Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 21 - Hubungan

Apa yang terakhir dilihat Raydon mengenai Vanella berbanding terbalik dengan hari itu, dahulunya Vanella adalah kastil di timur yang menjadi dambaan dan idola kaum lain. Sekarang, semuanya berubah bagai garpu yang terbalik. Vanella menjadi rentan hidup di tengah hutan tersebut, kesegaran terhisap menjadi gelap dan keruh, banyak kerusuhan yang terjadi di luar Vanella.

Peri yang selalu berjaga di luar Vanella sudah ditarik masuk demi kebaikan, berapa banyakpun Peri di luar, mereka tetap terkalahkan dengan koloni ratusan Lonk.

Raydon terlihat berjalan dengan pelan-pelan, sembunyi dari sesuatu, penuh kewaspadaan di lantai bawah tanah kastil, peluh keringatnya menetes menjadi dingin di kepalanya. Vanella memiliki sebuah lubang besar seperti atap, dilindungi kaca gelas bening, menyuplai udara segar dan cahaya terang matahari menyinari langsung seluruh lantai hingga ke dasar. Tapi sekarang lubang tersebut terlihat tertutup oleh sebuah kayu lebar, menghilangkan cahaya dari luar, membuat Vanella gelap biru bersama lampu yang menyala.

Lantai bawah tanah Vanella hanya satu setelah tangga dan ruangan kosong, hanya pilar rendah yang berdebu dan lantai pasir berdaun kering tak tersapu, kastil itu seperti ditinggalkan sesepuhnya dari dulu. Keindahan dan cahaya hilang di sana. Ada sebuah gudang di penghujung ruangan, terkunci dengan rantai pada gagang. Begitupula pintu di lantai seperti menuju jalan pintas, terkunci bagaikan penjara.

Suara langkah mengalun dengan tempo yang sama menuruni tangga, bayangan panjang yang semakin memendek terlihat bagi Raydon menunggu di balik kegelapan, dan seorang gadis menampakkan dirinya. Ia menemukan Ray berdiri tegap dan wajah yang ia rindukan, wajah ayahnya yang masih dimilikinya, bibir ibunya yang tipis dan maju di bibir atas, cambang gelap yang masih tumbuh sama seperti ingatannya.

"Ray." Suaranya serak, berjalan cepat untuk Raydon.

"Oh Yana, kemari," Raydon memeluknya, hangat dan ia merasakan rasa yang lain, kesedihan. Betapa teganya ia meninggalkan adiknya di sana, demi tujuan yang selalu sama. "Berapa lama kita berpisah?" Tanya Raydon bergetar, menatap manik mata hijau daun adiknya, masih tak percaya itu adiknya.

Gadis berambut panjang tersebut menahan tangisannya, menahan genangan air matanya dengan kuat. "10 tahun? Aku tidak menghitung, aku hanya mengingat." Katanya terkekeh, terharu.

"Dan aku membiarkanmu menderita di sini." Nada kepahitan dan penyesalan mengalun dari Raydon, begitu penuh luka dan rasa bersalah membiarkan adiknya di Vanella yang dikelilingi kengerian.

Sayana begitu cepat membasuh pipi sang kakak pertama sampai pertemuan itu benar-benar membuatnya lemah tak berdaya. Ia memeluk Raydon kembali, saudara yang tak pernah ia lihat selama 10 tahun lamanya, menderita atau bergembira di luar sana.

"Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi." Yana berbisik.

"Yana maafkan kakakmu," getaran nada Raydon tak terbendung. "Aku selalu memikirkanmu, tidak pernah berhenti, berharap dan berdoa bisa bertemu denganmu."

"Dan kau di sini sekarang." Senyuman Sayana menekuk lebar, tipis dan seperti saat ia masih kecil diingatan Raydon.

Ray menghela nafasnya pelan, tersenyum manis menatap adik kecilnya dahulu kini menjadi besar. Rambut pendeknya dahulu kini tergerai sepanjang pinggang, berwarna emas di ujung dengan warna sedikit gelap di bagian kepala hampir seperti rambutnyA. Suaranya begitu mungil bak gadis berumur 10 tahun seperti adik-adiknya yang lain.

"Lihat kau sekarang Yana, gadis kecil yang suka memukul bokong kuda kini menjadi wanita." Guyon Ray, seperti biasa. Ray menyembunyikan Sayana adik pertamanya di Vanella, cukup jauh dari utara dan di tempat aman saat itu. Ia bersama orang bayaran yang dipercaya ayahnya lagi untuk menjaganya, dan menjaga rahasianya. Hingga 10 tahun berlalu, pria itu wafat meninggalkan Yana di Vanella dengan mandiri. Ray beruntung Yana ditinggalkan saat usianya memasuki 14 tahun, sudah besar dan mampu menjalani dan memikirkan kehidupannya di sana.

Yana memukul lengan Ray, semakin keras tangannya. "Kau selalu ingat dengan itu." Keluhnya manja.

"Bagaimana aku bisa lupa? 'Dia tidak mau jalan, jadi aku memukul bokongnya'" Raydon mengulangi kalimat Yana kala itu dengan logat dan suara mungilnya yang percis. Yana berseri-seri, tertawa bersama kakaknya yang dirasanya sangat hangat. Sampai tatapan mereka pudar ketika keheningan menyapa, seolah ada perbincangan yang harus dikatakan dengan masalah-masalah yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi Yana? Mengapa Vanella menjadi seperti ini?" Ia menggelengkan kepalanya tak mengerti.

Sayana terdiam sejenak, merenungi keluhan yang kaum Vanella alami selama ini. Yana berjalan kecil menuju sebuah dinding dengan pagar setinggi lututnya, ia duduk di atasnya, menatap lurus dengan kosong daun-daun lama itu.

"Selalu ada kegelapan di tempat yang sempit, begitupula yang terjadi di Flyanger. Tuan Drashna Azerya mengadakan rapat mengenai kedatangan kegelapan di hutan Flyanger 4 bulan yang lalu. Kumpulan besar makhluk yang mendiami hutan meresahkan kastil dan menjadi masalah utama kala ini. Sampai hari itu datang ketika Tuan Azerya mengirim 3.000 pasukannya menuju sarang itu, untuk menghancurkannya." Yana menjelaskan.

"Aku di atas kastil ketika ribuan pasukan mulai menyerbu sarang Lonk, aku melihat dahan berderak menerbangkan puluhan burung, aku mendengar suara kuda memekik bersama anak panah dan busur yang menerpa hutan. Aku di sana untuk menunggu, tapi aku sadar aku tidak hanya melihat dan mendengarkan, tapi aku merasakan. Bukan perasaan takjub yang seperti kau pikirkan, perasaan terburuk yang pernah dirasakan setiap orang di Earthniss. Perasaan takut yang tak dapat kau rubah dan taklukkan, kau tak bisa lari dari perasaan takut itu bahkan dengan berlutut. Rasa takut yang menjatuhkan keberanianku di atas sana, aku merasakan kehadiran Black Shadow Terror."

"Pasukan sebanyak 3.000 itu kalah otomatis di dalam sana, saat mereka merasakan The Beast mereka beranjak kembali, namun Lonk mengalahkan mereka. Tuan Azerya kehilangan separuh pasukan termasuk di dalam sana kesatria dan pahlawan Peri dan utara dan timur, dia memiliki pasukan sedikit yang tersisa di kastil. Perlahan hari demi hari ia terus mengirim pasukan untuk membantai Lonk di hutan tanpa mau menyerah, itu sebuah kekalahan yang menyedihkan ketika pasukannya semakin terkikis demi hal tersebut. Dan ketika ia meyakini ia kalah di dalam perangnya sendiri, ia menyerah, ia memilih mengunci Vanella dari dunia luar, membiarkan Lonk di luar sana." Jelas Sayana pilu, bayang matanya masih menyisakan kepenatan dan ketakutan.

"Bagaimana kau bisa membiarkan ini terjadi? Mengapa mereka tidak mengirim surat untuk menjemput di sini?!" Raydon menggeram kesal merasa dirinya gagal melindungi adiknya sendiri.

"Setiap Phoes tak ada yang berani keluar dari Vanella setelah gerbang benar-benar ditutup, kita tak menerima surat dari Phoes di luar atau elang dan merpati pembawa surat yang tidak pernah kembali," Katanya. "Kami bersyukur kau datang, aku tak pernah lupa bagaimana gembiranya aku saat aku dengar nama Raydon Edgrado dari Lyither disebutkan oleh seseorang di sini, datang bersama pasukan ke Vanella." Senyum mengembang terukir di bibir tipis itu.

"Setengan pasukan," ralatnya, menundukkan kepala dalam kedukaan. Senyuman Yana mengikis, mengerutkan keningnya mencari jawaban. "Dalam perjalanan ke mari setengah pasukan mencoba membunuh Lonk yang mengejar kami. Tapi Lonk jumlahnya berkali-kali lipat dari jumlah pasukan yang bersama kami. Mereka tewas. Bersama komandan kami."

"Oh Raydon." Yana memeluk Raydon dengan rasa simpati yang dalam. Yana melepaskan pelukan, menggenggam tangan dingin Ray di atas pahanya.

"Seorang kesatria, pahlawan, komandan, dan ayah sepertinya tidak pantas mati seperti itu. Kebahagiaan di antara keluarganya dalam kematian yang harus ia rasakan." Ia menunduk pilu.

"Dan tugas selalu menghapus hal-hal yang bagus. Dia dan pasukan yang lain berkorban demi kalian, untuk sampai di sini." Ucap Yana, menggenggam erat tangan kakaknya yang besar.

"Kau gadis yang baik Yana."

"Ada sesuatu yang harus aku ceritakan padamu lagi Ray. Permasalahan yang kali ini cukup berat," kata Yana dan Raydon semakin mendengarkan dengan jeli. "Perasaan saat itu bukanlah perasaan yang seperti biasa, aku seolah jatuh ke dalam kegelapan, aku tersiksa dengan perasaannya, merasa aku akan mati saat berdiri di atas sana. Lalu semuanya berjalan buruk bagi mereka di luar, kondisi perang yang sengit itu dibuyarkan dengan kedatangan Black Shadow Terror."

"Kau melihat Black Shadow Terror? Kau melihatnya secara langsung?!"

Hal yang tak pernah ingin ia lihat, terpaksa ia lihat, hal yang paling buruk melihat makhluk itu dibanding merasakannya. Makhluk mistis yang telah bersembunyi dan berjalan di Earthniss selama ribuan tahun lamanya, dianggap mitos dan cerita belaka oleh beberapa golongan.

Yana menatap mata Raydon dengan lesu. "Dia besar aku tak pernah melihat atau mendengar yang seperti itu sebelumnya. Di ujung hutan, aku melihatnya terbang di balik kabut, mengibaskan sayapnya bagaikan seekor naga, tapi kepalanya seperti elang, tubuhnya tertutup kehitaman hakiki. Apakah ramalan itu benar?"

Ray mengernyit. "Ramalan apa?"

"Ramalan Plopox, 'bayangan akan kembali terbang dari tidurnya, bayangan yang akan mengalahkan sinar matahari dan terbang di bawahnya, bayangan yang datang atas panggilan, bayangan yang akan terbang di atas sebuah kota'." Urai Yana

"Bagaimana kau tahu ramalan-ramalan orang timur?"

"Aku berada di timur selama bertahun-tahun, tidak mungkin aku makan dan berfikir seperti orang utara, atau seperti seorang Edgrado. Ray, apa kau pikir mereka bisa menyerang kita? Atau kita sedang dalam bahayanya juga?" Katanya ketus.

"Tidak bila kita bertindak cepat. Ada bangsa Shaders yang bisa menjadi penolong. Keahlian yang mereka bilang sebagai penakluk Black Shadow Terror." Ray melirik tangga, berharap tidak ada yang tahu Yana adalah adiknya.

"Aku tidak tahu kaum itu ada atau mereka sudah punah, seperti orang Torin." Selanya.

"Yana," Ray menegurnya saat kalimat itu tak pantas adiknya sebutkan. "Aku bersama orang-orang dari Torin Maxima, mereka masih ada dan masih kuat. Aku bersama banyak orang terutama teman-temanku, pemegang A'din yang lain. Ingat perjanjian kita? Adik-adikku tidak pernah ada dan aku hanya anak tunggal, jadi jangan buat semakin jelas. Untung wajahmu tidak ada miripnya dengan ayah dan ibu, malah seperti paman Yolan." Ray mencubit hidung adiknya.

"Kau lucu Ray." Yana terkekeh, berdiri dan berjalan ke tangga kembali.

"Kita akan berbicara lagi nanti, aku janji adik manis." Ray tersenyum di balik badan adiknya, dan Yana mengacungkan jempolnya.

Kala itu Matthew muncul dari entah berantah, menemui sisa rombongan yang selamat dan mencapai 26 orang. Perwakilannya dan perwakilan Peri sempat berunding, para Peri memaklumi kedatangan itu karena mengingat kondisi di luar. Matthew berusaha menjadi sosok utama untuk memperkuat rombongan itu setelah komandan Knanta tidak ada, dia pernah diajarkan Raja Imanuel untuk percaya diri dan menjadi penyemangat untuk mereka yang lelah.

Errol membantu mengobati Lucas yang sedikit terluka di lengannya karena cakar Lonk yang menebasnya, merobek kain pakaiannya.

"Ke mana Raydon?" Matthew mencari di ruangan sederhana itu, gelap dan hangat, mungkin tempat berkumpul atau makan bersama milik para prajurit.

"Tidak tahu, jadi apa akan lama?" Errol melirik Matthew, membalut lengan Lucas dengan jeli setelah mengolesinya dengan salep yang diberi seorang Peri.

Matthew mencari Kiana yang tidak ada bersama mereka. "Setelah urusan Kiana selesai kita akan membicarakannya pada pimpinan Vanella, aku yakin mereka butuh bantuan kita juga."

"Tidak ada kekuatan yang bisa digunakan di sini, semua lumpuh." Tutur Lucas, menggerakkan lengannya setelah Errol menyelesaikan pekerjaannya.

"Kekuatan apa pun itu akan terhisap ke dalam batu Mior. Kau ingat batu yang dipegang tuan Azerya saat kita datang tadi? Sesuatu di dalam batunya bergeliat, berwarna hitam, mereka bilang itu adalah aura kekuatan yang akan dikeluarkan, semuanya terhisap ke dalam sana dalam radius berapa pun itu." Urai Matthew, telah dapat jawaban yang sudah ia dapatkan.

"Aku pernah membacanya tentang batu itu di Taniom. Dahulu batu itu menjadi salah satu batu yang paling diinginkan suatu kelompok -pada jaman sebelum banyak kerajaan merdeka-, orang-orang ingin menggunakannya untuk melindungi wilayah mereka dari sihir berbagai batu." Jelasnya.

"Terdengar rasis." Sela Lucas.

"Ya. Orang dulu membenci kekuatan batu sehingga mereka memperebutkan batu Mior untuk membuat teritori sendiri yang bebas dari sihir. Batu terus berpindah tangan dan tempat, dahulu mereka akan membuat sebuah kota terbesar tanpa sihir yang akan ditempati para orang-orang anti sihir dan batu Mior menjadi lambang kota. Kota sudah setengah jadi, sebagian telah ditempati sampai perseteruan kembali terjadi antara non-sihir dan sihir. Dan kaum Peri mengambil batu Mior setelah orang-orang itu menyerah dalam gejolak. Ketika batu Mior menjadi kepemilikan, Vanella lah yang akhirnya menjadi bagian untuk menyimpannya." Jelas Errol.

"Mengapa Vanella menginginkan batu Mior?" Selidik Lucas.

"Kurasa mereka melindungi sesuatu di sini," Matthew melirik satu per satu rekannya. "Sesuatu yang pastinya berharga. Sehingga tak mau kekuatan macam apapun dapat dikeluarkan untuk mengambil harta itu."

"Setiap tempat memiliki harta tersendiri. Lucas, bagaimana batu Moonstonenya? Masih bekerja di sini?"

Lucas merogoh saku celananya. "Tidak bergerak, tapi tetap saja masih jauh," Lucas menggeram resah. "Mereka pasti akan meminta kita untuk mengembalikan mereka ke tempat lain. Jika kita mau terus melanjutkan perjalanan harus ada yang menemani. Antara kembali dengan membawa pasukan lagi atau maju hanya berlima. Dan masing-masing pilihan memiliki resiko." Katanya pada Matthew.

"Jika ada pilihan lain bisa saja dicoba, untuk saat ini berasumsilah kau terjebak di dalam sini dan berusaha mencari jalan keluar teraman tanpa ada korban." Matthew yang malang berbalik dan meninggalkan ruangan mencari Kiana, ia sudah lelah dan malam mulai bergilir kembali.

Ruangan begitu asing di setiap detailnya, kegelapan menyelimuti dan dingin mengunci. Terkadang gemuruh daun di luar terdengar sampai dalam suara burung hantu mengalun sampai ke telinga dan serigala atau Lonk melolong membuat bulu kuduk merinding. Seolah Vanella benar-benar kekurangan orang tak banyak Peri yang terlihat, semua bersembunyi di balik ruangan, menyalakan tungku dan menghangatkan diri berharap suara hutan tak membuat ketakutan sepanjang malam.

Lucas tak pernah berhenti memperhatikan batu Moonstone, sembari bintik merah yang terus berkedip selalu membuatnya dirundung kegelisahan. Suara hutan itu bukan apa-apa baginya, di Clemanos suara seperti itu sudah seperti nyanyian, terutama Brute yang selalu melolong mengerikan di tempat tinggalnya, menyalak ketika ia melihat sesuatu yang tak dapat dilihat orang lain. Brute pernah ia biarkan berkeliaran di Clemanos setelah pelatih hewan buas Brute mengesahkan dia sudah cukup terlatih untuk tidak menganggap segalanya ancaman. Brute melolong di setiap tempat, menandai wilayah, melalak dengan anjing kandang dan liar.

Sampai semua orang mengenali lolongan Brute, pedih dan panjang. Lucas mengingat kala itu, Brute pernah menggosokkan tubuhnya di kaki seorang nenek tua yang tinggal di bagian lereng timur Clemanos, meresap kegelisahan dan ketakutan, bahkan dia tidak mau beranjak dan tetap duduk di sebelah nenek itu. Lucas kembali besoknya untuk Brute, tapi yang ia temukan nenek tua yang Brute temani telah meninggal karena sakitnya. Brute sangat spesial, begitupula 4 peliharaannya yang lain yang ia rindukan.

Lucas selalu dianggap pria yang pendiam, dingin, dan hemat kata. Tidak banyak teman yang Lucas miliki, jarang ia miliki teman berdiskusi dan berbagi cerita hingga dirinya sendirilah teman berfikir. Ayah dan ibunya berpisah tidak pernah ia tahu kapan salah satu dari mereka akan kembali dan menggantikan posisi kakaknya. Kakaknya Hadad, lebih cenderung ke pria yang jarang terlihat, mengurung dirinya di ruang kerja ayahnya. Dirinya berkata dalam hati saat itu. "Apa kau menerima ini semua?"

Satu sisi dirinya menjawab. "Aku tak punya hal lain yang bisa kukerjakan, aku tidak keberatan."

Sisi lainnya menentang. "Apa aku bagian dari mereka karena mereka inginkan atau yang aku inginkan? Bagaimana bila aku yang terus dirugikan di sini, aku hanya mengikuti mereka, mereka meminta aku turuti." Selalu dalam kalimat yang panjang.

"Apa yang kau cari di perjalananmu ini sebenarnya? Pertemanan? Kekuatan? Cinta? Ilmu? Atau spiritual?"

Sisi lainnya berkata pada dirinya sendiri. "Apapun untuk masa depan yang benar."

Raga lainnya memurung. "Sampai titik ini aku merasa tidak mendapatkan apapun. Apa aku merasakannya beberapa? Ya. Aku merasakan kekuatan-kekuatan yang tiba-tiba kurasakan semakin besar di dalamku setelah berada di sekitar keempat batu A'din lainnya. Tapi ini masih belum cukup, apa aku nyata bagi mereka?"


Suara langkah kaki memunculkan Kiana datang dari kegelapan, di balik pilar dia seperti Peri yang menyelidiki tamu asing yang berani sendirian di luar. "Kau sendirian lagi." Kata Kiana pelan di ruangan kosong lain tempat para prajurit bermain catur, meja-meja dan kursi dibiarkan kosong dan berdebu, daun kering yang gugur masih menutupi sebagian lantai yang dingin dan gelap.

"Begitupula denganmu." Balas Lucas, Kiana terlihat baik-baik saja, tapi ada sesuatu yang berbeda pada jiwanya, aura yang kelam dan rasa lelah.

"Bagaimana moonstonenya?"

"Berkedip, tidak bergerak, dan masih mengarak kita untuk segera ke timur." Kata Lucas, tubuhnya mulai dingin dan ia tidak membawa lampu penghangat dan penerang.

"Segera?" Kiana mengulang kalimat yang ia tangkap bertentangan dengan Lucas. "Terdengar lebih pada nanti, Vanella menginginkan bantuan yang sudah aku terka apa itu, apapun jenisnya pergi dari sini artinya menjauhi timur. Lagi dan lagi kita kembali." Katanya.

Lucas nampak kesal karena perjalanan selalu terundur, sisi dirinya berkata bila semakin lama kelompoknya lamban semakin cepat kaum Darkpross bergerak, seperti memberi hadiah pada mereka secara tidak sadar. "Waktu adalah mesin pembentuk peluang dan penyesalan." Katanya.

"Matthew terlalu sibuk memikirkan nasib kaum Vanella dibandingkan tugas pencarian kita, tanggung jawabnya terlalu besar. Apa yang akan kalian lakukan terhadapku?" Kiana berjalan ke pilar satu dengan pilar lain hingga ia semakin dekat ke pilar Lucas.

"Apa?" Lucas mengernyit ragu.

"Aku tahu urusan kalian ke Vanella adalah aku yang pertama, jangan menjauhiku Lucas." Kiana duduk bersama Lucas di pagar di bawah pilar rendah, tinggi bersama-sama seperti menduduki gunung es.

"Untuk mengeluarkan perusak fikiranmu. Telekinesis mempunyai sahabat, yaitu fikiran mereka. Ketika fikiran mereka dirusak, entah itu akan jadi bahaya atau malapetaka. Ada sesuatu pada dirimu yang merubahmu, kita menyadari kau adalah prioritas." Aku Lucas.

"Yan aku bagi kalian seperti itu. Apa kau rindu rumahmu Lucas?" Kiana memainkan jemarinya di debu pagar, menggambar ikan pari lambang rumahnya.

"Aku hanya rindu kehidupan di tempat asalku dahulu. Saat ayah dan ibuku bersama, saat tidak ada yang terjadi, saat aku tidak memakai kalung ini." Katanya pilu, beragam orang-orang pergi tapi satu-satunya orang yang ia harapkan kembali adalah ayahnya.

"Ke mana ayah dan ibumu pergi?"

"Ayahku pergi ke utara, dia berada di Baris membawa beberapa orang sambil mencoba memata-matai pergerakan Darkpross. Ibuku, aku tidak perduli ke mana dia pergi atau ia inginkan." Baris adalah salah satu wilayah terpencil di dekat wilayah Dubhan, ditinggalkan dan menjadi tempat kosong. Dubhan menarik semua orang di dekatnya untuk masuk di balik gerbang dan gunung mereka, hidup bersama mereka dan untuk mereka.

"Tuan Heles masih bekerja, aku tidak terkejut." Ada senyuman kecil yang jeli Lucas lihat.

"Ayahku akan selalu memburu mereka, seperti mendarah daging. Apa kau pernah dengar cerita tentang Dimen si pengkhianat Dubhan? Pria yang membunuh Raja Dubhan di singgasananya sendiri, hampir memusnahkan Dubhan hanya seorang diri. Dimen Krallov setelah merubah namanya dari Dimen Vikram, berasal dari Clemanos dan pengkhianat Clemanos pada jamannya. Dia mengkhianati Clemanos untuk meyakinkan Dubhan dia bisa masuk bersama mereka, dia hidup bertahun-tahun di sana dan merencanakan tujuan utamanya sedari dulu untuk membunuh Raja Dubhan, dan ia melakukannya dengan baik hanya dengan dirinya sendiri." Ceritanya, leluhurnya selalu punya kisah yang menarik.

"Mengorbankan sesuatu untuk sesuatu yang besar. Kau penerus yang hebat, tak diragukan nama Vikram dan Clemanos menjadi daftar musuh Dubhan yang paling dibenci." Kiana terkekeh bersama Lucas.

"Tunanganku tinggal di Dubhan setelah mereka menculik orang-orang di utara."

Kiana menatap Lucas dengan nanar, ia tak pernah tahu dia punya tunangan. "Bagaimana kabar dia sekarang di sana?"

"Melupakanku," Lucas merasa kelu mengingat wanita itu, patah hati. "Aku selalu ingin pergi ke Dubhan dan mengambilnya kembali, dengan Ort, dengan apapun itu caranya. Tapi sangat berat dari yang terdengar, pengorbanan yang akan aku dapatkan sepertinya tidak sebanding dengan apa yang akan kudapatkan." Mungkin itu sisi dirinya yang berkata untuk memikirkan dua kali.

"Begitulah hidup kita, kemauan hati dan kenyataan selalu terpisah jauh. Kaumku adalah pecinta satu sama lain, hatiku berkata untuk mencintai pria lain, tapi kenyataan Matthew yang terakhir. Entah aku harus ke neraka karena ini atau aku menjadi diriku. Matthew pria yang baik, kenyataan membuatnya tidak seperti itu. Kita terpisah sangat lama, ada waktu di jarak itu dan banyak yang bisa terjadi. Aku mendengar banyak cerita tentangnya banyak saat ia di Sonya, yang baik dan yang buruk tapi aku tak pernah membuatnya sadar aku mengetahui banyak tentangnya," katanya. "Hatiku bilang hiduplah seadanya, kau sekarat sekarang."

"Ibuku berselingkuh dari ayahku, aku cukup besar saat itu untuk bisa mengetahui siapa yang bisa aku benci dan memilah kalimat siapa yang benar dan yang dusta. Ibuku menjelaskan dengan banyak kedustaan padaku, ayahku, kakakku, orang-orang kerajaan. Aku membencinya sampai sekarang, dia melukai ayahku yang mencintainya begitu besar. Aku ingat ayahku berkata padanya, 'apa kurangnya aku? Apa aku kurang kaya dibandingkan dia? Apa kurang memberimu hidup ini? Apa kebahagiaan kurang untukmu di sini?' itu kejujuran ayahku yang menyakitkan untuk di dengar." Lucas mencoba menarik nafasnya di malam yang suntuk itu, berat mengulang masa lalunya yang buruk.

Kiana menggandeng tangan Lucas, menggenggamnya erat. "Ulangi yang aku katakan." Katanya memandangi Lucas.

"Rasa sakit membawa kepercayaan."

Lucas tertawa. "Rasa sakit membawa kepercayaan." Ia mengulangi dengan percaya.

"Itu yang ayahku katakan di mimpiku. Aku merindukan mereka."

Lucas mendatangi Kiana, memeluknya dengan hangat agar dia tenang. Lucas selalu tahu musuh Kiana adalah masa lalunya, semua keluarganya tiada dan rasa rindunya tak terbendungkan. "Saat kau merasa sendiri, kau bisa datang padaku. Clemanos selalu ada untuk Torin sejak dahulu." Ia berbisik.

Pagi tidaklah secerah tahun-tahun kemarin di mana guguran daun turun melewati lubang di tengah kastil. Kini, lubang yang tertutup membuat semua gelap, terangnya hanya melalui lampu dan rembesan sinar matahari dari luar. Ada sebuah air mancur di suatu ruangan dengan patung seorang Peri wanita yang memegang seekor burung di pundaknya, ekor panjangnya jatuh bagai rambut, mulus bagai benang nilon. Kiana memandangi wanita itu, berdiri setinggi 4 meter di tengah air mancur.

"Dia adalah lady Hanisee Vlarana, wanita yang menaklukkan seekor Summon." Suara mungil dari belakang datang dengan langkah lembutnya, menyapu lantai dengan gaun putih.

Kiana menoleh ke belakang, mendapati seorang wanita muda tengah tersenyum. "Dia cantik."

Bahkan dari pahatan patungnya, Kiana merasakan aliran pesona yang besar. Matanya panjang dengan ujung yang lancip, rambut keritingnya bersama mahkota yang mengukir untaian bunga tulip memancarkan pesona yang kekal dan aura yang terpancar adalah keputihan yang jernih.

"Ya benar, bahkan Raja Dubhan terpesona oleh keparasannya. Bukankah itu mengagumkan? Pancaran keindahan seorang Peri dapat mengalahkan kegelapan?" gumam Yana mengikis jarak, menatap patung tersebut dengan pesona.

"Apakah mereka menikah?" Tanya Kiana menatap kembali ke patung, dia hidup ribuan tahun yang lalu.

Yana mendengus tawa. "Mereka bahkan tidak boleh bertemu. Mereka harus bertempur, kaum Darkpross adalah musuh terbesar Peri dahulu. Dan Raja Dubhan salah jatuh cinta."

"Dan Summonnya?" Summon membuat Kiana penasaran, Torin Maxima pernah punya mitos bila ikan pari raksasa berenang di bawah daratan Torin, berenang di laut Handil dan tetap di sana menunggu orang-orang Torin.

"Itu adalah Raggiana bird of paradise atau nama paling dikenal sebagai burung Cendrawasih. Burung ini terdistribusi secara luas di pulau Piran Selatan, pulau yang paling dijaga ketat oleh suku Hoqqe'. Yang ia pegang itu adalah jantan, memiliki mahkota kuning, tenggorokan zamrud-hijau tua, kerah kuning di antara tenggorokan, dan yang tertua di antara burung lainnya. Burung itu raksasa, seperti naga bahkan lady Vlarana bisa menungganginya mengelilingi dunia." Jelas Yana.

"Dan mengapa itu adalah Summon?" Kiana masih tak mengerti.

"Karena ia melindungi sebuah kerajaan. Walau spesifiknya ia melindungi sebuah pulau, tapi tidak ada bedanya bukan? Indah sekali burung itu dilihat, setiap mata akan menjadi cerah dengan warna mata masing-masing ketika burung itu mulai terbang dari pundaknya." Jelas Sayana.

"Aku ingin mendengar lebih tentangnya, mengendalikan sebuah Summon." Gumam Kiana, melebarkan mata pada pahatan patung lady Hanisee Vlarana.

"Jika kau mau tahu banyak tentangnya, kau bisa membaca di buku 'HANISEE VLARANA AND RAGGIANA BIRD of PARADISE'. Semua pendongeng terhebat tahu kisahnya, dan semua nenek dan kakek masih mengingat dongengan ibu mereka." Ujarnya dengan riang.

Kiana tersenyum cerah, berbalik pada satu sosok di sampingnya. "Kau terlihat fimiliar untukku."

Yana meneguk salivanya gugup, jika dia menyebut Raydon kakaknya akan gelisah kembali. "Benarkah?"

"Ya, kau seperti gadis di lukisan yang kulihat di lantai dasar."

"Oh, benarkah? Ah, aku tidak seperti dia," kata Yana cepat, ia menatap Kiana yang tinggi seperti sepupunya di Gian. "Kau tidak ikut teman-temanmu rapat di sana, mereka kulihat berkumpul bersama dan membahas ini semua."

Kiana mendengus. "Aku memang tidak bisa berada di tengah-tengah rapat, yang dilakukan di sana hanya berdebat susah payah dengan akhir tidak mendapat dukungan. Aku tidak jago dalam masalah seperti itu."

"Well, 'kita' memang tidak jago untuk masalah seperti itu," kata Yana membenarkan, mengundang tawa kecil dari keduanya. "Salah satu temanmu memintaku untuk menemuimu karena sesuatu hal, dia bilang hanya aku yang bisa mengenali benda yang ada di batu A'dinmu." Katanya pelan, memulai serius pesan dari kakaknya.

"Itulah tujuan mereka di sini." Ia melirik gadis itu semakin maju ke arahnya, tatapannya melihat kalung bukan mata.

"Jika kau berkenan, bolehkah aku memeriksanya?" Pintanya. Kiana mengeluarkan kalung yang menggantung panjang dan batu A'din sapphirenya yang besar, indah dan menawan untuk Yana. Kali ini ia melihat batu A'din lain selain milik kakaknya, yang ini adalah Telekinesis, mengendalikan apapun dengan fikiran.

Yana menghembuskan nafas, melepaskan semua yang ia tahan dari awal dan matanya menerawang di alam berbeda. "The Eyes. Sihir gelap."

Mata hazel dan hijau itu bertemu dengan keluhan yang berbeda. Kiana memelototi Yana perihal batunya dan Yana juga sudah tahu, aura di Vanella berbeda dia rasakan setelah kakaknya dan rombongan datang.

"Darkpross?" Kiana mengerut, jantungnya berdentum.

"Walau itu sihir dan gelap bukan berarti mereka yang terkuat. Yang terkuat memiliki kelemahan, sama seperti dua pilar penyangga, satu saja lenyap semua hambruk."

*****

-Hope you enjoy it guys, and jangan lupa ya vote dan komen agar semakin berkembang.

-Dan Ramadhan Mubarak everyone. Selamat menjalankan ibadah puasa (bagi yang ikut menjalankan), semoga kita diberi kekuatan ya sampai azan maghrib nanti xoxoxo. Dan amalan kita di kali lipatkan di bulan yang suci ini, aaamiiin.

-Semangat puasa!

Keyword

1. Phoes : Kurir pengirim batu-batu.

7/6/2016

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro