Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. LANGIT, LILI, DAN GERHANA

Lili asik sibuk menggulirkan layar ponselnya, jam ke empat dan kelima pelajaran sedang jamkos. Karena para guru sedang rapat untuk mendiskusikan acara karnaval minggu depan. Saat ini, ia berada di aplikasi instagramnya dan kebetulan muncullah postingan terbaru dari akun osis sekolahnya.

Hal yang membuat Lili terkejut adalah, ia melihat fotonya dan Gerhana berada dalam list yang akan menjadi maskot perwakilan tiap kelas. Apa-apaan ini? Mengapa tiba-tiba Lili dijadikan maskot, tanpa ada persetujuannya?

"Dodit!" panggil Lili. Dodit adalah ketua kelas di kelasnya.

Laki-laki gemuk dengan gaya gemulainya itu menoleh, ia menatap Lili dengan pandangan
bertanya.

"Ada apa, Shay?"

"Ini kenapa tiba-tiba gue masuk list jadi maskot perwakilan kelas?" tanya Lili tak terima.

Dodit berlagak membawa beberapa helai rambutnya ke belakang telinga, meskipun sebenarnya tidak bisa.

"Gimana sih, Shay? Gara sendiri loh yang ngajuin, karena nggak ada yang mau jadi maskot."

Lili langsung beralih menatap Gerhana yang kini menunjukkan senyum kemenangannya, laki-laki itu sungguh menyebalkan. Jika Langit tahu, bisa merajuk laki-laki itu nanti. Baru saja, ia dan Langit baikan di jam istirahat pertama tadi, ada saja masalah yang menimbulkan pertengkaran keduanya lagi.

"Tapi gue nggak dimintai persetujuan, pokoknya lo harus cabut nama gue dari daftar list maskot!" titah Lili.

"Nggak bisa, Shay. Udah dipost sama osis di IG. Berarti listnya udah fiks," balas Dodit yang sukses membuat Lili mencak-mencak di tempat.

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Sebuah notif pesan muncul di layar ponselnya dan Lili buru-buru membuka pesan tersebut.

Partner Dosa
Online

|Mengirim foto
|Jangan bikin gue blender ini HP, ya!

Langit jangan marah-marah|
Takut nanti lekas tua|
Lili setia orangnya|
Takkan pernah mendua|

***

Bel istirahat kedua baru saja berbunyi, Langit kini tengah berhadapan dengan Lili yang berdiri di ambang pintu kelasnya. Gadis itu sedang cengengesan tak jelas sambil menatap ke arahnya sekarang, sedari tadi dia mencoba merayu Langit yang tengah marah.

"Kenapa lo masih di sini?" cibir Langit sambil bersedekap dada.

"Kak Langit emang mau ke mana?" tanya Lili menunjukkan tampang polosnya.

Langit menyipitkan matanya sewot, "Ditanya kok malah nanya balik, gue mau ke kantin!" semburnya yang sukses membuat Lili mengelus dadanya sendiri.

Sedetik kemudian, Lili menyunggingkan senyum cerahnya, "Sama, dong!"

Ia lalu menautkan jari telunjuknya sambil menggoyangkan badannya ke kiri dan ke kanan, "Udah deh, emang hati kita itu udah saling terikat satu sama lain, jadinya selalu samaan terus."

Mata Langit seketika berkedut pelan mendengarnya, "Apaan sih, lo? Sana pergi," usir Langit kesal.

Lili membelalakkan matanya tak terima, "Awas loh, nanti kangen!" serunya.

"Nggak, lah. Udah sana pergi," sewot Langit.

Lili menghela napas panjang, kemudian tanpa aba-aba ia berbalik memunggungi Langit. Tentu saja hal itu membuat Langit gelagapan sendiri, Lili ternyata benar-benar menuruti ucapannya. Apa gadis itu tidak berniat membujuknya?

Lili yang berniat melangkah pergi, terpaksa mengurungkan niatnya, ketika Langit tiba-tiba kembali bersuara.

"Eh, pelajaran lo udah sampai mana?" tanya Langit cepat.

Lili yang mendengarnya, diam-diam mengulum senyumnya sendiri. Dasar Langit, bilang saja kalau dia tidak mau Lili pergi, pakai acara tanya hal yang di luar topik. Hal itu, membuat Lili kembali berbalik menghadap Langit. Mata laki-laki itu tengah menatap ke sana ke mari, tentunya itu membuat Lili tertawa kecil melihatnya.

"Tuh kan kang—"

"Diam!" potong Langit ketus. Ia mencoba menyembunyikan senyumnya, tetapi sayangnya, ia tidak bisa melakukannya.

Sorot mata Langit kemudian menatap Lili teduh, bibirnya tersenyum menatap Lili sekarang. Di mana senyum itu adalah senyum hangat yang selalu Lili rindukan, senyum yang membuat Lili jatuh hati pada laki-laki itu ketika mereka pertama bertemu dalam balutan seragam merah putih.

"Li, gue cemburu kalau lo deket sama si Gara jelek itu." Lili menunduk mendengarnya, jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya.

Langit kemudian mendekat, memperpendek jarak di antara keduanya. Tangannya lalu meraih tangan Lili yang terasa dingin di genggamannya sekarang.

"Jangan deket-deket lagi sama dia, gue nggak suka. Nanti kalau lo suka lagi ke dia, gimana?" Langit cemberut, sedangkan Lili langsung mendongak menatap laki-laki itu malas.

"Lo kok raguin perasaan gue sih, Kak?" tanya Lili kesal.

Langit semakin menunjukkan wajah gondoknya, "Lo sama dia pernah saling suka, jadi gue was-was. Apalagi, Gara kampret itu bilang mau perjuangin lo," balas Langit dongkol.

Lili menghela napas panjang, kemudian geleng-geleng sendiri dibuatnya.

"Terus aja, mancing pergelutan di antara kita. Padahal lo sendiri yang setuju Gara perjuangin gue, tapi kalau Gara beraksi, ngambeknya ke gue."

Langit terdiam, pikirannya berkecamuk ke mana-mana saat ini. Ini memang salahnya, tapi Langit tak mau Gerhana mempertanyakan hubungannya dengan Lili lagi. Ia ingin, seluruh dunia tahu, jika Langit juga memperjuangkan Lili.

"Lo nggak akan paham." Melihat wajah ngambek Langit, Lili rasanya ingin mengarungi Langit saat ini juga. Laki-laki ketus itu, terlihat menggemaskan sekarang.

"Gue udah minta Dodit buat cabut nama gue, tapi katanya nggak bisa. Yaudah deh, gue akhirnya minta tolong ke Gala buat ngomong ke osis langsung, kalau gue nggak mau."

Langit mengulum senyumnya lega, ia lalu memegangi kedua telinganya karena merasa bersalah marah pada Lili.

"Yaudah, lah. Mending kita ke kantin aja," ajak Lili yang langsung diangguki oleh Langit. Keduanya kemudian berjalan beriringan di koridor sekolah, tak lupa tangan keduanya bertautan satu sama lain seperti bocah SD.

***

Lili dan Langit sekarang berada di salah satu kedai di kantin. Langit melirik ke salah satu meja yang di tempati Gerhana, laki-laki itu sedang sibuk main game di ponselnya. Baguslah, setidaknya dia tidak mengganggu dirinya dan Lili yang sedang memilih jajan untuk di makan.

Sekarang di mana Lili dan Langit berpijak, Gerhana akan mengekori keduanya.

"Itu, gue suka kripik yang rasa rumput laut." Lili menunjuk kemasan snack yang berada di rak atas. Langit dengan tanggap mengambilkannya, bukan hanya satu, melainkan beberapa bungkus untuk Lili.

"Kenapa banyak banget?" tanya Lili.

"Nggak papa," balas Langit sambil tersenyum.

"Sip, Gara juga suka itu." Senyum Langit seketika luntur, ia langsung mengembalikan snack kripik itu ke tempat semula.

Dahi Lili berkerut heran, "Lah kok dibalikin?" tanyanya penasaran.

Wajah Langit berubah keruh, "Komposisinya nggak baik, bahaya!"

"Bertahun-tahun makan, perasaan hidup-hidup aja gue," balas Lili.

"Snack yang lain aja, jangan beli yang itu." Langit mendorong pelan gadis itu untuk pergi ke rak yang lain, awalnya Lili memberontak, tetapi akhirnya menyerah juga.

Setelah memilih beberapa snack dan membayarnya, Lili dan Langit lalu menghampiri meja yang di tempati Gerhana. Menyadari kedatangan keduanya, Gerhana langsung menghentikan aktivitasnya.

Sebenarnya, ia ingin membeli jajan bersama Lili tadi. Tetapi saat melihat kerumunan yang cukup padat, Gerhana memutuskan untuk menunggu dan titip jajan pada Lili.

Jujur saja, ia sedikit tidak nyaman berada di kantin seperti sekarang, karena biasanya setiap istirahat, ia akan pergi ke perpustakaan bersama Melodi. Tetapi setelah kejadian kemarin, semuanya berubah. Sekarang Galaksi yang jarang ke kantin dan lebih sering diam, sedangkan Gerhana memiliki sifat Galaksi yang dulu.

"Lama banget," cibir Gerhana yang dibalas delikan serempak oleh sepasang kekasih itu.

Lili dan Langit pun akhirnya duduk berhadapan dengan Gerhana, Lili mengambilkan salah satu snack yang dibelinya dan ia berikan pada Gerhana.

"Kok nggak snack yang biasanya?" protes Gerhana.

"Udah lah, masih untung gue beliin lo!" sahut Langit kesal.

"Gue nggak mau." Mata Lili mendelik, secara reflek ia pukul kepala Gerhana menggunakan snack yang ia bawa. Hal itu membuat Langit langsung terbahak-bahak melihatnya, sedangkan Gerhana mengelus-ngelus kepalanya dongkol.

"Makan sana," titah Lili penuh penekanan.

"Iya-iya." Gerhana menyerah, ia melirik sinis Langit yang masih terbahak-bahak. "Tapi suapin," sambungnya dengan wajah tak bersalah.

Plak

"Aduh!"


SELESAI

AKAN DILANJUT DI VERSI CETAK

KALAU ADA YANG DITANYAKAN, BISA LANGSUNG KOMEN.

BESOK AKU JAWAB Q&A nya

AKU KASIH SPOILER DIKIT-DIKIT JUGA

Sampai jumpa di ceritaku yang lainnya

ozzaleta

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro