Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 24 - Pembantaian Flyanger 1

Menit menjadi begitu mendebarkan menjelajahi hutan Flyanger, mengandalkan aroma dibandingkan penglihatan regu memasuki pelan-pelan hutan. Lonk selalu istirahat saat siang, namun hewan buas itu tetap tak terprediksi. Mencari sarang Lonk di antara hamparan luas hutan bukanlah perkara mudah, tapi banyak pria dari regu itu pernah berurusan dan mengenal jauh mengenai Lonk.

Mencari petunjuk dan jejak yang ditinggalkan Lonk di antara batang pohon yang besar regu belum mendapatkan hasil. Terkadang mereka menemui goresan besar di pohon juga dahan yang patah di atas menggantung, bisa jadi beruang, macan hutan, tanduk rusa, cula badak, dan sebagainya.

Xavier dan komandan Ugrah memimpin setiap regu, Ugrah berjalan di tengah rombongan dan kadang mencuri pandangan menjaga Xavier. Dia memang banyak melakukan perjalanan, tapi seorang komandan tahu bahkan tanah bisa beracun dan angin membeku, tidak ada yang bisa diterka. Xavier mendapatkan ide untuk pasukan di belakang mengingat menit di dalam sana berjalan sangat lama dari biasa. Karena baginya, ketika saatnya mereka berlari menuju Vanella, tidak ada banyak waktu untuk kembali ke pasukan yang menunggu di luar.

"Setengah dari kita harus ke arah Vanella." Saran Xavier di tengah-tengah perjalanan, membungkuk dan menggenggam pedangnya seraya berjalan.

"Tapi tuan? Regu pemancing Lonk akan kesulitan setengah mati saat kembali nantinya bila kita berpencar." Ungkap seorang pria terdengar tak ceria tentang ide itu.

"Tak apa, komandan Blasim yang memimpin perjalanan ke Venella. Aku memimpin regu pemancing." Ujar Xavier, ia menatap ragu-ragu pria tua di barisan seberangnya.

"Tuanku!" Pekik seorang pria di samping Xavier kaget. "Sangat berbahaya memancing keluar koloni Lonk."

"Itu yang kita hadapi saat ini, kita berjalan dengan bahaya yang menemani. Komandan, nanti saat sudah sampai di Vanella, kau lebih dahulu masuk dan membawa mereka keluar. Selagi kalian keluar, kita memancing Lonk untuk bubar. Pastikan kalian sudah dekat di Loral, ada prajurit Loral yang menunggu dan mereka bisa membantu mengalihkan perhatian Lonk selagi kalian menyelamatkan kaum Peri ke dalam Loral." Jelas Xavier, ia berharap idenya di dengar semua dan tidak hanya komandannya saja.

Tidak ada pria yang berkata kemudian, rasa menurut karena dia putra Raja membuat semua menurut walau mereka tahu itu ide konyol dan bunuh diri. Ugrah berjalan meninggalkan kudanya di anak buah lain menuju Xavier. Wajahnya tidak menunjukkan keceriaan setelah Xavier memberikan ide, tentu saja ia tahu apa resiko bagi grup pemancing Lonk. Ugrah berjalan mengikuti Xavier tanpa kalimat. "Tidak setuju ha?" Tebak Xavier.

"Tidak ada banyak proteksi di sekitarmu nanti," Ugrah menyangkal. "Mari kita lakukan pertukaran, kau menuju Vanella menjemput teman-temanmu dan para Peri, aku memancing Lonk, bagaimana nak?"

Xavier terkekeh. "Kau masih seperti dulu komandan, melihat aku sebagai putra Raja dan seorang Handstar yang terpuja. Saat aku kecil aku bermain dengan teman-temanku, berlari ke luar kastil memperluas pertemananku dengak anak-anak yang lain tapi kau di sana dan menarikku bila tempat seseorang sepertiku hanya di wilayah kerajaan sana. Kau sudah seperti itu komandan sejak aku kecil, bayangkan itu." Urainya.

"Jika tidak aku bisa diturunkan jabatan menjadi tukang mandi kuda." Ugrah mencium aroma lain, mulai meningkatkan kewaspadaan.

"Ayolah tuan, ayah menginginkan ini, dia ingin aku membunuh makhluk-makhluk agar menjadi Raja yang kuat. Aku muak mendengar ocehannya dan cara dia mempermalukanku di depan orang-orang. Clark beruntung, dia favorit ayah dan ibu sedangkan aku bukan favorit siapa-siapa." Xavier cukup merasa puas mengutarakan hal itu pada komandan terdekatnya, agar dia tahu, kemudian berharap gosip menebar dan semua penduduk Sonya mengetahui mengenai Xavier dan kerajaan.

"Kau favoritku sejak dulu." Ugrah menatap langit-langit gembira, memang benar. Xavier selalu memberinya kesenangan yang lain, sifat dan cara dia bersamanya sehari-hari mengingatkannya pada putri-putrinya.

"Komandan, aku mungkin akan terluka tapi aku tidak mau membiarkan Vanella dan kawan-kawanku ikut terluka di sana karena aku yang tak mampu membawa ke tempat yang aman. Aku selalu merubah rencana di tengah perjalanan, itu sikapku yang buruk. Tak perlu mencemaskanku aku akan berlari secepat yang kubisa dan kudaku kuat sekali." Jelas Xavier membujuk.


Komandan Ugrah diam tidak setuju, tetap tidak setuju, namun itu perintah dari putra mahkota di lain kewajiban ia harus memusatkan keselamatan anak Rajanya. Ia menghela nafas bingung. "Aku membawa 30, sisanya untukmu."

"Bawa 50 orang, pastikan kalian sudah membawa mereka keluar ketika Flyanger rusuh, dan aku akan menemui kalian di suatu jalan nanti." Titahnya tak mau.

Di persimpangan regu komandan ketiga Sonya berpencar mengambil arah kanan menuju Vanella.Ugrah membawa setengah pasukan menuju arah timur, ke arah Vanella yang ia ketahui begitu masuk ke hutan. Selagi Xavier ditinggalkan Ugrah, ia berjalan dengan waspada yang meningkat bersama pria lainnya. Semakin jauh dan masuk ke hutan Flyanger bagian utara. Pedang beratnya di dalam sarung terus ia cengkram dengan kuat, tidak ada suara hewan atau daun yang terbang, tiba-tiba hidungnya menghirup aroma lain.


Ia semakin waspada kakinya terus menginjak langkah baru. Bau semakin menyengat dan memaksa hidung untuk ditutup. Rasa resah mulai menggeliyati setiap orang, aroma busuk yang mengerikan semakin tercium dan akhirnya mereka melihat asal roma tersebut.

Dada tersentak liar ketika dilihat tanah kosong itu mempertontonkan gambaran mengerikan. Puluhan pedang tertancap di tanah dengan tegak rapi, pegangannya menunjuk langit dengan berbagai macam ukiran, tubuh tercabik-cabik dan rusak adalah perusak mata. Bahkan ada beberapa menancap di dahan pohon tertinggi dibawa terbang oleh makhluk di sana. Kerumunan lalat berdengung liar di tanah terbang mengurung aroma, para belatung berkumpul di setiap daging busuk.


Tak ada gumaman yang berarti di kerumunan, semuanya membisu mengacaukan pikiran. Ada yang sebagian takut ada yang sebagian berduka. Tanda kekejaman hewan brutal yang memperlakukan setiap orang sama seolah menciptakan dendam baru. Xavier tergagap menjelajahi tanah itu, ia melihat apa yang bisa Lonk lakukan.

Dan selagi Xavier melompati satu organ ke tanah kosong, ia semakin terkejut saat ia mememui satu kepala di dekat pedang yang tidak asing baginya, mengeluarkan darah kering dan mata yang membuka juga lidah yang keluar dari mulutnya. Ia tahu wajah itu, komandan Jarke Knanta. Anaknya yang ketiga ialah teman Xavier dan Xavier mengenal baik nama Knanta di rumahnya. Ia tak percaya melihat orang yang ia kenal menjadi korban kebencian Lonk, ia tak percaya lagi bila orang hebat itu kalah.


"Tetap waspada, kita sudah dekat." Katanya tajam pada pasukan yang mengikutinya di belakang, mencoba mengalihkan perhatian dari pelecehan yang mereka saksikan.


Ia merasakan kehadiran, angin kembali menerbangkan aroma lain jauh dari kesegaran. Cengkraman pedangnya ia eratkan dan kakinya yang terus melangkah kini terhenti saat bola mata madunya menangkap sesuatu di tanah.

Ia melihat sebuah lampu minyak yang pecah di tepian tebing dan jurang di depannya. Lampu minyak ditinggalkan dan tak berkepemilikan, ada jejak sepatu lama lainnya di dekat lampu yang artinya itu bekas seseorang dan sesuatu terjadi di sini.


"Kita menemukannya." Bisik Xavier, instingnya kuat.

Aroma tak sedap seperti bulu dan kulit yang lembabpun tercium. Ia menoleh pada beberapa pria di belakang mengkodekan untuk bersiap memulai pemancingan. Api yang besar harus dipersiapkan, bila kekuatan mampu dikeluarkan di daerah sana kemungkinan ia akan langsung melempar puluhan batu Osmos dan menghancurkan segera ratusan Lonk, namun kini hanya sebatas api dan minyak.


"Siapkan minyak dan apinya." Titah Xavier jauh dari jurang, belum saatnya mengintip di tebing. Lonk punya indra siang yang aktif, sensorik getarannya mereka rasakan dari kaki-kaki dan sayapnya. Dari jauh mungkin mereka hanya mampu mengendus aroma jenazah pasukan sebelumnya.

Seluruh pria acap tengkurap seperti yang direncakan sebelumnya, mereka layaknya kadal yang mengendap-endap untuk membantai. Semua pria mempersiapkan minyak dan beberapa pria mulai menyalakan api di tongkat yang menjadi obor. Xavier menunggu dengan peluh dingin dan keringat yang deras, secepatnya ia harus lari menemui kuda yang mereka ikatkan di tempat lain, kuda akan berisik bila dibawa ke sana sehingga hanya mereka yang ke sarang.

"Selesai tuan." Lapor seorang pria membawa minyak banyak.

"Baiklah, menyebar. Lemparkan dari jauh saja, jadi mereka tak dapat melihat kita di sini." Kata Xavier. Ia tak dapat melihat jelas jurang di depannya, cemas bila saja ada Lonk yang melihat pergerakannya.

Semua pasukan menyebar dalam barisan yang panjang, tengkurap di balik tanah. Minyak tanah begitu banyak untuk menciptakan kobaran raksasa dan obor yang dipegang oleh puluhan orang masih menunggu di setiap tangan.

Xavier tengkurap dengan mata masih tajam ke depannya bersiap dalam komandonya maka semua akan dimulai. Ia melirik kanan dan kirinya. "Dalam hitungan ketiga."

"Satu." Ia meneguk saliva kesiapan. Berasumsi sejenak bila Ugrah sudah membawa kawanan Vanella keluar.

"Dua." Setiap pria mulai mengangkat minyak yang berkilo-kilo beratnya.

Dan Xavier menunggu sembari berdoa akan keberhasilan. "Tiga!"

Ambungan minyak tanah besar terlempar dari puluhan orang, disusul dengan obor yang terbang bagaikan kunang-kunang yang menyala. Saat dilihat Xavier kedua benda itu terbang ke arah jurang dari kanan dan kirinya, ia mendengar minyak tanah menghantam tanah dan pecah di dasar jurang dan api yang jatuh menciptakan cahaya merah membakar mata dengan suara dentuman.

Mata Xavier menyala merah dan mereka langsung saja berdiri untuk berlari. Puluhan orang di belakangnya bahkan sudah terhuyung-huyung untuk kabur namun perlahan keganjalan mulai terasa.

Xavier merengut cemas saat hendak berlari, tapi kebakaran besar itu tidak membuat adanya perubahan signifikan berupa Lonk yang berterbangan bagaikan kupu-kupu terusir. Bahkan para pria yang lari itu mendadak berhenti kebingungan saat diperhatikannya tidak ada satu pun Lonk yang terbang dari sarang terbakar mereka. Hal itu semakin membuat Xavier dirundung pertanyaan besar, menarik raganya untuk menyusul ke tepi jurang untuk menyaksikan kebenaran. Matanya menjadi merah menatap kobaran api besar yang melahap seluruh jurang di depannya, semakin ia maju semakin dekat dengan tepi jurang, semakin panas wajahnya terpanggang.


Dan ketika ia maju dengan teratur kini ia semakin terkejut dengan kebenaran yang ada. Jurang yang tadinya ia kira memiliki ratusan Lonk yang tidur, nyatanya kosong. Jantungnya mendadak berhenti berirama dan kepalanya mulai dikuras dengan kebingungan besar. Akar-akar bagai temali yang menggantung sebagai tempat tidur Lonk kosong tak ada apapun, setiap jejeran lahan di bawahnya tak memiliki adanya pergerakan selain api yang memakan semuanya.


Dan ia dihujam kebingungan karena sarang Lonk yang kosong, ia merasa bertanggung jawab, namun ini membingungkannya. Sempat dikiranya bila Lonk sudah pergi, tapi jelas tidak mungkin. Sejenak Xavier menoleh ke belakang memperhatikan ragam raut kebingungan dan kaget semua pengikutnya di dalam kesunyian. Mendengarkan seksama api melahap jurang kosong yang besar itu.


Hingga jantungnya kembali berdetak dalam kecepatan yang berkali-kali lipat ketika suara lain mulai muncul dari atas. Nafasnya tercekik dan ia menoleh ke atasnya sigap bersama puluhan yang lain. Pedangnya menatap daun jauh di atas, guguran daun kering berjatuhan membelai seragam besi.


Kini ia sadar apa yang tersembunyi di balik kesunyian, apa yang sedang bersembunyi di balik kekosongan hutan. Dedaunan jauh di atasnya perlahan memunculkan sosok-sosok berwarna hitam, yang tadinya kuning coklat perlahan berubah hitam di sela-selanya. Bentangan sayap hitam yang bersembunyi di balik daun melebar dari ujung ke ujung. Dan semuanya bersamaan muncul dalam kapasitas dan ruang yang besar, kini bukan dedaunan di atas, melainkan sayap ribuan Lonk yang muncul dari persembunyiannya, menggelapkan hutan dengan sayap melebarnya.


Cekikan nafas para pria di belakang mulai berseru panik, mereka menengadah pada ribuan makhluk yang mengurung mereka di dalam. Semua tangan bergetar dan ketakutan mulai memusnahkan semangat.

Nafas Xavier habis dan pedangnya luluh lemah di tangannya, ia mengangkat pedangnya bersama lainnya menghadap ratusan Lonk yang menyebar di atas pohon. Bahkan mereka lupa caranya lari.

Hingga satu Lonk terjun bebas mengarah ke Xavier.

"ARGHH!!!!"

Suara teriakan menggema sejauh Flyanger melintas sampai ke telinga Ugrah dan regunya. Ia menoleh ke belakang dengan raut pucat pasi, telinga panjangnya bergerak saat suara desiran keras terdengar ditambah derak batang seperti berjatuhan. Jantungnya menggebu dan ia tahu Lonk mulai mengamuk.

"Lari!" Pekiknya besar dan ia membawa semua regunya terlebih dahulu menuju timur ke gerbang Vanella yang sudah dekat.

Hentakan sepatu besi menggebu dalam kehiruk-pikukan adrenali mengalir deras sampai ke tulang kaki. Ugrah terus mempercepat regunya menuju sisi bagian Vanella. Suara kibasan berat dan kasar mengoyak udara dan menjatuhkan banyak daun bagaikan hujan. Begitu kencangnya mereka terbang hingga memenuhi Flyanger. Jalanan tanah yang mula-mula kecil perlahan membesar, udara semakin terasa leluasa dirasakan Ugrah, hingga samar-samar ia melihat sebuah bangunan di penghujung matanya.


Ugrah menengok ke belakang belum ada satu pun Lonk yang terlihat, namun dari suaranya makhluk itu melaju dengan cepat dalam rombongan yang serempak. Ia mendadak merasakan suara di telapak kakinya berubah menjadi keras, tanah tadinya kini menjadi batu oleh jembatan. Gerbang Vanella menjulang membatasi terkunci dengan banyak orang berada di dalam. Dia mengumpat, Xavier terlalu cepat memancing Lonk dan dia belum membawa orang-orang Vanella ke luar mendekati Loral, sekarang fikirannya kacau.

Ugrah menghantam gerbang utama Vanella dan tangannya memukul-mukul kuat gerbang mengikuti insting refleksnya di keadaan genting.

"Buka gerbang ini! Komandan ketiga Sonya yang berbicara!" Pekiknya. Berharap suara gesekan baju besinya mampu menembus ketebalan beton.

Mata Ugrah melirik arah belakangnya gentar. "Panah!" Ia mempersiapkan kedatangan.

Gemuruh suara anak panah bergetar mereka membuat dua barisan sepanjang jembatan untuk menghalau predator terbang. Anak panah tajam telah diam di antara temali dan jari, menunggu sasaran yang masih dalam perjalanan, jembatan penuh dengan prajurit Sonya yang akan bertahan sekuatnya menghadapi ratusan Lonk. Tiba-tiba satu panah melesat, menjatuhkan Lonk ke dasar jembatan. Panah lainnya membeludak terbang dan menusuk organ-organ Lonk yang membuat oleng dan linglung, menubruk tanah keras dan jurang di bawah.


"Bunuh makhkuk itu!"

Barisan terdepan selanjutnya mengangkat pedang dan membelah Lonk yang turun menukik dan berjalan, menghunuskan serangkaian pedang ke titik kebinasaan. Menghindar dari cakar Lonk setajam pedang menyelamatkan diri dengan semampunya. Ugrah terus melemparkan anak panahnya tanpa henti walau jemarinya putus sekali pun. Gerbang di belakangnya tak kunjung membuka saat menit berubah menjadi waktu yang lebih lama saat menunggu, kepanikan melanda saat gerbang tak pernah terbuka. Keadaan genting dan menyakitkan komandan regu tersebut, berakhir baik atau musibah lainnya.

Di padang luas mengitari Flyanger mata terus memandang hutan dari kejauhan di bawah kelabu awan. Semilir angin membisiki telinga untuk tak takut, kaki menetap di tempatnya. Lalu dalam beberapa waktu menunggu semua orang mulai membulatkan mata saat hutan Flyanger mulai mengeluarkan pemandangan lain. Semua dapat melihat di bagian atas hutan bintik hitam yang terbang keluar dalam jumlah yang luar biasa banyak, bagaikan sarang koloni lebah yang terganggu.

Goffer memincing tajam mempersiapkan mental membasmi makhluk berdosa yang mengotori wilayah-wilayah bersih.

"Semua bersiap!" Katanya lantang.

Ribuan anak panah mulai terangkat ke udara menunggu Lonk terbang lebih dekat ke arah mereka. Barisan terdepan setelah sungai mempersiapkan pedang dan busur, kedatangan Lonk begitu banyak dan mengarah pada mereka.

Hingga desingan dan pertumpahan mulai terjadi di barisan terdepan. Teratur dan pasti suara ricuh semakin meningkat dengan rombongan Lonk yang masih terbang liar di langit ke segala arah.

Goffer di atas kudanya memandang ribuan Lonk yang datang ke arahnya. "Pemanah! Siap!" Titahnya menunggu waktu yang pas. Ribuan anak panah di segala arah membidik langit, menahan dengan kuat sampai ada suara Goffer lagi.

"Lempaskan!" Ribuan anak panah terbang ke udara bagaikan hujan. Ratusan Lonk di barisan pertama di langit mati terdampar berjatuhan bagaikan buah kenari menyisakan sisa di bagian belakangnya yang masih jauh.

Goffer terus memandu dengan suara memekik luar biasanya dan semuanya mengisi anak panah dengan cekatan. Anak panah kembali melesat jauh ke langit dan menjatuhkan Lonk dan menubruk tubuh-tubuh pria di bawahnya.

"Pedang!!" Jerit Goffer untuk barisan terdepan, mengetahui waktunya ketika Lonk memutuskan untuk turun.

Hujaman besi tajam memukul pergerakan Lonk yang masih membeludak keluar dari Flyanger. Sebagian besar Lonk melawan dan pergi ke barat, ke bagian pasukan Sonya mendominasi. Beberapa yang ricuh mulai menggelegar menghancurkan hutan sendiri, memutuskan untuk bertindak tak terkontrol bagai ratusan semut yang menabrak sana-sini.

Busur terus menarik anak panah bertubi-tubi dengan singkat, jumlah pasukan Sonya yang menumpuk mengalahkan jumlah Lonk yang mendiami tempat itu untuk sementara. Lonk terpencar dalam perbedaan arah, yang lari ke arah selatan perlahan bertemu dengan penjagaan ketat dari daerah Redland dan daerah Lusiver. Pemanah mereka berjaga di atas ketinggian, membentang dalam baris penjagaan.

"Mereka datang!!" Pekik panjang pemimpin mereka. Anak panah pun terangkat mengarah jauh. Daerah kekuasaan yang kecil itu mulai melemparkan anak panahnya bertubi-tubi. Menjatuhkan mangsa ke tanah dengan keras hingga anak panah terakhir.

Utara memprediksikan lebih banyak Lonk yang datang ke arah mereka karena kepulangan Lonk akan menuju utara. Dan kali ini benar.

Dan timur, menunggu. Juga Vanella, belum bergerak.

Di kastil Raydon mengisi tubuhnya dengan persenjataan lengkap, tak ada baju besi yang ia bawa. Hanya busur, pedang dan batu A'din berharganya. Lengan besarnya cekatan merapikan seluruh perkakas perlindungannya, keringat di tubuhnya tiba-tiba mengalir dengan aura panas yang datang di Vanella.

Ia mencari sosok Sayana diam-diam, mengingat adiknya belum pulih seutuhnya dan keadaan begitu mencekam prioritasnya hanya untuk Yana semata sampai adiknya selamat.

Tanpa adanya raga Yana pun membuatnya gelisah, mimik wajahnya mulai gelisah dengan pemikiran yang tak karuan tentang adiknya. Dan ketika berbelok menuju tangga turun ke luar tubuhnya tertubruk dengan Yana.

"Ah." Erang wanita itu.

Raydon sempat menghabisi kepala Yana saat itu juga tapi berubah menjadi tarikan di tangannya bentuk penjagaan. "Dari mana kau?" Tanyanya marah.

"Santai Ray, aku dari bawah," jawab Yana terburu-buru. "Aku mendengar kegaduhan." Mimik wajah Yana mulai berubah.

"Di mana yang lain?" Raydon menoleh ke lantai bawah dari atas sana.

"Sebagian sudah mengumpulkan beberapa orang ke gerbang timur." Ujarnya gelisah lagi.

Mendadak suara kericuhan mulai tumbuh dari lantai dasar, Raydon menjadi semakin gelisah mendengar suara itu bukan suara ricuh yang santai melainkan pekikan-pekikan. Dan suara lonceng berdentang menggelegarkan dada mereka. Yana menoleh ke atas letak lonceng itu berada, lonceng itu ada di samping ruangan saat ia mengintip ke luar hutan lewat jendela. Dan apapun yang menyebabkan lonceng berbunyi seseorang telah melihat sesuatu yang mengancam.

"Yana!" Panggil Raydon dan menarik lengannya turun dengan cepat ke tangga untuk ke rombongan. Nafas Raydon sesak bersama Yana menyusuri tangga, di belakangnya banyak pria dan wanita yang ikut turun setelah mendengar lonceng.

Mendadak suara gemuruh dari atap terdengar seperti kaki-kaki raksasa yang berpijak. Suara terseret menyebar di atap dan akhirnya timbul suara keras bantingan dari arah luar. Mata hijau Raydon berair dan dadanya bergejolak sambil berlari, ia melirik ke atap yang tertutup kayu besar. Dan ia bersumpah ia melihat kayu itu bergeser. Lalu kecemasannya membeludak bila atap itu terbuka, karena ia tahu apa yang mencoba masuk.

"Atapnya bergerak!" Pekik suatu suara memanggil tanpa sosok.

Raydon yang sudah sampai di lantai dasar terus menggeret Yana ke bawah ke sisinya yang menurutbya akan begitu aman tapi tidak juga. Ia sudah dicari oleh kawanan prajurit dan kawan-kawannya, ikut panik ketika lonceng berbunyi dan mendengar suara hentakan dan gemuruh mengerikan di atap.

Akhirnya ia menemui semua yang mencarinya. "Sesuatu terjadi di luar dan itu membuat sarang Lonk berantakan dan setiap Lonk mengamuk!" Kata seorang pria mengenakan seragam lengkap dengan senjata.

"Pembantaian," gumam Raydon pasti dan ia memutuskan berlari menuju gerbang timur mendahulukan Yana.

Ia menemui ratusan kaum Peri sudah menumpuk dalam kerumunan kepanikan di belakang gerbang timur, terutama wanita yang memekik ketakutan. Sisanya adalah pria yang dituntut untuk membawa senjata dan melindungi sisanya agar dapat keluar.

"Di mana tuan Azerya?" Pria lainnya berlari panik bersama regu lain dari berbagai arah. Dan baru saja mereka mencari pria tua itu kerumunan penjaga datang membawa pimpinan Vanella yang dilindungi.

"Ada apa ini?" Rupanya dia tak mengerti juga. Ia datang dan terlihat menyelimuti batu Miom di depan dadanya bagai anak.

"Kawanan Lonk diluar rupanya diserang dan mereka terbang dengan liar di sepenjuru hutan. Dan Vanella menjadi kelinci lezat di tengah-tengah Flyanger." Sahut Kiana datang dari arah lainnya bersama Matthew, memperburuk suasana hati tuan Azerya.

"Sonya yang menyerang mereka dan Sonya tahu harus mengeluarkan kita dari Vanella." Tambah Matthew kewalahan, senang bila Sonya tahu keadaan yang membingungkan.

"Bagaimana kau tahu?" Tanya prajurit tertinggi Vanella.

Matthew hanya menatap santai. "Sonya kuat dan tidak memandang remeh masalah kecil," ia mengangkat bahu. "Kita harus keluar sekarang atau kita terbantai di sini bersama Lonk yang akan masuk dari atap."

"Kembali ke arah Sonya sangat buruk, jalanan menempuh waktu sangat lama untuk keluar dari hutan. Tapi jika kita ke timur kita bisa keluar dari hutan dengan cepat menuju Loral." Sela prajurit Vanella.

"Loral berada di dataran tinggi kita akan sulit mencapainya. Lokasinya menghalang kita sampai ke sana dengan cepat. Ada jurang di depan dan medannya begitu sulit." Sahut prajurit lainnya.

"Kita buat keputusan, biarkan wanita dan tuan Azerya menjadi prioritas utama. Sisanya akan menghalau serangan Lonk selagi mereka menyusuri medan." Usul Matthew, menunggu ketidaksetujuan dari yang lain.

"Kita tak punya banyak pria yang menjaga, kurang dari 300." Tentangan kembali muncul dari grup prajurit Sonya yang dahulu masih tersisa.

Suara langkah lari tiba-tiba begitu bising dan memunculkan dua sosok prajurit Vanella yang beraut pucat. "Ada sesuatu di luar gerbang barat, kita mendengar teriakan." Lapornya terburu-buru.

"Pasukan Sonya," gumam Matthew membelalak antusias. "Biarkan dia masuk!" Pekik Matthew dan berlari menuju gerbangnya.

"Bukan kau pemimpin di sini." Ada sorakan besar yang tak setuju. Membuat Matthew mengerem kakinya kecewa dan ia menatap tuan Azerya.

Cukup lama ia berpikir matang-matang tentang Vanella yang sudah di ambang kerobohan. "Kirim prajurit ke sana, buka gerbangnya dan selamatkan mereka yang berniat menolong kita. Lindungi bagian ini. Semua ruangan pastikan kosong, tinggalkan yang dapat membebani kalian diperjalanan." Setiap perkataannya yang lemah diikuti dan segera dikerjakan.

Matthew, Lucas dan diikuti prajurit lainnya berlari menuju gerbang barat membawa senjata lengkap. Sedangkan Raydon tak mampu melangkahkan kakinya lebih jauh dari sisi Yana, ia menjaga kerumunan kaum Peri di gerbang timur dengan Kiana dan Errol.

Backsound di media untuk memberikan kesan lebih tegang .x

>>>slide>>>

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro