Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 25 - Pembantaian Flyanger 2

Errol berbaris di antara deretan prajurit membuat lingkaran melindungi. Semuanya sudah siap menjulurkan tombak ke depan dan deretan kedua dengan busur yang siap melontarkan anak panah, yakin Lonk akan masuk setibanya gerbang dibuka.

Para pria mulai berlarian menuju gerbang barat berniat menyelamatkan pasukan Sonya di luar yang entah berapa lama sudah terkulai. Semua telah menyebar di belakang gerbang barat. Matthew menarik nafasnya banyak-banyak dan ia menarik pedang dari sarung di samping kakinya. "Buka gerbang dan semuanta waspada!" Titahnya besar dan sahutan pedang mendesing ikut berbunyi, ia memimpin di sana.

"Pemanah! Di hadapan pintu!" Lucas memberi susunan yang efektif. Ketika gerbang terbuka untuk memasukkan para prajurit di luar bersamaan Lonk akan masuk. Dan ketika mereka masuk, para pemanah telah siap di depan mereka dan menghabisinya selagi pintu nanti ditutup.

Para pemanah memasang postur bertumpu lutut di depan celah gerbang mencondongkan anak panahnya ke depan. Matthew dengan berani menunggu dekat di depan celah gerbang dengan pedangnya yang terangkat. Tak ada kekuatan batu kali ini, kini menggunakan pertahanan yang nyata.

Matthew melirik Lucas memastikan dia siap dan nyatanya Lucas telah siap dengan pedangnya di belakang Matthew. Lucas kembali melirik belakang tepat pada petugas yang biasa membuka gerbang. Kedua petugas itu tahu kodenya dan kebersamaan mereka mendorong kuat tuasnya agar kedua sisi gerbang membuka.

"Mundur!" Matthew mendengar suara perintah.

Perlahan celahnya membesar dan mereka masuk berjejalan. Melihat gerbang membuka dan menghilangkan satu per satu pria, Lonk ikut terbang melesat ke gerbang, menukik lurus menembus celah gerbang bagian atas untuk masuk. Dan saat Lonk masuk panah mulai terlontar dan aksinya disalin oleh Lonk lain. Mereka masuk dalam kapasitas banyak dalam kesempatan selagi para pria masih masuk.

Selagi panah terus mengarah ke Lonk yang terbang lewat celah di bagian atas Lonk yang terbang rendah menjadi santapan bagi prajurit di bawah, mereka menebas pedang ke atas dan membiarkan darah Lonk berhamburan.

Matthew menusukkan pedangnya ke satu Lonk yang mencoba masuk, lalu ia menariknya. "Masuk! Masuk!" Pekiknya pada prajurit Sonya, ia melihat komandan ketiga.

Lucas yang memfokuskan pergerakan satu Lonk berukuran raksasa bersiap di dalam, tahu makhluk itu akan meluluh lantakkan semua pria dalam satu tebasan sayapnya. Makhluk bertubuh raksasa itu masuk dan benar saja menubruk deretan penjaga dalam satu kali terbang, ia melesat bagai panah ke arah prajurit. Ia mendarat dan kibasan sayapnya melemparkan puluhan orang, bahkan puluhan anak panah tak berarti untuknya.

Lucas mengangkat pedangnya beraksi, ia berlari menuju makhluk buas itu dan menebas sayapnya. Makhluk itu menjerit dan ia mengibaskan kembali sayap kerasnya ke Lucas. Dan dengan telak Lucas terambung tak cekatan membuatnya jatuh begitu jauh. Kepalanya sakit, mungkin dirasanya ada darah sudah mengalir.

Lonk bertanda kuning dan putih di kepalanya itu menatap Lucas dengan mata kuning kejinya, dendam karena tebasan Lucas menyakitkan. Ia menggeram dan membentangkan sayapnya, keempat cakarnya keluar bagai belati, dan ia terbang ke arah Lucas begitu laju. Lucas membuang nafas, ia mengangkat pedangnya dan berlari mendatangi Lonk raksasa itu. Hingga Lucas melompat saat ia bertatapan dengan Lonk, membuatnya seperkian detik terbang di atas tubuh Lonk. Pedangnya turun, mengarah ke bawah dan sekejap pedangnya mengiris Lonk.

Lonk itu jatuh bersimbah darah, bahkan robekannya panjang dari kepala hingga ujung tubuhnya hampir membelahnya menjadi dua. Lucas terguling dan ia acap bangkit, melemparkan pedangnya ke arah Lonk yang akan melukai satu prajurit Peri. Lonk itu menjerit dan jatuh, Lucas mendatanginya, mencabut pedang dan mencari santapan Lonk baru lagi.

Matthew yang menarik satu pria terakhir membuatnya dapat melihat pemandangan di luar, sangatlah mengerikan melihat kerumunan Lonk bagai lumut yang memenuhi hutan. Ia menghunuskan pedang dan mencabutnya dari satu Lonk. "Tutup gerbangnya!"

Gerbang itu segera tertutu, dan Lonk masih mampu masuk begitu banyak. Tak terkendali akhirnya kaum Peri membawa pasukan Sonya untuk menghadap pimpinan mereka. Mereka semua berlarian di lantai dasar menuju gerbang timur di mana kumpulan masih menunggu tanpa tahu arah. Mereka disambut deretan setengah lingkaran yang meluruskan tombak dan Ugrah segera masuk di antara kerumunan untuk menghadap pimpinan Vanella, memperbincangkan siasat dengan singkat.

"Salam tuan, komandan 3 Sonya." Salamnya mencoba tenang, menahan nafasnya yang hancur.

"Aku harus menyelamatkan kaumku kaluar dari Flyanger, ini satu-satunya kesempatan."

"Kami mengerti, namun keadaan begitu tidak lancar sampai sekarang. Ribuan pasukan Sonya menunggu di barat selagi membasmi Lonk yang keluar dari hutan, begitu pula daerah utara, timur, dan selatan. Kami mengepung hutan untuk membantai Lonk atas perintah Raja Imanuel." Jelas Ugrah.

"Loral adalah pilihan kita komandan, bagaimana saranmu?" Sahut Matthew.

"Itu tidak buruk, Loral dekat dan kembali ke Sonya masih sangat jauh." Ujar Ugrah.

"Tapi medan ke Loral sukar, waktu banyak sama dengan pertahanan, anggota kita kurang." Sahutan terdengar dari salah satu prajurit ternama di Vanella, Enomyn.

Ugrah terlihat berpikir keras dan ia teringat satu wajah tak asing. "Di mana para pemegang batu A'din?"

Dan semua yang merasa terpanggil merengut cemas, merasakan hawa tegang yang dirasakan Ugrah saat itu juga. Kelimanya nampak walau pun tersebar dan Ugrah terlihat menatap satu perwakilan yang menjanjikan, Matthew.

"Kalian harus menggunakan kekuatan kalian untuk membantu mereka menuju timur. Kirim ke Loral yang sudah bersiap-siap di sana." Ugrah menatap raut lelah Matthew.

"Tidak bisa," singkat Matthew. "Batu Miom mengurung pemakaian kekuatan." Jelasnya tak mau panjang lebar mengenai urusan benda yang dipegang pimpinan Vanella.

"Pilihan baru muncul lagi dan tidak ada yang lainnya. Ke sana dengan kematian banyak atau pengorbanan yang menjanjikan nyawa tertolong," Ugrah akhirnya menjadi lantang dan memojokkan. "Kita tak punya waktu banyak." Kata Ugrah lagi memeriksa ke kanannya saat suara keras timbul dari atas atap.

"Tak ada batu Miom lain di dunia ini." Tuan Azerya membantah.

"Kita selama ini sudah kehilangan banyak 'satu-satunya batu', tapi tak ada kehancuran nyata. Sekarang, apakah hilangnya batu Miom akan menghilangkan kebaikan di sini? Atau tidak berpengaruh sama sekali?" Nada Ugrah menjadi berani, lupa ia menghadap siapa.

Ada percecokan tegang antara kubu Peri yang mendukung tuan mereka dan kubu Ugrah yang pikirannya dibuat penat karena lelah berjam-jam melewati pertumpahan darah pada makhluk buas. Keputusan di tangan pimpinan Vanella, Ugrah walaupun memaksa dalam cara apapun tapi bila ia berada di kawasan kekuasaan lainnya ia bukanlah siapa-siapa selain pelintas beruntung.

"Kita ke timur dengan cepat, setiap penjaga membunuh Lonk." Hanya itu jawaban pimpinan Vanella namun menjelaskan pilihan mengejutkan, ia mempertahankan batu Miomnya, termakan egonya sendiri.

Para Peri mulai melemah, mempersiapkan kematangan mental untuk menjaga mati-matian kaum mereka. Ugrah menghela nafas emosi yang tersembunyi dan ia berbalik menyembunyikan wajah merahnya. Ia menatap satu per satu prajuritnya yang tersisa mereka harus kembali menemui ajal yang akan terbang.

Raydon mempersiapkan benar-benar, ia melirik Yana hati-hati tidak jauh-jauh darinya. Yana adalah yang utama baginya, tidak perduli yang mana-mana, itu keputusannya.

Matthew mencari Kiana satu-satunya orang yang akan ia lindungi. Perlu waktu menyisir kerumunan dan mencari wanita berambut gelap itu, hingga ia menemukan Kiana. Ia menarik lengannya, menekannya dan meremukkan sedikit jemarinya.

"Jangan pernah keluar dari rombongan, aku menjagamu." Ungkapnya tulus.

"Matt," imbuh Kiana bergetar. "Kita kalah dalam angka." Katanya jujur.

Matthew semakin memperdalam eratan tangannya, ia tahu itu, sebelumnya ia mengintip hutan di luar. "Aku akan menolong kalian."

"Kau harus selamat."" Pinta Kiana. Untuk waktu sejenak, seakan Kiana benar-benar takut kehilangan Matthew hari itu. Ia memeluk Matthew membawa tengkuk lehernya masuk ke rambutnya erat-erat. Dan ia menatap iris birunya dalam, Matthew kembali berbalik, menarik pedangnya bersiap. Namun tiba-tiba suara bergeser besar menggelegar luar biasa, menyakitkan telinga dan dada yang semakin terpompa adrenali. Ada lagi masalah yang muncul.

Atap yang menutup lubang utama itu akhirnya terbuka karena jatuh dan deretan Lonk masuk bagaikan lebah ke sarangnya. Mereka menuju rombongan yang akan keluar dan terbang di dalam Vanella.

"Buka gerbangnya sekarang!" Matthew memekik nyaring, kini ia mencemaskan semua.

Gerbang membuka dan jajaran prajurit mulai menuntun keluar, mereka langsung membunuh semua Lonk yang terlihat sebelum terbang untuk menyakiti ke rombongan utama.

Mereka berlari dan prajurit yang mengelilingi rombongan utama terus membunuh dan melindungi semuanya.

Di ladang pembantaian di luar Flyanger, kehiruk-pikukan terus berlanjut tanpa henti. Perbandingan mulai terkikis saat Lonk tak hanya kabur melainkan menyerang. Perlahan prajurit Sonya terkikis dan membentuk kekhawatiran baru. Lonk yang diajarkan master mereka untuk melawan bagai prajurit mulai anarkis dan melawan di luar prediksi. Mereka terkadang membawa anak panah yang terbengkalai dan mereka menusukkan ke leher setiap pria. Saat para Lonk terbang mengarah pada targetnya diam-diam mereka membawa anak panah yang tersembunyi, lalu saat menabrak mereka acap menusukkan anak panah ke seluruh tubuh, mempercepat kematian.

Goffer yang bajunya tidak mengkilat lagi mulai lelah, ia menatap sekelilingnya begitu porak poranda. Lumuran darah membanjiri dan bangkai bertumpuk. Ia mencari satu rekannya saat keresahannya mulai menjadi-jadi.

"Jas!" Panggilnya lantang.

Pria yang terpanggil menoleh walau masih sibuk membunuh Lonk yang sibuk menghantamkan sayap kerasnya untuk melukai.

"Di mana regu pemancing?!" Matanya memerah, mencari keberadaan regu dengan putra mahkota di dalamnya yang harusnya kembali setelah memancing Lonk. Berjam-jam lebih mereka melawan, menunggu, membantai, tapi regu itu belum terlihat.

"Entahlah!" Pekiknya jujur, ia memukul wajah Lonk dengan tangan kosong sampai jatuh, kemudian pedangnya terangkat dan menusuk dalam kepala Lonk yang di tanah.

"Sudah seharusnya mereka sampai keluar dengan rombongan Vanella." Ujarnya lantang.

"Artinya mereka ke timur!" Asumsi Jason.

"Di mana Akhna Slagen?!" Ia lagi-lagi sulit mencari orang penting di kerumunan orang luntang-lantung. "Slagen!" akhirnya ia menemukan sendiri.

Kapten satuan sihir yang tak terlalu banyak bergerak itu mendatangi Goffer. Tudung putih gadingnya yang menutupi kepalanya terus merekat matanya sayu kelelahan.

"Ini saatnya melakukan perintah Raja." Gugusnya Goffer cemas.

Akhna yang merupakan keturunan penyihir kuat kaum Hervodus menunduk, mulai pamanasan. Goffer benar, keadaan semakin genting dan ia ingin peristiwa itu segera tuntas.

"Siapkan batu Osmos!" Pekiknya. Dan pasukan miliknya mulai melakukan perintah.

Terompet tanda menggunakan batu Osmos berbunyi satu per satu memberi tanda pada pasukan. Goffer menarik beberapa regu untuk membawa batu Osmos. Batu Osmos yang dibawa dengan kereta di berbagai titik mulai datang, batu merah kecil yang bertumpuk bagaikan pasir itu mulai diambil satu per satu prajurit. Lalu mereka membentang luas ke segala arah.

Mereka menyatukan batu Osmos ke anak panah dan mereka sudah mulai menariknya ke langit. Goffer ikut mengambil batu Osmos, menariknya dan membidik kawanan Lonk yang masih terbang datang.

Slagen menarik nafasnya, langkahnya ringan menerbangkan debu di tanah. Ia maju paling depan jauh dari pasukan. Lengannya terbentang dan kepalanya menengadah ke langit hingga kekuatannya mulai aktif. Ia melakukan telepati dengan wakilnya -yang memiliki keturunan sama- di bagian utara di mana penyerangan sama besarnya seperti di barat. Dan setelah keduanya terkoneksi, berdua melakukan hal yang sama.

Rekannya memberi perintah yang sama dengan batu Osmos itu. Lalu ketika penantian menunggu, keduanya mulai bertelepati bersamaan.

Keduanya membaca mantra-mantra dan mengerahkan kekuatan besar mereka untuk hari itu. Mereka berdua sama-sama mengulurkan kedua tangan, meresap energi alam untuk mengisi paru-paru dan menyelaraskan kekuatan. Aba-abanya ditunggu, momen mendebarkan itu dirasakan ribuan prajurit yang menahan anak panah.

"GAMAR!!" Pekik mereka berdua yang artinya 'serang' di bahasa Hervodus.

Ribuan anak panah membawa batu Osmos merah melayang dan ketika satu anak panah menusuk Lonk, ledakan besar terbentuk. Api yang membungkus langit menebar luas, anak panah yang menancap Lonk lainnya menghancurkan Lonk di udara dan sisa anak panah yang tak mengenai Lonk tetap meledak karena api membakar batu.

Saat api melingkari udara kedua keturunan Hervodus itu mengangkat kedua tangannya di langit dan mendadak api di langit dikendalikan mereka. Api itu berjalan rata di langit bagaikan ombak yang berjalan, membakar Lonk di belakang dan tak dapat kabur.

Di wilayah utara, pria yang mengenakan tudung putih gading itu juga mengendalikan api di langit, menjalankannya hingga meluas ke segala arah seperti ombak yang menepis lautan, bahkan api rekannya di barat terlihat di daerahnya.

Api di langit berjalan dan memangkas Lonk satu per satu, menciptakan jeritan mengerikan di udara yang terdengar sampai ujung belantara. Slagen dan rekannya terus mendorong api untuk menggapai langit milik Lonk, membakar mereka.

Hingga semuanya berhenti beberapa meter setelah sungai, kekuatannya tak mampu menandingi batu Miom yang efeknya masih aktif.

"Maju! Sekarang!" Goffer memekik mendorong menyerang sisanya. Dan kini mereka unggul.

"HYAAAA!!"

Menyeberangi hutan Flyanger, ratusan orang yang berlarian mulai gaduh. Lonk terbang di atas kepala dan rasanya setiap saat seperti cakar mereka sudah satu jengkal di atas ubun-ubun. Kelelahan mulai terasa, prajurit-prajurit kian melambat dengan gerakan namun Lonk masih lincah bak kera. Mereka melompat dari batang pohon satu ke pohon lain, berlindung di balik daun sebagai penyamaran. Anak panah yang mengarah padanya pun lepas memberi kesempatan.

Hingga Lonk yang lolos itu kini turun melesat ke tengah rombongan utama dan saat itu sayapnya melebar menahan tubuhnya dan cakarnya keluar sembari menggaruk satu tubuh keluar dari rombongan.

Teriakan wanita mulai menggema lebih memilukan dan wanita di sekitarnya berjatuhan dalam kepanikan histeria. Satu Peri membidik Lonk yang terbang tadi, namun ia lepas.

"Bangun! Bangun!" Pekik Ugrah cepat-cepat masih berlarian menjaga rombongan utama.

Yana yang ikut panik jatuh di antara kerumunan, tubuhnya menggigil luar biasa. Kiana melihat gadis itu ketakutan luar biasa dan menatapnya sebagai adiknya sendiri, ia berlari menangkap tangannya. "Yana, bangun," ujar Kiana buru-buru. "Kamu tidak mau berakhir sial sepertinya."

Yana meringis mencoba berdiri dengan kakinya yang meleleh lalu ia melanjutkan lariannya dengan semua orang. Lonk kembali menyalin perbuatan sebelumnya bersembunyi di balik dedaunan untuk menghindari anak panah. Lalu turun dengan laju, mencari mangsa dan mengoyak mereka

"Arrrrrrrrrgggghhh!"

Pekik layu seorang pria berderu tiap saat. Matthew menjadi resah kian lama, ia menarik pedangnya pada Lonk yang terbang lurus, dan ia membelah perutnya. Matthew menjaga dari arah kanan bersama Ugrah, agar setiap saat ia bisa memantau Kiana. Raydon bercucuran keringat, sampai kapan pun ia tak akan berhenti dengan menjaga Yana.

Mendadak rombongan berhenti ketika mereka sampai di ujung jurang, lerengnya curam dan memiliki celah. Ada jalan licin dan sempit untuk turun ke pinggir lereng dan menuju sungai kecil di bawahnya. Di depan mereka dataran tinggi yang terhampar dua kali lebih tinggi, air terjun kecil membisik di bagian kiri dan menyuplai udara dingin.

Di ujung dataran tinggi seberang, mereka dapat melihat bendera khas Loral, wajah babi hutan dengan dua taring besar di bibir melengkung keluar.

"Ini buntu!" Jerit satu prajurit di ujungnya.

Semua mulai membentuk formasi mengelilingi kelompok selagi berhenti. "Turun! Ke jalan setapak dan menyeberang!" Pekik Ugrah.

Sungai di bawahnya hanya sekedar batuan karang, seperti air kolam yang berpencar, namun itu terlihat seperti lahan kosong yang cocok untuk meringkus mangsa lainnya bagi Lonk.

Kiana dapat melihat jurangnya lalu ia melihat dataran tinggi di depannya, ada sebuah bangunan kosong tanpa penjaga dari Loral. Ia memiliki sebuah ide, namun bertentangan. Namun ia hanya memikirkan Matthew, hanya Matthew satu hari itu.

"Jalanannya terlalu curam! Mereka bisa mati di sana dengan Lonk masih bersembunyi!" Jerit Kiana besar, tak seperti biasanya.

"Turun! Kita menjaga dari atas! Sekarang!!" Perdebatan mulai memanas.

Kiana menahan tangisan paniknya, dan ia menyerah. "Cepat! Cepat!" Jeritnya mendorong semua orang ke kanan menuju jalan kecil yang hanya dapat dilalui satu orang di celahnya. Jalanan itu menuju jalan kecil di bawahnya, mungkin bisa menyembunyikan sejenak.

Nafas Kiana mulai terpingkal-pingkal, entah baru dia yang sadar atau semua sudah, namun kawanan itu terpojok di ujung sana. Ratusan Lonk masih terus berdatangan di atas, semakin beringas mencari celah untuk melukai para penjaga.

Lonk berkumpul melejit dan pasukan mulai membobrok terkikis. Teriakan demi teriakan melolong, perlahan mereka sadar kalah jumlah dan tenaga. "Pertahankan posisi!" Jerit Matthew dan ia terus menebas Lonk.

Bahkan rombongan baru sampai di lereng bawah dan belum naik ke dataran tinggi menuju Loral, namun prajurit sudah kelelahan luar biasa.

"Matthew!" Teriakan memanggil membuat pria itu langsung menoleh. "Kau harus memindahkan semua ke atas!" Titah Kiana putus asa.

Matthew memikirkan hal yang sama detik itu, lalu puluhan pria ikut berpikir yang sama dan keadaan semakin genting dan berbahaya.

Namun tak sempat ia berpikir Lonk mengarah pada Matthew, ia membentuk perisai dengan pedangnya dan ia hampir tercabik. Lalu ia lupa ada perbincangan, memilih melindungi kerumunan di belakang.

Kiana menatap satu per satu wajah orang-orang yang menjaganya, terbukti mereka mulai lelah dan rentan dengan penyerangan bertubi-tubi. Putus asa mulai menyerang, ditandai dengan jerit kesakitan. Ia semakin panik saat langkah kaki para pria bukanlah maju, melainkan mundur, yang artinya mereka sudah mulai tak sanggup menahan.

Kiana mencari pimpinan Vanella dengan rasa emosi. "Tuan Azerya!!" Kini Kiana yang beraksi. "Lepaskan batu Miomnya dan biarkan Matthew memindahkan semuanya!" Jeritnya besar. Ia otomatis sangat heroik ketika semua nyawa dalam bahaya seolah dirasuki arwah bangsawan.

Tak ada jawaban Kiana semakin mengamuk. "Aku tak mau mati karena menyelamatkanmu dan batumu saja! Aku mau menyelamatkan orang-orang ini! Hancurkan batu Miomnya dan biarkan kekuatan menyelematkan kalian!" Kiana memberi masukan lantang matanya membesar keji dan nafasnya keras.

Dan Raja hanya memberikan raut kebingungan dan takutnya, pria tua yang sudah hancur pikirannya terus dilindungi oleh seluruh pasukan. Ia begitu egois, memilih batu ketimbang orang-orang yang sekarat. Bahkan tidak ada sahutan yang dianggap sebagai penolakan.

Dan Kiana menjadi marah besar, ia menabrak satu per satu orang demi menuju dia. Lalu saat dicium bau pemberontakan, para Peri mengarahkan senjata ke arah Kiana bentuk proteksi bagi Raja mereka. Matthew menjadi tegang melihat aksi Kiana.

"Kita bisa menyelamatkan kalian! Tapi batu Miom itu membuat kami lumpuh! Lihatlah sekelilingmu! Mereka akan mati! Aku akan mati! Sahabat-sahabatku akan mati! Jika kau memilih dengan hati bersihmu pada kebenaran yang dapat menyelamatkan semuanya, maka kau akan melakukan apa yang harus kau lakukan! Semuanya harus cepat pindah, atau Lonk yang akan memindahkan nyawamu ke dunia lain!" Jeritnya, matanya berkaca-kaca, suaranya pecah dan parau.

"Jika barisan terdepan habis! Semuanya tidak akan selamat!" Raydon membantu, ia memikirkan Yana selalu.

Ia hening, setiap prajurit menatap Kiana tajam.

"Hancurkan batu Miomnya di air di puncak Vanella," usul Yana. "Itu menghancurkan batu dan kekuatannya, maka mereka bisa leluasa mengeluarkan kekuatan." Ia memihak Kiana.

Mendadak tanah bergetar berulang kali saat Lonk raksasa mendarat dalam jumlah banyak, mereka memberikan wajah agresif mematikan pada sekumpulan manusia itu. Semua pasukan mengumpulkan keberanian karena faktanya Lonk ini adalah jenis yang terkuat, mereka punya tanda putih dan kuning dan badan mereka setinggi 3 meter.

Matthew dan yang lainnya membentuk formasi lebih ketat. "Kee! Bawa mereka terus! Jangan berhenti!" Jeritnya, tak ada pilihan lain.

Kiana menatap Matthew, keningnya mengerut sedih rasa takut. Ia hanya melihatnya dari kejauhan bertahan susah payah, ia tak mampu melepaskan pandangannya ke arah Matthew, semua seolah bergerak lambat juga detakan jantung berdua.

Rombongan mulai berjalan lagi menuju sungai di bawahnya saling dorong-mendorong, perlahan dengan penjagaan ketat. Hujaman cakar Lonk terus menembus kulit setiap pria, menjatuhkan perlahan tak berdaya, bau amis darah sudah terbang menghidupi hutan.

Mayat tersebar dengan air mata di mana-mana, teronggok di tanah setelah kalah. "Mundur! Mundur! Mundur!"

Gemaan kata itu seperti redup dan panjang, keputusasaan yang merebahkan semangat setiap orang. Perlahan mereka mundur dengan kewalahan di pinggir jurang, memaknai setiap nafas dengan kesempurnaan hidup di detik-detik terakhir.

Kiana di bawah sana menangis, ia berjalan goyah memikirkan Matthew yang sudah diambang batas hidup dan mati. Terbesit di kepalanya, mungkin salah ia memilih Vanella sebagai persinggahan. Dan setiap langkahnya terasa salah bila sudah menemui kejadian antara hidup dan mati.

Hingga sebuah anak panah yang berapi terlontar, menembus Lonk dan menjepitnya panas. Mereka melihat ke belakang di atas jurang, ratusan prajurit Loral datang. Mereka memanah semua Lonk dengan api memberi sedikit celah bagi pasukan untuk mundur dengan aman.

"Semuanya! Turun!" Pekik Matthew merajuk pada prajurit kali ini.

"Turun!" Ia didukung Ugrah dan ia memberi kode pada pasukan Sonya untuk ikut turun.

Semua mulai turun mengikuti rombongan dan hanya tersisa Matthew yang menjadi bintang penyelamat. Kiana mendengar suara Matthew di atas dan jantung Kiana semakin merosot saat sadar maknanya.

Ia menyiapkan kematiannya sendiri.

"Matt?" Kiana bingung, lalu kakinya berjalan kembali naik menemui Matthew. "Matthew?! Errol? Mengapa dia tidak turun?" Tubuhnya tidak bisa lewat, banyak prajurit yang berada di depannya berlari dari Lonk kuat, Kiana juga melihat Errol tapi tidak Matthew.

Raja melihat Kiana iba, untuk sesaat rasanya dada tua miliknya bersih. Mata kaburnya kembali sehat dan dapat melihat kehancuran total kaumnya yang berkorban demi dia, ia baru sadar saat menatap wanita yang menangis, tangisan tulus sampai membuatnya terkulai lemah seperti Kiana, ia ingin kembali, berani kembali ke atas demi sesuatu yang ia takuti.

Ia sadar semuanya hancur dan ia menatap batu Miomnya. Lalu perlahan ia berhenti. Kakinya memutuskan pindah alur, ia mundur, mengarah ke arah sebaliknya.

Penjaganya bingung dan mereka menatap tubuhnya yang berjalan sendiri. "Tuan!" Panggil mereka.

"Tetap di sana." Ujarnya dingin. Ia tetap berjalan sampai atas menerobos prajurit hingga menemui Matthew di atas.

Matthew manatap kaget di sebelahnya lalu bingung apa yang dilakukan pimpinan itu di atas.

"Tuan Tibalt, aku mohon padamu untuk memindahkan mereka nanti. Aku akan berhutang banyak, bawa mereka kembali ke Radella." Ujarnya lemah. Matthew menatapnya bingung.

Tanpa kata-kata lagi, ia membuka bungkus di batu Miomnya. Ia membuka telapak tangannya di atas batu Miom, menetralisir tubuhnya untuk mengambil satu kekuatan yang pernah dihisap batu Miom. Dan perlahan sulur hitam pakat mulai keluar dari batu Miom, membungkus tubuhnya bagai asap.

Dan mendadak ia hilang berteleportasi, ia mengambil kekuatan di batu Miom yang pernah menyerap kekuatan teleportasi. Lalu ia muncul di ruangan Vanella dengan Lonk yang berada di luar.

Ia berada di depan batu air itu dan batu Miom ia lepaskan di air. Ia mendengar suara pintu terdobrak dan langsung saja kawanan Lonk masuk dalam jumlah banyak, menghancurkan tubuhnya di Vanella. Tepat di saat itu batu Miom hancur meleburkan semua wujud dan kekuatan.

Lucas dalam kekacauan tiba-tiba merasakan batu miliknya memanas dan tangannya mendadak mengeluarkan sulur listrik tanpa ia kendalikan. Ia takjub dan sadar kekuatannya sudah kembali. Begitu pula Raydon, Errol, dan Matthew.

Lucas menyambarkan petirnya ke puluhan Lonk, membuat mereka terhempas dan suara petir menggelar membuat gendang telinga yang sakit. Namun masih banyak puluhan yang datang.

"Naik! Semuanya naik!" Pekik seorang pria dari Loral di atas.

Matthew mendengar, tak ada waktu banyak. "Turun ke bawah, semuanya." Perintahnya pada pasukan yang tersisa tahu batu Miom sudah hancur dan kekuatannya bisa ia kendalikan.

Ia melihat ke jurang bawahnya rombongan tepat di bawah kakinya. Ia melirik Lucas yang berada bersamanya. "Kau juga Lucas, bawa mereka ke Loral dengan aman dan Kiana!"

Lucas melirik Matthew cemas ia tahu itu buruk. "Matt, kau tak harus melakukannya."

"Aku akan memindahkan kalian ke atas." Suara Matthew lemah, hatinya mengatakan pilihan itu yang terbaik.

Lucas tak mampu berkutik, ia melihat Lonk besar datang dan untuk sekali ini ia mengeluarkan petir yang besar hingga semua barisan Lonk terbanting dan mati, untuk Matthew bisa memindahkan. Lucas turun dan mengikuti semua di bawah.

Matthew mengangguk lalu tatapan sengitnya menoleh ke arah Lonk.

"Lucas! Di mana Matthew?" Tanya Kiana panik, suaranya hancur ingin menangis. "Lucas!!"

"Dia akan memindahkan kita semua." Ujar Lucas pelan.

"Apa? Lucas, dia tidak bisa memindahkan banyak orang! Dia masih belum mampu mengendalikan kekuatannya sendiri. Dia bisa sekarat, seperti saat kita pindah ke Clemanos. Ia membutuhkan tenaga yang besar! Tapi dia sekarang lemah!" Belanya ketakutan. Ia panik dan tak berfikir dua kali lalu tubuhnya berlari menyelamatkan Matthew. Errol melihat aksi Kiana yang sangat bahaya dan dengan cepat ia menangkap tubuhnya.

"Jangan! Kamu harus berada di lingkaran." Usik Errol. Kiana meronta-ronta di dekapan Errol yang menahan tubuhnya.

Matthew di atas sana menarik nafas banyak. Ia meraskan batu di kalungnya tengah memanas, lalu lengannya terangkat, berjongkok dan menyentuh tepi jurang di mana di bawahnya terdapat kerumunan orang, ia memusatkan tenaganya ke kerumunan orang di bawah.

Dari tepi jurang, perlahan ia mulai melihat sulur biru gelap yang terbang mengitari semua orang bagai kepulan asap melingkupi batas ruang yang akan ia pindahkan.

Tanah mulai bergetar, dimensi rasanya kosong dan pikiran orang mulai dibuat pusing karena efeknya. Matthew menggeram keras, sulitnya memindahkan orang banyak ke atas. Ia mengangkat tangannya dan sulur biru gelap mulai menebal dan saat ia berteriak ia mengepalkan tangannya menepuk kedua telapak tangan keras dan semua orang menghilang. Lalu mereka berjatuhan di tanah seberang.

Kiana jatuh dan ia tak berpikir banyak selain buru-buru mencari tempat untuk melihat Matthew. Berlari lebih dekat ke ujung jurang. "Matthew! Kembali!" Panggilnya dan ia ditangkap lagi oleh Errol.

"Errol selamatkan dia!" Pekiknya lemah, matanya sudah membengkak menangisi Matthew yang sendirian di seberang sana.

"Pergi! Masuk ke dalam! Sekarang!" Jeritan pria besar dari Loral memerintah.

Semua orang mundur kembali dengan ratusan penjaga yang menuntun ke balik tembok hitam mereka. Lalu Kiana masih menatap Matthew penuh derai air mata dan saat pupil kecilnya merekat penuh ketakutan, ia melihat satu Lonk besar berjalan di belakang Matthew, memiliki warna putih dibagian lehernya. Ia mengeluarkan cakarnya dan puluhan panah api dari Loral belum mampu membunuhnya.

Lidah Kiana kelu dan kepalanya hampir pecah melihat itu, hingga Lonk yang mendekat dari belakang Matthew di seberang sana menusukkan keempat cakar dari punggung Matthew.

"H-uugh-." Erang Matthew kaget.

Kiana seolah ikut sekarat melihat dengan mata kepalanya sendiri pria itu menahan sakit, bola mata birunya membelalak besar dan berair. Tubuhnya diangkat Lonk beberapa meter dari tanah, menarik tubuhnya melawan gravitasi, mata kuning menyala Lonk melirik Kiana di seberangnya penuh pencitraan musuh lama dan Lonk mencabut cakarnya.

Matthew jatuh dengan lutut dahulu, tubuhnya lemas. Lonk di belakangnya pun tertusuk satu panah api paling besar di dadanya, dan ia mundur, terbang untuk kabur.

Pria berambut gelap itu diam di sana, tangannya lemah tak bergerak dan matanya menutup. Dan entah apa yang membuat Kiana yakin, bila ia melihat kematian. Hatinya menggumamkan kata kematian terus menerus tanpa sebab, dan ia hampir pingsan melihat itu.

"Tidak!!" Jeritnya histeris. Ia terpukul luar biasa. Lalu tubuhnya terangkat sendiri dengan Errol yang terpaksa memikulnya. "Matthew! Tidak!! Matthew- M, matt! M-Matthe." Ia menangis luar biasa. Memanggil nama pria itu terus menerus bagai orang gila dan tubuhnya mengamuk di dekapan Errol.

Errol dan Kiana sangat lemah melihat pemandangan itu, sadar bila kematian itu begitu kental dirasa, namun jika Matthew, mereka tak sanggup seumur hidupnya. Kiana menjerit berulang kali, meronta penuh histeris tak ada hentinya memanggil Matthew. Pasukan pun menggiring mereka masuk ke Loral, di balik tembok kokoh hitam dilindungi dari Lonk, saat kematian kental dirasa.

*****

-DOUBLE PART! KARENA KALAU DIPUTUS TENGAH JALAN PASTI KALIAN GAK DAPET FEELSNYA #ANGELFACE . SO BAGAIMANA?

-Im not gonna saying to much, just #Vote #Comment and #Choose for #Wattys2016.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro