Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. CALL ME LILI

CERITA INI AKU RE-PUBLISH, BEBERAPA ALUR ADA YANG AKU BUAT BEDA. BUAT KALIAN PEMBACA LAMA AKU, SEKITARAN PART 10-AN KE ATAS AKU SEDIKIT UBAH ALURNYA, KALAU MAU BACA DARI AWAL SILAHKAN😊

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN.

Gadis berambut hitam lurus itu sedang memakaikan lipbalm di bibirnya. Ia mengedipkan sebelah matanya sambil menatap cermin di depannya dengan gaya genit, ia merasa menjadi gadis paling cantik di dunia saat ini.

Gadis itu kemudian keluar dari kamarnya, berjalan menuju meja makan untuk segera sarapan. Tetapi saat sudah tiba, meja makannya ternyata masih kosong penghuni, hanya tersedia makanan saja di sana.

"Oh, Ibu dan Ayah selamat pagi ... ku pergi sekolah samperin sini ...." Gadis itu bersenandung ria, sedikit berteriak berharap kedua orang tuanya segera keluar dari kamarnya.

"Lintang!" panggil seseorang dari lantai atas. Gadis itu langsung menoleh dan mendapati Pria muda yang menatap kesal ke arahnya sekarang.

"Salam Yang Mulia Raja," ucap gadis itu sambil memberikan salam khas orang mughal, India.
"Nggak usah banyak drama kamu, mana sabuk Papa?" tanya Papanya sambil berkacak pinggang ke arahnya.

"Yang Mulia Raja Chandragupta Mauria, jangan kayak orang miskin dong. Masa sabuk aja masih ditanyain, kalau hilang ya beli lagi." Gadis itu menaik-nurunkan alisnya menatap Chandra dengan wajah tidak bersalah.

"Kalau hilang sih nggak papa, tapi masalahnya sabuk Papa kamu jual ke teman-teman kamu, itu yang jadi masalah, apalagi jualnya murah lagi." Chandra memejamkan matanya sejenak sambil memijat pangkal hidungnya.

"Urgent, Pa! Oh iya, jangan manggil aku Lintang dong. Call me Lili," ucap Lili sambil cengengesan tak jelas ke arah Chandra.

Sudah cukup, Chandra tidak kuat lagi. Dari kecil ia sudah menghadapi sifat Istrinya yang tidak ada akhlak dan sekarang ia dihadapkan kembali dengan copy an sifat istrinya, bahkan lebih parah lagi.

"Bodo amat, terus nanti Papa kerja pakai sabuk apa? Kamu itu senang banget jualin barang Papa," gerutu Chandra mulai sebal.

"Barang Papa branded, jadi Lili tergiur untuk menjualnya." Lili terkekeh setelah mengucapkan itu.

"Mentari!" panggil Chandra setengah berteriak, ia sudah tidak kuat menghadapi sifat putrinya. Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita muda dengan berjalan sempoyongan ke arahnya. Wanita itu masih memakai piyama tidurnya dengan rambut acak-acakan.

"Ada apa sih, Sinchan?" tanya Mentari sambil membuka kacamata tidurnya, ia lalu menguap di depan Chandra karena habis bangun tidur.

"Ini kasih tahu anak kamu, jangan jualin barang aku dong!" keluh Chandra.

Mentari menatap Chandra dari atas sampai bawah, "Aku yang nyuruh."

"A–apa?"

"Aku yang nyuruh," ucap Mentari sekali lagi.

"Okeh.” Chandra menatap pasrah.

Sekarang dirinya berjalan menuruni tangga menuju meja makan dengan gaya sempoyongan, lalu disusul Mentari setelahnya.

"Makanya, kalau aku suruh bayarin shopee kamu harusnya mau." Mentari mengomeli suaminya setelah keduanya duduk di meja makan, ia lalu mengambilkan nasi untuk Chandra dan Lili.

"Kamu soalnya beli barang yang nggak perlu," jawab Chandra membela diri.

"Perlu itu, kamu nya emang nggak asik. Ya kan, Li?" Mentari mencoba meminta pembelaan dari putrinya.

"Bener tuh," jawab Lili antusias.

Chandra memutar bola matanya malas, bagaimana Chandra tidak melarang, kalau Mentari mau beli tampar untuk kambing. Barang yang unfaedah, karena dirinya tidak memelihara kambing di rumah.

Waktu Chandra tanya alasannya, Mentari bilang untuk mengikat Rama, teman SMA mereka. Karena laki-laki itu sudah berani mengeluarkan Mentari dari grub WA.

Apakah Chandra salah?

"Li, panggilin abang kamu."

"Males ah, Ma. Abang kalau Lili bangunin nanti ngamuk."

Chandra melirik Lili, "Yah gimana nggak ngamuk, kamu banguninnya sambil nyekik." Chandra menyahut malas sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

Lili merengut sejenak, lalu menarik napasnya dalam-dalam. "Abang!" teriak Lili yang membuat Chandra seketika menjitak dahi putrinya itu.

"Kamu kira rumah kita hutan apa?" Lili hanya cengengesan tak jelas setelahnya.

Tak berselang lama, datanglah seorang laki-laki lengkap dengan seragam sekolahnya. Laki-laki yang memiliki gurat wajah mirip Chandra itu lalu duduk di samping kursi yang Lili duduki.

"Awan, kamu kemarin udah Mama minta ke rumah tante Senja buat ambil roti, kok kamu nggak ke sana?" tanya Mentari yang baru teringat sekarang.

Awan menghembuskan napas kasar, "Jingga resek, Awan udah mau masuk ke rumah tante Senja, tapi dia nggak ngebolehin."

Mentari menghela napas sejenak mendengarnya. Sampai kapan sih keduanya bermusuhan terus?

"Salah sendiri, kenapa Abang buat Kak Jingga marah," cibir Lili yang membuat Awan berdecak sebal.

Alis Chandra naik sebelah, "Emang Abang kamu kenapa?" Chandra menatap penasaran.

"Abang nuangin tinta merah di roknya kak Jingga kemarin," adu Lili yang membuat Awan mendelik kesal ke arah adiknya.

"Awan!" kesal Chandra sambil memukul pelan sendok miliknya ke dahi Awan.

***

Lili bersenandung ria sambil merangkul tangan kakaknya, keduanya sekarang berada di koridor sekolah menuju ke kelas masing-masing.

"Hei bujang! Antar kan Tuan Putri ini ke kelasnya," titah Lili dengan wajah songongnya.

Saat Awan ingin membalas, tiba-tiba sosok Jingga tak sengaja bersisihan dengan keduanya di koridor. Jingga menyapa Lili sebentar, tetapi setelah itu ia langsung melintas begitu saja tanpa menyapa Awan.

"Lo ke kelas sendiri deh, gue ada urusan." Awan melepas paksa tangan Lili yang merangkul tangannya tadi, ia langsung mengejar langkah Jingga sebelum gadis itu menjauh dari jangkauannya.

Lili geleng-geleng melihatnya, "Gini nih cowok, kalau lihat yang bening dikit langsung ninggalin yang ngeblur. Eh, tapi kan gue berkilau, jadi nggak ada yang rela ninggalin gue." Setelah mengatakan itu, dengan dagu yang ia dongakkan sedikit, Lili berjalan menyusuri koridor sendirian.

"Lili," panggil seseorang dari belakang, Lili yang merasa dipanggil langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke asal suara.

"Salam," ucap Lili sambil memberikan salam.

"Salam," balas orang itu. Sampai-sampai membuat murid-murid yang melintasi mereka, tertawa geli melihatnya.

"Ada apaan, Gal?" tanya Lili heran ketika melihat wajah sahabatnya yang panik.
"Lo tahu Bella, nggak?"

Lili berpikir sejenak, "Bella siapa? Nama Bella di sekolah ini ada sebelas anak."

"Isabella, cewek yang lo labrak minggu kemarin." Lili yang mendengar nama musuhnya itu, langsung mendekat ke arah Galaksi.

"Ha, kenapa-kenapa?" Lili yakin Galaksi mendapatkan berita panas tentang musuhnya itu.

"Dia hamil Li," ucap Galaksi yang sukses membuat Lili menganga tak percaya.

"Ha–hamil?" Galaksi mengangguk menjawabnya.

"Valid nggak, nih?" Lili mencoba memastikan.

"Valid," balas Galaksi yakin.

Lili menunjukkan senyum miringnya, "Okeh, kalau Valid kan bisa gue sebarin nanti."

Mendengar ucapan Lili barusan, Galaksi terkekeh sambil merangkul sahabatnya itu, keduanya memang raja dan ratunya gosip di SMA Cendana.

***

Lili duduk dibangkunya dengan senyuman khas miliknya, kelasnya sekarang rusuh, mereka sedang membicarakan kabar terhangat tentang Bella yang baru ia sebarkan tadi.

"Isabella adalah kisah cinta hamil belum nikah ... oh kasihan dirinya ... tapi—"

Nyanyian Lili seketika terhenti, ketika seorang gadis tiba-tiba datang menggebrak mejanya. Gadis itu tidak sendirian, ada satu temannya yang menemaninya. Suasana kelas yang tadinya ramai, langsung dibuat hening seketika.

"Ada apa, Dayang?" tanya Lili santai.

"Mulut lo emang nggak bisa dijaga, ya?! Berani banget lo nyebarin gosip tentang Bella, ha?" bentak gadis yang Lili ketahui bernama Pingkan.

Lili langsung berdiri dari duduknya, sekarang gantian dirinya yang menggebrak meja, sampai-sampai membuat semua penghuni kelas kaget dibuatnya.

"Woy Ikan! Kan emang teman lo itu bunting, gimana sih lo?" delik Lili tak mau kalah.

Pingkan bersedekap dada, "Iya, tapi nggak perlu lo sebarin juga. Mulut lo itu nggak bisa dijaga ya?!" balas Pingkan pedas.

"Siapa suruh berurusan sama gue, salah Bella sendiri, lah. Kalau dia nggak ada masalah sama gue, nggak bakal tuh gue sebarin beritanya." Lili menatap Pingkan tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Lo itu ya!" Tanpa diduga, Pingkan tiba-tiba menjambak rambut Lili kasar. Tetapi Lili tak tinggal diam begitu saja, ia langsung membalas jambakan Pingkan tak kalah kasar.

"Eh, apa-apaan, nih?" Galaksi yang baru saja masuk ke kelas, seketika dibuat terkejut. Melihat Lili berjuang melawan Pingkan, membuatnya ingin membantu sahabatnya itu. Tetapi sayangnya, teman Pingkan lebih dulu menghalanginya.

"Minggir lo," delik Galaksi.

"Enggak akan," jawab gadis itu ketus.

Galaksi semakin mendelik sebal, "Heh, Tini wini biti. Jangan bikin gue jambak lo ya," ancam galaksi pada gadis bernama Tini tersebut.

"Lepasin Li!" keluh Pingkan yang mulai merasa kesakitan dengan jambakan Lili.

"Aduh," keluh Pingkan lagi. Ia langsung melepas jambakannya pada Lili dan menggosok-gosok rambutnya.

Lili terkekeh sejenak, beberapa helai rambut Pingkan ada di genggaman tangannya sekarang.

Pingkan mendelik marah, "Lo gila ya?! Lo mau buat kepala gue copot?!"

"Yang mulai ngajak jambak-jambakan kan lo!" cibir Lili tak mau kalah.

"Li," panggil Galaksi sambil berdesis pelan pada sahabatnya.

Pandangan Lili beralih menatap Galaksi malas, "Apaan, sih?!"

Galaksi mengisyaratkan Lili dengan kedua matanya untuk menatap ke arah ambang pintu. Lili yang paham, langsung menoleh ke arah yang Galaksi pinta dan seketika ia langsung merapatkan bibirnya ketika tahu siapa yang datang.

"Lintang Anindya!" teriak bu Beta marah.

"Call me Lili, Bu." Balas Lili cengengesan.

***

Lili mendengus kesal, ia akan membalas Pingkan secepat mungkin. Bisa-bisanya bu Beta menghukumnya, tetapi tidak dengan Pingkan.

Dasar pilih kasih!

Sekarang ia harus berdiri dengan hormat ke arah sang saka merah putih, bagaimana kalau kulitnya rusak nanti? Asal wanita paruh baya itu tahu saja, jika skincare nya itu mahal.

"Semangat, Li!" teriak Melodi yang sekarang berdiri di koridor bersama dengan Galaksi di sampingnya.

"Pergi lo berdua!" delik Lili sambil berteriak kesal ke arah mereka.

"Oy, Liliput!" Sekarang datanglah musuh bebuyutannya, Gerhana.

Laki-laki yang merupakan kembaran dari Galaksi itu menatap Lili dengan senyum mengejek, "Siang-siang begini, enaknya minum Es Teh." Gerhana berucap dramatis dengan gaya alay nya.

"Udah jelek, gila lagi!" cibir Lili.

"Melodi! Galaksi! Gerhana! Masuk ke kelas kalian!" teriak bu Beta dari lantai atas.

Sedari tadi wanita paruh baya itu mengawasi Lili dari atas, hal itu membuat ketiganya langsung lari terbirit-birit sebelum nasib mereka akan sama seperti Lili.

Lili berdecak sebal, tangannya sudah mulai pegal sekarang. Kini matanya mengedar ke arah sekitar dan tanpa sengaja pandangannya jatuh ke arah seseorang yang terlihat berjalan dengan cara mengendap-endap di dekat pagar sekolahnya.

Laki-laki itu membawa tasnya, apa laki-laki itu berniat membolos? Lili seketika melebarkan kedua matanya, ini saatnya ia mencari teman sepernasiban.

"Bu Beta!" panggil Lili lantang.

Bu Beta lalu menoleh ke arah Lili.

"Ada anak mau bolos!" teriak Lili sambil menunjuk ke arah laki-laki tersebut. Suara Lili yang lumayan kencang, membuat laki-laki itu langsung menghentikan langkahnya dan menatap Lili kesal.

Bu Beta seketika mengikuti arah telunjuk Lili, mengetahui niat anak muridnya, bu Beta langsung menatap laki-laki itu tajam.

"Langit!" teriak bu Beta kencang.

Sedangkan Lili sekarang menunjukkan senyum miringnya, ia tidak tahu saja jika selanjutnya, hidupnya akan berurusan dengan laki-laki itu nanti.

Hallo semua ❤
Gimana menurut kalian part ini?

Jangan lupa vote dan komen ya
Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca Infinite Feelings

Kalau ada typo kasih tahu ya

Sampai jumpa dipart selanjutnya
Salam cinta dari author ❤

ozzaleta

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro