Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 47 - Ucapan Selamat Tinggal Dari Kawan


Rombongan kecil mengikuti jalan poros utama menuju selatan, berhari-hari menempuh siang dan malam, terguyur hujan dan panas, lapar dan lelah demi menemukan setitik harapan di Taniom. Errol membawa 5 pria dari Varunnette dengan mudah, itu kelebihan yang diterimanya sebagai pemegang batu A'din yang sudah melaporkan hak warisan ke Varunnette. Varunnette mengabulkan keinginan Errol apapun itu, bahkan dia bisa meminta 100 orang pun dan Varunnette memberinya, hanya saja rombongan sebanyak itu berlebihan dan menimbulkan pertanyaan oleh para pelintang lain, dia tidak punya panji dari kotanya, sebagai pengelana mereka hanya sebatas mangsa.

Rasanya butuh berminggu-minggu dari Varunnette menuju Taniom, berkali-kali lipat lamanya waktu dipakai berpergian selama Ort sudah ditiadakan. Tak banyak yang dilakukannya, hanya mengenal lebih jauh pria yang setia bersamanya, dia sudah kenal lebih, bagaimana keluarga masing-masing, pekerjaan sebelumnya, dari mana asalnya mereka, itu semua sudah dikorek selama perjalanan.

Beruntungnya tak ada apapun yang menjegatnya, perampok, Lonk, makhluk asing, maupun yang lain. Seragam dewan yang dikenakan Errol memukul mundur orang-orang liar, mereka tahu berurusan dengan siapa dan apa yang bisa datang padanya saat cara Varunnette bekerja. Hanya rintangan alam yang mempersulit, kuda-kuda yang dibawa adalah yang sudah tua dan mudah lelah, terkadang merajuk dan memukul-mukul tanah, meringkik dan melompat hingga membuat mereka berhenti lagi.

Membutuhkan berkilo-kilo meter lagi agar mencapai kawasan selatan, menemui sungai Prymana yang merupakan tanda daerah selatan lalu berbelok ke kanan dan terus berjalan hingga menemui sebuah monumen pejuang sebagai tanda masuknya kawasan Taniom. Siang itu kabut memasang tanda di awan untuk tetap rendah dan kelabu, hawa dingin semakin merambat ke selatan dan musim dingin mulai tercium benihnya. Terakhir kali Errol pergi daerah selatan hangat dan bersemi, kawanan lebah mengamuk dan melaju melawan angin. Musim dingin yang mendekat mulai menjauhkan rasa semi di daerah sana, kabut mulai sering menutupi hutan-hutan dan jalanan berlumpur.

Saat itu satu kuda berhenti selagi keenam lainnya, mengundang lirikan dari pria di tengah yang memimpin sejak awal. Lalu ia melanjutkan lagi dan merapikan barisan kuda, wajahnya yang panjang terlihat cemas dan menghilang cepat.

"Kym, apa kamu merasakannya?" Pria di tengah adalah tuan Hodil Brehand, pemimpin perjalanan di sana, dia menjaga keenam anak buahnya yang lebih muda dari padanya termasuk Errol.

"Tidak tuan, aku yakin sudah tidak ada lagi," kata Kym pemuda kurus berumur 16 tahun walaupun rasanya tidak percaya juga, menunggang kudanya sangat hati-hati dan tetap selalu ingin terjatuh dari pelana.

Hodil memasang wajah datar kembali ke jalan poros, rambut keriting pirang terikatnya begoyang seperti ekor kelinci. "Karena di depan sana sudah mulai berkabut, lihatlah, apa kau bisa melihat ujung jalan?" Dia menunjuk dengan wajahnya yang lonjong, cambang kuningnya menari sudah panjang.

"Yah, aku tahu itu menyeramkan tapi tidak ada yang lebih menyeramkan saat merasakan hal itu. Apa kau takut tuan Hodil? Itukah mengapa kamu mengajakku bersamamu?" Kym selalu cemas dengan kabut, seperti asap yang melahap semua benda dan membekukannya.

Hodil hanya diam dan mengerang, bisa-bisanya anak buahnya mengatakan dia takut berpergian ke daerah selatan. Errol yang mendengarkan terus kebingungan, dia menggaruk tengkuk dan melihat jalan di ujung sana memang sudah hilang karena kabut. Tapi dia di selatan sudah hidup silih berganti dengan kabut setiap musim dingin yang akan datang, terbentuk biasanya setelah hujan turun dari masa udara yang hangat ke dalam masa udara yang dingin tempat uap air menguap, kemudian akan menyebabkan uap air pada udara dingin melampau titik jenuh.

"Ada apa?" Errol menimbrungi, kudanya berjalan tenang menembus kabut.

"Kym pernah ke selatan melewati jalan ini, dia menceritakan kekhawatirannya pada sesuatu, ketakutan seperti ingin mati, berlari ke hutan dan mencari persinggahan." Hodil di sebelah Errol menjelaskan dengan ketus berperasaan asing, kudanya mengendus dan tapal kuda berbunyi saat merasa penunggangnya gelisah.

"Ketakutan?" Errol langsung mengingat cerita Matthew dahulu, mungkinkah? "Kym takut dengan kabutnya?" Ia menebak langsung.

"Tidak ada kabut saat itu tuan, cerah dan bersemi seperti wanita." Kym menyahut dengan suara mudanya, ceria yang memuakkan pria yang lain.

"Lalu?" Errol tidak tahu mengapa dia ikut cemas, lalu melirik jalan kabut yang tak berujung.

"Dia bilang Black Shadow Terror," Hodil terkekeh menyinggung. "Anak ini beruntung bisa merasakannya." Singkatnya.

"Apa kau percaya itu?" Suara pria lain mengikuti, melirik Hodil dan Kym bergantian.

"Aku percaya karena aku sudah merasakannya." Pekik Kym tidak ingin dihakimi, wajah panjangnya terlipat muram. "Ketakutan itu begitu berbeda, tenggelam begitu dalam ke tubuhku dan membuatku seperti olang tolol, aku benar-benar takut dan itu sangat sulit diuraikan dalam kata-kata tapi saat kau merasakannya kau akan tahu. Mereka seperti menungguku di ujung jalan dengan mata sehitam besi, aku kembali dan mencari penginapan untuk menjauhi aura aneh itu, hingga aku tidak merasakannya lagi. Itu nyata! Aku tidak mungkin berbohong! Untuk apa aku mengarang cerita dusta terutama menyangkut makhluk itu, lebih baik mengarang tentang perempuan." Urainya.

"Ya Kym terserah," pria itu memutar matanya malas tidak tertarik dengan perasaan bocah ingusan, ia melirik Hodil. "Kau percaya tuan?"

Hodil mengecap lidahnya yang kelu, jari-jari di balik sarung tangannya kedinginan mendengar cerita Kym, untuk apa mengarang cerita dusta terutama menyangkut makhluk itu? Ada benarnya juga, kecuali jika dia memang merasakannya. "Aku percaya sesuatu setelah merasakannya sendiri," ia menarik kesimpulan.

"Aku merasa bila kabut, U'crix, penyerangan-penyerangan ini sudah tanda yang jelas. Nenekku seorang peramal, dia bilang saat kabut bertemu U'crix artinya kejayaan yang abadi." Kata Kym bergumam, kudanya mengggerakkan kepalanya seperti anggukan setuju dan mendengus.

"Nenekku seorang pedagang, tapi dia tidak bodoh." Balas pria di paling pojok, muda seperti Kym juga namun tubuhnya lebih kokoh.

"Kamu menganggapnya bodoh!?" Kym memekik hebat, membuat sisa yang lain berkedip kaget. Kym punya suara cempreng dan tidak bernada, setiap kalimatnya seperti lelucon.

"Diam!" Hodil cepat melerai sebelum telinganya sepanas kompor. Mereka diam dan tersenyum menahan tawa, Kym yang paling ricuh di dalam rombongan dan paling sering merengek, dia tidak takut dengan Hodil tapi selalu membuatnya kesal.

"Raja Taniom memecahkan teka-teki begitu cepat hanya dengan ramalan, terkadang ramalan menunjukkan apa yang tidak bisa terlihat sekarang. Memang banyak orang-orang percaya dengan ramalan, dan sisanya menyepelekan." Errol mengatakan dengan pelan, semoga dia menemukan monumen sebelum ia terlalu mencemaskan cerita Kym tadi.

Di balik kabut bayangan hitam berdiri megah, patung pahatan dari batu dan dilapisi lelehan besi yang mengatakan kawasan Taniom nampak pudar. Patung itu berupa 5 pria dalam seragam perang zaman dahulu di satu tugu, satu menggenggam pedang dan menancapkannya di tanah, dua patung terlihat membaca buku dan memegang pena, 1 mengangkat bendera, dan 1 meremas dadanya yang terluka. Jalan mulai bercabang kembali dan mereka mengambil kanan untuk ke Taniom. Ketika di jalan utama yang berbatu besar mereka dihampiri 5 prajurit Taniom, zirah hijau samar dengan lambang bintang dan bulan, meminta mereka turun dari kuda dan menjawab deretan pertanyaan.

Seorang prajurit mengenali Errol dan mereka membawanya ke Taniom, melewati rimba hutan dan jalan berkabut. Penduduk di Taniom mulai mengenakan kain setebal bantal, para prajurit memasang api di dalam tong di setiap pos sambil menggosok-gosok tangan yang kering. Ia melewati tembok kayu dan besi yang tinggi dan merasakan Taniom kembali dalam keadaan dingin dan sepi, terakhir kali masih cerah bersama orang-orang di dalam dan musim dingin akan datang.

Errol mensejajarkan kudanya dengan kuda prajurit. "Kau tahu Gazdriel? Pengawal anggota kerajaan?"

"Ya?" Alis tipisnya naik.

"Bisakah kau kirimkan pesan padanya jika aku menunggunya di sini saja? Katakan saja namaku dan di mana aku berada," pintanya, ia masih asing untuk memberi perintah.

"Baiklah," pria itu mau, ia melaju dengan kudanya mengarah ke kastil.

Di Taniom rumah penduduk renggang dan jalanan yang lebih luas, selama musim pendingin mulai semakin mendekat jarang ada yang keluar, paling hanya pergi mencari kayu bakar, menghangatkan diri dan tidur selama mungkin. Errol berdiri di tepi hutan, selama beberapa saat ia teringat hutan di belakangnya lah awal mula Zelyana terluka, dia benar-benar ingin menemuinya semenjak setengah tahun terakhir dia meninggalkan Taniom. Dia selalu percaya akan kembali lagi setelah pergi, tapi tidak pernah mengingat Taniom setenang dan seasing kali ini. Seperti ada yang berubah, dari orang-orang itu dan para prajurit yang membawa beban dari aturan Taniom yang baru.

Kuda coklat berbercak putih di kening bergerak laju dari arah kastil membawa pria berjaket tebal hijau dan rapi, tali yang mengikat di depan perut erat mengikat, lapisan kapas dan bulu di kerah jaketnya menutupi setengah wajah, sepatu bootnya masih bersih, rambut pirangnya masih dibiarkan memanjang dan mata abu-abunya semakin pucat di musim dingin. Gazdriel melompat dari kuda, ia tidak tersenyum melihat Errol untuk pertama kali, tapi mengerutkan wajahnya saat melihat seragam dewan Varunnette yang dikenakannya.

"Gaz! Sudah lama ya," kiatnya cepat, tersenyum malu-malu. Gazdriel melompat dan turun membawa kudanya.

"Astaga kau semakin gemuk. Dan kau masih memulai kalimat dengan 'Gaz' tiap berbicara denganku." Ungkap Gazdriel, dia lega bisa melihat Errol.

Errol tertawa dengan senang. "Haruskah kita berpelukan?" Tawarnya, mengangkat kedua tangan dan menatap wajah Gazdriel pucat.

Gazdriel menggeleng mengedip pelan, dia tersenyum dan pipinya menimbulkan lesung. Errol menurunkan tangannya dan tertawa kikuk, berguyon sendiri. "Asal kau tahu tidak ada yang tahu kedatanganmu, dan mereka?" Gazdriel menunjuk keenam pria jauh di belakang Errol dengan skeptis, kedinginan dan membutuhkan sup panas.

"Aku memang berniat demikian, aku ingin bertemu Zelyana." Ungkap Errol jujur.

Alis mata Gazdriel menukik. "Hanya dia?"

"Gaz, aku tidak berani bertemu Raja untuk membahas ini," Errol membuka mantelnya dan menunjukkan seragam Varunnette. "Aku bekerja untuk Varunnette sekarang, apapun yang kulakukan mendapatkan izin dari mereka, dan yang kubahas demi kepentingan semua wilayah."

"Dewan Varunnette selalu berdiskusi dengan Raja bukan anak-anak mereka." Gazdriel bernada ketus, mulai memendam curiga dan pertahanan pada Zelyana dan Taniom. "Dan apa yang terjadi di daerah hangat sana? Mengapa kita menjadi tegang? Mengapa edaran itu selalu datang dengan pesan mewanti-wanti?" Gazdriel cukup terkejut karena Errol bekerja untuk Varunnette, dia memang selalu ingin bekerja di sana namun tidak di bagian bersama dewan-dewan tua itu.

"Menurutmu bagaimana Gaz? Varunnette selalu mengirim edaran peringatan setiap mendapatkan jawaban baru, dan kali ini berasal dari bangsa Darkpross," ia berbicara pelan sesama teman.

"Dan mengenai melipatgandakan penjagaan, mulai berhati-hati?" Ia mengingat edaran terakhir datang, dibacakan dengan terbuka oleh Dammiar untuk pegawai-pegawai kerajaan.

"Saédan sudah mempunyai jantungnya kembali, dia mencuri batu-batu kuat, dan tinggal 1 yang ia incar yaitu Zonela. Dan aku sangat butuh Zee untuk batu terakhir." Errol mendekatkan dirinya ke Gazdriel, berbisik hati-hati. "Dia satu-satunya yang bisa membantu." Baru dengan Gazdriel ia membocorkan rahasia Varunnette, mungkin hukuman bisa ia terima karena sembarangan membicarakan perbincangan sensitif dan beresiko pada orang lain, namun lagi, ia tidak punya pilihan dan harus memastikan Gazdriel benar-benar.

"Dan kamu tidak ingin menemui Raja karena yang kau ingin Zelyana lakukan bertentangan keras dengan dia." Ia menabak begitu akurat.

Errol menunduk gelisah, kakinya berjalan dan kembali dengan cepat. "Gaz, jika Raja Dammiar tahu, aku tidak akan berhasil. Tapi jika hanya Zelyana yang menghendakinya mungkin bisa, aku tahu caranya dan kau bisa menjaganya juga. Asalkan, tolong saja, tolong tolong jangan katakan apapun pada Raja bila aku pernah ke mari dan bertemu Zelyana, dia akan tahu aku penyebabnya. Kau pernah bilang padaku, jika aku membutuhkan bantuan kau siap membantu." Pinta Errol membisikinya, matanya membesar dan memojokkan. Dari kalimatnya ia pasti yakin Gazdriel memikirkan hal buruk untuk Zelyana, dia juga harus melakukan tindakan melawan aturan.

Wajah Gazdriel memurung dingin, dia tidak percaya sedikit pun karena terdengar bahaya. "Takutlah denganku bukan dengan ayahnya jika berkaitan dengan Zelyana. Aku harus mendengarnya dahulu, jika bagiku buruk, maaf, aku tidak bisa membiarkanmu, bahkan aku yang harus mengusirmu." Ancamnya.

Errol tak pernah setegang itu berbicara dengan Gazdriel, dia berhadapan dengan satu-satunya orang yang memperhatikan dan melindungi Zelyana dengan lebih dibandingkan ayahnya, kecemasan dan kecemasan lain terucap dalam kalimat Gazdriel setiap menjawab kalimat Errol saat menjelaskan. Kewaspadaan mulai dirasakannya saat Errol menguraikan kebuntuan yang dihadapi mereka semua melawan bangsa Darkpross, betapa unggulnya mereka. Akses mencari tahu ke sana terbatas, tidak ada yang tahu pekerjaan apa yang dilakukan bangsa Darkpross. Selama setengah jam dia membahas di sana, jauh dari kastil dan kedinginan.

Errol memberi keenam kawannya tempat untuk beristirahat, membelikan mereka minum dan makanan hangat dari selatan, kaki ayam yang direbus dengan sup, daun-daun harum dicampur dan airnya kental penuh dengan sayuran. Minuman hangat selain anggur hanyalah teh mendidih, tapi lebih baik agar organ tubuh tidak membeku perlahan. Saat mereka berenam dapat merasakan kehangatan dan paduan rasa, Errol tengah menunggu Zelyana di bawah pohon tua di sebelah kolam, jauh dari kastil untuk bisa diketahui Raja.

Gazdriel membawa Zelyana yang menaiki kereta dengan rahasia, dia menunggangi kuda di belakang kereta diam-diam, menyogok pengantar untuk tutup mulut saat membawa putri Raja. Setelah tahu Errol ada di sana Zelyana tidak percaya dan mengatakan Gazdriel bercanda. Namun Gazdriel selalu bilang untuk tidak ketahuan oleh ayahnya, dia tidak pernah menyangka akan membawa Zelyana dari penjagaan ayahnya.

"Errol?" Suara parau datang dari balik pohon, suara selembut ibu.

Errol menarik nafasnya, menatap permukaan kolam gelap tak bergelombang, terlihat dingin dan mulai membeku dipermukaan. Ia berjalan mencari arah suara, wanita itu tampil dalam balutan gaun putih dan diselimuti kain tebal di pundaknya agar tidak kedinginan. Matanya mulai nampak hitam bekas penyakit, ia masih terlihat lemah dan pelan saat berjalan.

"Zelyana," ia menunduk penghormatan, entah mengapa ia melakukannya. Wanita itu berdiri dan menjadi pendiam, menatap Errol yang begitu lama tidak ia temui. Saat ia terbangun dari pingsannya setelah penyerangan ia ingin menemui Errol, tapi kabar tentangnya pergi dari Gazdriel menyayat hati, kekesalan dan kesedihan terus mengganggu dirinya. Kini pria itu di depan sana, semenarik yang selalu ia fikirkan.

"Kau mungkin ingin duduk," ia sudah mengampar kain di bawah pohon lebar. Gazdriel menjaga dari kejauhan dan tidak terlihat, tapi dia tahu harus memberi kesempatan Errol. Zelyana duduk dengan anggun, gaunnya lebar menutupi seperempat kain dan Errol duduk di sebelah dengan benar.

"Bagaimana kabarmu?" Errol tersenyum kikuk, Zelyana masih sepucat dulu.

"Aku tidak terus-terusan sakit, aku baik-baik saja. Dan kau?" Zelyana menjadi peringai pendiam, lalu ia mencuri lirikan ke seragam Errol, lambang V emas yang besar di dada kirinya.

"Gazdriel bilang aku semakin gemuk, aku yakin artinya buruk." Ia cekikikan sendiri, menggaruk daun di bawah yang basah dan lembab. "Maaf aku tidak kembali dan mengunjungimu, aku ingin sekali tapi teman-temanku membutuhkanku dan kondisi di sana semakin sulit saja," urainya dulu memandang ke bawah.

"Aku mengerti. Bukankah teman-temanmu sedang butuh dirimu? Dan kau kemari." Kata Zelyana, matanya melirik datar ke arah belakang Errol dan berkedip cepat.

Errol tak mau berdusta lagi. "Kita terpisah sudah begitu lama. Aku bahkan tidak tahu di mana mereka semua berada. Seperti lukisan yang jatuh, gambar masih ada hanya harus mengumpulkan beling-beling yang tersebar. Mereka mungkin tidak tahu aku di mana, semua ini membuatku semakin cemas." Raut kesedihannya mencuat. Raydon dan Lucas tak pernah terdengar semenjak pertikaian antar keduanya, Kiana dan Matthew terakhir berada di Bleedator dan dia tidak menerima selembar surat lainnya setelah ia memberi tahu ada mantan dewan di Edge Four, apakah mereka sampai? Atau ada kendala lainnya, dia merasa ingin selalu membantu kedua orang itu dibandingkan menemui yang lain.

"Kau sedang diikuti," gumam Zee, matanya melirik ke balakang Errol dengan kosong.

Errol berbalik dan melihat belakangnya hanya lahan kosong dan pepohonan di belakang, dia cemas. "Diikuti siapa?"

"Dia bukan manusia, dia penjaga. Aku melihatnya bagian dari masa lalu, pendahulu Kwezanmar dan berhubungan dengan Varunnette. Dia menyukaimu semenjak kau berada di Varunnette." Ia melihat dengan mata batinnya, sosok itu setinggi pohon dan seputih kertas, energi dingin dan positif. "Dia bilang kau, um, mengingatkannya dengan Rajanya dahulu." Zelyana tersenyum saat makhluk itu berkomunikasi dengannya, menyampaikan pesan yang tak bisa disampaikan pada Errol.

"Setidaknya itu membuatku merasa tidak sendiri." Errol meneguk salivanya harus senang atau takut tentang ia diikuti roh gaib. Zelyana selalu mempunyai kelebihan tersebut, walau tanpa batu kekuatan itu mendarah daging. "Tentang itu, temanku dan aku menghadapi tantangan yang begitu sulit. Aku butuh batu Grass, Ivriel, dan Mid untuk melindungi Zonela dan semua wilayah dari Darkpross. Hanya Grass yang belum ditemukan sampai sekarang, dan dua ditangan Darkpross membuat kami khawatir."

"Ketiga batu itu," wanita berumur 17 tahun itu berfikir. "Dimulai dari Taniom, batu Ivriel." Ia ingat, gelap dan aroma menyengat yang membuatnya tidak sadar setelah ledakan besar di gerbang istana.

Errol menganggukan kepala pelan. "Tapi kau punya kekuatan batu Ivriel, kekuatan yang masih berada di darah dagingmu sampai sekarang."

Zee menarik nafasnya, sesabar yang selalu diingat Errol. "Kau mau aku melakukan apa?"

"Tidak ada." Sergah Errol. "Lima orang masuk silih berganti ke gua gelap di suatu hutan, dengan tubuh mereka sekuat 1 kota yang tertanam kekuatan besar, 1 batu besar menjadi wadah kekuatan hakiki itu dan terserap ke batu. Hingga sekarang cara itu tetap bekerja dan berevolusi. Aku tidak memaksamu, tapi ..." ia merasa bimbang, menarik nafas. "Tapi saat kau sudah melepaskannya, kau tidak bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat orang, kau tidak bisa mendengar mereka, kau tidak merasakan mereka di dekatmu seperti sekarang. Kau akan kembali bersih, sebersih sungai susu."

Pergelangan tangan Zelyana terputar, ia melirik ke gelang-gelang berlimpah berbunyi dan dingin. Memikirkan dilema yang ditanggung Errol, betapa sulitnya ia menjelaskan dan ia sedikit tahu apa maksudnya. "Aku sudah hidup dengan kelebihan ini sejak aku kecil. Aku melihat yang mengerikan, asing, dan kebaikan. Apa hanya aku di dunia ini yang punya kelebihan seperti itu?"

"Banyak, tapi kekuatan itu memilihmu sebagai ibu utama. Tidak ada yang melebihimu." Ujar Errol, ia mulai melihat Zelyana cemas, selalu menundukkan kepala dan menolak menatapnya.

"Kau ingin kelebihanku dilepaskan?" Bibirnya tergigit, rasanya mengatakan sendiri begitu sulit.

"Tidak aku tidak ingin!" Ia menarik nafasnya yang sesak, mencoba bernafas lancar. "Aku tidak mau memaksamu membuat pilihan. Aku hanya ingin mengatakan padamu untuk mendengarmu memilih pilihan. Jika aku memintamu aku sudah merasa seperti pembunuh, dan aku tidak mau aku membunuhmu."

"Semuanya tergantung pilihanku ya? Jika aku bilang tidak?" Zelyana menggesek gaunnya yang sehangat bak mandi.

"Maka biarlah demikian." Senyuman Errol semeyakinkannya, tidak ada kecewa dan kesia-siaan."Kau yang memilih aku yang menjelaskan."

Merasa mendapatkan jawaban waktu terasa renggang. Kolam di hadapan mereka dahulu dipenuhi ikan-ikan yang menimbulkan riak saat seseorang melempar makanan, bahkan daun yang jatuh pun dikira makanan oleh ikan di sana. Sekarang mereka hilang, tidak mau mendekati permukaan yang dingin, mungkin mereka sudah sekarat di dasar kolam. "Apa kamu akan tinggal?" Zelyana menatap kolam, dahulu ayahnya pernah menjaring banyak ikan lohan sekali tangkapan lalu seluruh penghuni kastil menyantap ikan besar-besaran untuk makan malam.

"Lihatlah aku, apakah aku seperti orang yang harus tinggal?" Tawa Errol menjadi gagu, tersenyum memaksa.

"Varunnette. Seperti yang kau harapkan dulu. Bagaimana di sana?"

"Banyak masalah dibandingkan kesenangan. Tapi aku merasa sanggup," urai pria itu, aneh rasanya mulai tidak merasakan udara dingin lagi di sana.

"Errol. Ada kabar dari rumahmu, Kwezanmar, apa kau sudah tahu?" Suaranya sebahagia wajahnya, mungkin Errol akan bahagia juga.

Errol menunggu dengan cemas, apakah buruk atau bagus? "Jika aku tahu aku datang lebih cepat, ada apa?"

"Adikmu akan dinikahkan dengan seorang pangeran muda dari Sokeroth, acaranya akan segera dilaksanakan, aku yakin mereka mengharapkan kehadiranmu. Banyak yang sudah lama tidak melihatmu atau menginjakkan kaki ke sana." Urainya.

"Dari dulu Kwezanmar selalu ingin bersekutu dengan Sokeroth, tidak ada yang berhasil meluluhkan mereka terkecuali adik perempuanku?" Ia terkekeh lemah. Selalu ada gangguan yang merusak perasaanya, dia selalu ingin menemui ibunya tapi saat kesempatan itu ada ia selalu malu. Kenapa malu? Kenapa tidak berani? Tangisannya selalu membuat Errol kembali ingat dia adalah pengecut, tapi adiknya yang semungil Peri sudah menikah? Benarkah sudah begitu berubah di sana semenjak ia pergi? Apa lebih baik tanpa dirinya?

"Tidak perlu takut, tidak perlu malu." Kata Zelyana seolah tahu permasalahan Errol setiap ingin pulang.

Errol melirik Zelyana, tersenyum pahit. "Aku punya tugas," kalimat itu seakan bukan yang ia maksud, ada alasan lain, dan bukan yang itu.

"Pekerjaan dibanding keluarga ha?" Keluh Zelyana, dia mungkin muda tapi dewasa bisa menjadi pilihan ketika dihadapkan peristiwa seperti Errol.

"Bukan," ia gagap. "Aku ingin ke sana tapi, sepertinya aku harus segera kembali." Ia berdiri dengan pelan, menunggu Zee ikut bangkit.

"Akan kuberikan kekuatanku jika kau pulang."

Kalimat itu menghentakkan dadanya, Errol berpaling dan terkejut. Wajah Zee nampak serius dan tidak main-main, begitu niat Errol diinginkan pulang sampai-sampai hal sepele itu dibandingkan dengan kekuatan yang bagi Errol satu-satunya cara. Apakah ia harus menolak lagi? Tapi alasan apa?

"Sekarang jika kau mau, aku tahu mantra kuno Xeverences pemindahan kekuatan pada batu." Ia menarik sebuah kalung dilehernya, menampilkan batu biru samudra berbentuk segitiga dan tali dari rotan yang dahulu diukir Errol sendiri untuknya, masih ia kenakan.

Errol mulai takut, memikirkan sang Raja saat tahu kekuatan Zelyana hilang. "Bagaimana kau tahu mantranya? Itu berbahaya."

"Aku melihat hari ini terjadi beberapa hari sebelumnya, seorang pria gaib memberikanku batu, dia berbisik kalimat sulit yang jarang terdengar, saat ia selesai aku melihat ribuan manusia ditutupi batu es di wajah dan tubuhnya datang dari kabut, berjalan seperti mayat hidup, pedang yang menebas tidak bisa menghancurkan mereka karena batu di seluruh tubuh mereka sekeras batu es dan pedang tak bisa menembus mereka." Dia menceritakan dengan dingin, setakut Kym, secemas Hodil, Errol tahu dia bisa melihat masa depan dan mendengar hal-hal gaib, apakah itu tanda lain? Sepintas ia merasakan ramalan terselubung, sepintas ia juga merasakan hanya sekedar bunga tidur biasa.

Namun Zelyana selalu benar, dahulu sebelum dia diserang kelompok Dubhan di Taniom dia menceritakan mimpinya, awan hitam yang datang dari hutan seperti asap yang menelan semua pohon kemudian hilang dan hutan seterang kaca. Asap hitam itu ialah para pengikut Darkpross, dan hutan yang terang merupakan kilasan bila pergerakan Darkpross yang jelas.

"Kau punya belati," ungkap Zee membuyarkan lamunan Errol, dia melirik saku celananya.

Gazdriel bisa membunuhnya bila Zelyana mau melakukan alur itu, alur yang dahulu digunakan kelima orang yang menciptakan batu sihir pertama, A'din. "Zee, aku tidak bisa." Kini ia tidak pantas, mundur dengan takut.

"Di mana kau akan menemukan kekuatan seperti ini?" Wanita itu murka, dia hanya ingin Errol pulang sedangkan Errol hanya ingin memikirkan ulang pilihan sebelumnya, meminta kekuatan Zelyana dan membentuk batu Ivriel atau meminta Zelyana menyimpan kekuatannya dan mendengar mimpi beserta penglihatan supranaturalnya. "Kau yang menginginkan ini bukan? Kau datang dengan agenda ini dan tujuannya hanya satu." Suaranya meninggi, ia mendekati Errol dan cepat mencuri belatinya, menariknya dan mengarahkan ke nadi pergelangan kirinya.

"Berhenti Zee!!" Errol takut dan panik, ia menarik tangan kiri Zee dan merubah gelang-gelangnya menjadi besi dan menutupi kulit. Pisau itu mengiris besi, tepat sebelum darah keluar. Errol menarik belati dengan murka, melemparkannya dan menggigil tidak karuan.

"Aku ingin kau pulang, aku ingin kau kembali, aku ingin kau." Nada Zee pecah tak karuan, matanya berkaca-kaca dan seperih luka. "Aku tahu kau bekerja untuk Varunnette, kau akan mengucapkan sumpah Vow of Serve dan tidak akan kembali, tapi bila kau pulang akan ada peluang, akan ada kesempatan yang baru." Ia terisak, tertunduk dengan lemah dan menarik udara sesak.

"Aku tak akan, tak akan mengucapkan sumpah itu Zee." Ia menyentuh dagunya yang runcing, mengangkatnya. "Rumahku selalu di sini, tempatku selalu bersama keluargaku. Satu-satunya alasanku di sana adalah untuk menyelamatkan kalian, membantu kalian. Pandanganku sedikit berbeda, bagiku, bekerja di Varunnette dan masuk dalam inti dan memutar gerigi roda Varunnette sendiri adalah caraku untuk menolong seluruh teman dan keluargaku dari bahaya, bahaya yang dibuat karena kesalahan pilihan dewan Varunnette maupun pergerakan Darkpross sendiri." Ia begitu iba. "Aku tak pernah berniat menjadi salah satu dari mereka. Kau akan selalu ingat alasanku tadi," ia berbisik, merapatkan kening Zelyana pada keningnya sendiri.

"Aku penakut, lemah, terutama karenamu." Zelyana berbisik, ragu. Hangat di bibirnya menyapu wajah Errol, pilu dan kesedihan. "Aku ingin kau pulang, aku ingin kau kembali ke Kwezanmar dengan kekuatanku sebagai bukti bila kau cukup berani untuk melangkah lebih ektra pada tugas selanjutnya. Karena aku yakin pengorbanan dan hasil harus sama, besar untuk besar, kecil untuk kecil."

Errol melepaskan Zee, melihatnya melepaskan kaitan tali rotan dan mengeluarkan batu segitiganya. Ia menatapnya, mengulurkan tangan kirinya yang terbungkus besi seperti seorang kriminal. Ia merubahnya kembali ke gelang-gelang yang berbunyi bagaikan anting yang bertabrakan, melihatnya melirik belati yang ia lempar.

Selama itu ia melihat keberanian Zelyana, niat begitu terpancar betapa besar keinginannya membawa Errol pulang ke Kwezanmar. "Gazdriel harus melihat, mengetahui, dan mendengarnya darimu. Dan pilihan yang kau ambil adalah milikmu." Ia pasrah dengan rasa bersalah.

Sore berkabut semakin dingin itu Gazdriel bersama Zelyana, berdiri di samping Zee begitu dekat. Zelyana memintanya setuju dan menjelaskan padanya apa yang selanjutnya akan ia lakukan. "Pergelangan akan terlihat begitu jelas dengan ayahmu, adikku." Nadanya lebih ketus, wajahnya marah.

"Kaki?"

"Kau akan pincang," ia menggeleng. "Ini, bagian di sini. Jangan terlalu dalam, jika darahnya tidak banyak biarkan saja hingga cukup yang penting jangan memotong terlalu dalam." Dia merasa bodoh memberi saran untuk melukai diri Zelyana. Apa yang membuatnya yakin seperti itu? Ya, penjelasan Errol tentang bahaya Darkpross.

Saat itu Errol merasa jantungnya tidak bersuara, kolam bergerak seperti dilompati kaki raksasa dan Gazdriel selalu berada di dekat Zelyana. Wanita itu merobek kain di lengan atasnya dengan sekali cabutan belati, merobeknya hingga lengan putih kecilnya nampak. Gazdriel memegangi batu itu, tangannya bergetar karena takut bukan dingin. Dia tidak pernah berdarah sejak kecil, dia selalu jatuh sakit tanpa darah, sakit yang normal. Zelyana melihat ke arah sekitarnya, tersenyum pahit dan menangis. Dia seperti melihat awan, mengangguk-angguk dan menunduk seperti sebuah jawaban yang sulit.

"Ada apa my lady?" Gazdriel menjemput dengan sebuah pertanyaan.

Zelyana tersenyum tabah kali ini. "Hanya sebuah salam perpisahan dari teman-temanku."

Kalimat itu menyakiti yang mendengar, teman-teman gaib yang hanya dapat Zee lihat, mungkin semenjak ia kecil mereka hidup bersamanya dan menceritakan kehidupan di dunia lain. Saat itu perpisahan, dia tidak akan lagi bisa menyapa, mendengar, melihat, merasakan teman-teman gaibnya. Mereka akan hilang, dapat dibayangkan betapa sepinya hari-hari Zelyana selanjutnya. Errol merasa ditampar besi panas, dia ingin menangis seperti Zelyana.

Ia menggores belati yang tajam merobek kulit, begitu perih ketika dilakukan lambat, seharusnya pergerakannya cepat maka ia tidak harus merasakan kulitnya terkoyak seperti merobek kain. Darah mengalir, ia menjatuhkan belati dan menahan darah dengan tangan kanan, membawa darahnya yang mulai mengaliri tangannya ke batu yang sudah diberikan Gazdriel, batu itu berubah merah dan tenggelam di genggamannya. Mengingat mimpi dahulu, ia merapalkan sebuah mantra kuno. "Amient Hmpyderx Clairvoyance Xevt Jondriell."

Ia berkata sebanyak tiga kali, lidahnya sangat sulit menyebutkan kalimat Xeverences dan tidak yakin kekuatannya akan pindah ke batu. Saat kulit menjadi sakit, berdenyut, dan kesedihan membayangi sukmanya batu digenggamannya mulai bersinar sebiru langit, dan seorang teman gaibnya yang tadinya ia lihat menghilang seperti asap. Ia menangis, menahannya sebelum terlihat seperti gadis perempuan yang cengeng dan menuju Errol. Memberinya batu Ivriel yang baru dan masih segar dengan darah padanya. "Pulanglah." Suruhnya mulai lelah.

Ia berbalik dan memegangi lengannya, saat itu Gazdriel cepat-cepat melilitkan kain yang sudah ia sediakan dengan ketat agar darahnya tidak keluar. Menutupi bercak darah di gaun putih, membawa selimut Zelyana ke pundak dan terlihat nampak normal, hanya Zelyana yang berbeda, seperti dunianya bukan di sini. Zelyana pergi memeluk dirinya, dan Errol berdiri menggenggam batu Ivriel di tangannya, batu Ivriel.

Gazdriel sebelum mengikuti Zelyana menyempatkan berhenti di dekat Errol, matanya semerah daun dan wajahnya sekeras bogeman yang siap dikirim. "Pergi sekarang. Sebelum aku berubah fikiran bila kau orang yang bijak." Ancamnya.

Dia begitu mengerikan dan menakuti Errol, mungkinkah itu akhir yang buruk bagi pertemanannya bersama Gazdriel? Sebelum pria itu kembali dan berubah fikiran dan mengirim Errol ke hukuman cambuk dan penjara ia segera pergi, mencari rekan perjalanannya mengarah ke selatan lagi ke Kwezanmar.

Ia berkuda begitu cepat bersama yang lain, melewati jalan poros selatan menuju rumahnya yang 5 tahun tidak ia kunjungi. Kecamuk angin tak ia perdulikan, bahkan teman-temannya yang menggigil dan kesakitan karena berkuda tak ia hiraukan. Seolah ada asap hitam mengejarnya di belakang setelah ia mendapatkan batu Ivriel, tersisa Grass dan Mid.

*****

-Mashallah ngantuk sekali saya 😂😢 terima kasih sudah membaca semoga suka. Ada yang tau apa yang dirasakan Errol pada Zelyana? #uhuk

-Jangan lupa send vote untuk membantu perkembangan IoS, dan yang bingung jangan sungkan bertanyaaaa. See you latter, have a nice day guys 😊

Keywords :

1. Clairvoyance : Kemampuan di mana mata ketiga digunakan untuk melihat lebih dari apa yang bisa dilihat oleh mata normal. Melalui meditasi orang-orang dapat menggunakannya untuk melihat tempat-tempat lain, waktu-waktu lain, dan bahkan mendapatkan penglihatan atau kepingan mengenai apa yang dapat terjadi pada masa depan.

18/3/2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro