Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Putusan dan Pinangan

"Jihan ...." Arman langsung berdiri melihat Jihan muncul dengan wajah kuyu dan sembab. Pagi-pagi Arman sudah muncul di rumah Jihan, setelah semalam Arman ke sini tapi ternyata Jihan belum pulang. Arman menceritakan  tentang peristiwa yang baru terjadi pada Heru dan Ayumi.

Bias kekecewaan sekaligus amarah terpancar dari Heru dan Ayumi melihat Jihan yang terluka. Setelah Arman pulang, Jihan datang dengan mata bengkak. Tanpa bertanya Heru langsung memeluk putrinya, bahkan semalaman Jihan menangis, sampai akhirnya tertidur dalam dekapan Ayumi.

"Ayah akan tinggalkan kalian berdua, agar bisa bicara dengan tenang. Ayah sudah bicara banyak dengan Arman. Ingat, semua yang terjadi hari ini adalah kehendak Allah." Heru mengusap pelan bahu Jihan kemudian menggandeng Ayumi meninggalkan ruang tamu.

Arman menatap Jihan yang duduk dengan wajah tertunduk, hatinya teremas kuat melihat wanita yang dikasihinya terluka.

"Maaf, maaf karena telah membuatmu terluka melihat kenyataan seperti ini. Abang baru tahu tentang Alif seminggu yang lalu tanpa sengaja di rumah sakit, dan belum sempat memberitahu Jihan tentang kebenaran ini karena Abang merasa belum menemukan cara tanpa membuat Jihan terluka." Arman menjelaskan kepada Jihan tentang masa lalunya dengan Sherly dan peristiwa tiga tahun silam. Tidak ada lagi rahasia masa lalu yang disembunyikan.

"Abang berharap untuk bisa melanjutkan pernikahan kita, dan Abang berharap Jihan bisa menerima Alif menjadi bagian dari kita, kelak. Sherly hanyalah masa lalu bagi Abang." Arman menghela nafas panjang mengeluarkan beban berat yang selama seminggu ini menghimpit dada.

Jihan hanya bisa terdiam mendengar penuturan Arman, hatinya hancur berkeping. Kedua pipinya basah oleh air mata, Jihan tergugu dalam diam. Bagaimana bisa dia akan melanjutkan pernikahan tanpa menyakiti hati bocah kecil yang tidak bersalah.

"Maaf ... Maaf." Arman kembali bersuara. Jihan mendongak dengan pandangan sendu, melihat pria yang dicintainya yang juga sama-sama terluka.

"Jihan mau ketemu Sherly."

🍀🍀🍀

Keesokan pagi, Arman menjemput Jihan untuk pergi bersama menuju kediaman Sherly. Hening melingkupi selama perjalanan, beberapa kali Arman mendengkus melihat ke arah Jihan yang hanya membuang pandang ke samping jendela.

Jihan menggandeng Sherly keluar dari kamar dengan wajah yang sama-sama sembab. Selama satu jam lebih mereka berbincang berdua.

Tampak Arman yang sedang asyik bermain dengan Alif berhenti, menatap bergantian kedua wanita yang kini duduk berhadapan dengannya di atas karpet. Perasaan canggung seketika melingkupi ketiganya.

"Abang, Jihan memutuskan mundur dari pernikahan kita." Jihan memecah keheningan dan menatap pria di hadapannya dengan hati remuk. "Ada yang lebih berhak di sisi Abang dan membutuhkan Abang sebagai ayah. Jihan sudah bicara banyak dengan Sherly."

Arman menatap Jihan dengan rasa tidak terima, "Tapi Jihan ---" Jihan menggelengkan kepalanya memutus pembicaraan Arman.

"Jihan berharap Alif mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia." Jihan melihat ke arah Alif yang sedang duduk di pangkuan Sherly dengan mata berkaca. Mengelus kepala bocah kecil itu dan mengecup kedua pipinya bergantian.

Jihan beranjak dan pamit untuk pulang. Arman bersikeras mengantar, tapi Jihan menolak dan memilih untuk pulang sendiri, memesan mobil melalui aplikasi di ponselnya.

🍀🍀🍀

"Ayah bangga sama Jihan, berani mengambil keputusan besar. In Syaa Allah, rasa sakit dan pengorbananmu sekarang digantikan kebaikan yang lebih besar di masa depan." Heru mengusap punggung tangan Jihan yang duduk di sampingnya seraya tersenyum hangat.

Heru dan Jihan duduk di teras samping rumah sambil menikmati suasana malam yang bertabur bintang. Tampak aneka rupa anggrek koleksi Jihan dan Ayumi tertata apik di halaman samping. Tak lama kemudian Ayumi bergabung dengan mereka sambil membawa wedhang uwuh yang masih mengepul.

"Tapi Yah, bagaimana dengan undangan yang sudah tersebar?" tukas Jihan.

"Sudah ... Kamu nggak usah mikirin itu, semua biar jadi urusan Ayah sama Bunda." Ayumi mengangguk, membenarkan ucapan Heru. Jihan merasa bersyukur memiliki orang tua seperti mereka.

"Jihan sekarang fokus aja sama diri sendiri, obati dulu luka hatimu. Apalagi sekarang sudah mengundurkan diri dari pekerjaan. Pikirkan saja apa yang Jihan mau lakukan selanjutnya." Ayumi memeluk bahu Jihan dan disambut Jihan dengan memeluk pinggang Bundanya. Air mata Jihan luruh dalam dekapan Ayumi, hatinya terasa hangat atas perlakuan orangtuanya.

"Sudah ... sudah pelukannya. Ayah juga mau ikut. Ayo berpelukan ...." Heru menirukan suara dalam tokoh kartun anak-anak, mereka pun berpelukan bersama ala tokoh di film tersebut dan tertawa secara bersamaan.

Beberapa hari ini Jihan banyak menghabiskan waktu di kamar, luka itu masih menganga. Ketika hatimu sudah kamu berikan penuh untuk seseorang, dan berharap dia yang menjadi imam sepanjang hidup harus direlakan. Mengingat itu semua hatinya berdenyut nyeri dan sesak.

Besok seharusnya menjadi hari paling membahagiakan, pernikahan impian sejak kecil harus kandas sebelum waktunya. Rencananya semua acara semua mulai sampai resepsi dilaksanakan di satu tempat.

Jihan menatap undangan berwarna marun dengan perasaan hampa, dia menyembunyikan undangan itu di bawah bantal, isak kecil lolos dari bibirnya. Jihan memilih bergelung dengan selimut seraya berharap kehangatan menjalar ke hatinya.

Tok. Tok. Tok.

Jihan menyingkap selimut dan mengusap wajahnya beberapa kali walaupun tidak bisa menutupi wajahnya yang bengkak karena terlalu banyak menangis. Gegas membuka pintu dan melihat Heru dalam balutan baju Koko yang tampak segar pulang dari salat subuh dari masjid yang hanya berjarak seratus meter dari rumah.

"Jihan ... Nduk, ada yang mau ayah sampaikan." Heru dan Jihan duduk bersisian di atas ranjang. Jihan menatap Heru yang tersenyum lembut sambil membelai rambut panjangnya dan merapikan helaian rambut yang tidak beraturan di belakang telinga.

"Mungkin Kamu akan terkejut dengan apa yang ayah sampaikan. Ada yang melamar Kamu dan ayah memutuskan menerima lamarannya. Ayah sudah beberapa kali bertemu dan berbicara dengannya tentang banyak hal mengenai visi misi pernikahan. Memang ini mengejutkan buatmu, tapi ini juga bisa menjadi obat." Jihan mengerjap dan mencoba mencerna semua perkataan Heru.

"Tapi Yah ...."

"Lakukanlah semua niatkan karena mencari Ridha Allah dan biar Allah yang menumbuhkan rasa cinta antara kalian." Heru menangkup wajah dan menatap lekat Jihan, berusaha memberikan keyakinan lewat pancaran matanya.

Entah kenapa tersusup keyakinan di hati Jihan mendengar penjelasan Heru. Jihan memang telah melakukan kesalahan, bahwa dia telah salah menempatkan rasa cintanya.

Tidak seharusnya Jihan memberikan seluruh cintanya pada makhluk. Cinta yang seharusnya dipersembahkan kepada Sang Pemilik Hati.

Cinta pada seseorang ibarat pasir, jika engkau menggenggam terlalu erat maka akan jatuh berhamburan.

Ada secercah harapan pada diri Jihan, seulas senyuman tergambar di wajahnya. Heru ikut tersenyum melihat semangat pada putrinya yang selama seminggu ini hanya mengurung diri di kamar.

Heru kemudian beranjak dari ranjang, ketika sudah sampai pintu menoleh pada Jihan. "Oiya Nduk, pernikahan tetap dilaksanakan besok. Siap-siap ya!"

"Ayah, jangan bercanda! Emangnya, Ayah mau nikahin Jihan sama siapa?" Jihan langsung melompat dari ranjang dan berteriak histeris.

Heru hanya tersenyum hangat, memberi waktu untuk Jihan mencerna kembali semua perkataannya.

🍀🍀🍀













Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro