangkan, rambut gelap seharum lavender berhambur di dadanya, tangan dinginnya menyentuh lehernya setiap tidur dan suara laut membangunkannya setiap pagi. Dia selalu merasa bahagia mengingat mimpi itu, ketika ada suara bayi awalnya titik mula bahagia, tapi ketika bayi mulai menangis semuanya hilang dan ia mulai meringis. Jangan suara bayi itu lagi.
"Kalian membantuku dan bersedia menerima kami," tutur Matthew saat matanya mulai gatal, semakin lama ia baru sadar aroma busuk mulai mencuat dan dari tubuhnya sendiri, dari dua kadang hewan yang berbeda ia langsung kemari dan tentu saja orang-orang itu tidak berbicara apapun padanya.
Erik menoleh pada Matthew dengan wajah tegasnya. "Terima kasih Matt, kau membuat semuanya terasa cepat. Kau membawanya tepat waktu menggunakan Perpindahan Tempat, aku bahkan tidak punya Ort, tidak punya rencana. Satu nyawa Matt, kau menyelematkan orang." Suaranya begitu tulus hingga Matthew sendiri luluh.
Kau menyelamatkan orang. Dia yakin itu mengingatkannya dengan hari-harinya dulu, orang-orang Vanella yang ia selamatkan walau ia harus susah payah bangun dari kematian, para Peri mulai mengetahui dan mengingat nama Matthew Tibalt berkat pengorbanannya. Seperti Erik yang akan mengingat kali ini, Matthew menyelamatkan orang tuanya dan menyadarkan dia. Ia menggenggam pundak Erik kembali dan menatap Norman yang tertidur pulas. "Biar kamu istirahat Erik, aku bisa menjaganya."
"Apa? Tidak. Kau harus pulang dan menjaga rumahku Matt, siapa yang akan menjaga rumah itu selagi aku harus menjaga ayah di sini?" Tolak Erik.
"Bagaimana denganmu? Jika kau ingin kembali dan tidak ada aku?"
"Tolong tidak ada yang menjaga rumah itu dan ternak, Mamanos sering merasa lapar dan dia menyerang jantan saat lapar." Kata Erik dan ada tawa canda saat itu. Matthew terkekeh dan menggeleng, menunduk dan melihat tangan Norman digenggam Erik.
"Aku akan kembali setiap sore." Kata Matthew membuat keputusan. Erik mengangguk setuju dan tidak bisa menolak tawaran itu.
"Tulislah surat itu, selagi aku di sini dan menunggu ayah aku bisa mencari Phoes dan mengirim suratmu." Ujar Erik meremas kantung dan melepaskannya. Dan tubuhnya mulai merasa gatal dan bau, dia butuh mandi malam ini.
Saat itu Matthew meminta lembaran kertas beserta tinta, dia menulis, kegiatan yang selalu ia sukai sejak kecil, merangkai kalimat di kepala dan khas seorang Tibalt. Memberi serangkaian saksi melihat Lonk, di mana dia berada, dan jenis pesan yang tidak boleh diketahui yang lain, dia mencantumkan nama di akhir. Matthew Shiv Tibalt, Torin Maxima beserta tanda tangannya yang mengukir nama M yang khas. Nama itu seperti masa depan untuknya, seperti para penguasa-penguasa besar yang menulis pesan dan kerajaan yang ia kuasai diakhir. Torin Maxima, seperti sesuatu yang belum bangun akhirnya bangun setelah Matthew menulis surat.
Ia kembali ke ruangan dan lampu-lampu sudah menyala begitu terang dan hangat, bunyi-bunyi pelan masih bisa terdengar di dalam, Matthew mulai mencemaskan Kiana di rumah sendirian, ia memberikan Erik selembar kertas dengan kalimat panjang yang hampir memenuhi semua kertas. Jika ada perekat dengan lambang Ikan Pari maka lengkap sudah harapannya, dia sudah seperti Raja Torin Maxima yang memberi berita besar kepada seluruh kerajaan. Erik bangun dari kursinya membawa surat Matthew. "Aku serahkan segalanya untukmu dan Kiana, aku harap kita segera pulang." Dia melirik ayahnya.
"Aku akan melindunginya." Bekerja dan melindungi, dia fikir itu harapan Erik tentang hidupnya.
Erik memeluk Matthew begitu dekap hingga Matthew merasakan maksud terima kasih yang dalam, dia merasa tepukan keceriaan Erik di pundak dan ia merasa bahagia dan beruntung karenanya. Matthew menangkap mata gelap Erik. "Aku akan kembali."
Matthew menatap Norman yang tidur dengan damai sebelum pulang dan melindungi rumahnya, dia berharap Norman segera sembuh dan Erik bahagia. Ia Berpindah Tempat dan lampu-lampu dirumahnya padam belum Kiana nyalakan, domba-dombanya mengembik cemas masih di luar, lonceng di bilik pintu berdentang dan angin laut menderu kencang. Langit malam seterang mata bisa melihat bintang-bintang besar dan kecil jelas dan banyak, U'Crix berjajar panjang dan bulan menyinari Edge Four.
Ia membuka pintu dan melihat Kiana datang terburu-buru dari dapur, kerah bajunya berantakan, lengan bajunya ia lipat dan rambutnya ia ikat dengan rapi. Ia membawa 3 mawar berbeda warna, merah, putih dan kuning. Melihat Matthew dengan rasa tidak percaya, ia berlari dan memeluk Matthew, membawa kepalanya ke sandaran pundaknya yang rendah dan menyadari jika Norman masih bisa selamat. Jika dia pulang bersama Norman dan Erik artinya satu makam yang harus digali, dia lega itu tak terjadi.
Matthew melirik 3 tangkai bunga yang digenggam Kiana dengan takut, wajahnya muram dan belum bisa melupakan rasanya melihat Norman hambruk dan memeluk dadanya. "Norman memesankan padaku bila dia pergi dia ingin memberikan Erik mawarnya yang sudah tumbuh." Katanya parau dan masih mengira Norman sudah tiada. Kiana semakin sedih dan takut, memeluk lagi Matthew yang lebih takut.
Matthew membersihkan dirinya dari segala bau dan keringat seharian ini, terik matahari siang merebus air di dalam sumur, air sumur terasa masih hangat dan menenangkan di kulit kepala, rambut yang panjang terguyur dan harum, bekas-bekas lukanya bersih dari keringat yang lengket, rasanya bersih dan ringan. Kiana dari kamar turun setelah menaruh 3 mawar ke ranjang Norman, merapikan ranjangnya siapa tahu dia akan pulang lebih cepat. Tapi ia melihat Matthew terlelap di sofa dengan nyaman, rambutnya yang gelap masih basah dan belum ia keringkan.
Kiana pelan-pelan turun dan memeriksa Matthew, wajahnya tenang seperti permukaan laut malam hari, kulitnya sedingin angin laut, mata birunya tertutup. Matthew begitu kelelahan sampai-sampai ia tertidur setelah mandi, padahal dia sudah bilang pada Kiana jika dia akan menjaga di luar, tapi entah apa yang membuatnya tertidur, mungkin lelah dan shock. Kiana membawakan selimut dan menutup kaki panjang hingga perutnya, ia duduk di depan Matthew dan memperhatikan wajahnya yang damai dan coklat, dia memainkan dahulu rambut basahnya, selalu punya kebiasaan untuk menarik-narik rambut gelap Matthew saat ia tidak sadarkan diri.
Mungkin dia tidak bermimpi karena terlalu lelah, baru kali ini Kiana melihat Matthew tertidur di jam yang benar, normal seperti setiap bocah setelah belajar mengeja dan mengantuk. Kiana tidak pernah menemui Matthew mengigau dalam tidur, nyenyak seperti tidur di sebuah pulau yang hangat. Lalu Kiana mulai keluar dan menggantikan Matthew, menjaga rumah sambil memperhatikan 6 domba Erik yang berada di luar kandang. Mengembik terlalu keras dan berulang-ulang, membiarkan Matthew beristirahat dan bermimpi.
*****
-Terima kasih banyak sudah mampir, semoga part ini cukup menyenangkan dan masih ada info2 perjalanan mereka. Jangan lupa vote dan komennya untuk part ini, semoga cerita berkembang. Aku selalu gunakan latar di indonesia seperti lembah Carstensz di Jaya Wijaya, Indonesia.
-Dan jangan lupaaa kalau bingung bisa tanya-tanya di kolom komentar :) Have a nice day all - Dinda
25/3/2017
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro