Part 4 - Black Shadow Terror
Lalu-lalang pelayan kerajaan bermondar-mandir di aula kerajaan dengan membawa beberapa macam barang-barang yang telah diminta oleh Clark. Sang Raja sendiri tengah duduk di singgasana yang modern, ada dua tiang di sisi kanan dan kiri sandaran dan terselip batu Strom, batu itu membuat tempat duduknya nyaman, menyesuaikan temperatur suhu tubuh yang duduk, memanaskan atau mendinginkan kursi. Olive dan ibunya hanya memperhatikan Matthew mengatur barang-barang dan memasukannya di dalam sebuah kain.
Matthew dan Errol akan berangkat pagi itu menuju Radella, pusat kerajaan kaum Peri di utara, terbesar dari bangsanya. Saat itu Errol memperhatikan putra kedua Raja Imanuel, ekspresi kekesalan dan amarah ia kenali jelas diwajah tegas itu.
"Kau pernah ke Radella?" Clark muncul di belakang Errol.
"Tidak." Errol merasa kurang pengetahuan, tapi dia tahu kerajaan itu.
"Ah, begitupula Matthew." Ia bergumam.
"Aku tak bisa, aku tak pernah pergi ke Radella," sahut Matthew bernada pahit, dia tahu Clark kecewa dan dia mendengarkannya. Matthew sebelum berpindah tempat tentu saja harus mengetahui lokasi tujuannya, jika tidak, dia muncul di tempat lain.
Xavier dan Clark melempar pandangan, meminta saran ayah mereka akan berakhir dengan omelan lainnya. Barang-barang mereka telah siap, dan hanya waktu yang menentukan kapan tugas mereka berdua dimulai.
"Matt kau pernah ke padang Jazza bukan bersama Clark?" Xavier mengingat.
"Ya?" Matthew menunggu.
"Pergi ke batu pilar, setelah di sana berjalanlah terus ke barat. Tetap ikuti barat hingga kau menemui sungai yang mengalir ke hulu. Ikuti arusnya, itu akan membawamu ke gerbang suatu hutan dan itu hutan yang harus kau masukin agar menuju ke sisi hutan lainnya. Ada desa kecil setelah hutan, kau bisa beristirahat di sana. Ada hutan lagi yang harus ditembus, dan itu adalah gerbang masuk menuju kawasan Radella, berikan pada Raja lembaran ini," jelas Xavier panjang lebar dan memberikan gulungan kertas berwarna krem yang berisi kredibilitas suatu pesan.
"Itu hutan yang banyak." Matthew mendesah, merima lembar pesan dan melihat Xavier.
Langkah Xavier maju mendekati sisi Matthew, ia merogoh saku celana hitam yang membentuk lekuk kakinya. Dan sebuah kain kecil dengan bunyi gemerincing koin terdengar setelah ia menggerakkan tangannya. "Jangan dibuang untuk anggur Matt. Semoga beruntung." Salamnya. Ia senang bersama Matthew di tahun-tahun terakhir, terkadang ia menyukai memutar waktu saat mereka berdua masih bocah, berkeluyuran berdua dari kastil dan bermain dengan bocah-bocah jalanan, memancing ikan di kolam orang dan pulang dengan lumpur.
"Tetap bersabar Xav." Matthew memberi pesan, dia tahu masalah Xavier dengan ayahnya itu, lalu melirik Olive dan mereka berdua membalas senyuman. "Sembunyikan handuk dia nanti untukku ya." Ia meminta pada Xavier dengan keras sengaja, Olive memulai tatapan panas dan berakhir dengan lambaian tangan, oh dia bakal merindukan anak dari barat di hadapannya.
Matthew dan Errol bersamaan menunduk hormat pada seluruh anggota keluarga kerajaan yang mendampingi kepergian mereka.
Mereka berbalik membelakangi anggota kerajaan, melangkah penuh kepastian dan ketegaran menuju dunia luar yang entah-berantah menunggu penuh dengan kejutan di setiap sisi.
Gerbang menjulang di depan mereka mendengung ketika batu Regone menerima kepergian mereka bersama batu A'din. Jika saja ada yang mau mengantar mereka ke Radella, tidak harus setegang itu yang mereka rasakan. Matthew mencari tempat terbaik, menghilang di depan gerbang kerajaan bukan hal baik dan bisa dibilang tidak sopan.
"Aku ingatkan, berpindah tempat tidak seenak yang dibayangkan bagi pemula. Kau pernah berpindah tempat sebelumnya? Menggunakan portal atau batu Ort mungkin?" tanya Matthew sembari mereka menjauhi kastil.
Errol berfikir. "Seingatku tidak pernah," balasnya lupa-lupa.
Matthew menghela nafas ketika ia dapat spot yang baik, berada di antara pepohonan rindang tanpa ada mata yang melirik kepergian. "Hmm oke Errol, ini akan cepat," singkat Matthew.
Errol meneguk salivanya, berkali-kali ia menginginkan berpindah tempat dan akhirnya hari itu datang. Rasa tegang yang membuncah membuatnya gerogi, gelagat tubuhnya menandakan rasa resah yang bergentayangan.
"Haruskah aku tutup mata?" saran Errol sendiri.
"Boleh," ucap Matthew menatapnya geli, terlihat sangat jelas betapa gelisahnya kawan di hadapannya.
Matthew bahkan tak memejamkan kedua matanya, ia hanya harus memfokuskan tujuan yang akan ia datangi. Mengingat bagaimana bentuknya, dan yang terpenting adalah ia tak boleh memikirkan tempat lainnya atau ia akan berada di tempat yang berbeda dan tersesat. Suara angin yang terdengar acap menghilangkan sosok keduanya dengan cepat, dan tubuh mereka tiba-tiba berada pada sebuah wilayah di belantara.
Errol membuka mata dan terpana dengan sihir batu A'din yang membuat mereka berpindah tempat dengan cepat tanpa biaya apa pun. Kepalanya merasa berputar bagai gasing, membuat tubuhnya tak seimbang dengan sendirinya seperti baru saja dibawa berputar-putar oleh Matthew.
"Kau tak apa?" periksa Erril melihat dengan cemas gerak-gerik Matthew yang akan hambruk. Wajahnya memucat, badannya membungkuk dan dia menggenggam lutut. Kunang-kunang terbang di mata Matthew, dia tidak mendengar suara lagi.
Matthew berkedip berulang kali, menyeimbangkan tubuh di tanah lembut di atas rerumputan hijau yang harumnya bukan main. "Yap," singkatnya sedikit limbung. "Ini selalu terjadi setelah berpindah tempat sangat jauh dan membawa orang."
Errol memegangi pundak Matthew, ada sedikit bukit yang menutupi pemandangan, dia mengeratkan bawaannya yang tak seberapa, hanya beberapa peralatan untuk hidup di luar, senjata, dan koin untuk membeli beberapa batu yang nantinya melindungi mereka. Sedangkan Matthew terus menaiki puncak gunung padang Jazza menuju batu pilar. Hanya mereka berdua yang tahu mengapa itu membutuhkan berjam-jam yang meletihkan, itu diyakin sebagai gunung yang ditutupi rumput, mereka belum menemukan puncaknya maupun batu pilar yang diuraikan.
"Bagaimana kau tahu tempat ini?" Errol lagi-lagi bertanya, dia suka tempat dan cerita baru.
"Aku berada di sana dalam maksud mengejar beberapa pencuri Dubhan yang merampok beberapa batu di pasar. Mereka berpindah tempat ke padang ini, pengelana di sekitar sana melihat mereka dan melaporkannya segera pada kami. Pengejaran itu melelahkan, tapi selesai karena Clark tahu ke mana arah tujuan perampok itu, mereka akan berbelok ke timur dan menjauhi kawasan Peri di barat, dia memindahkan regu ke timur dengan batu Ort dan menunggu mereka mendekat, Clark pintar membaca musuh." Urainya. "Aku menunggu regu rombongan di padang ini selagi mereka membawa tersangka dan yang lain berkumpul ke titik ini. Di sinilah aku menunggu mereka berjam-jam." Dia tersenyum. Ke mana mata memandang hanya hamparan rumput hijau pendek yang terpapar sinar matahari siang hari, harum hujan yang membasahi rumput menyerbakkan bau yang segar dan nikmat di hidung. Ladang yang sangat cocok untuk memanjakan mata tanpa sesuatu yang mengganggu pemandangan.
Sembari mereka semakin lama menuju puncak bukit yang terjal, semakin lama rasa penat yang terasa memperlambat. Kedua kaki terasa pegal dengan peluh keringat yang membasahi baju dan terik matahari yang menyengat. Tak membutuhkan waktu lama hingga Matthew sampai di puncak bukit tersebut, dan ia menatap batu pilar yang mendiami padang rumput Jazza.
Bentuk batunya berjejer dan membentuk lingkaran, awan-awan di atasnya berubah menjadi gumpalan kapas yang membentuk totol-totol menyebar, seperti awan yang membentang kini retak dan menghasilkan sela-sela yang memisahkan tiap awan. Pilar batu yang tersusun ada sedikitnya 17 buah dan besarnya berbeda-beda. Uniknya batu itu ialah berdiri tegap dan tak pernah rubuh walau pun angin sederas apa pun menerjang padang Jazza.
"Di selatan, kau tidak pernah menemukan apapun selain hutan. Di timur, surga keindahan alam menyukai sisi ini." Ungkap Errol.
"Di barat kau hanya menemukan penghambur uang, pedagang, bau ikan, dan bentang laut Handil." Balas Matthew, tapi dia merindukan itu. Sejak kapan rumah itu hilang? Sejak kapan peristiwa itu terjadi? Semuanya sangat lama dia lalui, melupakan dan mengingat Torin berpuluh-puluh tahun.
"Dan berkelana itu mengasyikkan." Kata Errol. Dia mendangak memperhatikan batu pilar, bertanya-tanya bagaimana ada batu setinggi itu di saat yang lainnya hanya rerumputan kosong tanpa batu dan pohon.
"Di mana barat?" Matthew berada di penghujung bukit, menaruh telapak tangan di atas kening menghalau sinar matahari menembus mata birunya.
"Kiri," Errol melirik ke kiri. Namun, ia belum selesai memanjakan matanya dengan batu yang berdiri kokoh di sebelah. Tangannya meraba kerasnya batu yang besar menjulang tinggi, mungkin bila batu itu roboh dapat menghancurkan 8 jejer rumah sekejap.
"Aku tidak melihat sungainya," dia mulai cemas dan Errol mendatanginya di samping, mencari sungai yang Matthew maksud sebagai tujuan selanjutnya.
"Mungkin setelah hutannya." Kata Errol. "Kufikir ini perjalanan terlama yang pernah aku capai."
"Kau belum melihat jarak Sonya dan Radella dari peta? Ini butuh berhari-hari. Pelitnya orang-orang Sonya itu, tidak ada yang mau membantu kita menggunakan Ort saja untuk ke Radella." Celoteh Matthew.
Errol tidak berani berkomplain hal yang sama terhadap Sonya, tapi Matthew benar. Alasan-alasan apa yang kemungkinan dikatakan mereka ketika ditanyakan mengapa tidak membantu? Pastinya 'kau harus bekerja sendiri, ini rahasia'.
Errol menundukkan kepala menuruni bukit terlebih dahulu, itu lebih menyenangkan daripada menaiki bukit, tak menguras tenaga sedikit pun. Angin deras dari padang mulai mengeringkan keringat pada tubuh masing-masing dan awan tebal menutupi sinar terik matahari, membantu Errol dan Matthew berjalan lagi.
Suara gemuruh arus sungai menyerbu telinga, arusnya menghantam bebatuan sungai yang terdampar, ikan-ikan menunggu makanannya yang terbawa arus, selagi Errol dan Matthew menyelesaikan ikan bakar yang sudah ia tangkap. Mereka beristirahat, menombak ikan yang berenang di pinggir sungai di balik bebatuan, membuat api dan menyusun ranting di atas kayu. Ikan-ikan mereka bakar dan mereka habiskan, tidak ingin menyimpannya di dalam tas dan merubah bau sedap menjadi busuk di dalam sana.
Sungai terlihat dangkal di pinggir namun semakin ke tengah sungai menjadi dalam dengan arus kuat yang siap menyeret raga siapa pun yang melewatinya. Errol dan Matthew hanya berjalan menyusuri sungai di sisi mereka kali ini, terus hingga sejauh sungai mengalir. Berjam-jam yang melelahkan, Errol bahkan mengusulkan mencari kijang dan melatihnya seperti kuda, jadi mereka berdua bisa menaiki kijang dan melaju bersama. Itu sempat membuat Matthew tertawa besar membayangkan dia menunggangi kijang, tapi dia setuju.
Lelucon-lelucon aneh itulah yang mengikis sangkala dalam perjalanan melelahkan, memulai cerita-cerita tentang diri sendiri, mengenal lebih dalam, waktu menggeser matahari secara perlahan dan mereka bersamaan berhenti ketika melihat papan dengan sebuah tulisan di depan sebuah jalanan hutan di seberang sungai.
"Siap berpindah lagi?" tawarnya Matthew tersenyum dengan bibir merah.
Errol tersenyum geli dan menarik nafasnya. "Kapan pun," ujarnya singkat. Dan belum ada aba-aba dari Matthew tubuh mereka menghilang dan berpindah ke seberang dengan mudah.
"OH SIAL MATT! AKU BELUM MENUTUP MATAKU," pekik Errol panik, dan dengan cepat ia memeluk perutnya yang mual.
"Errol my friend, kau akan sering berpindah tempat denganku, kau harus terbiasa," titah Matthew tertawa renyah dengan raut bahagia yang membuat wajah tegasnya semakin ramah. Dia tidak merasa penggar, itu jarak yang pendek.
"Oh ya aku lupa dengan hal itu," desah Errol, "beberapa orang tidak suka sihir di selatan, jadi lebih baik menunjukkan padaku dibanding mereka," katanya lagi dan berjalan mendekati papan yang berada di depan sebuah jalanan hutan selebar tiga meter.
"Kelompok rasis," gerutu Matthew tak mengelak. "Dan sangat banyak orang-orang itu, tidak hanya di selatan sana." Ia memastikan Errol tidak berkecil hati. Matthew pernah menemui gadis yang membenci sihir, dia punya cerita-cerita kelam karena sihir yang menggelapkan hidupnya. Otomatis Matthew dibenci gadis itu, dan banyak orang lainnya.
Errol memperhatikan secara cermat kalimat yang tertera di papan, entah itu pemberitahuan, sebuah nama, atau peringatan tentang hutan tersebut, tulisannya sudah pudar.
"Sebuah papan untuk mengklaim perbatasan?" gumam Errol setelah membaca, Matthew menarik bahu ragu.
Matthew yang terdiam tengah menatap hutan di dalam memancing kegelisahan Errol yang ikut memandang ke dalam hutan yang belum mereka temui. "Matt?" gubris Errol mengerut heran ke dalam hutan yang jalanannya cukup dipenuhi akar-akar yang menembus permukaan tanah.
"Jika kau merasakan gelenyar takut sedikit pun, kita lari," desis Matthew masih menatap takut hutan di depan.
Errol meneguk salivanya banyak-banyak dengan perintah Matthew yang waspada, Matthew jelas mengetahui sesuatu yang tak ia ketahui. Pengalaman Matthew mungkin lebih banyak dalam hal menjelajahi belantara dari pada Errol yang hanya diam di kerajaannya atau kerajaan Taniom. Belum ia masuk debaran jantung sudah mulai menembus tempo yang cepat dari biasanya, yang bisa menenangkannya adalah Ibunya. Orang yang paling dirindukan Errol daripada siapa pun.
"Apa kau sudah merasakannya?" selidik Matthew.
"Entahlah. Kau percaya dengan mitos itu?" Errol pun merasa kebingungan dengan perasaannya kali ini, takut atau gelisah adalah sebuah perasaan yang berbeda unsur dan sebab.
"Black Shadow Terror," singkat Matthew menatap dingin Errol. "Ya dan tidak." Dia ragu.
Mendengar namanya saja Errol sudah membayangkan kengerian, namanya saja sudah menjelaskan suatu unsur yang jelas dan pasti, berhubungan dengan kegelapan, bayangan, dan teror. Mereka mulai masuk ke hutan dengan berani, hutan kawasan Peri selalu menakutkan bagi orang-orang lain selain kaum Peri. Lembab, pengap, sihir, mitos, dan kegelapan selalu kental di hutan utara.
"Makhluk-makhluk buas. Ada banyak penjelasan mengenai makhluk tersebut, mereka meruapakan hewan-hewan kegelapan yang hidup di sebuah lubang neraka di dimensi lain, konon mempunyai 7 gerbang untuk ke Earthniss. Mereka bukan hewan-hewan biasa seperti kijang, kucing, babi atau kuda melainkan perpaduan campuran hewan-hewan," jelas Matthew mengisi waktu senggang sembari berdua menyusuri jalanan di hutan. "Satu makhluknya merupakan campuran dua hewan atau empat hewan, kelahiran dan kebangkitan mereka sangat berbeda dengan hewan yang lain. Jika hewan-hewan sekitar memiliki identitas warna-warna identik tertentu, Black Shadow Terror seluruhnya adalah hitam. Kau mungkin melihatnya seperti bayangan hitam, namun jangan menyalahkan matamu jika itu adalah mereka. Mereka makan tanah dan api, dan legenda menceritakan mereka lebih sering beraktivitas untuk mendatangi bangkai kaumnya sendiri," tambah Matthew menjalaskan penuh ketegangan dengan cerita yang ia ingat.
"Kaumnya sendiri?" Errol mengulang kalimat yang masih tak ia mengerti.
"Black Shadow Terror akan datang ketika darah dari kaum mereka tercecer dan terendus di masing-masing hidung. Biasanya mereka mendatangi tempat itu untuk mengambil bangkai kaumnya yang mati," jelas Matthew sembari kepalanya melirik kanan dan kiri melihat kondisi hutan sekitar, tidak ada gelenyar takut seperti yang dikhawatirkan bila memasuki hutan-hutan utara.
Errol yang seluruh badannya terus merinding hanya dapat terpaut dalam ketegangan. "Kau pernah bertemu atau melihatnya?" tanyanya penasaran, Matthew terdengar tidak asing dengan makhluk tersebut berdasarkan penjelasannya yang tak perlu membutuhkan loading lama untuk mengerti.
"Tentu saja aku tak pernah melihatnya, merwka hanya mitos," desis Matthew menjadi tajam.
"Lalu yang kau katakan 'Ya dan tidak'?"
Matthew diam. "Satu-satunya firasat yang benar-benar nyata ketika satu dari mereka ada di sekitar wilayahmu ialah kau merasakan gelenyar takut yang tak terjelaskan. Kau tiba-tiba saja merasakan begitu sangat ketakutan, kau merasa kau berada di titik kehampaan paling bawah di dunia. Kau merasa seluruh tubuhmu mati dan bahkan ikut lemas karena takut." Jelasnya. "Terkadang aku merasa takut, entah hanya paranoid, kecemasan, atau lainnya, aku tidak mengerti mereka," jelas Matthew memincing seram sekelilingnya.
"Mungkin, mereka seperti hantu yang bergentayangan. Monster-monster itu seperti memiliki kekuatan untuk merasuki tubuh orang dengan roh spiritual mereka. Merubah cara hidup orang yang kerasukan roh makhluk tersebut. Mereka bilang makhluk itu bisa kita panggil, dengan cara membunuhnya. Tapi ya, kau akan mengundang the Beast lainnya bukan?" alis Matthew terangkat kaku.
"Itu sangat mengerikan, kau ingin menghindari the Beast ini dengan membunuhnya, tapi dengan membunuh makhluk itu akan mendatangkan Beast lainnya, seperti lingkaran, tidak ada akhirnya. Aku penasaran apakah ada yang benar-benar pernah melihat bagaimana rupa mereka sebenarnya di Earthniss?" Kini gilirannya yang mengeksplorasi sekeliling, bergantian dengan Matthew yang bercerita.
"Hanya satu kisah yang menggemparkan, beritanya terus tersebar di sepenjuru belantara di zaman itu. Kisah perwira kerajaan bertemu secara langsung penampakan elang hitam besar di langit biru. Besarnya melebihi naga dengan bentangan sayap yang luar biasa lebar. Elang hitam itu ternyata sedang berpatroli, bahkan berpatroli saja membuat seluruh pelosok negeri itu berbondong-bondong pergi dengan panik meninggalkan kota masing-masing. Tapi banyak yang bilang itu cerita dongeng nenek tua untuk cucunya yang tersebar," jelas Matthew terkekeh geli. "Lalu ada kucing hitam sebesar singa peneror binatang suci kerajaan, sangat mengerikan. Ada hewan hitam di laut yang terus berenang tanpa henti, meneror semua kerajaan yang khususnya memiliki perairan luas." penjelasan Matthew otomatis memicu otak Errol berputar beberapa derajat dalam pandangannya dunia luar. "Bahkan mereka sudah menamainya, kucing hitam bernama Clashking, makhluk hitam di laut itu, dan satu burung hantu. Hanya ketiga itu yang diceritakan pernah memasuki Earthniss selama ini, tak ada yang lain."
"Aku heran, bagaimana mereka bisa sekuat itu dan kita takut dengam cepatnya." Pikir Errol.
"Mereka menyerang dari roh, dari jiwa. Bagaimana kita menahan itu semua?" Balas Matthew.
Jam yang terus bertambah setiap saat menggiring sosok dua pemuda yang sendirian di tengah hutan semakin mendekati tujuan selanjutnya, sebuah desa. Jalan setapak yang kini mulai berubah menjadi kecil dengan rumbai akar liar yang melilit tubuh pohon, dedaunan di sekitar pohonnya berubah berwarna coklat kekeringan.
Kening Matthew mengkerut. "Kau mencium sesuatu?" hidungnya mengendus bau-bau yang terbawa semilir angin, terkadang hilang dan terkadang muncul kembali.
Errol yang mengendus fokus pada indra penciumannya, yang ia cium hanya bau hutan kering yang normal. Mungkin Matthew mengendus bau kotoran rusa yang lewat atau hewan lainnya, Matthew tidak memberikan penjelasan bau yang spesifik sehingga Errol menggeleng tidak tahu.
Matthew terus mengendus baunya bagai anjing pelacak, semakin ia melangkah maju semakin tercium jelas bau yang datang-pergi tersebut. Sebuah bau yang menyerbakkan aroma kayu gosong yang terbawa angin menuju ke arah mereka. Dugaan kuat kemungkinan penduduk desa yang mambakar kayu yang artinya posisi sudah mendekati dengan desa kecil yang disebutkan oleh Xavier.
"Sudah dekat dengan desanya," ujar Matthew bersemangat. Niat mereka ketika masuk ke desa adalah mencari tempat istirahat, reses sejenak sebelum melanjutkan perjalanan lagi besok pagi. Mengistirahatkan tubuh yang begitu penat, mandi dan mengganti baju.
Rasa hawa panas yang terbawa angin teresap hingga pori-pori, kedua kening pemuda tersebut mulai mengerut tanya, dan aroma gosong yang hanya dicium oleh Matthew kini dicium juga oleh Errol. Ada beberapa insting konyol di benak Errol, namun tentu tidak benar.
Ketika mereka keluar dari hutan dan menemui hamparan lahan lebar jantung mereka merosot dan pecah berkeping-keping. Pupil mereka membesar dan kebingungan ketika melihat desa yang dituju hancur menyisakan abu yang membakar kayu-kayu perumahan. Ke mana pun mata memandang hanya reruntuhan bangunan kayu yang rata dengan tanah, ada beberapa kayu dan beton rumah yang masih berdiri, mengeluarkan asap panas hasil dari api yang membakar seluruh desa.
Mulut Errol membuka membentuk lingkar besar. "Apa ini?" Ia menghela nafas berkali-kali, mencari jejak-jejak makhluk hidup di sekitar yang mungkin masih mengunjungi rumah mereka yang terbakar tanpa sebab yang tak diketahuinya.
Matthew memincing tanya, menuju sebuah kayu yang masih berdiri yang sebagian berwarna hitam gosong dengan asap dan baunya yang masih menjulang ke atas.
"Xavier pasti belum mengetahui kondisi desa ini," tutur Errol sembari mengangkat sebuah boneka yang hangus terbakar tanpa gadis kecil pemiliknya. Ke mana gadis tak berdosa itu pergi? Apakah ia selamat? Atau berada di bawah puing-puing reruntuhan abu di depan? Pikirnya.
"Belum, kebakaran ini baru-baru saja terjadi," ujar Matthew meringkas kejadian. Asap yang belum padam dan bau gosong yang masih baru adalah tanda bila kejadian ini mungkin berlangsung belum ada satu minggu.
Tiba-tiba sebuah anak panah melayang dan menancap di tas bawaan Errol. Entah ia tak tahu atau begitu terkejutnya sampai-sampai ia tak sempat panik dan ketakutan. Matthew membelalak terkejut ketika sebuah panah hampir membunuh temannya, pedang yang ia pegang terangkat dan menatap arah kedatangan anak panah tersebut.
Sebuah panah meluncur kembali dan Matthew dengan cepat mengayunkan pedangnya agar anak panah yang mengarah pada jantungnya mengenai besi pedang, dan akhirnya busur tersebut terlontar dengan pas.
Errol dengan cepat merubah boneka yang ia genggam menjadi sebuah kapas tebal yang mengelilingi tubuhnya bagai mangkuk terbalik dan benar saja dugaannya, puluhan busur mengarah padanya dan tertancap di kapas tebal yang ia buat secara beruntun. Ia merubah piring putih yang tergeletak di dalam bersamanya menjadi sebuah perisai cukup keras berwarna putih. Antisipasi panah musuh yang menemui keberadaannya dan Matthew agar tak menembus tulang rusuknya dan membunuhnya sekejap.
Matthew yang dengan berani mendatangi arah anak panah pertama berlari mengejar sesosok pria yang ia lihat dari iris mata tajamnya. Benar saja, seorang pria di balik pohon terlihat jelas dan sedang menarik anak panahnya kembali mengarah pada Matthew yang berlari. Pria itu menarik anak panah dan melayang lurus di hadapan Matthew dan dengan cepat Matthew menghilang dan muncul di sebelah kanan pria di balik pohon besar.
Pedangnya terangkat, menebas udara hingga terdengar desiran angin menuju leher pria di depannya yang baru sadar Matthew dapat berteleportasi. Dengan sigap pria itu menunduk dan pedang Matthew menebas kulit pohon di belakangnya, pria yang menunduk menendang perut Matthew dan menarik satu anak panah lagi mengarah pada tubuhnya.
Matthew yang termundur dengan lekas menghilang lagi ketika anak panah pria di depannya terbang, sehingga anak panahnya terus terbang dan jatuh di tanah lainnya. Matthew berpindah ke belakang pria tersebut dan menggeram keras, menebaskan pedang ke arah panah musuh yang mencoba membunuhnya.
Sabetan tajam pedang miliknya membuat tali busur yang dimiliki pria bertulang pipi rapi itu putus. Matthew terus mengayunkan pedangnya agar melukai tubuh tinggi pria di depannya, namun pria itu cukup gesit dan cekatan untuk menghindari tajamnya pedang Matthew walau pun ia harus berguling-guling di tanah.
Matthew dengan mata birunya yang memerah menancapkan ujung pedang ke tanah. Namun sekali lagi beratnya pedang membuat gerakan Matthew melambat sebelum ia dapat mengenai tubuh terbaring pria itu dan kini ia berguling dan bangkit.
Menyadari betapa hebatnya Matthew dan kemampuannya berkelahi jarak dekat membuat pria itu mengeluarkan pedang berwarna ungu gelap dengan desingan tajamnya.
Matthew menebas pedangnya ke arah pria di sampingnya dan pedangnya menabrak pedang ungu milik pria tersebut menghasilkan suara mendengung tajam.
Matthew berpindah tempat kembali dan menuju belakang pria tersebut, mengeratkan pedang di depan leher panjang pria tersebut. Pria berambut lurus sepanjang lehernya tersebut tak dapat berkutik dengan pedang tajam dan pria memiliki kekuatan hebat yang sedang menimbangi membunuhnya atau tidak.
"Bergerak dan aku menggorokmu," ancam Matthew, mencengkram kuat-kuat seluruh tubuh pria tersebut, nafasnya habis dan tubuhnya panas.
Ancaman Matthew tak main-main, matanya memerah bengis dan nafasnya tak teratur dengan adrenali keberaniannya terus naik mendapati satu musuh di antara puluhan musuh di sekitarnya lagi.
Pria di cengkraman Matthew terdiam bahkan tanpa nafas yang terdengar, ia menunduk pilu tanpa bergerak untuk menyerang. Hingga satu batu ungunya menyala di balik seragamnya dan mendadak tubuhnya menghilang seperti Matthew dan berpindah tempat menggantikan posisi Matthew, ia di belakang Matthew dengan pedang ungunya yang mengarah di depan leher bergantian.
"Bergerak dan aku menggorokmu," ancam pria itu menyalin kalimat Matthew, membisikannya di telinga kiri penuh penekanan.
Mata Matthew membulat tak percaya, pria itu baru saja berteleportasi sepertinya tanpa bantuan batu Ort. Segelintir pertanyaan menghantui kepalanya tentang bagaimana bisa pria di belakangnya berpindah tempat. Matthew akan kembali menghilang dan mendatangi Errol untuk kabur menuju hutan lainnya, tapi pria di belakangnya tahu kekuatan macam apa yang dipunya Matthew, bahkan tahu dia salah satu pemilik batu A'din Perpindahan Tempat.
Pria di belakang Matthew menarik kalung Matthew hingga copot. "Jatuhkan pedangmu," titah pria di belakangnya teratur.
"JATUHKAN!!" Jeritnya di samping telinga Matthew tanpa mengatur oktafnya. Matthew yang berdebar-debar penuh pertimbangan akhirnya pasrah sayang akan nyawa, pedang yang ia genggam ia lempar jauh. Lehernya sakit batunya diambil, dia benar-benar dalam masalah besar luar biasa.
Matanya mencari Errol yang ia tinggal dan bahkan nyawa Errol lebih parah dengan puluhan pria lainnya mengarahkan anak panah ke dia. Tak butuh waktu lama untuk menjerat Errol seorang diri, menggiringnya menghadap pemimpin mereka. Errol yang didorong tubuhnya untuk menemui pria yang menyandera Matthew pasrah bergeming, senjata dan perisai putihnya tersita oleh kelompok pria-pria yang ternyata memata-matai mereka di desa yang hangus tersebut. Debu tanah gersang mengudara seraya sepatu Errol menghempas-hempas tanah.
"Beraninya kalian memasuki wilayah ini!" Kata pria di belakang Matthew dan melemparkan pria bermata biru ke depan. Membuat tubuh Matthew terhempas terhuyung-huyung di sebelah Errol.
Deru nafas Errol dan Matthew tak karuan, keduanya terpegun luar biasa dengan alarm waspada yang berbunyi berulang kali di kepala. Batu Errol tidak diketahui, hanya punya Matthew yang diambil. Musuh yang menangkapnya bisa saja titisan Darkpross, Erebus, atau Dubhan. Lalu ketika didapatnya dua batu A'din luar biasa kekuatannya, hancur sudah setengah semesta mereka.
"Katakan padaku, apa yang kalian lakukan?!" pekik pemuda menggetarkan batin. Sosoknya benar-benar pandai mengintimidasi lawannya dan mampu membuat lidah kelu tak dapat berkata apa pun, matanya garang penuh ketajaman.
"Kita baru saja sampai," ujar Errol kikuk.
"PEMBOHONG!" Pria itu melayangkan pedang ungunya di depan wajah kusut Errol dan Matthew tanpa ragu. "Jangan bilang usaha busuk kaum Dubhan tidak bisa tercium! Dasar mata-mata Dubhan!" desisnya lagi dengan mata bengisnya.
Errol dan Matthew terkesiap dan tersentak, mengapa orang-orang yang mereka anggap musuh malah menganggap dirinya musuh pula? Bahkan pengikut Dubhan.
Kejadian ini acap membuat kepala Errol pening dan harus merekaikulasi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. "Kita bukan penyembah Darkpross! Dan kita bukan mata-mata Dubhan!" suara Matthew cepat mengelak.
Pria yang terlihat seperti pimpinan kelompok pengintai tersebut hanya memandang licik dan wajah tak berekspresi sembari pedang ungu ia genggam lebih erat. Tentu saja tidak ada kata-kata 'percaya orang asing' di kamus pria tersebut beserta rekan lainnya yang mengelilingi Errol dan Matthew.
"Kalian tidak hanya orang-orang yang busuk, melainkan pembohong yang parah!" umpat pemuda di hadapan Errol dan Matthew dengan rahang tegasnya yang mulai bergetar.
"Bajingan!" Matthew menggeram penuh luapan emosi yang membuat tangannya panas dan gatal ingin menghantam wajah.
Lengan kanan Errol menahan tubuh Matthew penuh kesabaran, anak buah pria itu menarik mereka berdua dan memberi peringatan pertama. Kadang Errol juga bisa marah dan sakit hati, tapi dia tidak menunjukkannya.
"Kita bukan musuh, kita bukan mata-mata Dubhan atau bangsa kejahatan lainnya. Kita datang dalam damai membawa sebuah surat untuk Raja Radella," suara Errol menjelaskan dengan tenang kali ini. Baginya pria yang keras dilawan dengan kekerasan sama seperti kapal di atas ombak, semakin tinggi ombak yang menerjang semakin tinggi kapal terambung. Dikerasi pria itu akan balik keras dari pada lawannya, itu berlaku bagi pemuda yang tempramental.
"Mengapa aku harus percaya?" pria itu memincing sarkatik masih tak ingin mendengarkan.
Errol menghela nafas jengah dan merogoh tas yang ia bawa. "Karena kita punya ini," dia membawa surat Raja Imanuel.
Errol dan Matthew ditahan pengintai Peri di sana, membawa mereka pulang dan bermalam di markas si antara hutan. Mereka diberi makan dan minum yang cukup, diawasi 24 jam oleh prajurit Peri. Dan melanjutkan perjalanan ke Radella, mereka mencari jalan tembus rahasia yang lebih cepat masuk ke kota besar Peri itu.
Surat itu digenggam Salvado Jurrigh dengan tenang, membaca tiap alinea di kursi singgasana. Iris mata abu-abu Raja Radella mengkilat. Wajahnya putih pucat dan semakin terlihat pucat dengan rambut memutih. Bisa ditambahkan perjalanan mereka tidak semulus sutra, hingga pada akhirnya mereka dikira mata-mata Dubhan oleh kelompok pengintai Radella.
Mata kristal Raja Radella melirik Errol dan Matthew dengan gelagat tenang. "Sonya adalah sekutu peperangan yang pernah berjaya bersama kerajaanku. Kita meluangkan prajurit-prajurit terbaik kami menembus pertahanan Erebus beberapa abad yang lalu untuk penyerahan diri dan genjatan senjata," ulang Salvado.
Matthew yang bagian dari kehancuran mengingat rumahnya adalah sasaran bangsa kejahatan mengusahakan dirinya agar tetap tegar dan kuat. Ia harus mempertahankan rumahnya walau ia tahu sendiri rumahnya menghilang, tapi itu naluri pemuda yang memiliki kerajaan, dan ia harus mempertahankannya bagaimana pun akhirnya nanti.
"Aku yakin ketiga batu itu sangat berharga hingga bangsa Darkpross menginginkannya kembali, ada sesuatu yang sedang mereka kerjakan dengan mengoleksi batu-batu. Aku akan membahasnya dengan dewan lainnya untuk masalah ini. Dan untukmu tuan Tibalt aku mengerti perasaan takutmu, kehilangan rumah untuk selama-lamanya adalah mimpi buruk bagi kaum Torin Maxima. Tapi aku harus meluruskan sesuatu," kata demi kata yang terlontar dari bibir tipis Raja Salvado terdeteksi kelembutan dan peringatan, di balik ketenangan Peri berumur panjang tersebut ada kegelisahan yang tidak dapat ditutupi seperti angka usianya.
Matthew meneguk saliva bersiap mendengar 'sesuatu' yang terpaut erat pada rumahnya, manik biru matanya berkaca-kaca. "Kaummu sudah tak terdengar lagi kabarnya, darah yang mengalir setiap kaummu adalah darah pertalian suci yang tak lepas oleh waktu, selagi melakukan misi mendapatkan rumahmu kembali fokuslah tentang mempertahankan darah agung rakyat Torin itu, kaummu sudah sekarat Matthew," gumam Salvado mengerut cemas.
Nafas Matthew berhenti lima detik, bukannya terkejut dengan penyampaian 'sesuatu' tersebut melainkan kebingungan dengan 'mempertahankan kaummu'.
"Matthew, ini perkara yang lebih serius," gumam Salvado membelai dagunya dan berjalan menuju tubuh kelelahan Matthew.
Errol melirik penuh makna di wajah berminyak Matthew, walau pun bukan Errol yang menjadi pusat pembicaraan namun Errol mengerti maksud dari Raja Salvado, mengerti lebih cepat daripada Matthew yang lama berfikir.
"Kita harus menemukannya dahulu. Satu-satunya Dur indah di antara lima pewaris batu A'din, lalu mulai membicarakannya," ucap Salvado pelan.
"Kiana," gumam Matthew dengan nada rendah mengerti.
Kiana merupakan rakyat Torin Maxima lain selain Matthew, pewaris batu A'din, anak perempuan dari Rajanya dahulu, pemilik sah Torin Maxima dan satu-satunya wanita di antara mereka yang harus mereka temui, namun masalahnya hanya satu, dia sudah bertahun-tahun meninggalkan Radella.
*****
-Errol butuh kehangatan? Sama aku yuk bang wkwkwk.
-Dur artinya mutiara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, di cerita maksudnya hanya sebagai kiasan bila Kiana adalah mutiara yang terindah diantara 5 pemegang batu A'din.
-Rakyat Torin Maxima terkenal dengan keturunan murni, mereka tidak menikah dengan rakyat kerajaan manapun karena adat Torin. Adat kuno mengenai darah dari persaudaraan akan diuraikan pada part khusus nantinya beserta yang lain.
-Oke Time Traveler, vote and komen di tunggu #akugakgigit
30/12/2015
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro