Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. HAPPY OR SAD?

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN.

Lili mengacungkan spatula ke arah Awan, Langit, dan Gerhana. Di sampingnya, Melodi membawa timun untuk melindungi dirinya dan Lili dari ketiga laki-laki itu. Dua lawan tiga itu tidak buruk, Lili dan Melodi bisa mengatasinya.

"Dasar tukang fitnah," tunjuk Awan pada Lili.

"Saya Tuan Putri, bukan tukang fitnah," sahut Lili tak terima.

"Diam!" bentak Langit sambil menunjuk Lili dengan sumpit ditangannya.

"Hey! Jangan melewati batas, ya!" Melodi mengacungkan timun di tangannya ke arah Langit.

"Langit, Gara! Cepat pegangi mereka!" titah Awan yang langsung diangguki kedua laki-laki tersebut. Lili dan Melodi seketika meronta-ronta, ketika Langit dan Gara sekarang memegangi tangan mereka.

"Lepaskan mereka!" Pandangan kelimanya sontak menatap ke ambang pintu dapur, di sana, berdiri sosok Angkasa dengan ujung sarung yang terikat di lehernya. Panci terpasang di kepalanya dan wajan di pegangan tangannya yang ia gunakan sebagai tameng.

"Jangan sakiti mereka," sambung Angkasa sambil membusungkan dadanya.

"Cut!" sela Galaksi tiba-tiba. Hal itu seketika membuat semua pandangan menatap ke arah laki-laki itu, yang sedari tadi duduk di atas meja pantry.

"Kak Angkasa jadi apa?" tanya Galaksi heran.

"Gue jadi kesatria yang nolongin mereka berdua, kan!" tunjuk Angkasa ke arah Lili dan Melodi bergantian.

Galaksi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Kak Angkasa nggak jadi kesatria, tapi jadi dayang."

"Lah-lah, kok gitu?!" tanya Angkasa tak terima.

"Itu kan kesepakatan kita tadi, Kak. Gimana, sih!" sahut Lili menatap sebal ke arah kakak kelasnya itu.

"Gue nggak jadi ikut main, deh. Mana mungkin cogan kayak gue jadi dayang. Apa kata mantan-mantan gue nanti!" Angkasa dengan wajah dongkolnya, melepas properti yang terpasang di tubuhnya tadi.

"Yah ... dasar ngambekan. Yuk, jangan ditemenin!" cibir Lili yang membuat yang lainnya tertawa kecil, kecuali Angkasa yang menatap gadis itu dengan raut sebal.

"Udah bubar-bubar, kita lanjutin buat samyang aja." Awan menengahi pembicaraan mereka. Besok adalah tanggal merah, ketujuh remaja itu berniat menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang.

"Yaudah, Bang Awan yang buat Lili sama yang lainnya nonton televisi, gimana?" tawar Lili dengan semangat.

Awan yang mendengarnya, membalasnya dengan senyum tipis.

"Ayo, sifat tidak tahu dirinya dikurangin dikit." Kedua tangan Awan terulur mencubit gemas  pipi adiknya itu, kalau bukan Lili adik tersayangnya, sudah Awan jual di shopee gadis itu dari dulu.

"Yaudah sana, lo berdua ke ruang tamu. Biar kami berlima yang buat," putus Awan sambil mengusap puncak rambut Lili dan Melodi bergantian.

"Lah, kok gitu!" Angkasa menyahut tak terima, tetapi delikan dari Awan dan Langit membuat laki-laki itu terdiam lagi.

"Asik! Ayo, Mel!" Lili langsung menggandeng tangan Melodi untuk mengajaknya pergi dari dapur, Melodi hanya menurut saja dan mengikuti langkah kaki sahabatnya itu.

Sepeninggal kedua gadis itu, Angkasa membuka suaranya lagi. "Ini benar-benar nggak adil, kenapa gue nggak terlahir jadi cewek aja kalau bisa dimanjain kayak gini."

"Aamiin," balas Langit, Awan, Galaksi dan Gerhana secara bersamaan.

"Anjir!" umpat Angkasa semakin dibuat kesal.

***

Ketujuh remaja itu sekarang duduk melingkar sambil menikmati samyang di piring masing-masing.

"Sumpah pedes banget, tapi nagih!" Lili melet-melet kepedesan sekarang, Langit yang peka, langsung mengulurkan segelas air ke arah gadis itu.

"Kalau minum terus, kembung nanti gue, Kak." Lili menolak gelas berisi air tersebut, hal itu membuat Langit meletakkan kembali gelas itu ke tempat semula.

"Yaudah, nggak usah dilanjutin lagi. Bibir lo udah dower, tuh!" ucap Langit yang dibalas gelengan cepat oleh Lili.

"Jiwa ibu kita Kartini ada di dalam diri gue, Kak. Gue pantang berhenti, sebelum mie ini habis." Lili kemudian menyuapkan kembali mie itu ke dalam mulutnya, hal itu membuat Langit menghela napas jengah melihatnya.

Dengan paksa, Langit merebut sumpit itu dari tangan Lili.

"Ck, Kak Langit kenapa, sih?" Lili mendelik tak suka, tangannya mencoba merebut sumpit itu dari tangan Langit, tetapi Langit lebih dulu menjauhkannya.

"Gue cuma pengen lo berhenti makan, jangan memaksakan diri." Lili bersedekap dada tak terima, kenapa Langit menyebalkan sekali, sih.

"Udah lah, Kai. Biarin aja dia habisin makanannya," sahut Awan. Hal itu sukses menciptakan senyum kemenangan di bibir Lili.

"Wan, gue tahu Lili adik lo. Tapi dia juga pacar gue, gue punya hak larang dia kalau dia nyakitin dirinya sendiri kayak sekarang." Semua orang yang ada di sini, seketika terdiam mendengar ucapan laki-laki itu barusan. Diam-diam, Lili mengulum senyumnya sendiri.

Laki-laki itu sangat manis.

"Baiklah ... gue nyerah." Awan mengangkat kedua tangannya ke udara, yang membuat Gerhana, Melodi, dan Angkasa tertawa melihatnya.

"Minum," titah Langit sambil mengulurkan gelas tadi ke arah Lili, kini gadis itu memilih menurut dan langsung menerimanya.

"Oh iya, Kak Awan kenapa nggak ngajakin Kak Jingga sama Kak Gemi ke sini?" tanya Melodi yang baru teringat dengan kedua gadis itu.

"Tadi ... Jingga katanya sibuk, sombong emang tuh cewek kepala batako." Melodi tertawa mendengarnya, meskipun yang dinistakan Awan barusan adalah kakak kandungnya sendiri.

"Terus Gemi, dia lagi sakit." Mendengar keadaan Gemintang, Galaksi sontak mendongak ke arah Awan.

"Sakit apa, Kak?" tanya Galaksi dengan raut khawatir.

"Asmanya kambuh," balas Awan.

"Terus keadaannya gimana sekarang?" tanya Galaksi lagi.

"Eh eh eh, udah mantan kok masih perhatian." Angkasa menyindir mantan pacar dari sepupunya itu.

Galaksi merapatkan bibirnya lagi, ia melanjutkan menyuapkan mie ke dalam mulutnya.

"Apaan sih, Kak. Kalau udah mantan emang kenapa? Sewot amat," balas Lili tak suka.

"Bercanda kali, baperan amat!" sewot Angkasa tak mau kalah.

***

"Kenapa kamu selalu sabar nunggu aku, Gem?" tanya Galaksi heran.

"Karena aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti bakal balas perasaan aku. Kalau pun seumpama itu nggak terjadi, aku nggak nyesel kok pernah cinta sama kamu."

Air mata Galaksi seketika jatuh dari sudut matanya, menyakitkan sekali, ketika mengingat kata-kata gadis itu yang terlontar padanya dulu.

"Udah, Gal. Aku udah capek, aku juga punya titik lelah. Jangan lagi, ya. Jangan buat aku selalu maafin semua kesalahan kamu, karena aku pasti akan maafin kamu."

Itu adalah kata-kata terakhir gadis itu sebelum hubungan keduanya benar-benar kandas.

"Gal," panggil seseorang yang berhasil membuat Galaksi tersentak dari lamunannya.

Ia buru-buru menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. Kemudian menoleh ke arah si pemanggil yang kini tanpa permisi duduk di sampingnya. Keduanya saat ini berada di taman belakang rumah Lili.

"Lo pasti khawatirin keadaan Kak Gemi, ya." Galaksi menoleh ke arah Melodi, gadis itu kini mentap sendu ke arah langit yang ditaburi bintang-bintang indah di sana.

"Iya," balas Galaksi jujur.

Melodi tersenyum tipis, "Lo suka sama Kak Gemi, ya?" tanya Melodi.

"Pertanyaan lucu, jelas gue suka, lah."

Melodi tiba-tiba balas menatap tatapan Galaksi, "Tapi ... gue nggak pernah lihat perasaan itu di mata lo."

Ada keheningan beberapa saat di antara mereka, hingga akhirnya Galaksi mencoba mencairkan suasana.

"Sok tau lo, Mel." Galaksi tertawa sumbang, "Lo terlalu banyak baca buku, nih. Sampai buat lo jadi peramal dadakan," sambungnya.

Melodi ikut membalas dengan tawa sumbang, Galaksi tidak akan jujur padanya "Kenapa lo bisa putus sama Kak Gemi?" tanyanya lagi.

"Gue berantem waktu itu."

"Karena apa?"

Galaksi menjitak dahi gadis itu gemas, "Nggak semua hal, harus gue kasih tau ke lo."

Tiba-tiba raut Galaksi berubah antusias, "Mel, lo suka bunga apa coklat?" tanyanya.

Melodi sedikit berpikir lama, "Gue suka boneka, kenapa?" tanyanya balik.

"Gue bingung ngasih Gemi apa, gue mau perbaiki hubungan gue." Galaksi menghela napas sejenak, "Sejujurnya, selama ini gue nggak cinta sama dia, Mel. Tetapi setelah gue pikir-pikir, gue mau balas perasaan gue sama dia."

Melodi seketika membeku di tempat, tidak percaya mendengar kata-kata itu dari bibir Galaksi. "T—tadi lo bilang, lo suka sama dia?"

"Gue kan bilang suka, belum cinta."

Tangan Melodi mencengkram ujung baju miliknya, "O—oh gitu ... bawain aja makanan."

Galaksi menaikkan sebelah alisnya heran, "Kenapa?" tanyanya penasaran.

Melodi tertawa kecil, ia berusaha mengibur hatinya yang sakit untuk kesekian kalinya. "Biar kenyang lah, setelah lo sakitin, Kak Gemi juga butuh asupan."

Galaksi menatap sendu mendengar ucapan Melodi, "Bener juga lo," ucapnya. Ia lalu menyunggingkan senyumnya lebar, "Thank's,  ya. Lo emang sahabat gue yang terbaik!" serunya.

Kemudian, Galaksi beranjak dari duduknya dan meninggalkan Melodi di tempat. Saat laki-laki itu mau memasuki rumah Lili, ia tak sengaja bersimpangan dengan Gerhana yang terlihat ingin menuju taman.

"Lo cari Melodi?" tanya Galaksi.

Gerhana mengangguk, "Lo habis ngobrol apa sama dia? Kayaknya serius banget," tanyanya balik.

"Tentang hubungan gue sama Gemi." Setelah mengatakan itu, Galaksi berlalu begitu saja.

Tak mau membuang waktunya, Gerhana langsung berlari menghampiri Melodi. Ia telah memantapkan hatinya, ia akan mengatakan semuanya malam ini.

"Mel ... gue mau ngomong sama lo." Gerhana sudah panas dingin sendiri, ini adalah waktunya ia mengatakan perasaannya. Tetapi suara isakan tangis dari Melodi, seketika membuat Gerhana terkejut.

"Lo kenapa nangis, Mel?" tanya Gerhana panik.

Laki-laki itu langsung duduk di samping Melodi, menatap serius gadis itu yang kini tangisannya sudah tidak terkontrol.

Bibir Melodi bergetar hebat, "Gar ... apa mencintai seseorang itu kesalahan?" tanya Melodi di sela-sela tangisnya.

Gerhana tercenung sejenak, ia lalu menggeleng membalasnya. "Kenapa lo nanya gitu? Mencintai seseorang itu kebebasan. Lo boleh suka sama siapa aja," balas Gerhana.

"Tapi selain gue mencintai dia, gue juga mau milikin dia, Gar." Gerhana mengulurkan tangannya ke atas puncak rambut Melodi, ia lalu mengusap pelan puncak rambut gadis itu,  mencoba untuk menenangkannya.

Dengan sedikit keraguan, Gerhana kembali membuka suara. "E—emang siapa yang lo maksud, Mel?" tanyanya pelan.

Melodi langsung memeluk tubuh Gerhana erat, ia kini menumpahkan segala emosinya di dalam pelukan Gerhana lewat tangisannya.

"Gala ... gue suka sama Gala, Gar."

Jawaban Melodi barusan, berhasil membuat Gerhana mematung sesaat. Tenggorokannya tercekat dan jantungnya dibuat berhenti sejenak.

"Ga—gala?"

Melodi mengangguk dan jawaban Melodi barusan, berhasil mematahkan hati dan tekad Gerhana. Ia lalu membalas pelukan gadis itu tak kalah erat, mencoba menepuk pelan punggungnya berulang kali, untuk memberikan kenyamanan pada gadis itu.

Meskipun tanpa Melodi ketahui, gadis itu telah membuatnya patah hati.

"Jangan nangis ... emang kalian tadi ngobrolin apa? Apa ucapan Gala ada yang nyakitin lo?"

Melodi mengangguk lagi, "Dia bilang ... dia mau balas cinta Kak Gemi."

Tangan Gerhana yang sedari tadi menepuk pelan punggung Melodi, seketika terhenti. Ucapan Melodi kembali mengejutkannya, apa maksud gadis itu barusan?

"Jadi ... selama dia pacaran sama Kak Gemi. Dia nggak cinta sama Kak Gemi?"

Melodi mengangguk untuk yang ketiga kalinya.

"Terus dia suka sama siapa?" tanya Gerhana penasaran.

"Lili."

Sampai jumpa di part selanjutnya
Salam cinta dari author ❤




ozzaleta

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro