Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 3 - Tamu Sonya

Awan lembut terampar di bawah langit sore merupakan cuaca yang tepat bagi para petani untuk turun ke ladang dan menyirami tanaman-tanaman yang haus setelah terpapar sinar matahari yang luar biasa gerah hingga panasnya menembus 45 derajat. Tanah menjadi tandus melahirkan debu-debu yang terbang di udara untuk melukai mata setiap orang yang lupa berkedip. Musim panas adalah hal melelahkan dan perlu perjuangan, tapi juga melimpahkan hasil tanaman.

Tak berselang lama tanah akan menjadi kembali padat ketika para petani memberikan air, menyerap dan membelai akar-akar tanaman sayur dan buah-buahan. Burung-burung kecil berterbangan pulang membawa beberapa makanan, saling memanggil-manggil di atas membuat keriuhan sendiri di langit.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di bawah, semuanya riuh mengobrolkan berbagai cerita dan pekikan menggelikan. Seorang perempuan bertubuh mungil kurus berjalan cepat dengan rasa geram yang menggerogoti hatinya, kakinya sudah mencari ke seluruh tempat di dalam rumah yang besar dengan warna abu-abu yang mendominasi.

"Aku akan membunuh anak itu," gerutunya geram dengan kaki di balik gaun putihnya terus mencari ke segala arah. Mata bulatnya membuka besar agar ia bisa melihat jelas apa pun di sekitarnya dan menemukan sosok pria yang selalu membuatnya geram bukan main. Terlalu cepatnya Olive berjalan tanpa sengaja ia menabrak pelayan kerajaan di belokan kastil menuju tangga yang mengarah pada lantai bawah. "Oh my lady," ujar wanita itu terkejut siapa yang ia tabrak, "maaf, aku tidak bermaksud melukaimu," tambah ibu beranak dua menjelaskan.

"Tak apa nyonya Abely, kau lihat Matthew?" tanyanya penasaran.

Bilamana ciri khas seorang Putri kerajaan adalah sopan-santun, lemah-lembut, murah senyum, hati-hati, penuh keramahan, berbicara dengan nada rendah dan merdu juga jenis sifat lain yang merekat pada bangsawan. Maka semua itu tidak berguna untuk Olive anak ketiga dari Raja Imanuel, sikap gadis remaja biasa yang seperti rakyat benar-benar menjadi ciri khas Putri kerajaan Sonya. Setiap ia berbicara pada rakyat, penjaga, pelayan, saudara-saudara, bahkan ayah dan ibunya ia selalu seperti itu, penuh nada santai bagai seorang remaja biasa.

"Matthew? Aku yakin tadi melihat dia di bawah tidur," jelas pelayan tersebut lancar, ia kebetulan baru dari lantai bawah selesai mengunjungi dapur.

"Aku akan membunuh anak itu," ulangnya lagi dengan gerutuan kesal sembari ia menuju tangga dan turun dengan gesit. Pelayan rumah kerajaan itu hanya membulatkan mata kaget dengan umpatan seorang bangsawan dan terlebihnya putri dari Rajanya.

Olive melangkahi tangga-tangga batu yang menuju lantai dasar, di mana lantai itu dipenuhi dengan para pelayan kerajaan yang sibuk mengurusi hamparan pekerjaan rumah kastil Sonya. Setiap pelayan yang melihat sang Putri menunduk hormat, lalu mengikuti lekuk tubuh mungilnya dengan kerutan yang sama terheran-heran. Ia sampai setelah lelah menuruti tangga, berbelok ke kiri dan menemui lorong ramai, dinding dan lantai dari tumpukan batu yang berbau sangat tua, abu-abu tapi tanpa debu, semua kastil Sonya masih terjaga sejarahnya, hanya reruntuhan yang diperbaiki sudut demi sudut, tandus lahan yang ditebari bibit rumput pendek, akar-akar kuat menjerat tanah, merubah aula pertemuan dan ruang utama di dalam kastil untuk menghias lebih masa kini

Matthew yang dikenal sebagai anak asuh Raja Imanuel Handstar tertidur di atas pagar setinggi dua meter dengan nyaman, ia meletakkan kendi yang ditaruh di atas kepala bermain keseimbangan di waktu senjang. Setelah makan siang perutnya membesar dan tenaganya terkuras, ia menunggu sampai matanya benar-benar mengantuk hingga pergi ke kamar.

"Hey anak barat!" Jerit Olive melangkah penuh emosi, seolah dia musuh yang harus diperangi.

Matthew mendengar suara mengerikan dari arah kirinya dan berjalan dengan tergesa-gesa yang artinya wanita itu sudah memakan jebakannya. Teriakan Olive tidak membuat jantungnya berdebar, bahkan kendi berisi air yang ada di atas kepalanya masih tenang dan seimbang berkat kening ratanya. Cengiran jahilnya terhias di wajahnya yang coklat, ia langsung tahu Olive benar-benar geram dengan lancaran aksinya.

"Bangun anak barat," desis Olive mengacak pinggang. Dia suka memanggil pemuda 5 tahun lebih tua darinya dengan sebutan tadi.

"Ahh," desah Matthew lega, dan satu matanya membuka mengintip keberadaan Olive, memeriksa sejenak bagaimana ekspresi wajah anak Rajanya. "Aku tak bisa bangun, ada kendi yang harus aku jaga keseimbangannya," ia mencari alasan.

"Aku tak perduli! Jika kau kabur lagi aku akan memanggil kakakku dan dia akan menendang bokongmu dua kali, lalu meminta kakakku yang satu lagi akan memintamu bertelanjang bulat berlari di belakang tembok dan ditertawai semua prajurit yang menjaga," ia sudah matang-matang memikirkan balasan untuk Matthew.

"Arrggh pengaduan," dia membuka mata, tersenyum menggelitik, Olive punya berbagai macam ancaman yang bervariasi dan unik setiap ia ingin membalas dendam. Matthew hanya teman bermain Olive sejak ia mulai tumbuh, tapi permainan bocah dan bukan permainan remaja, dia suka menjahili Olive dibandingkan gadis manapun. Mengagetkan Olive setiap membuka keluar kamarnya, berteriak dari pinggir pintu saat Olive lewat, membuatnya tersungkur setiap Matthew menginjak belakang gaun panjangnya tanpa diketahui keluarga Olive, meniup telinga Olive saat berpura-pura ingin membisikinya, dan yang paling Olive ingat adalah Matthew yang mengganti minumannya dengan arak. Dia tahu umurnya belum diharuskan dan ayahnya akan mengurungnya berbulan-bulan jika lidahnya mengecap sedikit saja arak, Olive sampai-sampai harus membersihkan kamarnya agar bau arak tidak tercium sampai hidung ibunya atau anggota kerajaan lain, dia menyewa dan menyogok pekerja rumah kastil untuk menutup mulut.

"Itu hal yang paling menjijikkan yang pernah aku alami! Permen karet di tempat duduk toiletku? Kau fikir sedang apa kau? Meneliti hubungan permen karet dan perasaan?!" keluh Olive menggeram emosi merujuk pada ulah Matthew kali ini.

"Benarkah?" Ia terkekeh sembari masih menjaga keseimbangan kendi yang menjadi fokus utamanya daripada Olive yang marah. Kepalanya bergerak-gerak kecil karena angin yang menerpa di bawah sana membuat kendi menjadi goyang dan berbahaya bila airnya tumpah bersama kendinya yang pecah.

Olive yang sudah berupaya mati-matian mengejarnya semakin geram tanpa ada perhatian dari Matthew yang hanya mengurusi keseimbangan kendi yang ada di atas keningnya. Olive kesal kali ini, tangannya terayun seperti membalik lembaran buku dan air di dalam kendi di atas kepala Matthew tiba-tiba keluar dan membasahi wajah Matthew, juga baju kemeja hitam-putih yang ia kenakan.

"Arrrhh!" Matthew acap bangun dan mengambil kendi, menaruhnya di samping tubuhnya. "Oh, sial" umpatnya

"Sekarang aku dapat perhatianmu, bangun dan ikut aku ke meja pengadilan!" Ancam Olive.

Matthew hanya melirik kecil pada Olive menjerat mata madunya dengan berbagai pertanyaan. Ia pura-pura menyesal, betapa berdosanya dia mengganggu tuan putri yang diagungi kecantikan luar biasa itu. Olive tahu tatapan Matthew adalah sebuah kelicikan yang selalu Matthew gunakan. Hingga tiba-tiba saja Matthew menghilang dan berteleportasi ke tempat lain tanpa bisa Olive tahan kepergiannya.

"Ah?" Olive membulatkan mulutnya lagi dan merasa begitu geram dengan Matthew. "Kau licik! Aku akan membanjiri ruanganmu dengan air parit lihat saja anak barat!" Ancam Olive mengerut kesal. Menendang angin muak karena Matthew curang, lirikan terpana datang dari pekerja kastil, mendengar cerca dan ancaman Olive dari lorong yang menggema.

Matthew berpindah tempat dengan mulus, memunculkan dirinya ke suatu tempat tanpa orang-orang yang melihatnya muncul secara tiba-tiba. Dia selalu berhati-hati kala keluar dengan batu A'din, hanya muncul di tempat-tempat kecil seperti wc, kamar orang, di balik pohon dan yang lain. Ketika ia keluar dan membuka daun pintu kayu rapuknya barulah ia melihat kerumunan banyak pria melangkah mencari tempat duduk sembari membawa cangkir minuman anggur dengan takaran super besar. Ia sampai pada bar yang sering ia kunjungi, walaupun muncul dari kamar mandi yang begitu menyeruakkan bau mengerikan.

Matthew segera menuju meja pemesanan. "Seperti biasa," pesannya. Semua pekerja di bar sana tentu saja mengenal sosok Matthew, pemuda yang selalu berkunjung dan memesan minuman anggur mint kesukaannya bila sedang bosan atau sedang memiliki uang.

Minumannya datang diberikan oleh pria tua yang memakai sebuah cincin dengan batu berwarna coklat di tangannya, ia sangat kenal pria yang dapat berteleportasi ke segala tempat karena batu terkenal tersebut.

"Terima kasih Mex," ujar Matthew dan meneguk cepat anggurnya, mengecapnya pelan-pelan merasakan rasa asam bagai air seni itu, mint menyegarkan tenggorokan setelah air habis di mulut. Ia menunduk menuju kemejanya yang basah, rambut gelap setinggi 6 cm juga basah seperti hanya dia saja yang bertemu hujan.

Batunya berwarna biru gelap dengan beberapa bintik-bintik putih dan sketsa warna lain yang samar seperti terlukis oleh kuas. Jika diperhatikan lebih dekat batu itu menggambarkan paparan galaxy gelap dengan bintang dan aurora yang terang, sangat indah terutama dengan kekuatan teleportasinya. Dia mengalungkannya, saran yang didapat dari Raja Imanuel tentang bagaimana seharusnya mengenakan batu A'din. Matthew suka mengenakan cincin, mulanya batu itu ia sematkan di cincin favoritnya, perak dengan ukiran nama dan tanggal lahirnya 16, namun Raja mengritiknya, mengomelinya habis-habisan di depan Clark dan Xavier betapa cerobohnya ia menyepelekan hal kecil, tidak tahu batu A'dinnya dapat mengundang rampok.

Terkadang di dalam kesehariannya keanehan muncul akibat sihir di batu, seperti petir di siang bolong. Suara riuh di sekitarnya hilang seperti semua orang membisu tiba-tiba, meredup seperti berada di dalam tong. Mata Matthew kosong, hanya gelap dan perasaan pembawa kecemasan yang dirasakannya. Kegelapan yang berisi pesan yang perlu ia cari tahu, setiap saat ketika suara hilang ia memohon agar tetap melamun dan menerima pikiran kosongnya selalu, memikirkan baik-baik apa sebenernya yang membuatnya kosong, apakah kegelapan ataukah suara. Ada jawaban kecil yang dahulu ia temukan, itu tercipta karena sihir The Eye yang merambat ke semua batu A'din, dia yakin sihir itu selalu berhubungan dengan negara di utara sana, setiap batu memulai merambatkan sihir The Eye dan membuat sekitar Matthew hening, ia tahu jauh di utara sana tengah terjadi sesuatu.

"Tambah lagi?" Tawar Mex mengguncang Matthew. Ketika matanya terlepas dari kehampaan rasanya ia sudah pulang dari kegelapan utara, suara riuh pria-pria di belakang terdengar keras dan perasaan aneh itu hilang digantikan dengan kecemasan lain.

"Tidak, ini cukup Mex," tolaknya dan Mex mengangguk mengerti. Matthew pergi dari bar memutuskan untuk berjalan kaki sebagai cara tuk menanggulangi rasa gelisah yang ia rasakan. Dia selalu menjadi pendiam setelah kekosongan muncul, melamun tidak karuan. Pilihan terburuknya bila hal itu terjadi saat dia keluar, dia seperti bocah dungu yang mengompol jika pergi.

Matthew berjalan seperti orang dungu kembali menyusuri jalanan keluar dari gang gelap tertutup bangunan tinggi di kanan dan kiri. Tanah di bawahnya berwarna gelap, susunan batu membentuk jalan utama, cahaya di langit mulai padam dan tergantikan dengan senja yang merebut posisinya. Debu yang terbang di depan Matthew melambung ke udara disusul dengan sesosok pria tinggi mengenakan seragam kerajaan begitu formal, Xavier Handstar.

Dia menatap Matthew dingin, sedingin bila ayahnya memarahi Matthew. "Kita sudah mencarimu sedari tadi Matt," katanya lelah, seperti memburu kuda hilang di hutan. "Kau mabuk?" Selidiknya geram.

"Tidak, aku hanya berjalan sangat lambat," jelasnya. Dia sangat tahu Xavier membenci Matthew yang mabuk bila sedang bertemu, dan anak itu lebih marah.

Xavier dan Matthew adalah saudara berbeda orangtua, ayahnya mengambil Matthew sejak dia 7 tahun dan selalu membawanya bersama Xavier yang seumuran. Mereka seperti kembar, hanya berbeda warna rambut dan kulit. Matthew punya kulit orang barat coklat dan tubuh tinggi sedangkan Xavier punya kriteria orang-orang timur, kulit putih otot-otot berkembang setiap tahun, rambut kering dan kaki besar. Seiring berjalan mereka dibesarkan seperti tunas, mereka di pendidikan dan guru yang sama, mengambil ilmu yang tidak jauh berbeda, melatih ketangkasan dan puberti bersama, itu menggelikan difikiran Matthew.

Tapi tidak sebaik orang fikir, mereka selalu berdebat dan bertengkar lebih sering sejak bocah hingga seumuran sekarang, lebih sering ketimbang kakak dan adil kandung biasanya. Setiap para kerabat dekat di kastil menanyakan apa masalahnya mereka berdua selalu tutup mulut, menyembunyikan permasalah seperti orang dewasa, sehingga tidak ada yang tahu dari apa awal mulanya mereka bertengkar.

"Ayo." Pintanya agar Matthew mengikuti, dia tak mau menjelaskan di luar. Tanpa bertalu-talu Xavier menggiring Matthew menuju kastil tempat ia ditunggu oleh keluarga kerajaan dengan bayang-bayang masalah yang akan menimpanya lagi. Gerbang tertutup menjulang lima meter tingginya bagai benteng berwarna putih tulang membentang mengelilingi kastil bertingkat, pada pucuk istana ada sebuah batu karang yang mengukir lambang kota, itu hanya 3 warna biru, hitam, putih. Catnya melukis sesuai warna ketiga, berurutan dan samar setiap bertemu warna lain dan lambang S berkarakter di tengah.

Pada bagian atas gerbang terdapat batu berwarna hijau, batu Regone yang melindungi rumah kerajaan. Tumpukan prajurit berjejer di atas dan di bawah dengan persenjataan lengkap. Saat Matthew sampai di dalam taman depan kerajaan ada hal lain yang mencuri perhatiannya selain pohon kastal besar yang tumbuh di tengah-tengah air mancur, yaitu kuda berwarna coklat gelap yang ditahan oleh seorang penjaga, pelan-pelan mengambil tali di kuda dan merawatnya. Aneh, tidak pernah ia lihat kuda siapa pun yang menginjak taman pribadi kerajaan bahkan petinggi sekali pun.

Matthew memasuki aula utama di bawah, banyak sorot mata meliriknya di dekat singgasana Raja. Sekumpulan orang-orang dan pengurus kota lainnya berjajar di aula, berbicang bisik-bisik. Raja Imanuel duduk di singgasana, Clark dan pria lainnya berdiri di dekatnya. Dia melihat orang-orang penting yang selalu bersama Raja, kesatria unggulan Sonya Goffer Nakariosself, penyihir milik Sonya Aghna Slagen, tumpukan komandan-komandan perang, dan semua tokoh penting. Dia seperti masuk ke arena tanding melawan ketegangan, dan dia kalah. Ketegangan sangat jelas di sana, dia membuntuti Xavier terus menyusuri aula.

"Matthew," panggil Clark datar. Dia punya tubuh lebar, kaki yang tinggi dan rambut tebal yang ikal berwarna pirang.

"Ke mana saja kau?" Clark menyelidiki, selalu dingin jika berhadapan dengan pria lainnya.

"Ummmm, pasar," dusta Matt, tapi Xavier diam saja yang mengetahui, dia juga sering bohong jika kakaknya mengoceh.

Aula kerajaan luasnya melebihi aula-aula kerajaan lainnya mengingat Sonya merupakan salah satu kerajaan yang begitu besar, aula membentang dan pilar-pilar emas tiang penyangga kerajaan berjajar. Ketika mendangakkan kepala, corengan lulisan tiga dimensi membawa ke alam lain dengan keindahan pahatan seni. Langit aula istana Sonya begitu indah, hingga siapa pun yang mencintai sebuah karya seni akan menangis terisak dengan takjub akan keindahan coretan cerita dari lukisan. Lampu-lampu bergantung di atas dengan kuat, menyinari istana kala malam, juga bila ada acara-acara besar.


Kerajaan Sonya merupakan salah satu Tripartit Kingdom, artinya ia salah satu sahabat di antara tiga kerajaan. Orang-orang mengenal dengan kata tiga serangkai, kerajaan-kerajaan itu adalah sahabat sejak lama dan terikat erat kemerdekaannya. Sonya, Torin Maxima, dan Clemanos adalah kerajaan yang patut diperhitungkan bila menyangkut perlawanan. Clemanos terpandang sebagai pusat penghasil prajurit-prajurit terkuat. Kerajaan itu bagai ladang pertanian, semua yang ditanam di sana suatu saat akan dipetik dan dilepas pada tangan-tangan yang lain. Semua pria berbondong-bondong ke sana untuk menjadi pria kuat, pemberani, tangguh, dan menjadi prajurit suatu kerajaan. Hitung-hitung gaji seorang prajurit cukup mudah membuat dompet sesak nafas karena kelebihan isi. Dan Torin Maxima punya kelebihan lain yang diminati kedua kerajaan, bukan aliansi maupun politisi, tapi orang-orang di dalamnya.

Suara langkah sepatu terdengar, tidak hanya dua kaki saja melainkan empat kaki yang keluar dari suatu ruangan khusus tamu Raja. Semua manik mata memandangi sang Raja penuh wibawa dan sopan, menunduk kecil sebagai lambang penghormatan hakiki pada penguasa yang pernah bertemu dengan banyaknya peperangan masa lalu.

Matthew yang menunduk mengembalikan kepalanya seperti semula, namun ada yang berbeda di sisi Raja, ada seorang pria yang menemani. Pria tinggi dengan rambut coklat dan memakai seragam serba formal serba hitam, dia punya lambang pohon kering berakar 9 cabang berwarna putih. Xavier dan Clark ikut mendangak dan menatap sang Ayah penuh penghormatan wajah sang Ayah yang lebih mirip dengan adik mereka.

Imanuel berangsur-angsur melewati tubuh anak-anak lelakinya hingga ia mendekati Matthew dengan wajah yang dingin, menggetarkan hati semua orang yang merasakan hal tersebut. Matthew meleleh, jantungnya berdebar gelisah dan ada sesuatu yang mengganggu fikirannya sejak serangan The Eye kembali tadi siang.

"Dia Errol Van Morven dari Kwezanmar, namun tinggal di Taniom dalam kurun beberapa tahun terakhir," ia memperkenalkan pemuda bersamanya pada seluruh tamu. "Membawa pesan dari Raja Taniom, Dammiar Dan Arviec. Pesan yang harus kita ketahui bersama dan aroma utara yang merebak butuh perhatian," Matthew menatap kaku Imanuel. Usianya yang mulai mengikis mencapai kepala 7 membuatnya harus kuat-kuat menahan beban tubuhnya di atas kaki rapuh yang sudah ia bawa berpetualang menemui kengerian masa lalu.

Rambutnya mulai memutih dan telah terpotong pendek agar tak membuatnya seperti tetua kerajaan, bulu-bulu panjang di sekitar wajahnya ia biarkan memanjang beberapa centi sebagai tradisi dari leluhurnya dahulu. Ia berjalan dengan tongkat kayu berwarna coklat keemasan agar selalu seimbang ketika berpijak di satu langkah ke langkah lainnya semenjak sendi lututnya diserang penyakit, itu membuatnya semakain kurang berkeliling.

"Pemuda ini salah satu pemegang batu A'din, aku tidak akan memanggil kalian semua tuan-tuan di petang ini jika bukan sesuatu yang penting. Sesuatu yang mulai melancarkan aksinya." Ia masih membuka, tapi kalimat-kalimat itu membuat kesabaran tidak tertandingi. "Gerakan yang sangat sensitiv ini terjadi seminggu yang lalu, utusan-utusan Darkpross berjubah darah mematai-matai Taniom dalam beberapa hari, sampai mereka mendapatkan batu Ivriel tuan-tuan." Jelas Imanuel, ia sangat tegang dan serius untuk masalah bangsa kegelapan itu.

Mata semua orang menatap nyalang, air muka mereka tertegun mendengar kabarnya. "Mereka tidak pernah mencari masalah sebelumnya, dan kini memulai lagi." Kata komandan 4, Joreal Frah tertegun.

"Raja Dammiar mengirimnya untuk datang ke sini, untuk memberitahukanku kejadian itu dan mengharapkan perhatian yang besar."

"Dengan segala hormat yang mulia, mengapa tidak Raja Taniom dan rombongannya sendiri yang ke mari? Malah, mengirim anak asuhnya dan pemegang batu A'din ini." Pria di sebelah Clark mencurigai hal itu, bagaimanapun kastil ini tetap ingin dilindungi dari berbagai kompolotan politik curang.

"Dia tidak bisa, putrinya terluka karena penyerangan, meninggalkan kastil menurutnya akan jauh berbahaya, dan untuk seorang ayah dia ingin selalu memantau anaknya." Errol angkat berbicara lugas. Pria tadi menunduk, memundurkan langkah dan menarik lagi kecurigaannya yang begitu memalukan.

"Dammiar mengetahui langkah bangsa itu dengan sigap, dan ia pasti menginginkan pemuda ini ikut andil. Kirimkan pesan simpatiku atas apa yang menimpa putrinya, mengharapkan kesehatan yang lekas untuknya." Ia memerintahkan pada pria yang bertugas penyampai pesan, dia menunduk dan menuju meja kerja, menuliskan rangkaian kalimat indahnya sesuai pesan dan mencari anak buahnya untuk dikirim ke Taniom dan menyerahkan surat. "Dammiar menyinggung mengenai batu Ivriel, Grass dan Mid." Sambung Imanuel.

"Dari selembar ramalan lama, tentang tiga untuk kerajaan yang hilang." Aghna sang penyihir angkat suara dengan nada pelan khasnya. Para penyihir Hervodus selalu mempercayai ramalan, mereka mengenal berbagai ramalan yang menyebar, dia punya kesamaan dengan Raja Taniom di sana.

Mata Imanuel yang memucat melirik Matthew dengan lekas, menatap Aghna Slagen yang berdiri di antara pilar dengan rekan yang lain. Matthew nampak menangkap kalimat terakhir, itu membuatnya merengut dan menatap Aghna berlama-lama. "Incaran mereka sudah jelas, mereka sudah memiliki dua batu dan ketika mereka mendapatkan batu Grass, itu seperti jentikan jari, sangat cepat." Kata Imanuel.

"Yang mulia," satu pria maju dua langkah dari bawah pilar lain sangat percaya diri. "Jika ini benar, mereka pasti segera tahu pekerjaan itu diketahui terutama sampainya anak ini di Sonya. Kita sudah terlibat, kita sudah diperingatkan dan kita melihat tanda. Pergerakan dibalas pergerakan, tidak bisa memundurnya lagi, anak-anak ini harus segera melapor dan bekerja." Terang Kozzak Hogga bersuara lantang, dia adalah salah satu pemberi nasihat kerajaan, tinggal dan penjaga kubah Sonya di pusat kota. Dia selalu percaya diri dengan nasihat-nasihatnya dan yang teraktif di bidangnya, selalu punya bermacam-macam pandangan untuk kerajaan yang terkadang diterima dan disingkirkan Raja, dibandingkan penasihat lainnya Kozzak cenderung punya nasihat berpesan perintah dan bukannya tanggapan.

"Pesan harus disampaikan hingga Varunnette, mereka musti tahu." Saran Kozzak. "Dan anak-anak A'din harus mulai bersama, mengumpulkannya mereka, dan menjelaskan tugas-tugas yang harus kalian kerjakan di luar sana, kita harus bergerak lebih cepat dari pada mereka. Kita buktikan, mereka hanyalah setitik sampah di luasnya lautan, kita buktikan mereka tak memiliki kekuatan apa pun melawan kebersamaan setiap kerajaan," katanya menatap selang-seling semua pria yang berada di sekitarnya dengan mata menyala dan semangatnya.

Xavier memikirkan kalimat Kozzak itu, rasanya ada keburukan yang datang, secara terang-terang bangsa Darkpross mengambil batu Ivriel dan secara cepat Raja Dammiar mengetahui segera, dia merasa kejadian itu semua terlalu cepat diketahui dari normalnya teka-teki. Ayahnya memanggilnya, dan ia datang mendekatkan kepala ke kepala. "Biarkan pemuda itu beristirahat sejenak, ia sudah menempuh perjalanan jauh berhari-hari untuk memberitakan hal ini. Kau bisa mengantarkannya ke ruangan kosong di lantai 6. Bawa Matthew dan jangan turun, nyamankan pemuda itu," bisik ayahnya.

Xavier hanya diam mendatarkan wajah, ayahnya selalu manjauhkannya dari bau-bau politik, terkadang di saat Xavier ingin mengikuti topik pemicaraan ayahnya dengan semua petinggi dia malah mendapatkan tugas lain. Kali ini ia seperti pembantu, menyiapkan kamar dan mengantar tamu. Ia berjalan menuju Errol selagi pria yang lain mengajak percakapan dan membahas lebih jauh, membisikinya permintaan mengikutinya dan mengundurkan diri dari pertemuan di sana. Xavier membawa Errol menaiki tangga lebar, mendengar samar-samar pembicaraan di aula hingga suara tidak sampai di kala ia semakin menjauh. Dan malam itu aula milik Raja dan pembahasan baru, mereka bersama-sama memecahkan kendala dan mencari solusi bagi tiap kerajaan dan tiap orang.

Malam menjelang dengan angin dingin yang menyerbakkan aroma dedaunan dan debu yang terbang. Sosok Matthew yang tak tidur berdiri tegap menatap langit gelap kebiruan dengan kagum, titik-titik bintang yang cukup bulat memanjakan kedua matanya. Bintang menabur bagai garam, angin hangat di sana dan panas matahari masih membekas.

Setiap lantai kastil memiliki balkon agar siapa pun yang berada di lantai tersebut dapat menikmati pemandangan. Di balkon tingkat 6 Matthew berdiri membungkuk, memanjakan matanya dengan sungai panjang yang melikuk mulus, dari kejauhan sungai begitu mungil, pegunungan memanjang mengikuti aliran sungai bagaikan tembok alam untuk Sonya. Di hamparan sebelum sungai banyak rakyat Sonya tinggal di sana, rumah-rumah penduduk, desa-desa terpisah kawasan Sonya yang luas, markas prajurit dan penginapan di setiap kilometer jalanan. Kastilnya yang berada di daratan tinggi semakin meninggi dengan 15 lantainya yang menjulang.

Terkadang ada beberapa temannya seperti Olive, Xavier, atau anak-anak dari Clark yang menghangatkan hatinya. Namun kini ia sendirian, termenung memikirkan perkataan mengenai kerajaan hilang, tentu saja tidak ada kerajaan ternama lainnya yang hilang selain Torin Maxima, rumahnya yang musnah.

Suara langkah kaki muncul dari lantai belakang balkon, tanpa ada niat mengganggu, Errol berjalan keluar ingin merasakan malamnya Sonya.

"Di sini indah," sapa Errol, canggung belum mengenal Matthew.

"Tempat favoritku," kata Matthew, berdiri di belakang pagar setinggi dadanya sembari menatap sungai jauh di tengah-tengah belantara.

Errol menangkap pemandangan yang sama. "Sungai apa itu?" selidik Errol memulai tahap pertemanannya bersama Matthew.

Matthew bergumam panjang. "Sungai itu tak memiliki nama sama sekali, Raja menganggap tak semua benda atau hal harus memiliki nama masing-masing. Jika hutan ya tetap akan menjadi hutan, bila gunung akan tetaplah sebuah gunung, begitu pula sungai dan danau. Tapi mereka menamakannya Lyssa Tears, dahulu Ratu Lysaa Handstar kabur dari kastil karena penyerbuan Sonya paling buruk dalam sejarah, semua anak-anaknya hilang diculik oleh musuh, kabar suaminya yang tewas dalam mempertahankan Sonya sudah sampai, ketiga putra dan setiap cucu dari anak-anak itu tewas dalam perang. Di sungai sana Lyssa berhenti, dia belum juga ditangkap ataupun dilukai tapi dia heran mengapa semua keluarganya malah mati dengan cepat. Dia menangis selagi Sonya masih diserbu, dikejauhan ia masih bisa melihat, mendengar keributan mengerikan, dan ia terus menangis di sungai itu menyerah, dia tidak bisa ke mana-mana dan mencari bantuan. Setelah sadar dia tidak punya apapun di dunia, ia memutuskan menceburkan dirinya di dalam sungai agar keributan perang di sana tidak bisa ia dengar, dan di sanalah dia hilang dan sungai itulah pengingat air mata seorang wanita," jelas Matthew muram, menerawang malam sama seperti Errol.

"Dan kalian menamai gunung di sana itu apa?" Errol penasaran. Dia punya puluhan nama untuk gunung indah di sana bila belum mempunyai panggilan. Gunung di sana sangat kecil, ditutupi kabut dan awan menghinggapi pucuk di sana, tidak ada yang lebih lucu bagi Errol dibandingkan gunung mungil dikejauhan.

"Lyssa Guard." Matthew mengangkat bahu sedikit. "Satu-satunya yang menyaksikan Lyssa terluka dan mati di sepanjang sungai. Ligard mereka gunakan untuk mempersingkat, gunung Ligard."

"Tempatmu penuh dengan keindahan dan cerita menakjubkan. Tidak salah Sonya dikenal setiap orang." Ungkap Errol, dia tersenyum secerah langit. Mata hazel Errol menatap kagum salah satu pecahan batu A'din, sudah sangat lama ia menginginkan melihat batu A'din lain.

Sekarang ia mengetahui betapa indah setiap batunya, batu Matthew bulat mulus dengan warna biru tua dan bintik-bintik putih mungil yang bertebaran. Sudah seperti cermin dari langit di atas mereka yang berwarna biru gelap dan bertabur bintang. Errol mengeluarkan batu yang ia kalungkan dari balik kaus, menggelantung di depan kaus oblong putih yang memperlihatkan tubuh berisinya.

Matthew meliriknya dan terkejut begitu antusias. "Itukah Perubah Bentuk?" Tanyanya dengan senyuman senang.

Errol melirik kecil batunya dan mengangguk. "Aha, milikmu pasti Medan Teleportasi," tebak Errol dan langsung mendapatkan anggukan Matthew.

Mereka saling memberikan pertunjukkan, Matthew hanya menghilang meninggalkan suara angin deras dan muncul berada di taman paling bawah tengah mendangak. Sedangkan Errol menunjukkan bagaimana ia merubah segala benda menjadi belati, dia mencabut batang tanaman lalu dalam genggamannya dan saksi mata Matthew batang itu berubah keras dan membentuk belati pendek. Saat itu Matthew terbelalak, dia tidak pernah berhenti memikirkan bagaimana ajaibnya dahan rapuh itu berubah menjadi hal terbaik dan tajam.

Matthew dan Errol tertawa bersamaan setelah berdiskusi untuk bertukaran batu, dan itu menggelikan. "Ini masih butuh latihan, aku sering merasa sakit kepala luar biasa setelah berpindah tempat. Kuncinya hanya kau harus mengetahui tempat yang ingin kau tuju, salah sedikit kau berada di ruang hampa tanpa apa pun," jelas Matthew menatap batu birunya.

"Kau pernah tersesat?" introgasi Errol.

"Pernah, sering. Bahkan lebih parah aku salah kamar. Seharusnya aku pergi ke kamarku dan tiba-tiba aku ke kamar putri Raja yang sedang mengganti baju. Oh, hari yang sangat buruk," gurau Matthew tertawa renyah. Errol yang mendengar tertawa geli sembari menatap langit hitam pekat tanpa bulan yang belum terlihat.

"Aku selalu mempunyai impian merubah batu besar menjadi kastilku sendiri," mata Errol melayang membayangkan impiannya sedari dahulu.

"Wow, itu mimpi yang tidak pernah aku fikirkan jika aku pemegangnya. Kau memiliki ruang tak terbatas dengan batu itu. Tak ada yang tidak mungkin selagi kamu terus bermimpi dan berusaha. Apa ada pengecualian lainnya dalam kekuatan Perubahan?" tanya Matthew semakin akrab dengan Errol.

"Tentu, aku tidak bisa merubah benda menjadi makhluk hidup, aku bukan tuhan yang bisa menaruh ruh di dalam benda, itu saja," jelas Errol dan tiba-tiba ia menunduk dingin menatap batunya. "Entah hanya aku atau tidak, namun setiap aku memakai batu ini dan menggunakan kekuatannya, rasanya batu ini membawaku ke atas lautan penuh ombak besar, aku dibawa naik dan turun setiap saat. Terkadang aku merasa batu ini membuatku semakin kuat, dan sebaliknya terkadang aku merasa lemah setelah menggunakan kekuatannya," jelas Errol.

Matthew memikirkannya dalam-dalam, suara-suara itu baginya. "Aku juga."

"Yah, itulah mengapa ada kalanya aku harus mengistirahatkan pemakaian kekuatan batu ini agar The Eye tidak menghipnotisku. Seperti mesin, terlalu lama dipakai akan menjadi panas dan rusak," sahut Errol. Matthew hanya mengangguk paham, biasanya ia terus-terusan berteleportasi tanpa ingin menggunakan kakinya untuk menuju tujuan.

"Aku penasaran di mana yang lain," gumam Errol setelah beberapa lama terdiam dengan Matthew yang menatap hamparan tanah dengan sungai dan gunung di depannya.

"Entahlah, kita akan menemuinya segera," tambah Matthew. "Omong-omong, batu milikmu itu memiliki sesuatu yang special dari batu-batu yang lain. Aku tak tahu bagaimana pendapatmu, namun aku seperti merasakan kekuatan besar di baliknya. Apa ada yang ingin kau lakukan mungkin? Untuk menguji kekuatannya?" Matthew kembali penasaran.

"Semua batu itu memiliki kekuatan yang sama besarnya Matt, kau hanya belum menemukannya," sahut Errol rendah hati. "Aku pernah menanyai tetua di kerajaanku dahulu, 'apa ada hal lain yang lebih besar dari sekedar merubah benda-benda?'. Ia menjawab ada, tentu saja ada," jelas Errol dan semakin membuat Matthew mendengar seksama tanpa bosan. "Dia bilang ini bisa merubah bentuk fisik seseorang yang memakainya, mungkin mitos, tapi dia hidup lebih lama dibanding denganku dengan cerita-cerita kuni miliknya," lanjutnya. "Itu sihir yang sangat-sangat rumit, aku sendiri tidak tahu harus memulai dari mana."

Pembicaraan semakin lama semakin tenang sembari sangkala terus berjalan menuju puncak malam hari, sungai yang tadinya bersinar mulai gelap begitu pula gunung di belakang. Di benak Matthew terngiang satu-satunya hal yang membuat pening kepalanya, tugas itu adalah hal yang mengerikan, bahkan mendengar nama tugas saja sudah mendesah ketus luar biasa, apalagi mengerjakan.

Ia harus menemui kawan-kawan lainnya yang masih bertebaran bersama pasangan batu A'din yang lain. Secara teratur tahap-tahap mereka akan membuka lembaran jawaban baru dan pengalaman-pengalaman berharga yang akan membuat mereka maju selangkah lebih besar ke depan.

Beban yang berat akan ringan bila dikerjakan bersama-sama. Bekerja bahu-membahu. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

*****

-Jadi Matthew adalah salah satu pemegang batu A'din, tinggal 3 lagi yang harus ditemukan dengan pertanyaan-pertanyaan kekuatan mereka yang lain. Terlalu banyak peran ya? Tapi tenang aja, cuman yang aku masukin di media yang jadi pemeran utamanya ;)

-Oh iya aku jelaskan di sini setiap batu dengan sihir di dalam yang biasanya di beli di pasar atau di tempat lainnya hanya bisa digunakan satu kali saja, sehingga kalau ada yang pakai batunya langsung di buangnya karena sudah gak ada kekuatannya lagi. Terkecuali batu-batu tertentu yang memiliki kekuatan-kekuatan super lainnya, bisa digunakan sampai 5 kali-an.

-Beda nih sama batu A'din, dia gak ada batasnya. Make tiap saat ya di pake aja, asal terima konsekuensinya sendiri wkwk. Tegangnya dapat? Gak ya  hmm yasuda deh haha.

KeyWord :

1. Tripartit Kingdom : Sonya, Torin Maxima dan Clemanos. 3 kerajaan yang bersahabat sejak lama.

28/12/15

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro