02
Typo bertebaran
H
A
P
P
Y
R
E
A
D
I
N
G
***
Caramel mengusap layar ponselnya yang dipenuhi debu, gadis itu memperhatikan ponselnya yang jelas-jelas layarnya gelap. Sebenarnya apa yang diperhatikan gadis itu? Sungguh, siapapun yang melihat tidak akan kuat untuk tidak bertanya tentang apa yang dilakukan gadis itu.
"Lo ngapain dah, Mel?" tanya Alana, sahabatnya. Caramel, gadis itu mengangkat kepalanya dan menunjukkan deretan giginya membuat Alana berdecak, "ah elah, gue nanya juga."
Caramel diam tak menjawab, gadis itu masih asik dengan kegiatannya. Alana berdecak sebal dan menyerah untuk bertanya kembali, Caramel melebarkan senyumannya saat layar ponselnya bergetar dan layar itu menyala.
"Yeay!" pekiknya, Alana menatap sahabatnya yang lain Fanny. Jari Alana berada di atas dahinya sendiri dan memiringkan nya, sinting.
"DEMI CINTA GUE KE BEBEB GHANI, KAK ARGA BAKALAN IKUT KE ACARA CAMPING KITA NANTI?!" pekik Laura, gadis itu duduk tepat di hadapan Caramel, Laura memegang tangan Caramel yang menutup telinga dan melepaskannya,"Bebeb Mel, Mel ... Gue love sama lo, jangan tutupi telinga lo dong. Gue sakit hati nih."
Caramel menatap Laura dengan pandangan aneh,"Ya lebih baik gitu, dari pada telinga gue yang sakit, kan?" jawaban itu membuat Laura merengut kesal. "Ah ya, lo kalo ngomong jangan teriak, please. Suara lo, cetar."
Alana dan Fanny hanya menatap kedua gadis itu dengan tatapan aneh mereka, "Dua-dua sama sama gila," gumam Alana, Fanny yang mendengar hal itu hanya terkekeh membuat kedua gadis yang diperhatikan menatapnya.
"Ngapain lo ketawa?!" tanya Laura sengit, gadis itu memang sedikit sensi jika menyangkut tentang Fanny. Fanny adalah sepupunya dan entah kenapa itu membuat Laura sangat sensitif dengan Fanny.
"Dih, siapa juga yang ngetawain lo! Geer!"
Gadis yang bernama lengkap Alana Melisha Christiana itu berdecak mendengar debat antar sepupu itu, demi apa coba? Tadi dia melihat Caramel yang seperti orang gila menunggu ponselnya bergetar dan menyala.
Sekarang, ia harus menonton dan mendegarkan debat antar sepupu dengan masing-masing suara cempreng mereka. Alana menggelengkan kepalanya, ia segera mengeluarkan ponselnya dan hanyut dalam dunia maya.
Laura Michaela Anatasya, gadis yang selalu berbangga diri karena dia adalah pacar dari Arghani, si playboy SMA Dirgantara. Lain dengan sepupunya, Fanny Mikaela adalah gadis yang cukup pendiam namun jangan ditanya jika dia marah. Dia akan seperti singa.
"Lo aja nggak laku, sialan!"
"Heh! Jadi simpanan aja bangga! Please deh!"
"Daripada lo tomboy, nggak laku, jelek!"
"Heh! Lo itu muka pemutih, jadi nggak usah ngomongin orang!"
Caramel mengabaikan perdebatan dua saudara itu, biarkan saja. Toh, nanti juga mereka akan akur kembali. Caramel asik membalas chat dari pacarnya, ya gadis itu sudah mempunyai pacar jika kalian ingin tahu.
Bagi Caramel, pacarnya adalah orang yang paling tampan selain Ayah dan Kakaknya. Pacarnya juga sangat perhatian, romantis dan perfect! Itulah gambaran pacar Caramel, Caramel tersenyum membayangkan itu semua.
Ia mengetikkan balasan untuk pacarnya
Ternyata aku bisa akting tanpa ketawa, senangnya 😍
Terkirim.
***
Arga menggeram membaca balasan dari orang yang spesial di hatinya, kenapa harus? Entah apa yang terjadi pada keduanya, hanya mereka dan Tuhanlah yang tahu. Arga mengepalkan tangannya di atas meja, dia bukan marah pada gadisnya, hanya saja ia terlalu kesal.
"Ga, pulang sekolah latihan kuy?!" ajak Arkan, Arga hanya mengangguk sekilas dan fokus ke ponselnya. Arkan hanya memperhatikan sahabatnya, ada yang aneh.
"MOS selesai kapan?"
"Lusa juga selesai, emang kenapa?" sahut Ghani, cowok itu memperhatikan Marko yang tengah fokus ke ponselnya. Marko yang menyadari hal itu pun memprotes tindakan Ghani.
"Ngapain lo liatin gue? Ntar naksir loh."
"Najis!"
Arga fokus pada ponselnya, sesekali ponselnya bergetar dan ibu jari Arga menari seperti mengetik sesuatu di atas layar. Tindakannya tak luput dari pandangan ketiga sahabatnya, sepertinya para sahabatnya itu adalah mata-mata yang baik.
"Lo udah punya cewek ya, Ga?" tanya Ghani, Arga mengangkat pandangannya, menatap Ghani datar. Ghani tidak takut, ia juga malah membalas tatapan Arga, hanya saja dengan tatapan biasa, "gue cuma nanya."
"Udah."
Arkan tersentak, "Serius? Kok gue nggak pernah tahu?" katanya, Arga berdecak mendengar keluhan Arkan, jelas saja mereka tak tahu, orang mereka saja enggan mencari tahu.
"Nah sekarang kan udah." ujar Arga datar, Arkan berdecak kesal, sementara Marko dan Ghani tengah menertawakan sikap Arkan yang terbilang konyol itu. "Gue mau ikut camping nanti, lo pada mau ikut nggak?"
"Lo ikut? Ya gue ikutlah," ujar Arkan semangat hingga toyoran hinggap di kepalanya, Arkan menatap siapa yang menoyornya. Ghani. Sialan! Arkan berdecak kesal dan membalasnya. "Lo nggak usah noyor dong! Gue tahu lo mau ikut, tapi biasa aja, please."
"Tau aja lo!"
"Huh, basi!"
"Ya udah, kalo lo pada mau ikut, nanti pake mobil gue aja. Disana nggak sampe 3 hari kok, berangkat hari jum'at pulangnya minggu siang," jelas Arga yang tentu saja diangguki oleh ketiga sahabatnya.
***
Caramel berjalan di koridor, sendirian. Tadi sih bersama kakak kelasnya, hanya saja sekarang kakak kelasnya sedang ada urusan. Caramel mengusap pipinya pelan seraya melangkah, di tangan nya terdapat buku tulis dengan bolpoin berwarna hitam.
Ia baru saja dari ruang OSIS, entah kenapa ada orang yang merekomendasikan nya menjadi anggota OSIS. Caramel tentu tak menyia-nyiakan hal itu, karena mungkin dengan ini ia dapat membunuh waktunya. Ia tinggal di apartemen sendirian, dan ia sangat merasa kesepian.
Caramel merasa seseorang menariknya, ia akan berteriak jika orang itu tidak membekap mulutnya. Demi apa, siapa yang berani seperti ini? Caramel berada di lorong yang cukup sepi, Caramel berbalik menatap siapa orang yang berani menariknya.
"Kak Arg-"
"Sstt ... Pelan-pelan, nanti kalo ada orang lewat gimana? Nanti keinginan kamu gagal, aku yang salah," ujarnya, Caramel menggeleng. Arga menatap wajah Caramel dengan posisi yang cukup dekat. "Kamu habis ngapain sama Galen?"
"Ngapain? Aku nggak ngapa-ngapain kok," ujar Caramel dengan lirih, sangat lirih bahkan Arga tak bisa mendengarnya, gadis itu terkekeh melihat wajah bingung dari Arga. "Aku nggak ngapa-ngapain." ujarnya sekarang bersuara.
Arga menatap iris mata gadis itu dan tersenyum lembut. Ia mengagumi warna bola mata gadis itu, teduh dan menenangkan. Degupan jantungnya tak bisa ia kontrol saat menatap wajah itu, apalagi melihat senyumannya. "Jangan senyum ke orang lain, selain aku."
Caramel menahan nafasnya saat Arga lebih mendekatkan wajahnya, degupan jantungnya menggila. Gadis itu juga menatap kedua bola mata Arga, terpesona. Caramel meneguk susah salivanya, demi apa?! Ia harus keluar di situasi ini. Gadis itu memejamkan matanya saat Arga terus mendekatkan wajahnya.
"Bernafas, Sayang."
Arrgh, sialan! Batin Caramel. Gadis itu membuka matanya dan menatap kesal Arga yang tengah tersenyum tanpa dosa. Membunuh pacar, itu boleh tidak sih? Pacar? Ya, Caramel pacar Arga.
"Milka." panggil Arga.
Caramel mematung di tempatnya, ia tidak suka panggilan itu. Ia merasa menjadi dirinya yang dulu jika ada orang yang memanggil nya seperti itu, ia merasakan elusan di pipinya. Dia tersadar,"Jangan panggil aku dengan panggilan itu, aku nggak mau."
Arga yang mengerti pun mengangguk, lus pipi gadis itu dengan lembut,"Maaf, aku belum terbiasa. Baiklah, Cara aku akan memanggilmu Caramel."
Caramel tersenyum, Arga terpaku dan tersadar saat tepukan kedua tangan pada pipinya, "Jangan bengong! Nanti kesambet loh!" ujar Caramel lalu tertawa, Arga juga tertawa pelan akan hal itu.
"Ra, kalau pulang sekolah langsung masuk ke mobil aku aja," ujar Arga dengan serius, Caramel mengerutkan keningnya, ia bingung.
"Aku anter kamu pulang."
***
Di sisi lain, seorang gadis dengan wajah cantiknya menatap beberapa lembar foto yang selama ini ia simpan rapi. Tak ada seorang pun yang tahu kecuali dirinya dan orang yang ada di foto itu, gadis itu tersenyum lembut menatap jejeran foto itu.
Seseorang menghampiri nya, "Gue bakal cari tahu siapa pacar Arga, setelah itu ... gue bakal kasih tahu sama lo!" ujarnya, gadis itu mengangguk kemudian menggeleng.
"Jangan, gue nggak mau tahu siapa dia. Gue hanya mau, Arga jadi milik gue. Nggak lebih, nggak kurang."
"Melisha! Arga itu kakak lo-"
"Bukan, sialan! Dia bukan kakak gue!" hampir saja gadis itu melemparkan buku yang ada di rak jika tidak mengingat ini adalah perpustakaan sekolah.
Cowok itu mengangguk ragu. "Baiklah, terserah lo. Intinya, gue bakal bantu lo sebisa gue. Karena-"
"Gue sayang lo," lanjutnya dalam hati.
"Karena apa?"
"Em, bukan apa-apa."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro